March 31, 2014

[SIDESTORY] NOLAN COLLARD FAMBROUGH - FLASHBACK

Satu tahun yang lalu, IRSS Chekov.

“Ada sesuatu yang mengganjal pikiranmu, Nolan?” tanya seorang pria bernama Tsuki seraya menghampiri Nolan yang sedang duduk di depan meja bar bergaya futuristik. Sebuah gelas kecil kosong tergeletak dalam diam di hadapannya. “Aku tidak tahu kamu minum.”

“Memang tidak,” jawab Nolan ringan, “aku anti minuman keras. Agamaku melarang.”

Tsuki mengangkat alisnya. “Baiklah, lantas apa yang kamu lakukan di sini?”

“Hanya memikirkan hal yang tidak penting.” Nolan membetulkan posisi kacamatanya. “Apa kira-kira yang sedang dilakukan oleh diriku yang asli di duniaku?”

Tsuki menghela napas seraya merangkul bahu Nolan. “Itu, aku juga tidak tahu, Nolan. Aku sengaja memutuskan kontak pada mereka yang dirinya telah disalin.”

“Aku harap dia diterima kerja di Bank Syariah sesuai harapannya,” gumam Nolan. “Maksudku, dia adalah diriku yang beruntung. Tidak terjebak dalam keadaan seperti ini.”

Tsuki terdiam.

“Yah, kautahu? Aku benar-benar minta maaf sudah membuatmu terpaksa menghadapi ini.”

“Sudah lewat, lupakan saja. Lagipula semakin lama kupikirkan, aku tidak peduli lagi apakah aku hidup atau mati di sini. Selama aku memiliki teman dan tak ada lagi yang memandang diriku dengan pandangan yang menjijikan.”

***

Pada saat yang sama, London.

Nolan berkali-kali melirik jam tangannya. Dia tidak sabar menanti giliran untuk diwawancara. Kedua kakinya bergoyang-goyang tak karuan, sementara bagian punggungnya sudah sedikit basah oleh keringat.

“CV ada, surat lamaran ada, ijazah, pas foto, ah lengkap,” gumam Nolan, sementara orang-orang di sekitarnya—yang juga sedang menanti giliran wawancara—memandanginya dengan sebal. Nolan yang merasa diperhatikan hanya mengangguk pelan sambil melemparkan senyum.

Pintu ruang wawancara di sebelah kiri pun terbuka. Seorang wanita modis memakai hijab muncul dari balik pintu sambil membawa selembar kertas.

“Nolan Collard Fambrough?”

“Ya, saya,” jawab Nolan dengan tegas.

“Silakan masuk,” kata wanita itu sambil tersenyum. Sambil mengucapkan kata sakti dalam bahasa Arab, Nolan masuk ke dalam ruangan dengan penuh rasa percaya diri.

“Silakan duduk, Mr. Fambrough,” kata wanita itu lagi seraya duduk di atas bangku hitam besarnya. Nolan menurut dan segera mengeluarkan berkas-berkas yang sejak tadi dibawanya di dalam tas.

“Ah, saya sudah mendengar tentang Anda. Anda lulusan Oxford University dengan hasil yang sangat memuaskan. Tak diragukan lagi bahwa kepintaran Anda berada di atas rata-rata,” kata wanita itu memulai percakapan.

Nolan meletakkan berkas-berkasnya di atas meja dan tersenyum. “Anda terlalu memuji, Nona.”

Wanita itu mengambil berkas dan membacanya perlahan-lahan. Sementara Nolan melemparkan pandangan matanya ke seluruh bagian ruangan. Hingga sesuatu membuatnya berhenti sejenak. Sepasang kaki yang mengenakan high heels dan tertutup rok panjang hitam terlihat tergeletak di bagian belakang rak arsip. Nolan memicingkan matanya agar dapat melihat lebih jelas.

“Mr. Fambrough? Anda masih bersama saya?”

Nolan terkejut. “Ah, ya? Maafkan saya. Anda bertanya apa tadi?”

Wanita itu kembali memandang berkas, “Saya bertanya, apa alasan Anda berhenti dari pekerjaan lama Anda ...”

Nolan kembali menatap ke arah sepasang kaki yang tergeletak di balik arsip.

“Ah, maaf, Nona, tapi karyawati Anda mungkin mengalami sesuatu di belakang sana? Pingsankah?” kata Nolan lugu.

Wanita itu menghela napasnya dan kemudian tersenyum, “Yah, kurasa sudah ketahuan.”

Asap berwarna merah mendadak mengepul di sekitar wanita itu, menyamarkan sosoknya perlahan-lahan hingga sulit terlihat. Nolan yang panik menjatuhkan diri dari kursi dan merangkak mundur. “A-ada apa ini?”

Asap merah menghilang, sosok wanita itu telah berubah menjadi sosok tinggi besar bersayap dengan kulit berwarna merah. “Nolan Collard Fambrough.”

“Si-siapa kau?”

“Namaku Hvyt. Aku mendapatkan perintah dari Dewa Thurqk untuk menjemputmu ke alam baka.”

Nolan membelalak. “Ka-kau bercanda. Siapa Thu—apa?”

Hvyt menghampiri Nolan dan menyabetkan sayap kanannya tepat ke leher Nolan. Darah pun bermuncratan, membuat Nolan lemas, perlahan-lahan kehilangan darah. Semenit kemudian, semuanya tampak gelap.

***

Share this article:

No comments:

Post a Comment

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -