June 23, 2014

[ROUND 3 - K9] BARA SI TUMPARA - MENGETUK PINTU NERAKA

[Round 3-K9] Bara Tumpara vs Lazuardi
"Mengetuk Pintu Neraka"

Written by Hael Elliyas

---

"Kemana kita selanjutnya?" Bara berucap santai.
Ia tengah menunggangi sesosok entitas yang dikenal sebagai si sayap neraka, Hyvt. Bara mungil tepat duduk di atas punggung, di tengah antara kedua sayap Hyvt yang mengibas, mereka terbang.
"Setelah gurun panas yang amat luas, tempat berikutnya mungkin akan sangat sejuk dibandingkan itu." Ucap Hyvt sedikit tak bersahabat. Ditunggangi oleh seekor entrant, pikirnya, merasa merendahkan sosok ngeri sang sayap neraka. Membawa entrant ke tempat tujuan adalah tugas para Hyvt namun tak seperti ini caranya.
Penyebabnya penunggangan ini terjadi adalah lentera roh di kedua telinga Bara. Dua Lentera yang suci menyala-nyala itu akan menolak segala jenis benda yang hendak menyentuhnya sehingga mau tak mau, suka tak suka, Hyvt tak bisa menyeret Bara dari arah atas melainkan harus membuat Bara berada di atas dirinya.

Langit merah dengan gumpalan awan-awan hitam masih terus di telusuri. Gelap namun merah melahar, membawa hawa neraka yang tak terindukan. Hyvt pun menari-narikan jemarinya. Membentuk untaian huruf-huruf semu yang tak jelas apa. Ada hawa aneh dari gerakan jemarinya. Sepintas, ada merah yang sedikit lebih berbeda ketimbang warna langit di neraka jagatha vadhi. Lubang. Portal dibuka oleh si sayap neraka.
"...juga sedikit sempit." Tukas Hyvt menggulingkan badannya di udara. Bara seraya terkejut dan terjatuh ke dalam portal merah.
"Ngoaaah..!" Pasrah.
Hyvt menarik nafas panjang, "Sesuai perintah, kau harus membunuh satu lawanmu di dalam sana sebelum tiga puluh menit! Atau kau lah yang akan mati di dalam sana. Apa yang akan kau lakukan kini, tumpara...? khukhukhu... membunuh adalah keharusan." Mulai berteriak hingga lirih. Mengancam sang tumpara yang tak kunjung bertarung untuk memperoleh hasil hidup melawan mati. Hyvt seakan amat greget untuk melihat, setidaknya kali ini, Bara si Tumpara yang akan membunuh seorang peserta pada akhirnya.
Merah seraya berubah gelap. Meninggalkan jauh jatuh dari gendongan Hyvt. Gulita lingkar mulai merapat perlahan, menutup pandang si sayap neraka di atas sana. Menyisakan bayang-bayang lesu sosok seekor tumpara yang melenggang jatuh. Menantikan pertarungan hidup-mati yang dipastikan besar akan terjadi di balik pintu sana. Hyvt tersenyum kikik.
"Ogaaah....!" sahut si hijau tumpara kala jatuhnya.
Gedebuk pisan.
Bara si tumpara sang pengayun roh lentera, baru saja jatuh membentur permukaan darat secara tidak lembut. Si tumpara dari planet Skyemaira yang dipenuhi dengan lautan luas nan indah. Planet yang memiliki dua bulan : bulan tanah—Teananoes, dan bulan air—Lubnachoes. Tumpara yang menjadi pejuang bagi sesepuh untuk menarik kembali sebagian lautan yang hilang untuk menjadi bulan. Melawan para makhluk hitam, Motavatu. Namun, kini ia terjebak di neraka Jagatha Vadhi. Sesak dan agak mengesalkan. Tapi di sini, ada hal yang akan diperjuangkan oleh Bara.
Ruang gelap sedikit tersinari oleh kedua lentera di telinganya yang menyala-nyala putih. Memberi penerangan yang cukup agaknya. Perlahan, seakan dinding-dinding juga permukaan darat di sini mulai memberi pencahayaan sendiri. Gelap kini sudah bersinar secukupnya. Terlihatlah sebuah tempat yang ditempati, sebuah ruang tertutup. Persegi. Kotak. Padat membatu.
"Jadi sudah dimulai ya?" suara lain itu memanggil Bara untuk menengok ke belakang. "Pertarungan kita." Bunyi decit menggema ke seluruh sudut ruang. Dari sisa-sisa gelap yang menyaru, sesosok entitas lain, pemilik dialog itu, sedang berdiri mantap di ujung sana. Bulat. Dia biru utuh. Agak mengilau. Juga botak. Kontet.
"Ngoah... hampir sepantar." Gumam si hijau. "Ah, bunyi decitannya agak mengganggu." Bara memerhatikan sisi samping sambil menggaruki lubang telinganya. Sumber suara berdecit itu berasal dari dua dinding yang saling bergerak merapat ke arah tengah ruang. Bara bisa sedikit merasakan getaran di pijakannya akibat pergeseran tersebut. "Sepertinya ini ruang perangkap yaa..?" Mati Terhimpit. Ini tinggal masalah waktu.
"Namaku, Bara, Bara si Tumpara. Salam kenal ya, kawan." Sapanya.
Si biru bulat di ujung sana, masih berdiri sigap. Kaki dan tangannya yang juga bulat menggiat tarung. Kuda-kuda.
"Aku, Lazuardi, Sakrifar dari suku Matoi. Kau masih bersikap tenang, tak merasa terancam. Ku rasa kau petarung tangguh."
"Benar, kah begitu? Ngoahaha, kau asik, kawan!" Sambil melanjut menatap sekitar yang hanya ada dinding kaku.
Memerhatikan itu, si biru matoi sedikit melemaskan kesigapannya, "Jujur, aku sendiri tidak mau bertarung. Apalagi sampai harus menyisakan hasil hidup dan mati. Sungguh."
"Baguslah, kawan. Lalu kenapa dirimu tidak bantu saja aku mencari jalan keluar dari sini." Bara merapat ke dinding. Dilihatnya dengan seksama, dindin tersebut bergerak tanpa menyisakan celah di seluruh sisinya. Iseng. Tumpara hijau itu menahan laju dinding dengan tubuhnya. Sudah jelas tak akan berpengaruh.
Bara mundur beberapa langkah. Berayun! Dibantinglah kedua lentera yang melayang-layang dengan gerakan kepalanya. Sekelibat cahaya putih merekah akibat pertemuan lentera dengan sisi dinding. Jangankan berhenti sesaat, dinding itu sama sekali tak bergeming. "Kayaknya butuh hempasan yang lebih kuat." Mulai meruncing alis.
"Bukankah percuma?" konklusi si biru Lazu, "kan sudah membuat pengumuman ideal. Peserta yang berhasil membunuh lawannya sebelum setengah jam, bisa keluar dari kematian ruang jebakan."
"Lalu apa yang ingin kau raih dari ketaatan terhadap pengumuman itu?"
"Untuk kembali hidup. Dan memiliki kekuasan terhadap suatu lautan sebagai tempat tinggal baruku. Lautan terindah di seluruh dunia. Begitulah percakapan singkatku pada Dewa Thurkq. Beliau menjanjikan itu. Dengan kekuatannya yang luar biasa, itu bisa saja tercapai."
Bara terhenyap sesaat, "Ngoahaha... Tapi aku lebih melihat si domba itu sebagai iblis. Iblis yang suka mendiskriminasi nyawa." Ia mempertemukan dirinya dengan lentera lalu lentera dengan dataran. Sekelibat cahaya merekah.
Pantul. Pantul. Memantul.
Bara melesat cepat dan membenturkan kuat lenteranya pada dinding di seberang. Masih tak bergeming.
"Lazu, kawanku. Sesepuhku pernah bercerita tentang seorang iblis. Iblis a akan menunjukimu air dan api. Sesungguhnya dari semua itu adalah tipuan. Apa yang ditunjukinya sebagai air justru adalah sebuah api yang membakar. Apa yang ditunjukinya api justru adalah air yang menyegarkan. Begitulah iblis sebagai penipu ulung."
"Aku sendiri sedikit takut untuk mengiyakan hasil dari seluruh pertarungan yang ada. Lalu bagaimana kau melepas diri dari situasi ini? Peraturan telah ditetapkan."
"Kita bisa masuk. Berarti ada pintunya." Sederhana pemikirannya.
Bara menatap ke arah langit-langit, koordinat tempat ia jatuh pertama kali. Matanya menatap nalar, menghitung dan membidik lajunya. Pantul. Pantul. Memantul. Beberapa manuver dilakukan Bara agar dapat menciptakan hempasan kuat. Menerbangkan dirinya hingga ke atap dengan kecepatan luar biasa.
Tembak.
Benturan cahaya dari lenteranya terhadap dinding atap beberapa kali telah dilancarkan.
"Nihil." Bara masih gagal.
"Aku tak berpikir ruangan ini bisa dibobol dengan sesederhana itu." Konklusi Lazu. "Jika kau sungguh mau mencoba untuk melarikan diri dari sini, akan coba ku pikirkan langkah yang lebih baik."
"Sungguh terima kasih." Jempol untuk Lazu.
"Aku hanya tak habis pikir, kau punya pemikiran seperti ini, Bara." Keadaan mulai akrab. "Jadi lenteramu dapat meledakkan energi?"
"Ngo... ya, menghempaskan apapun yang menyentuhnya."
Lazu kembali berpikir. Ia memerhatikan celah-celah yang mungkin ada di sekitar dinding bergerak. Rencana dari si analisis Matoi mulai terumus sedemikian rupa. Lazu mencoba-coba berbagai kemampuan yang dimilikinya tanpa Bara ketahui karena tumpara hijau itu masih asik memantul-mantul ke seluruh ruangan.
Nihil.
Si hijau tumpara dan si biru Matoi kini bersimpuh di tengah ruangan. Mereka sepertinya kehabisan rencana juga cara.
"Ada ide lain?" Tanya Bara.
"Belum pasti. Masih coba untuk ku rumuskan."
 "Apa dirimu masih setengah-setengah untuk memikirkan pemberontakan ini?"
Lazu menghenyap dari lamunannya, "Apa maksudmu?" Lazu menatap kecewa. "Aku... hanya bimbang." Kecewa pada dirinya sendiri.
"Kau berkata tentang tinggal di lautan terindah di dunia, bukan? Kau tahu tempat tinggalku, planet Skyemaira. Planet dengan lautan luas nan indah. Sesepuh bercerita bahwa lautan Skyemaira adalah lautan terindah di seluruh dunia. Tidak kah kau berpikir lautan yang Thurqk maksud adalah Skyemaira. Membuatmu berkuasa di sana berarti memerangi para penduduk Skyemaira."
Lazu tercengang. Konklusi. "Mungkin hasil dari pemberian Thurqk bukanlah hal baik." Lazu mulai yakin dan serius berpikir.
"Tapi sungguh, itu semua pilihanmu, kawan."
"Ya! Dan aku sudah punya jalan untuk kita berdua."
"Ngoah... hebat kawan! Lalu apakah itu?"
"Cara untuk terbebas dari sini adalah... berdiam diri saja di sini."
"Ngoaah?? Kita pasrah saja, begitu?"
Lazu masih terdiam, tak mengacuhkan Bara.
Si tumpara hijau hanya mengangkat bahu lalu jua berdiam.
Di tempat lain, tahta Thurqk berada.
"Hyvt!" sahutnya.
"Iya, tuan."
"Tidak, kah kau melihat dua peserta di sana yang membuatku bosan? Mereka hanya berdiam diri. Menunggu mati."
Mengarah pandang pada layar besar yang memantau tayangan real-life Bara dan Lazu.
"Mereka terlihat kurang bergairah. Nah, Hyvt. Pergilah ke sana! Pancing emosi mereka! Aku ingin ini menjadi lebih menarik. Kau bebas berbuat apa saja."
"Siap, Tuan!"
"Dan coba kau sebutkan perkataanku ini pada mereka bila kau tak bisa memancing gairah keduanya." Thurqk berbisik lalu laksana Hyvt terbang pergi. Senyum bengis dari Thurqk menjadi pengantar kepergian itu.
Di ruang tertutup yang kokoh. Secercah merah merekah. Hyvt hadir berkunjung ke tempat pertarungan Bara dan Lazu berada.
"Kalian Peserta—" Kalimat Hyvt terpotong.
Bara baru saja melancar cepat, menyongsong ke arah Hyvt
Singkat. Terlalu singkat. Hyvt yang sempat terpukul lentera Bara, telah terhempas. Hampir jatuh.
"Apa yang kau lakukan, dasar makhluk hina!" Tukas Hyvt, "Melawanku bukanlah peraturan. Dan kau tak akan sanggup mengalahkanku. Lancang!" Hyvt pun mengapi.
Di balik semua ini adalah rencana Lazu. Apa yang menyebabkan mereka bisa masuk ke sini adalah pintu. Dan apa yang dapat membuka pintu tersebut adalah Hyvt. Hal yang perlu dilakukan keduanya adalah memancing Thurqk atas rasa tidak ingin bosannya. Hal yang akan memancing kaki-tangan Thurqk untuk terbang kemari.
Dan setelah pintu terbuka dengan hadirnya Hyvt, mereka berdua hanya cukup mengalahkan si sayap neraka sebelum ia sempat menutup atau kabur.
Namun api Hyvt sungguh sangat luar biasa. Panas menguap di ruang tertutup. Sayap yang berubah dan mengapi.
Terasa amat dahsyat auman singkat dari Hyvt. "Kau ingin bermain denganku! Tugasku hanyalah pengantar, tapi sungguh aku sudah amat jengkel terhadapmu!" Geram Hyvt. "Aku telah dimandatkan untuk bebas, tak salah bila menyentilmu sedikit tumpara!"
Padam.
Api amarah si sayap neraka telah padam. Warna merah yang menjadi ciri khasnya telah berubah. Berbaur dalam biru.
"Matoi!" Hyvt berbalik di udara. Menatap dendam pada si biru Lazu. Punggung si sayap neraka telah habis termakan kemampuan sang Matoi. Enshaka, kemampuan untuk menanamkan parasit dari potongan tubuh Matoi. Parasit yang memakan tubuh inangnya sampai habis. Parasit yang ditempeli bersamaan dengan laju tumpara yang dahsyat.

"Kau, Matoi yang tangguh, kenapa justru mengikuti permain membosankan si tumpara, hah! Permainanmu dalam bertarung dan membunuh semua lawan sudah banyak memberi kemeriahan. Tapi kenapa kau malah mengikuti si lemah tumpara!"

"Tumpara itu cukup hebat untuk jadi tidak membosankan."
Amukan Hyvt sia-sia. Tubuhnya sudah mulai termakan secara keseluruhan. Namun ada satu langkah yang terpikir. Si sayap neraka memiliki pesan dari Thurqk yang menjadi langkah andalannya kini untuk membuat mereka saling bertarung.
"Ketahuilah ini, Matoi, Tumpara! Thurqk pernah menjanjikan sebuah tahta lautan yang amat indah. Dan tau kah kalian? Lautan indah yang akan dijadikan hadiah bagi sang Matoi adalah lautan tempat tinggalmu, Tumpara! Kehancuran lautanmu, perlawanan penduduk planetmu, semua ada kaitannya dengan pertarungan ini! Berkaitan dengan kekuasaan bagi Matoi di masa depan! Benci lah! Dendam lah! Matoi atau Tumpara, kematian kalian menentukan nasib lautan Skyemaira, kha kha kha~"
"Kalau itu sih, kami sudah bahas dari tadi." Ledek Bara dan Lazu. Hyvt menganga. Sebuah hantaman terakhir dilancarkan sudah pada Hyvt. Memekikan ruang tertutup dengan teriakan kalah dari Hyvt. Sebelum pintu tertutup, Lazu dan Bara berhasil keluar.
Merasa lebih lega setelah muncul ke permukaan merah Jagatha Vadhi yang luas. Mereka berdua melakukan tos kemenangan.
Dan bayangan hitam meraksasa mulai menggelapi sekitar mereka. Si iblis neraka Thurqk mengampiri.
"Jadi... Apa yang harus aku lakukan terhadap kalian berdua?" berkacak pinggang.
Bara dan Lazu menyiapkan kuda-kuda. Mereka saling tatap meruncing mata.

5 comments:

  1. Eeh, kenapa akhirannya gantung gini?

    Ga ada battle yang bisa dikupas, dan tampaknya penulis sendiri udah mulai ga nyaman sama tema turnamen kali ini. Sebagai pembaca yang berusaha memahami kondisi penulis, saya pengen ikut meringankan beban itu dengan membuat Bara ga maju ke ronde selanjutnya #alasanapaini

    Yah, di luar komen ga jelas di atas, saya emang ga ngerasa ada sesuatu yang cukup menarik untuk jadi sedikitnya poin plus dari saya di entri ini...jadi maaf.

    Shared score dari impression K-9 : 6,9
    Polarization -/+ 0,6
    Karena saya lebih suka entri Lazu, jadi entri ini saya kasih -0,6

    Final score : 6,3

    ReplyDelete
  2. lucu sih pas liat kata gedebuk pisan sama kontet, langsung kbayang bara asalnya dari jawa #plok xD
    endingnya beneran twist kak, aneh pula, kyknya ni termasuk pelanggaran deh, tp bikin seneng krn mereka berhasil kluar berdua :3
    nilai 7,2

    ReplyDelete
  3. Ferrum : "..."

    Limbo : "..."

    Ferrum : "Ini... di luar dugaan! Kedua petarung memutuskan untuk berdamai, menjebak Hvyt, lalu melawan Thurqk... Ini..."

    Limbo : "Pertarungan apaan ini?!!" (banting TV)

    Ferrum : "Woi TV nya jangan dibanting!"

    Limbo : "Ini melanggar peraturan. Hasil akhirnya tidak boleh seperti ini!"

    Ferrum : "Sejak kapan kau taat peraturan?"

    Limbo : "Dia pasti sudah tidak berniat lanjut."

    Ferrum : "Kalau pun begitu, itu terserah dia kan? Setidaknya ia tidak berhenti dengan WO."

    Limbo : "Ya sudahlah kalau begitu, akan kubantu mengabulkan keinginannya. Nilai 6!!!"


    Nilai = 6

    ReplyDelete
  4. Entri ke-26…. Dan jujur kak. Saya kecewa. Kecewa banget.
    Saya ketemu orang yg nulis panjang2 agar tulisannnya bisa dibaca. Ada orang yg nulis pendek, tapi bingung soal diksi, biar tulisannya bisa dibaca. Tapi ini, kak, jujur, bikin saya kecewa. Ini seperti battle yg dipaksakan untuk selesai. Bahkan kalimat terakhirnya, “Bara dan Lazu menyiapkan kuda-kuda. Mereka saling tatap meruncing mata.” ppun, tidak memberi konklusi. Ini yg bener2 bikin saya kecewa. Sungguh kak.
    Untuk nilai, saya ngasih: 4.0
    Semangat kak :3

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -