June 23, 2014

[ROUND 3 - K4] NEMAPHILA - TUNAS KENANGAN, HARAPAN, KEPERCAYAAN, PENGHIANATAN


[Round 3-K4] Nemaphila vs Rex
"Tunas Kenangan, Harapan, Kepercayaan, Penghianatan"
Written by Redtailqueen 1550

---

Cahaya terang dan bunyi lantang memanggil kesadaran Nemaphila. Sambil mengerang wanita viridian itu mencoba bangkit. Dia tak merasakan apapun, tubuhnya memang tak bisa merasakan apapun, namun bunyi dentingan logam tak jauh darinya sangat mengganggunya. Dia bisa mendengar sosok asing sumber bunyi logam itu bergerak mendekatinya. Saat dia membuka mata, dia melihat wajah pria itu..
Panik. Nema sangat panik. Dia tak bisa mempercayai apa yang baru saja dilihatnya. Dia terus bertanya-tanya, terus bertanya-tanya. Bingung. Heran. Bagaimana bisa pria itu ada di sini? Apakah mungkin.. Apakah mungkin pertarunganya di babak kedua tak cukup menghibur si dewa merah? Apakah ini siksaan baginya?
Wanita berkepala benih itu meringkuk di sudut ruangan dengan tubuh gemetar, memejamkan matanya erat dan bergumam tanpa henti. Reaksinya itu justru membuat sosok pria asing bergerak mendekatinya, tampak mengkhawatirkanya. Dengan ragu pria itu menyentuh bahu Nema. Tindakan yang salah karena wanita viridian itu malah semakin menjerit.

"Tidak! Tidak!! Jangan!! Kumohon!! Bunuh saja aku!! Lenyapkan saja aku!! Tolong.. jangan siksa aku! Kenapa!? Kau sudah mati.. Seharusnya kau sudah mati.. Kenapa..?" Untuk pertama kalinya sejak memasuki alam kematian, Nema menangis.
"Hey! Hey, tenanglah! Aku tidak bermaksud menyakitimu.." sahut pria itu gugup.
Suara pria itu menyadarkan Nema. Suaranya.. berbeda. Sekali lagi wanita viridian itu mengangkat wajahnya menatap sosok di hadapanya. Wajahnya memang mirip, tapi warna matanya berbeda, bentuk tubuhnya juga berbeda. Rupanya Nema salah mengira sosok itu adalah pria manusia yang pernah menghianatinya.
"Aku.. sedang tidak disiksa..?  
"Tidak.." jawab pria berjubah besi itu canggung.
Wanita berkepala benih menyusuri kembali ingatanya. Sebelumnya dia telah memenangkan pertarungan melawan para makhluk asing di pulau Ryax. Kemudian Hvyt membawanya kembali ke padang rumput merah dan beristirahat di sana. Mungkin sosok jangkung bersayap itu membawanya lagi ke sini saat dia masih tertidur. Berarti.. ruangan ini adalah arena pertarungan selanjutnya.. Dan mungkin pria manusia berjubah besi ini adalah lawanya..
"Kau.. Kenapa kau tidak menyerangku?" tanya Nema heran.
"Nenekku pernah berkata.. ksatria sejati tidak akan menyerang wanita yang tidak berdaya!" jawab pria itu dengan ekspresi bangga. "Perkenalkan.. namaku Rex!!"
Penampilan pria berambut pirang itu cukup mencengangkan. Rasanya sudah bertahun-tahun Nema tidak bertemu dengan lawan yang penuh rasa percaya diri seperti ini. Dia juga kelihatan agak bodoh dan lemah meskipun sudah memakai jubah besi yang gagah.
"Aku Nemaphila.. Suatu kehormatan bagiku bertemu seorang manusia yang sangat menuruti petuah leluhurnya.." Akhirnya wanita berkepala benih itu kembali pada kebiasaanya yang suka menyindir lawanya. Rex malah tersenyum lebar menanggapinya, mengira itu sebuah pujian baginya.
"Kalau kau tidak mau menyerangku.. bagaimana caranya kita memenangkan pertarungan ini? Apa peraturanya?"
"Oh, benar.. Sebelum dipaksa ke sini salah satu Hvyt memberitauku bahwa aku harus membunuh lawan dalam waktu tiga puluh menit. Kalau tak salah ruangan ini akan bertambah panas, kita bisa mati terpanggang kalau tidak segera keluar dari sini. Tapi salah satu dari kita harus mati agar pintu keluarnya bisa terbuka.." jawab pria pirang itu menjelaskan.
Nema mengedarkan pandanganya ke sekeliling ruangan. Seluruh permukaan dinding, lantai, dan langit-langit ruangan itu berpendar memancarkan cahaya putih terang. Ukuranya juga cukup luas, kira-kira bisa menampung beberapa pohon besar. Tentu saja tak ada tumbuhan di tempat itu, juga tak ada perabotan lainya, tak ada sosok lain kecuali dia dan Rex. Tapi Nema sama sekali tak menemukan celah yang mirip pintu. Mereka berdua benar-benar terjebak dalam ruangan itu.
"Bagaimana kalau aku menyerah saja? Bunuhlah aku.."
"Apa!?" Rex hampir tak percaya mendengar pernyataan Nema. "Tapi.. Aku.."
"Kau tidak berniat bertarung denganku?" tebak Nema tepat sasaran. "Atau.. bagaimana kalau kau saja yang menyerah.. Biarkan aku membunuhmu.."
"Maaf, aku tidak bisa melakukanya. Nenekku pernah berkata.. ksatria sejati selalu pantang menyerah!!" jawab Rex lantang.
"Yaah, terserah padamu.." Wanita viridian itu hanya mengedikan bahunya dan duduk di lantai dengan tenang.
Sejenak keheningan yang canggung bergaung di antara mereka, hingga si pria berjubah besi kembali bicara. "Kupikir sebaiknya kita mencari cara agar bisa keluar dari tempat ini. Aku sudah muak dengan permainan Thurqk. Aku sudah bosan disuruh membunuh makhluk lain yang tak bersalah. Seharusnya kita tak saling bertarung.. Seharusnya kita semua bersatu melawan dewa kejam itu!!"
Senyuman sinis mengembang di wajah Nema. Menurutnya Rex terlalu naif berharap semua makhluk asing yang berbeda-beda akan bisa bersatu dalam tujuan yang sama. Apalagi setiap manusia adalah makhluk egois yang selalu mementingkan dirinya sendiri, mustahil impian muluk seperti itu bisa terwujud.
"Mungkin kau benar.. Baiklah, aku akan mencoba membantumu keluar dari sini.. Meskipun tampaknya benih-benihku tidak akan terlalu berguna di tempat ini.. Kemampuan apa yang kau miliki?"
"Lihat saja, sebentar lagi kita pasti bisa keluar dari sini." Perlahan Rex mengangkat pedangnya yang tampak bercahaya, kemudian berseru lantang, "Dengan anugerah cahaya dewi perang Mirabelle, berikanlah kekuatanmu pada pedang ini.. Sword of the Devoted!! Oraaaaaaa!!"
Dengan sekuat tenaga Rex menghujamkan pedangnya ke dinding hingga seluruh ruangan itu bergetar hebat dalam ledakan dahsyat. Kemampuanya memang luar biasa, bahkan Nema sempat yakin cara ini akan berhasil. Namun dugaan mereka meleset, dinding yang terkena serangan Rex tadi tetap utuh, bahkan tak tampak tergores sedikitpun.
"A-apa!? Bagaimana bisa!?" Tentu saja Rex sangat tercengang, padahal pria itu telah mengerahkan kemampuan terbaiknya.
"Mungkin.. semua dinding di ruangan ini tak bisa dihancurkan..?" sahut Nema ikut tercengang.
"Tidak, pasti masih ada cara!! Bagaimana kalau kita coba dengan kemampuanmu?"
Agak tergesa Nema menebarkan beberapa benih dandelion di lantai untuk menyerap energi, lalu dia menempelkan benih bunga bayi biru ke dinding. Awalnya bunga-bunga mungil itu mekar dengan cepat, tapi dalam waktu singkat bunga-bunga itu rontok berjatuhan. Bahkan bunga dandelion yang tumbuh di lantai juga hancur berserakan karena akar mereka tak sanggup menembus pertahanan ruangan aneh itu.
"Mustahil.. Ruangan ini sama sekali tak bisa dihancurkan.." Kenyataan itu memupuskan semangat Nema.
"Jangan menyerah!! Kita pasti bisa keluar dari sini!! Pasti!!"
Tanpa henti Rex menebas dinding berkali-kali dengan pedang tumpulnya. Seluruh teknik dan jurus andalan telah dia kerahkan. Namun berapa kalipun ruangan itu bergetar dan berguncang dengan bunyi ledakan memekakan telinga, dinding-dindingnya tetap tak menampakan celah ataupun retakan. Semua usahanya tampak sia-sia. Tapi pria itu masih belum juga mau menyerah. Meskipun keringat telah membasahi sekujur tubuh dan jubah besinya. Hingga akhirnya dia benar-benar kelelahan dan tak sanggup berdiri lagi.
"Hey, kau tidak apa-apa?" Telapak tangan Nema mendesis saat menyentuh jubah besi Rex, dia pun segera menarik kembali tanganya. Wanita itu tak merasakan sakit namun tetap saja dia takut terbakar. "Kau.. Ruangan ini mulai bertambah panas..?"
"Ya.." jawab pria pirang itu sambil terengah.
"Kalau begitu lepaskan baju metalmu itu.. Kau bisa mati kalau terus memakainya.."
Rex bahkan sudah tak sanggup lagi bicara. Tenggorokanya terasa sangat kering dan membara. Maka Nema memaksa melepas jubah besi Rex meskipun tanganya terkikis setiap kali menyentuh logam-logam panas itu. Sampai akhirnya menyisakan pria pirang itu hanya dengan sehelai pakaian dalam. Penampilanya tampak lebih kurus tanpa jubah besi. Beberapa bagian kulitnya juga melepuh kemerahan.
"Terima kasih.." sahut Rex parau.
"Kan sudah kubilang, bunuh saja aku.." kata Nema mengemukakan pendapatnya.
"Kenapa kau sangat mudah menyerah?" Rex berusaha bangkit namun hanya sanggup duduk bersandar di dinding.
"Kupikir itu cara termudah agar bisa keluar dari sini. Aku tak punya tujuan memenangkan pertarungan ini.. Sedangkan manusia sepertimu.. pasti berkeinginan untuk hidup kembali, kan?" tanya Nema dalam nada sinisnya.
"Benar.. Aku memang masih penasaran dengan beberapa hal.. Tentang penghianatan.."
"Kau juga dihianati? Kau ingin kembali untuk balas dendam?"  
"Entahlah.. Mungkin.. Mungkin tidak.."
"Kenapa?" Nema sungguh tak mengerti dengan jalan pikiran manusia itu.
"Aku hanya penasaran.." Rex mencoba tersenyum. "Kurasa tenagaku sudah mulai pulih.. Aku akan mencoba lagi.."
"Tidak. Hentikan!! Bunuh aku saja.. Di sini.." Nema menunjuk dahinya dengan maksud kepalanya sebagai sasaran. "Kelemahanku ada di sini.. Kau tinggal menusuk kepalaku maka aku akan mati.."
"Benarkah..? Apakah tak apa-apa kalau aku membunuhmu..?" Pria pirang itu mulai meragukan dirinya sendiri. Otaknya tak bisa dipakai untuk berpikir dengan benar dalam kondisi ruangan sepanas itu.
"Tak apa-apa.. Aku hanya minta satu hal.. Saat kau berhasil memenangkan pertarungan ini.. Saat kau mendapatkan hidupmu kembali.. Tolong, lindungilah alam.. Lindungilah hutan beserta semua isinya.. Lindungilah semua tumbuhan yang tak berdaya.. Kumohon.."
"Baiklah.. Aku berjanji.. akan mewujudkan impianmu setelah memenangkan pertarungan ini.. Aku bersumpah, demi kuasa dewi perang Mirabelle!!" seru Rex mantap sambil memegang pedang dengan kedua tanganya, bersiap menghujam ujung tumpul pedangnya pada kepala si wanita viridian.
"Terima kasih.." Nema tersenyum dan memejamkan matanya.
Namun apa yang terjadi berikutnya sungguh di luar perkiraanya. Bukanya menusuk kepalanya, Rex malah menusuk jantung Nema. Wanita viridian itu membuka matanya dan melihat sesuatu yang berbeda. Ekspresi wajah pria pirang itu, terlihat sangat bengis..
"Jangan bercanda.. Kau pikir aku akan percaya begitu saja bahwa kau akan menyerah!? Tidak!! Kau pasti bermaksud menipuku!! Kau pasti akan menghianatiku sama seperti yang lainya!! Kalian berpura-pura baik di hadapanku lalu menusukku dari belakang!! Munafik!!" teriak Rex tanpa ampun.
"Di mana kelemahanmu yang sebenarnya!? Di sini!? Di sini!? Hahahahaha!! Matilah kalian semua!! Penghianat!!" Berkali-kali Rex menghujam tubuh Nema dan mengoyaknya. Tapi tak ada darah yang mengalir dari luka-luka wanita viridian itu.
Nema masih tercengang. Padahal dia telah jujur mengungkapkan kemampuanya.. kelemahanya.. harapanya.. Tapi manusia itu justru menghianatinya.. Sekali lagi.. dia dihianati.. Semua manusia sama saja.. Ternyata semua manusia memang sama saja!! Manusia.. makhluk hina yang tak pantas untuk dikasihani!!
Sekuat tenaga Nema menebarkan semua benihnya pada tubuh telanjang Rex, termasuk benih terakhir bunga matahari lembayung. Meskipun suhu panas ruangan itu dengan cepat membuat bunga-bunganya layu, tapi setidaknya setiap akarnya sempat menghujam tubuh manusia penghianat itu.. Menyerap energinya.. Meledakan energinya.. Mengurainya jadi debu.. Membunuhnya.. Memusnahkanya..
Ketika akhirnya bunga matahari lembayung mengembang sempurna, Rex telah berubah menjadi setumpuk tanah. Pria itu bahkan tak sempat melakukan perlawanan yang berarti. Aroma beracun memenuhi setiap sudut ruangan.. membuat Nema merasa mengantuk.. Tapi dia tak mau tidur.. Kemarahan masih membara dalam benaknya.. Dia bahkan tak sadar kalau panas ruangan itu telah melebur sebagian tubuh dan sulur rambutnya.
Sebuah celah terbuka di langit-langit ruangan.. Pintu.. Dan seuntai tangga temali jatuh dari sana yang berfungsi sebagai jalan keluar. Nema memanjat dari atas bunga matahari lembayung dan meraih ujung tangga temali itu. Rupanya dia tak perlu lagi memanjat naik karena seseorang telah menariknya dari atas. Sosok jangkung bersayap itu telah ada di sana, menunggunya, menyambutnya.
"Selamat, kau memenangkan babak ketiga pertarungan turnamen antar semesta," sahut Hvyt sekedar basa-basi.
"Hvyt, aku butuh bantuanmu.." Untuk pertama kalinya Nema menyebut nama sosok jangkung bersayap itu.
"Apa yang bisa kubantu?"
"Aku ingin.. menghilangkan kenangan ini.. Aku tak menginginkanya.. Kenangan dan perasaan ini mengalihkan tujuanku sebagai viridian pelindung alam.. Bagaimana caranya.. agar aku bisa melupakan semua kenangan saat aku masih menjadi manusia?" tanya Nema penuh harap.
"Aku tak tau bagaimana caranya.. Tapi mungkin Nona Abby bisa membantumu.."

12 comments:

  1. Anonymous23/6/14 07:55

    Po:

    Minusnya:

    - Pertentangan argumen antara Rex sama Nema keliatan buru2 dan klimaksnya nggak sinkron. Dengan reaksi Rex yg kyk gitu pas diungkapkan kelemahannya, nggak wajar klo Nema ngerasa justru Rex-lah yang berkhianat. Masa lalu Nema sebagai manusia juga kurang dieksplor di bagian tengah tapi diungkapkan di akhir seolah2 udah dikasih penekanan.

    Plusnya:

    - Kanon Nema mulai bikin penasaran karena bisa membuat Nema nangis. Keberadaan Nema di turnamen ini juga keliatan lebih bertujuan dibanding keberadaan Rex versi Rex. Meski battlenya singkat, tapi keresahan Nema lebih kerasa sesuai dgn karakternya. Sifat suka menyindir Nema juga udah keliatan walaupun bisa dieksplor lagi.

    Dengan semua ini, nilai dariku 7,3 (Lebih 1,3 dibanding nilaiku terhadap Rex)

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya kak seharusnya emang bisa dpanjangin lagi sih percakapanya, rencananya mau pake serangan moral jg kyk lazu, tp g jadi x3
      makasih dah baca dan komen kak :D

      Delete
  2. Huhu, udah berapa entri yang saya baca ya pola ceritanya kayak gini? Reluctant di awal sampe terpaksa berantem di akhir...

    Pembawaan ceritanya entah kenapa berasa datar. Meski saya ga ngeharepin battle yang wah atau gimana, saya kok ngerasa ga sreg pas Rex mendadak jadi serba curiga dan Nema menang gitu aja... Yah, mungkin ini emang masalah preferensi subjektif, tapi saya kurang nemu sesuatu yang engaging dari entri Nema yang ini..

    Shared score dari impression K-4 : 7,5
    Polarization -/+ 0,8
    Karena saya lebih suka entri Rex, jadi entri ini saya kasih -0,8

    Final score : 6,7

    ReplyDelete
    Replies
    1. uwah, smuanya jd pada kaget sama sifat rex dsini ya?
      intinya emang pengen bikin mereka ngobrol aja sih sedangkan rex nyerang tembok #plakplok xD
      makasih dah baca dan komen kak :)

      Delete
  3. aaaaaaaakkhhh TT______________TT

    alur : 2,8/3
    saya suka suka SUKA INIIII AAAAAAAAAAA simpel tapi mak jleb, coba kalo perasaan Nema ttg kesedihannya dan interaksi dgn Rex diperkuat mungkin dikasi perfect >____<
    saya suka tragedi macem ini T.T walau...

    karakterisasi : 2,5/3
    Rex nya imo agak ooc n terburu2 rasanya pas dia nusuk jantung... twist siy, mendadak, tapi kurang hgggghhhh (????) #plakkk

    gaya bahasa : 2/2
    nggk ada komen ttg ini... mgkin sy krg ngerasain panasnya... suka pas kulit Rex merah2

    typo n error : 1/1
    mengendikkan kayaknya cmiiw, tp gk bgt ganggu

    hal-hal lain : 1/1
    suka liat Nema meranaaa~~ <333 #plakk

    total : 9,3
    bunga bayi biru itu unyuuu >_<

    ReplyDelete
    Replies
    1. terkesan ooc ya kak? pdhl d charsheet rex katanya g gampang percaya sama org lain walopun sikapnya terkesan ramah, soalnya dia matinya juga dihianati sih
      mungkin g kerasa panasnya krn emang nema g bs ngerasain apa2 xD
      makasih dah baca dan komen kak ann <3

      Delete
  4. Di awal, saya mengira akan terjadi sebuah pertarungan sengit antara Nema dan Rex yang telah melepas baju besinya, tapi mendadak Nema menyerah, Rex pikir Nema berkhianat, lalu menyiksa Nema dan akhirnya Nema membunuh Rex.

    Mungkin karena ngejar Deadline, bagian terkahir cerita terpaksa dipotong sehingga terasa terlalu dipaksakan. Selain bagian akhirnya, saya suka Canon ini

    Entah mengapa saya tidak merasa Nema adalah Nema yang pernah saya baca sebelumnya, ditambah karakter Rex di sini yang ooc.

    Saya lebih suka Canon Rex yang pertarungannya lebih menarik, jadi... maafkan saya...
    Nilai : 7

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya kak, nema dsini jd beda gara2 udah galau duluan salah ngira rex itu mantan suaminya x3
      klo bs lanjut r4 mungkin bakal balik lagi ke sifatnya yg awal sih :3
      makasih dah baca dan komen kak :)

      Delete
  5. Aih, ini kenapa saya liatnya ga ada jarak antar paragraf?

    Situational kill, Nema mau nyerah dan mati tapi malah membunuh Rex karena merasa dikhianati... just what the hell... Soal Rex tiba-tiba curiga akan dikhianati pun terasa terlalu tiba-tiba...

    Score 7

    ReplyDelete
    Replies
    1. percakapanya emang dsingkat kak, seharusnya awalnya rex msh ragu buat ngebunuh nema trus masih ngobrol2 lg sampai masuk twistnya, tp krn dah dedlen jadi gini deh, spasinya itu krn masalah pas ngirim emailnya sih kak x3
      makasih dah baca dan komen kak :)

      Delete
  6. Entri ke-28… dan selesai…. Hehehe….
    Dan saya menemukan entri yg bener2 to the point.
    Tanpa pembuka, tanpa penutup, tanpa basa-basi. Saya ga nemuin hal appaun selain battle yg (pastinya) dimenangkan oleh Nema.
    Saya mengerti kak, soal deadlinenya. Hehehe.. tapi, untuk cerita yg dibikin dalam waktu singkat, ini udah bagus.
    Untuk nilai, saya ngasih: 6.75
    Semangat kak :3

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -