February 12, 2015

[FINAL ROUND] LAZUARDI - AKSARA

[Final Round] Lazuardi
"Aksara"

Written by Po

---

 0
Nol

Kehidupan.

Dia melaju tanpa berhenti.


"Mungkin sebaiknya...

Aku mati...

Atau lebih baik lagi...

Jika aku tak pernah lahir..."


Inilah seutas perjalanan...

Sesosok individu yang mencari...


"Tapi, di balik langit hitam bernama kematian...

Mungkin ada sejuk yang tenang...

Mungkin ada semua yang berkilauan...

Di ujung sana..."



Benar dan salah, baik dan buruk...

Apakah menjalani hidup adalah hanya untuk semata-mata hidup...

Ataukah ada tujuan yang lebih dibandingkan hidup itu sendiri...


"Memang akulah Sang Penyelamat! Siapakah dirimu, Makhluk Biru, yang berani mengatakan sebaliknya!?"

"Tapi...mestinya sejak tadi kau tak perlu merahasiakan itu dariku. Mestinya...kau tak harus mati! Tak harus seperti ini..."


Karena ia telah terlahir ke dunia ini...


"Angkat fokusmu dari kesedihan! Tidakkah kau ingin janin mikro itu hidup!?"

"...Ya. Demi Tuhan, ya. Aku ingin anak ini hidup!"

"Maka gunakan seluruh pengetahuanmu! Pengetahuan akan menjadi kekuatan!"

"Dia adalah anakku. Adalah kebebasanku untuk menolongnya."


Membawa harapan dari semua yang menyayanginya.


"Apakah kau merasa gerbang dimensi itu....menangis...?"

"Apa yang terjadi? Gerbang Khatea berubah menjadi...makhluk hidup?"

"Karena ia lahir, dari kita berdua...."

"Apakah....apakah sebuah dosa untuk berharap...bahwa ini...bahwa ia...benar-benar nyata...?"

"Dia...anak kita...berbahagialah..."


Maka ke manakah langkah ini akan menuju?


"Dan dengan nama apa aku harus menyebut inti sejati ini?"

"Dengan nama aslinya, Lazu yang Baik Hati. Dengan nama yang dia merindukan dirimu untuk memanggil dirinya: Safirem."


Ke manakah hati ini akan kembali?


"Yaitu Lazuardi, yang artinya langit."


Inilah kisah Lazuardi.


---


1
Ikhtisar

Dahulu kala,

Di sebuah planet akuatik, seorang ilmuwan bernama Thurqk Hiltur Iylich menggelar ritual gelap pemanggilan Gerbang Khatea. Dengan kuasa Gerbang, Thurqk mendapat akses menuju sebuah bibit realitas emas, Relithos Aurum.

Di dalam bibit itulah Thurqk Iylich meminum saripati jagat, meraih kekuatan dewa untuk menumbuhkan dan menghancurkan kehidupan.

Semakin lama, realitas emas terus tumbuh. Berbagai planet tersebar di seluruh lingkup, begitu pesat perkembangan semesta itu, sehingga Thurqk tak mampu mengurus seluruh mekanismenya sendirian.

Maka dia membuat pusat kerajaannya, Nanthara, yaitu sekumpulan planet berbentuk mirip pulau, yang orbitnya saling mengelilingi.

Sementara itu, Khatea berinteraksi dan menyatu dengan sebuah janin parasit, membentuk sesosok makhluk biru humanoid bernama Lazuardi. Dalam suatu peristiwa, Lazu mendapati dirinya tiba di pulau bernama Nanthara. Yang, entah kebetulan atau sudah digariskan nasib, adalah kerajaan milik Thurqk.

Thurqk memproklamirkan dirinya sebagai dewa. Lazu dan puluhan individu lainnya yang juga bernasib sama, dipaksa oleh Dewa Thurqk untuk saling membunuh.

Tak mampu menemukan jalan keluar, Lazu susah payah melalui berbagai pertarungan yang menyiksa. Thurqk menetapkan, hanya ada satu individu di antara mereka yang akan lolos dari Nanthara. Satu pemenang tersebut juga akan mendapatkan kesempatannya untuk memulai hidup baru.

Thurqk punya tiga sosok kepercayaan. Abby, gadis berpita biru yang sejak lama mengikutinya. Yang satu lagi adalah Nolan, manusia cerdas yang konon diculiknya dari planet kecil bernama Bumi.

Yang terakhir adalah Safirem, gadis berkekuatan dahsyat yang dipungutnya saat melakukan perjalanan jagat.

Gadis yang kemudian berkhianat karena jatuh cinta pada Lazuardi.

Gadis yang akhirnya mati tragis, atas perintah Thurqk, serta atas sugesti sesosok Daemon antariksa dalam diri Abby.

---

Karena kematian Safirem, Lazu kesetanan. Ia membiarkan kegilaan menguasai dirinya, lalu menjadi parasit mematikan yang menggerogot habis seluruh Nanthara, bahkan juga jutaan jagat raya lain. Saat itulah, Lazu menjadi keberadaan superior yang melampaui ruang dan waktu.

Nyatanya, Lazu adalah Khatea itu sendiri. Ia adalah pemicu terlahirnya Thurqk, Nanthara, serta semua kebencian ini.

Dan ia...

Ia tidak bahagia.

Ia mampu menciptakan apa pun mulai dari objek yang lebih sepele dari atom atau makhluk yang melebihi semesta. Bahkan ia mampu merekonstruksi takdir artifisial. Termasuk takdir di mana Safirem tak pernah mati dan hidup bahagia bersamanya, selamanya.

Namun ia tahu, bahwa sehidup apa pun Safirem dalam persepsi, itu hanyalah kreasinya sendiri.

Lazu menggenggam kontrol penuh atas apa pun yang ia kehendaki. Maka kehampaan dalam dirinya tak kunjung tersembuhkan.

Itu bukanlah Puteri Kejora yang ia rindukan.

Ini, bukanlah dirinya, yang ia sendiri inginkan.

Tangisan Lazu memusnahkan tujuh dimensi.

---

Setitik embun bercahaya. Di antara semua pengetahuan yang ia peroleh, ada satu yang tak mampu dipahaminya secara utuh.

Pengetahuan tentang sebuah kitab.

Kitab ini,

Lazu melafalkan. Huruf demi huruf dari persambungan aksara berlengkung indah.

Tidak ada keraguan padanya.

Sesuatu dalam dirinya terasa mendentum-dentum. Jiwanya seolah akan pecah terburai.

Seharusnya tiada satu pun lagi konsep yang dapat menggetarkannya.

Petunjuk,

Tapi, yang ia baca ini...

Kenapa setiap cabang fisika kuantum, biologi molekuler, hipermatematika, setiap konstanta multiversal yang ia pahami...semuanya seakan hanya bertujuan membenarkan isi kitab ini?

Kenapa kitab ini seolah menebak isi hatinya sekian langkah ke depan?

Bagi yang tunduk dalam penghambaan.

Hamba?

Para dewa pun merupakan partikel mikroskopis bagi Lazuardi sekarang ini.

Apakah, ia harus kembali memposisikan diri sebagai hamba? Apakah hanya dengan itu ia akan mendapatkan sebuah bahagia yang sungguh?

Hamba dari Siapa?

---

Menelusuri berbagai permutasi takdir dari semua titik masa lalu hingga masa depan, Lazu Khatea terus-menerus melihat hasil akhir yang sama bagi dirinya. Yaitu ia selalu menjadi Khatea, keberadaan superior yang kosong ini.

Kecuali satu jalur waktu, yaitu jalur waktu di mana Lazu Khatea menjadi pemicu kelahiran dewa lalim bernama Thurqk serta semua kebiadabannya, namun juga menjadi pemicu akan kelahiran bagi janin Lazuardi, dirinya sendiri di masa lalu.

Pada jalur waktu ini, Lazu Khatea bahkan tak mampu melihat ujung nasibnya.

Maka terus dan terus mencoba, itulah yang ia lakukan. Ia memulai semua ini, agar ia tidak lagi menjadi Khatea.

Dan suatu ketika, dalam pertempuran terakhir melawan sosok dahsyat bernama Ursarrhotep, Lazuardi bertemu dengan Khatea. Ia akhirnya mengubah jalur waktu.

Kitab Sempurna membersihkan perasaannya. Dendamnya terhadap segala sesuatu karena kematian Safirem, kini menguap sudah. Ia menemukan bahwa harapan serta kebaikan masihlah ada. Ia menemukan bahwa hidup akan tetap berjalan, bahwa semua yang terjadi, betapa menyedihkan sekalipun, adalah pembuka jalan baginya. Untuk kembali pada kebaikan.

Maka Lazu melewati titik kritis di mana ia seharusnya telah menjadi Khatea.

Dari Kitab itu, Si Matoi mendapat ktentraman hati dalam menghadapi dunia. Inilah yang menjaga Lazu, hingga tetap menjadi dirinya sendiri.

---

2
Ventinis

Langit semerah apel segar. Pemuda bertudung itu meneguk teh dari cangkir. Kursi kayu yang didudukinya harum cendana, sementara api unggun meretik-retik damai. Hanya pantulan api di matanya yang mengganas.

Dia adalah Stallza, seorang pemanggil makhluk elemen yang digelari sebagai Spiritia. Bila kebanyakan petarung hanya mengandalkan dirinya sendiri, Stallza membawahi sejumlah besar petarung yang dapat dipanggilnya kapan saja.

Petarung dengan kekuatan oksigen. Hidrogen. Kobalt. Tembaga. Perak. Emas. Argon. Dan banyak lainnya. Pasukan Spiritia Stallza adalah representasi masing-masing unsur dalam tabel periodik kimiawi. Stallza pun dapat memanggil induk dari semua Spiritia, sebuah makhluk energi bernama Ventinis.

Namun sebanyak-banyaknya Spiritia yang menemaninya, Stallza kini merasa begitu tak berdaya.

Di seberang ruangan, duduklah Thurqk Iylich. Lan tidak terlihat di mana pun.

"Apa yang kau inginkan sebenarnya?" Stallza bergumam dengan amarah yang tak mampu disembunyikannya. Thurqk hanya mendengus ringan,

Keluarlah, kau.

Mendadak seberkas sinar hijau bergulir keluar dari tubuh Stallza dan membesar sampai membentuk sosok wanita bermahkota. Wajah wanita itu menegang kesal namun juga menampakkan rasa takut.

"Tenanglah, wahai Ratu Ventinis!" Stallza sigap berdiri untuk diam-diam mempersiapkan pasukan elemennya, "Aku akan melindungi Anda sekuat tenaga."

Melindungi? Thurqk mengekeh, Jelaskan siapa dirimu, Ventinis.

Sti pemuda bertudung mengernyit mendengarnya. Wanita berkilau hijau itu, Ratu kerajaan di dunia asal Stallza yang juga merupakan makhluk energi alam bernama Ventinis, mulai berbicara dengan terbata-bata.

Kini Stallza melihat jelas. Kedua bola mata wanita itu hitam seliruhnya kecuali pada iris yang putih. Persis seperti...

"Namaku adalah...Ventinis Iylich."


---


Setelah membangun Nanthara...

Thurqk, hanya ditemani oleh Abby waktu itu, mengalami kebosanan. Dia ingin bawahan. Tanpa butuh satu pun instrumen, desain makhluk dalam pikiran Thurqk langsung mewujud menjadi sebuah spesies nyata yang diproduksinya secara besar-besaran. Spesies tersebut menjadi bentuk kehidupan pertama yang Thurqk ciptakan, yaitu pasukan bersayap, Hvyt.

Sang Dewa menurunkan perintah bagi pasukannya untuk menjelajahi Semesta Nanthara yang kini telah menjadi jagat raya utuh, dengan bintang dan planet yang tersebar di segala penjuru.

Ekspedisi Hvyt ini adalah dalam rangka meneliti energi inti planet-planet yang dapat di Semesta , dan menjadikannya sebagai makhluk hidup buatan untuk bertindak sebagai perwakilan Thurqk di planet masing-masing.

Salah satu planet itu, telah dihuni oleh spesies berakal bernama manusia.

Para Hvyt, dengan sihir jiwa yang Thurqk ajarkan, memindahkan jiwa salah satu Hvyt ke dalam energi inti planet, menjadikannya sesosok organisme buatan. Seperti yang Thurqk inginkan. Mereka menamai organisme tersebut. dengan bahasa Nanthara yang berarti "Anak Sulung Iylich".

Itulah, Ventinis Iylich.


---


Stallza bagai terkena petir di siang hari yang cerah. Cangkir di tangannya bergetar. Dia berteriak gusar, "Kau ingin mengatakan bahwa semua sahabat yang selalu menemaniku sampai saat ini, yang merupakan pecahan dirimu, Ventinis...semua berasal dari makhluk bejat ini?!"

Ventinis menunduk tanpa kata. Sementara si pria bertudung hanya menatap kosong, ke arah Thurqk dan dirinya bergantian. Semua yang dipercayai Stallza selama ini seakan remuk. Siapa sangka, seluruh rekan Spiritianya hanyalah merupakan perpanjangan tangan dari Penguasa Nanthara itu sendiri.

Kau pikir, kenapa aku selalu menyelamatkanmu? tanya Thurqk retoris.

Deismo membekukmu di pertarungan yang lalu. Namun aku membunuh Deismo sehingga kau tetap hidup. Peserta Claude dan Claudia yang mestinya melawanmu, tidak dapat ditemukan di mana pun.

Bahkan Haundall, Sang Penyihir Ruang yang merupakan ayah mereka, tidak pula.

"Apa hubungannya Claude, Claudia, Haundall, dengan semua ini?"

Thurqk menjawab tenang, Karena Ventinis rapuh secara emosi, namun Haundall...adalah Anak Iylich yang terbaik dan patuh padaku, Ayah sekaligus Penciptanya.

---

Jiwa salah satu Hvyt, dipindahkan ke jasad energi alam, yang menjadi Ventinis. Thurqk lupa memperhitungkan bahwa, energi alam memiliki kapasitas yang jauh melebihi tubuh Hvyt. Akibatnya, Ventinis bukan hanya memiliki kekuatan luar biasa. Dia pun memiliki kecerdasan dan kesadaran yang tinggi.

Terlalu tinggi, sehingga seiring waktu, Ventinis tak lagi memiliki loyalitas pada Thurqk. Dia menjadi ratu salah satu kerajaan, memberi pengetahuan militer pada mereka. Agar semuanya dapat bersiap jika suatu hari nanti Thurqk melakukan invasi ke planet yang mereka huni.

Ternyata yang dikhawatirkan Ventinis, tak kunjung terjadi. Karena, satu lagi pasukan Hvyt mengunjungi planet di tata bintang nan jauh. Kali ini langsung dipimpin oleh Thurqk sendiri. Sang Penguasa Nanthara langsung menyatukan energi alam planet tersebut dengan inti kekuatan rahasianya, Kuasa Ruang.

Terwujudlah sebentuk tubuh dengan mantel hitam-putih, serupa dengan warna mata Penguasa Nanthara. Dengan memori dan sifat yang terprogram sempurna oleh Thurqk sendiri. Dengan sebagian teknik magis Kuasa Ruang yang ditanamkan oleh Sang Dewa langsung ke dalam nadinya.

Dari penyatuan itu, lahirlah sang Anak Terbaik. Sang Penyihir Ruang, Haundall Iylich.


---


Claude dan Claudia mewarisi Kuasa Ruang dari Haundall. Mereka semua hanya memiliki Kuasa Ruang sepanjang aku menginginkannya.

Maka dengan menyerap kembali semua Kuasa Ruang dari ayah dan anak itu, aku juga telah melenyapkan mereka.

"Apa..."

Itulah, kenapa Claude dan Claudia tak pernah datang. Itulah, kenapa kau mampu selamat hingga saat ini.

Setelah mengatakan itu, Thurqk merogoh ke udara kosong. Mendadak entah dari mana, Puteri Lan telah ada dalam renggutannya.

Dengan satu hentakan, sebuah cambuk api terbentuk di genggaman tangan Thurqk, meliuk hidup seperti ular. Ujung cambuk itu mencekik leher Sang Puteri hingga melepuh. Lan menjerit pilu, tak tahan akan sakitnya.

"Lan!" seru Stallza, panik sekaligus marah. Dia ingin segera meraih sang wanita, namun gerakannya tersendat saat cekikan cambuk api Thurqk kontan bertambah ketat. Kedua mata si wanita membelalak histeris ketika lehernya mulai terkelupas oleh jilatan api.

Puteri Lan, itulah namanya. Dia berasal dari kerajaan di mana peradaban manusia telah bergerak maju. Tidak hanya calon pewaris tahta, dia adalah satu-satunya wanita yang dicintai oleh Stallza. Namun para Hvyt menculiknya dari planet asalnya, dan menyanderanya selama ini, atas perintah Penguasa Nanthara.

Sebelum Stallza siap, Lan telah dilontarkan tepat ke arahnya. Dua muda-mudi itu bertabrakan. Stallza mengerahkan kekuatan Ventinis secara maksimal.

"Dunia Satu Detik!"

Dengan kekuatan itu, pemuda bertudung tersebut mengidentifikasi sosok yang ada dalam radius pandangnya. Identitas, kekuatan, kelemahan, wujud aslinya...

"Kau...benar-benar Lan..." jari Stallza bergetar saat jati diri wanita itu telah terpastikan. Dia meraba pipi sang wanita pujaan. Lan berusaha keras untuk tidak menangis. Wanita berambut pendek itu hanya menggenggam erat tudung si pria tambatan hati, tak mau berpisah lagi. Luka bakar di lehernya tak fatal.

Si pengendali Spiritia lantas menoleh pada Thurqk. Dia menyerahkan sandera utama dengan terlalu mudah. Yang berarti, kepercayaan dirinya luar biasa.

"Kau bilang, Haundall adalah Anak Terbaik. Lalu kenapa kau  melenyapkannya, dan memilih aku dan Ventinis, Anak Pemberontak, untuk selamat?" Stallza menukas, kini dengan intuisi yang mulai bekerja.

Itu karena, Haundall Sang Anak Terbaik, sepenuhnya patuh padaku. Thurqk berujar, Ternyata kepatuhan mutlak benar-benar membosankan. Tapi kau...

Pemuda bertudung itu hanya sanggup menatap marah ketika Thurqk melanjutkan, Anak Pemberontak jauh lebih menarik. Kau dapat mematuhiku, kau dapat melawanku. Itu pilihanmu, maka pilihlah. Dan pertemuan kita selanjutnya, akan mengakhiri semua ini.

Stallza berkedip. Thurqk sudah lenyap.

---

Pasangan muda itu terduduk lemas, saling berangkulan. Apa yang harus mereka lakukan?

Setelah sekian lama...

"Stallza. Aku akan mencari jalan keluar sendiri."

"Apa? Kau tak boleh begi--"

"Ada seseorang bernama Nolan, tadi aku sempat bertemu dengannya. Dia tak berniat jahat. Dia ingin memusnahkan Thurqk. Aku akan mencarinya. Semoga aman."

"Tapi..."

"Kau membutuhkan semua Spiritiamu untuk pertarungan terakhir. Terlebih Ventinis. Tak ada yang tahu, lawan macam apa yang akan kau hadapi."

"...Berjanjilah padaku. Bahwa kau akan terus hidup, Lan."

"Aku janji. Sekarang pergilah."

---

3
Ursario Emperor

Sebuah tangga menuju langit berdiri tegak. Di mana Thurqk menunggu dengan semua pasukan abdi setia, yang bukan hanya terdiri dari Hvyt namun juga berbagai entitas menakutkan.

Buraaa...

Mendengar raungan familiar itu, Lazu berpaling, matanya diwarnai rasa terkejut. Ruang hampa yang kacau-balau itu, seperti menyisakan sekilas gema.

"Mungkinkah...?" Si Matoi Putih menduga-duga.

"Sedemikian kuatkah keinginanmu untuk hidup...?" Lazu berbisik. Ia lalu memejamkan mata, mengabaikan semua hiruk-pikuk, bahkan Thurqk Iylich  di atas sana. Lazu meresapi suatu perasaan dan menelisik ingatannya sendiri atas rasa tersebut.

Satu. Dua. Butir-butir hitam muncul mewujud di kehampaan, membentuk sesosok tubuh. Awalnya kecil, lalu membesar seiring partikel hitam penyusunnya yang menumpuk bertambah banyak.

Lazu berujar pelan, "Lahirlah kembali..."

Kemudian tumbuh menyebar, melapisi sekujur siluet yang kini tinggi besar itu, adalah hamparan bulu emas kemilau. Dari bahu dan punggungnya teranyam jubah perang etnik.

"...Daemonlord Ursario." Si Matoi menuntaskan kata-kata.

Beruang berbulu emas itu berdiri kokoh, menghentakkan dua kakinya bergiliran. Lalu ke arah singgasana di langitlah makhluk buas itu meraung gagah, menguarkan intimidasi pada Thurqk.

"BwaAAARGH!!"


---


"Apa yang kau lakukan pada tubuhku, Lazuardi?" geram Ursa dengan suara beratnya, "Bukankah aku sudah mati?"

"Memang," senyum Si Matoi kagum saat menengadah menatap lawan bicaranya, "Bahkan aku pun tak menyangka, bahwa hipotesisku akan..."

Daemon beruang emas mendelik hendak bertanya, tapi lalu suatu denging terdengar...

Kemudian setelahnya, makhluk besar itu hanya menggeram pelan, seperti kesal akan sesuatu. Dia menoleh ke arah figur merah di langit, "Thurqk! Pilih, aku yang naik atau kau yang kemari!?"

Sang Guru terkekeh melihat sosok besar keemasan itu, Kau sungguh Ursario? Nyaris saja aku tak mengenalimu, kalau bukan karena energi Daemonik yang kau miliki.

"Dewa Busuk! Kematianmu akan cepat!" sebuah teriakan marah terdengar dari seberang dimensi. Thurqk tak perlu menoleh untuk tahu siapa yang baru saja hadir dari pelosok barat sisa-sisa kehampaan Cachani Vadhi, "Selamat datang, Stallza Ventinis."

Si Matoi terkejut. Ia ingat sekali dengan pria bertudung yang baru datang. Dia adalah Stallza Si Alis Setan, pengendali spirit berbagai unsur kimiawi. Laki-laki dengan alis termasyhur hingga mampu membuat musim berganti. Pemuda yang kemontokan alisnya mampu memperdengarkan suara remuk dari hati gadis yang rapuh. Alis itu, yang hanya sosok terpilihlah yang mampu menyandangnya, sementara dunia akan terperangah atas debar pesona tak terpunahka--

"Kenapa alis melulu yang disebut-sebut, sih?" celetuk Ursa Emas sambil menyikut Lazu pelan. Si Matoi hanya mengangkat bahu. Akibatnya Stallza pun menggerutu sambil mondar-mandir tidak jelas, tapi baru setelahnya dia baru sadar akan identitas para petarung di hadapannya.

"Lazu!" pria bertudung itu menjitak si makhluk kecil, "Kau masih hidup rupanya. Awas kau kalau berani menjebakku seperti dulu!"

Seperti baru kemarin, pengalaman babak awal, di mana Si Matoi mengadu domba semua petarung lain di hingga terkapar dengan dehidrasi amat parah. Akibatnya, hanya ia sendiri yang masih mampu berdiri. Lazu pun mengangguk hormat pada Stallza, "Atas semua kelicikan itu, aku bersalah. Maafkan."

"Serius sekali," Pemuda bertudung melipat tangan, ekspresinya melunak, "Sudahlah. Toh waktu itu, kau sengaja tak membunuh. Itu adalah pengalaman berharga untukku agar lebih waspada. Aku di sini, hanya untuk..."

Stallza mendongak ke atas awan di mana Thurqk bertahta, "...Merebut kembali milikku, yang telah diambil oleh Thurqk! Kebebasanku!"

Bagaimana pun kalian mencoba, tak ada jalan keluar dari Nanthara. Karena Kuasa Ruang milikku, melapisi seluruh tempat ini. Kebebasan serta nyawamu, Stallza, dan juga Lan yang kini sedang meringkuk bersama Nolan Fambrough... Thurqk menyeringai sombong membuat leher Stallza makin tegang, Kau boleh menukarnya dengan dua nyawa: Nyawa Ursario dan Lazuardi.

Thurqk, mengetahui keberadaan Lan. Stallza terpaku. Pandangannya berganti-ganti, antara Thurqk, lalu Lazu dan Ursa. Kebenciannya pada permainan nasib, semakin sulit dia tanggung. Seandainya Dewa Rongsokan itu cukup berani melawannya tanpa muslihat, Stallza hanya perlu bertarung hidup dan mati.

Ingatlah, kalian bertiga. Hanya satu di antara kalian, yang akan mendapatkan kehidupan kembali dariku. Pilihlah oleh kalian sendiri, siapa yang pantas.

Tapi rupanya, kemalangan menolak untuk pergi. Melihat potensinya yang luar biasa, Thurqk mengikat kepatuhan Stallza secara paksa menggunakan nama Lan. Bahkan Thurqk tak perlu memakai kekuatannya sama sekali.

Maka Stallza terdiamlah untuk beberapa jenak. Tangannya mengepal kuat, dengan beban yang sangat, untuk memilih mana yang akan hidup. Satu di antara dua pilihan. Orang yang dia cintai, atau dua makhluk petarung ini.

Sebuah denging terdengar...

Pria bertudung itu menarik napas dalam. Dadanya berdebar kuat ketika saling tatap dengan Ursa dan Lazu.

"Kita tak punya pilihan, bukankah begitu..." Si Matoi berkata setelah sekian menit, mencetuskan hal yang diam-diam mereka bertiga rasakan. Ursa Emas menggeram tanda setuju, tubuh barunya yang kokoh telah siap kapan saja. Stallza mengangguk tegas, alisnya bertaut tanda siaga.

---

4
Tarung Tiga Arah

"Ferra! Stanner!" tak ragu lagi, Stallza melakukan pemanggilan dua Spiritia sekaligus. Seorang gadis melompat keluar dari tubuhnya dan melemparkan batang-batang besi ke arah Ursa. Bersamaan dengan itu sesosok pria bertangan logam berlari sambil melontarkan belasan peluru timah menyasar Lazu.

"Apa-apaan itu?!" Ursa Emas menangkis tembakan palang besi dengan cakarnya, "Dia bawa teman?!"

"Mungkin dia sama sepertimu yang mampu mengumpulkan energi jiwa banyak petarung!"

"Dari mana kau tahu aku mampu mengumpulkan energi jiwa banyak petarung?! Sewaktu berwujud Ursarrhotep, aku tak pernah memberitahumu bahwa--"

"Anggap saja ini bocoran dari pengarang masing-masing, Akhi!" Lazu menjawab sekenanya sambil menghindari peluru-peluru dari Stanner, Spirita Elemen Timah.

"Buraaagh! Bahkan obrolanmu yang berisi permutasi premis dan variabel seakan lenyap (dari mana aku tahu hal ini) dan sebutanmu padaku pun semakin religius! Sepertinya konseptormu sudah lelah!" Si Daemonlord menyahut kagum entah terhadap apa.

Namun lalu Stallza memunculkan Koboldia, spiritia berbentuk gadis kobalt yang melayani Ursa Emas dalam baku hantam jarak dekat. Ursa mencakar lurus dengan kuat. Koboldia bersalto menghindar untuk melancarkan tendangan ke arah pinggang.

"Burr!" tendangan itu ditepis ke bawah membuat Koboldia terhuyung. Ursario menempeleng perut Si Gadis Spiritia, namun serentet palang besi dari Ferra menghantam pergelangan cakarnya hingga tenaga tempelengannya teredam. Malah pukulan balasan beruntun dari Koboldia yang mendarat tepat di hidung dan rahang Ursa.

Belum cukup. Dari depan, Ferra si gadis besi segera mewujudkan batangan besi sebesar tiang listrik yang kontan menghantam perut Ursa sekuat tenaga dengan benturan nyaring. Tohokan pada perut membuat sang Daemonlord ingin muntah saat badannya terpental lurus dengan deru angin yang berat, tepat ke arah punggung Lazu.

Bagai punya mata di belakang kepala, Lazu melompat kodok ke samping. Dampaknya, muka Stanner si prajurit peluru timah, justru melesak tertimpa perut Ursa dengan bunyi towewewew. Si Matoi berguling lolos melalui celah yang tersisa lalu mengacungkan jempol percaya diri ke arah pembaca, horeee (?).

"Tuan Stallza!" Ferra berseru memperingatkan. Dengan satu komando, pemuda bertudung itu memanggil Stanner yang pingsan sehingga terserap kembali dalam tubuhnya

"Stanner, istirahatlah dul--" ucapan Master Spiritia tersebut terpotong melihat Lazu yang terus maju dengan cepat sambil memutar-mutar tubuh, menghindari batang-batang besi yang Ferra lemparkan padanya. Koboldia masih delapan langkah di belakang, sementara gerakan Lazu bertambah gesit seolah dia sudah menghafal arah serangan Ferra.

Jika begini, cepat atau lambat Si Matoi akan menjangkiti dan memakan Ferra dengan kemampuan parasitnya. Stallza pun memutuskan antisipasi, "Heliote! Oxabal! Bertindaklah!"

Sekonyong-konyong sebuah balon oranye besar mengurung tubuh Lazu.

"Hei! Ada apa ini?" Lazu berseru heran saat merasakan tubuhnya sangat ringan. Balon oranye itu mulai mengapung tinggi, tinggi sekali. Kiri, kanan...Si Matoi mendongak hanya untuk melihat sesosok mirip jamur melayang lalu menempel di permukaan balon.

Sebuah sensasi aneh terjadi. Lazu mendadak kehabisan napas, seperti ada yang menarik keluar udara dari dalam dadanya. Sesak luar biasa membuat dadanya bagai terhimpit. Lazu tersadar, dari panggilan yang Stallza serukan barusan, balon itu adalah Spirita Helium yang mampu meringankan bobot berbagai objek.

"Sedangkan sensasi penurunan kapasitas respirasi ini...pasti adalah..." Lazu menyimpulkan pelan namun juga sulit mempertahankan kesadaran, "Penghilangan...oksigen..."

Stallza mengernyit. Lazu tak bisa dibilang jahat. Semoga hanya dengan membuatnya pingsan di udara, sudah cukup. Tapi...

Pletus! Mendadak sebuah cakar tajam memecahkan permukaan balon spiritia Helium dan merampas Lazu di udara. Siluet emas besar pemilik cakar tersebut terus bersalto lalu akhirnya menjejak sambil membopong Si Matoi yang sedang megap-megap pada punggungnya.

"Pecahkan saja balonnya, biar ramai. Pakai Pamol!" Daemonlord mengeluarkan istilah dan peribahasa asing satu demi satu.

"Koboldia! Ferra! Serang sekuat tenaga dari depan dan belakang! Oxabal! Hisap oksigen beruang emas itu!" Stallza menyerukan instruksi. Mendengarnya, Ursa segera melemparkan Si Matoi ke sudut aman. Nyaris bersamaan, Koboldia bersalto melewati atas kepala Ursa Emas sambil melancarkan tendangan putar begitu tiba di belakang. Sementara Ferra mundur dengan cepat, menjaga jarak guna memaksimalkan efektivitas proyektil besinya.

Pertarungan belum membunyikan bel rehat. Papasan tinju-tendangan Koboldia serta tembakan besi Ferra dari dua arah menjotos Ursa berkali-kali. Meski kewalahan karena kompaknya dua gadis spiritia, Si Daemonlord enggan menyerah begitu saja. Dia membalas serangan dengan ayunan cakarnya yang bolak-balik, mengeruk apa pun di depannya dengan tenaga kasar.

Tenaga mentah Ursa Emas yang sangat tinggi, membuat Koboldia serta Ferra harus menghindar dan memanfaatkan serangan balik agar tak terkena tekanan. Sesekali punggung kepalan tangannya bersarang di tengkuk dan pangkal lengan si Daemonlord Emas. Ursa pun gelagapan saat wajahnya ditabrak lutut si gadis petarung diikuti dengan kuncian lengan pada leher.

Namun Sang Daemonlord tak akan jatuh semudah itu. Dengan sebuah gerakan meronta, kuncian gadis itu terlepas. Membungkuk cepat, Ursa membanting Koboldia dengan sangat kuat. Ferra yang ada di depan mereka, tak sempat bereaksi saat kepala Koboldia membentur hidung serta matanya dengan suara retak yang kencang. Keduanya mengerang pelan kemudian jatuh pingsan, pun kembali terserap dalam tubuh Stallza.

Oxabal si jamur oksigen, terbang ketakutan begitu dipelototi oleh Ursa Emas. Si Daemonlord menoleh ke Stallza, "Kau punya trik apa lagi, Bocah Alis Tebal!"

Pemuda bertudung itu memicingkan mata, "Ferra dan Koboldia kalah melawan satu petarung saja?"

"Mereka kompak tapi lemah," jawab Ursa sambil mendebamkan langkah maju, "Tak pernah ada dua anak kucing yang bisa mengalahkan seekor beruang."

"Tapi, Beruang..." Stallza menyahut lagi, "Sudah waktunya tidur. Karena musim dingin telah tiba. Nitria!"

Seberkas hawa dingin berbentuk pita-pita kabut putih, mengepul keluar dan segera mengelilingi tubuh Ursa Emas. Mendadak tubuh Sang Daemonlord mendingin dengan sangat cepat. Bulu emasnya berubah putih, air liur di taringnya membeku. Tubuhnya kaku sekali. Dia ingin bergerak, tapi lalu menggigil kedinginan.

"Plumbina!" Stallza menarik napas, melepas energi dan fokus tambahan untuk memanggil yang satu ini. Tadi kabut putih kini asap hitam yang teramat tebal bergulung meliputi tubuh mereka semua. Plumbina adalah spiritia timbal. Dia mampu mengeluarkan asap beracun logam berat, yang sangat merusak organ tubuh secara fatal. Sebentar saja, Ursa sudah ditelan oleh asap hitam tersebut.

Asap itu terus menebal, radiusnya meluas hingga ratusan meter. Dari singgasana di atas tangga langit, Thurqk tak mampu melihat apa-apa. Siapakah yang pada akhirnya sanggup bertahan?

Kepulan asap hitam. Tak ada suara. Inikah akhirnya?

Stallza, apa kau ikut terkena racun Spiritia milikmu sendiri? Daemonlord Ursario? Lazuardi? Thurqk menggumam. Pertarungan tiga arah tadi lumayan lucu. Tapi kalau semuanya kalah berbarengan, akan jadi sangat menyedihkan.

Sayup terdengar gumaman dari balik asap hitam. Awalnya Thurqk mengira dirinya salah mendengar.

Apa? Siapa yang berbicara itu?

Suara itu semakin jelas.

"Yang akan kalah..."

Ekspresi Thurqk berubah dalam sekejap. Matanya membelalak seolah berusaha mencerna maksud dari apa yang baru saja didengarnya.

Karena ada tiga suara. Mata Thurqk menyala kejam, mulutnya naik membentuk seringai bencana.

"...Tidak lain..."

Tiga sosok berkelebat dengan sangat cepat dari balik kepulan asap. Mereka melompat, terbang, berlari dengan tingkat kekuatan yang sedari tadi mereka tak pernah tampakkan.

Stallza. Ursario. Lazuardi. Mereka semua hidup. Tak ada satu tanda lelah pun pada wajah atau gerakan mereka. Tiga sosok itu melancarkan serangan bersamaan ke satu titik. Thurqk Iylich!

"...Hanya kau sendiri, Thurqk!!"

---

Lazu tak pernah menyangka. Pada pertarungan sebelum ini, Ursario telah menghisap energi jiwa iblis antariksa Nyarlathotep. Dia menjadi Ursarrhotep, Daemon petarung legendaris yang dapat mewujudkan apa pun menjadi realita, asalkan lawannya meyakini hal tersebut.

Dan Lazu tak pula menyangka, keinginan Ursar untuk tetap hidup sangatlah besar. Bahkan ketika keberadaannya menghilang, setitik energi kinetik darinya masih Lazu deteksi.

Maka...

Berspekulasi, Lazu memusatkan pikiran dan perasaan pada satu hal. Yaitu kebangkitan kembali Daemonlord Ursario. Nyatanya, kekuatan realitas Ursarrhotep memang masih tersisa. Maka hanya perlu sebuah keyakinan dari lawan, untuk mewujudkan apa pun yang Ursa kehendaki.

Di sinilah konsentrasi Lazu menunjukkan ketajaman. Lazu memaksa dirinya untuk yakin, bahwa Sang Daemonlord akan hidup. Ia menggunakan energi realitas Ursarrhotep yang sangat besar untuk membangkitkan Ursario.

Namun Ursario yang akan dibangkitkan, adalah sesuai konsep yang Lazu rancang dalam pikiran dan keyakinannya.

Lazu mensugesti pikirannya untuk mempercayai penuh bahwa, Ursario yang terlahir kembali takkan pernah lagi memiliki kekuatan realitas Nyarlathotep. Bahwa Ursario takkan lagi berupa boneka, namun dalam wujud dan kekuatan aslinya saat masih menjadi Daemonlord penguasa Ursa-Regalheim.

Maka terlahirlah Ursario Emperor, wujud sejati Ursa, beruang emas yang mampu memakai kekuatan semua jenis Ursa Demon yang pernah ada.

Dan satu lagi. Si Matoi mendesak pikirannya untuk meyakini dengan total bahwa, Ursario yang terlahir kembali ini akan memiliki kekuatan khusus tambahan. Yaitu jalur komunikasi telepatis, yang hanya dapat dimasuki oleh Ursa, Lazu, dan siapa pun yang mereka berdua izinkan.

Ya, tepat sejak sebelum pertarungan tiga arah itu, atas Lazu yang memanipulasi kekuatan realitas Ursa, ketiga petarung telah dapat saling membaca pikiran.

[Melihat semua yang telah terjadi di Nanthara,] tandas Lazu dalam telepatinya terhadap Ursa dan Stallza, [Bahkan aku tak perlu membaca pikiran kalian untuk tahu bahwa tujuan kita bertiga hanyalah menghentikan Thurqk.]

[Ya,] Ursa menjawab perlahan, belum terbiasa dengan cara komunikasi baru ini, melihat kondisi bahwa mereka melakukan diskusi ini dalam pikiran, sementara dalam kenyataan justru Ursa sedang diserbu oleh Ferra dan Koboldia, [Jadi apa yang kau sarankan?]

[Kita berlagak.] Si Matoi mengarahkan pembicaraan tepat sebelum Stanner melancarkan hujan peluru timah, [Pura-pura bertarung. Mencari kesempatan terbaik, ketika telah ada cukup distraksi...]

[Rekan-rekan Spiritia sangat mahir melakukan pengalihan perhatian,] potong Stallza sambil memberi komando terhadap Ferra agar mempercepat serangan terhadap Ursa.

[Baik. Sepertinya Nitria atau Plumbina bisa diandalkan.] sahut Si Matoi saat dengan cepat menginventarisir peta kekuatan Spiritia Stallza, [Hanya saja kau perlu berjaga-jaga dengan Oxabal untuk melindungi asupan oksigenmu sendiri.]

[Kau tak butuh oksigen?] Pemuda bertudung itu bingung sejenak namun lalu dia membaca pikiran Lazu setelah Stanner tumbang, [Ah, tubuh parasitmu dapat menerima berbagai jenis nutrisi, ternyata.]

[Tapi lebih baik aku tetap mengatur tubuhku agar butuh oksigen, agar aktingku lebih meyakinkan.]

[Jangan lama-lama diskusinya,] Ursa menukas meski secara fisik tengah menepis tendangan Koboldia, [Gadis Kobalt sudah akan kuhajar.]

[Jangan kasar pada Spiritia, Beruang Emas.] senyum Stallza.

Ini adalah titik awal. Awal dari aliansi yang akan menggulung Nanthara.

---

Jadi, kalian sudah memutuskan! suara Thurqk Iylich menggema penuh wibawa, Selamat datang di ujung perjalanan kalian. Rentang Absolut!

Gemuruh membahana memenuhi tiap pelosok sisa dimensi Nanthara. Beribu menara muncul meninggi di sekeliling mereka, tidak mirip struktur padat namun terdiri dari elemen metafisik, berlapis-lapis dalam formasi terpusat, meluas ke semua penjuru dimensi serupa tumpukan domino raksasa spiral, dengan Thurqk Iylich yang tertawa sinis di pusatnya.

Setiap menara metafisik membentuk domain benih dasar yang menjadi bahan baku bintang-bintang itu sendiri. Dan dari menara-menara itu, terbentuk sebuah kastil dengan pemetaan serupa cincin berlapis tiga.

Ruangan raksasa bundar di pusatnya, ruangan berbentuk cincin di luar ruang bundar, dan selapis lagi ruangan cincin di paling luar.

Di koridor melingkar terluar inilah Lazu, Ursa serta Stallza terdampar. Inilah arena pertarungan terakhir!

---

5
Pasukan Elit

Dinding, lantai, langit-langit tingginya, semua terdiri dari batu hitam. Barisan obor menyalakan api merah sepanjang dinding. Ursa, Stallza serta Lazu berdiri waspada.

Dan mereka tidak semata-mata bertiga. Cahaya bulan masuk tipis saja, membuat bayangan memanjang terangkat melewati dinding-dinding dingin, maka sosok-sosok familiar tampaklah di berbagai penjuru.

"Mereka..." Stallza yang pertama mengungkapkan perasaan mereka bertiga, "Pejuang yang pernah kita hadapi...!"

Ursa menatap puluhan petarung ganas itu, yang beberapa di antaranya pernah berjuang di sisinya, yang seharusnya telah lenyap jiwanya oleh Thurqk.

"Claude-Claudia tak ada...ternyata benar, mereka dan Haundall...memang telah dilenyapkan oleh Dewa Busuk itu...!!"

Seketika itu, mereka yang familiar bagi Ursa, langsung menyadari kehadirannya meski wujud Ursa telah berbeda. Reeh As-Sah'ra. Manggale. Yvika Gunhildr. Nemaphila. Zany Skylark.  Dan juga Nurin, si gadis beracun, meski tanpa Nyarlathotep yang telah dimusnahkan oleh Lazu. Dengan energinya, Daemonlord Ursario merasakan sesuatu.

"Thurqk telah melakukan rapalan klaim jiwa pada mereka semua! Tadinya, jiwa-jiwa itu disimpan dalam bentuk permata. Namun kini rapalan klaim itu sudah sempurna. Dari jiwa masing-masing makhluk, Penguasa Nanthara membuat ulang setiap jasad. Thurqk, kini, memiliki mereka semua!"

Lazu memperhatikan. Ravelt Tardigarde, Kolator Widinghi serta Carol Lidell tidak ada. Mungkin, itu karena sejak awal mereka bertiga adalah pecahan jiwa Safirem yang telah tiada selamanya.

Namun kemudian ia memperhatikan sosok-sosok yang bergerak mengelilingi seolah masih mengenalnya. Bara Si Tumpara. Lulu Chronoss. Azraq Ibrahim. Sjena Reinhilde. Salvatore Jackson. Mata mereka semua hitam dan irisnya putih seperti Hvyt. Tanda dari Thurqk Iylich.

Dan gadis berjaket putih itu, dengan katana putih dalam genggaman. Dengan matanya yang ditandai pula oleh segel klaim Penguasa Nanthara. Sahabat Lazu.

"Altair Kilatih."

Si Matoi ingin menangis.

---

Dalam keadaan telepati tiga arah yang masih aktif,  Ursa melihat jelas gambaran pikiran Lazu yang langsung berlonjakan tak stabil, memori kebaikan serta kelembutan Altair Kilatih berseliweran secara semrawut dalam benaknya.

"Tolol! Keraguan menghadapi monster-monster ini sama saja kau sudah jadi mayat!" insting Sang Daemonlord Emas langsung bekerja. Dihajarnya Si Matoi sampai melambung tinggi di atas kepala para petarung, "Cari cara lain supaya kau bisa berguna!"

"Argonos! Lindungi!"

Terbentuk sebuah area keperakan di sekeliling tubuh Lazu. Gerakan semua musuh yang hendak mengejar, serta putaran waktu dalam tubuh mereka, berhenti tiba-tiba.

"Penghentian waktu! Lazu! Cari jalan ke ruangan berikutnya!" tandas Stallza. Lazu mengangguk dan segera berlompatan di bahu-bahu para petarung yang dalam keadaan mematung terkena serangan Argonos.

Mendadak area keperakan milik pria bertudung memudar oleh aura berwujud jam dinding. Aura itu mementahkan penghentian waktu. Seorang wanita berkulit gelap membidik Stallza dengan sebuah bazooka hitam, "Tik Tok Tralala, permainan waktu kelas teri begitu sih bisa kubalik kapan saja!"

"Sjena Reinhilde!" Lazu menyadari identitas wanita mengerikan itu. Ternyata meski loyal pada Thurqk, namun gaya bicara serta kepribadian setiap petarung tak berbeda dari aslinya. Ia ingin menghadang, tapi...

"Pergi!" Stallza dan Ursa meraung bersamaan. Dalam saat itu, efek penghentian waktu Argonos benar-benar sudah hilang. Maka hujan peluru hitam dari bazooka menerpa ketiga petarung, membawa ledakan bersahutan yang mengancam jiwa.

"Enshaka!" Lazu terjun seraya mengubah seluruh fasa tubuhnya menjadi parasit organik yang tumpah menjalari lantai untuk mencari jalan ke ruang berikutnya.

"Ngooahoooi! Kau pikir bisa lolos dariku?!" Bara Si Tumpara mengayunkan lentera terbangnya yang berubah menjadi kitiran angin hijau menggerus lantai yang Lazu jalari. Tubuh parasit biru tercabik sampai-sampai Si Matoi mengerang kesakitan, namun ia segera menjalar berputar sambil memakan area lantai batu yang menjadi pijakan Bara.

"Nguh!?"

Lantai amblas tanpa diduga, Si Tumpara terperosok ke lantai dan balik terancam oleh tumpahan sel parasit yang mulai menyebar melalui pembuluh darah di lengannya. Sementara tubuh parasit inti Lazu terus mempercepat laju, menghindar kepayahan, berpuluh tombak es dari kendali elemen Azraq dan Lulu beterbangan di kiri-kanan hendak mencincang.

Apa dinyana, Sjena mengubah bazookanya menjadi senapan mesin yang memuntahkan puluhan peluru per detik. Tubuh parasit Lazu langsung berlubang-lubang di banyak area. Ia makin ingin pingsan saat berbelas tombak Azraq menembus pertahanannya disertai bidikan Lulu yang akurat. Otot, kulit, sumsum, organ berwarna biru bercipratan ke mana-mana.

Namun ancaman terbesar tetap datang dari Sjena Reinhilde, yang melompat sangat tinggi lalu mempersiapkan hawa kegelapan berukuran besar di ujung bazookanya.

Melihatnya, Ursa Emas segera mengetatkan sebelah cakar dan memadatkan energi magisnya. Sebuah senapan hitam pun terwujud, darinya muntah peluru-peluru berhawa Daemonik yang memecahkan gumpalan energi bazooka. Sjena mengganti fokus dengan menukik turun seraya menembakkan peluru beruntun ke arah Ursa.

Ledakan demi ledakan tercipta menghancurkan lapis bebatuan. Manggale berlari menerjang Ursa dengan tendangan miring beladiri etnik Mossak, tapi di sinilah Ursa menunjukkan kualitasnya sebagai Daemonlord.

Ursa melancarkan tangkisan cepat namun juga berfungsi menyerang balik. Benturan kencang tercipta, tungkai Manggale terpuntir patah di udara, Ursa menubruk perutnya hingga tersuruk ke lantai batu. Dalam waktu yang sama Ursa bergeser mundur selangkah demi selangkah, menghindari ledakan peluru bazooka Sjena sambil mencuri serangan balik dengan desingan peluru Daemonik.

"Dia sama sekali tak kesulitan menghadapi dua lawan sekaligus...betul-betul pantas sebagai Daemonlord!" Zany menjilat bibirnya yang menghitam lalu bersiap ikut mengeroyok Ursa. Namun tanpa diduga, empat peluru Daemonik melaju menembus wajahnya hingga berlubang memuncratkan darah. Regenerasi super menjaga hidupnya, namun energinya terkuras banyak untuk ini.

Ursa berlari ke sana-sini lalu menggeram puas melihat tembakannya tepat sasaran, "Lengahnya dirimu, lengahnya lengahnya lengahnya lengahnyaaaaaaa!! Buraburaburrraaaa!!"

"Huaaahh!" Sjena melolong liar, dihamburkannya berkloter-kloter lagi peluru dari senapan bayangannya. Ledakan api terjadi berkali-kali, memecahkan dinding serta permukaan lantai.

Tapi entah bagaimana, sebongkah es membungkus tubuh Sjena sampai mengalami kebekuan total. Bongkah es tersebut jatuh berdebum ke lantai. Cairan biru di lantai merayap dengan suara seperti ular derik, lalu membentuk bagian atas tubuh Matoi yang seakan tumbuh dari permukaan bumi.

Tak jauh darinya Bara Si Tumpara berdiri, pembuluh darah serta urat saraf seluruh tubuhnya berwarna biru secerah neon, dan lentera sihirnya masih mengepulkan uap membekukan.

"Tumpara...membekukan Sjena Reinhilde?" Para petarung Nanthara mengerutkan dahi, tak mengerti kenapa Si Tumpara tampak seperti berpihak pada Lazu.

"Pembuluh saraf Bara Si Tumpara...menjadi biru!"

"Enshaka Neuralis." Lazu menyentuhkan telunjuknya ke permukaan es yang membungkus Sjena. Dari telunjuk itu tubuh parasitnya memanjang lalu bercabang-cabang serupa kumpulan arteri biru, memasuki lubang telinga Sjena. Sejurus kemudian tampaklah urat-urat biru yang menonjol sepanjang dahi Sjena, menginvasi ruang dan celah di otaknya, mengakses kontrol proses berpikirnya.

"Apa--" Lulu yang pertama kali sadar. Wanita itu langsung menjauh secara strategis. Ternyata Lazu telah menanamkan sebagian sel parasitnya pada jaringan saraf Bara, Sjena, mengambil alih tubuh mereka secara paksa.

Tanpa berkata-kata, kedua petarung yang terinfeksi itu mulai melancarkan tembakan elemen ke arah semua petarung lainnya. Jalur selancar es berseliweran atas kendali Si Tumpara, berseling dengan serbuk emas yang memicu halusinasi bagi para petarung Nanthara. Belum lagi kekuatan bayangan Sjena berangsur  tumbuh dari daratan, meledak bagai sirkuit bom yang aktif secara berjajar.

Nemaphila yang tak sabaran lagi segera menebarkan bibit bunga birunya ke arah ketiga pemberontak. Namun Nurin menyadari sesuatu, "Jangan kelamaan ngejar-ngejar beruang! Si saus biru ada di mana?!"

Dengan sigap Baikai Kuzunoha mengutus setan-setan peliharaannya untuk mengejar Lazu. Seekor ular raksasa bergelung menyebarkan hawa dingin menusuk diiringi satwa buas yang seluruh tubuhnya memancarkan api, mengobrak-abrik lantai kastil dengan liar. Dua sosok itu mencari Lazu, namun segumpal asap hitam beracun dan seulas pita kabut putih justru menghadang langkah mereka.

Baikai mengenali dua elemen yang menghalangi peliharaannya itu, "Stallza. Master Spiritia. Tiba juga saatnya untuk membayar lunas hutang kekalahanku!"

Seorang gadis mewujud dari balik asap hitam, "Maaf ya, Tuan Stallza sedang sibuk melayani pelanggan lain. Aku Plumbina, dan temanku Nitria yang akan menemani kalian bermain-main."

Baikai merasa diremehkan, "Tak berani melawanku secara langsung? Belial! Orochi! Urus mereka. Aku akan mencari Lazuardi."

Pria berbaju ninja itu mencabut pedangnya serta melompat di antara Nitria dan Plumbina yang sedang mengelilingi ular es serta satwa berapi. Sebuah pil antidotum racun digigitnya sambil terus melaju. Namun seorang lagi gadis berkuping panjang, Koboldia namanya, berlari dan meninju sebelah mata Baikai sekeras-kerasnya hingga terpelanting. Konsentrasinya buyar saat pipinya membentur lantai yang keras.

"Menyuruh gadis-gadis belia untuk melawanku..." Baikai betul-betul kesal sekarang. Ketenangannya sebagai mediator konflik antar negara mulai terkikis. Matanya semakin gelap, tanda segel klaim Thurqk telah memanaskan emosinya.

"Ah, kau tak suka perempuan rupanya? Sayang sekali. Padahal kami sudah menyediakan jadwal kosong khusus untukmu saja." Koboldia menukas sebelum menyepakkan kaki dengan keras ke kepala targetnya, namun Baikai sudah siap. Pedang pendek Masakado diayunkannya lurus hingga menggores rusuk si gadis kobalt.

Mereka memperbaiki kuda-kuda lalu mulai saling serang dengan semakin cepat. Napas Baikai memburu saat pukulan demi pukulan Koboldia kian mencecar dan masuk telak satu-dua kali ke area perutnya sampai berdarah di dalam kulit. Bayarannya, perut serta lengan sang gadis juga tersayat luka beberapa kali hingga sempatlah dia mengaduh sakit.

Sementara itu ular berkepala delapan masih saling membelit dengan kabut putih dari Nitria, seakan ingin mengetahui siapa di antara keduanya yang memiliki sihir hawa dingin terkuat. Belial si satwa api berontak hebat setelah asap Plumbina memasuki sistem pernapasannya. Hanya saja tubuh Plumbina pun terbakar dengan sendirinya oleh pancaran api alami sisik Belial yang menyala hingga ke ujung ekor.

Stallza sendiri tengah buru-buru merayap di antara hujan peluru hitam Sjena dan Ursa yang meletus di sana-sini, lengannya mulai pegal saat dia berdiri, menyiapkan tenaga agar mampu memanggil empat Spiritia bersamaan.

Namun saat itu, Enzeru Schwarz, Yvika Gunhildr, serta Salvatore Jackson memutuskan untuk menyudahi perlawanan. Dengan kecepatan gerak berpindah antar bayangan, perut Stallza terburai oleh sabit Enzeru yang menyimpan kekuatan luar biasa. Stallza terbeliak kesakitan, "Apa!? Kecepatan itu--ukh..."

"Tuan Stallza!" Ferra balas menyerang Enzeru dengan batangan besi yang terlempar kuat dari tubuhnya.

Di sisi lain, tiga buah granat Sleipnir meledak tepat di hadapan Ursa sementara semacam perisai medan energi mengurung pergerakannya dengan ketat. Ekspresi Ursa berubah tegang, tak disangkanya ada musuh penuh strategi seperti ini.

"Burraa-- !!"

Ledakan membahana menembus pecah dinding kastil. Permukaan bumi bergetar.

Di mana Si Matoi?

---

6
Hagagin

Nyatanya, Lazu diam-diam telah mencapai ruang kedua. Langkah-langkah kakinya mengetuk lantai.

Ruangan itu penuh pasukan bersayap, Hvyt. Jumlahnya ribuan, mungkin puluhan ribu.

Bukan hanya itu. Siluet-siluet raksasa pun berdiri menjaga pintu masuk ke ruang terdalam. Merekalah para daemon superior, layaknya Lamashtu yang pernah bertarung dengan Lazu. Si Matoi ketakutan akibat aura yang sangat mencekam dari makhluk-makhluk mengerikan itu.

Bagaimana ini? Konsentrasinya belum pulih akibat figur yang muncul di depannya tadi. Altair Kilatih. Altair Kilat--

Lazu menahan napas. Aula besar itu penuh sesak oleh Hvyt. Hanya ia satu-satunya makhluk lain di tempat itu. Kenapa tak ada yang menyadari bahwa ia adalah penyusup? Kenapa tak ada Hvyt yang berbicara satu sama lain? Ia harus melakukan apa di sini? Di mana Thurqk?

Satu hal sudah jelas. Melawan pasukan merah sebanyak ini dengan Thurqk yang dapat muncul menyergapnya kapan saja, sama sekali bukan hal yang bijaksana. Maka Si Matoi harus bertindak. Ia harus menyempurnakan penyamarannya.

Lazu menarik napas dalam. Dengan kemampuan parasit yang meningkatkan metabolisme, luka-luka di tubuh biru itu perlahan pulih dengan sendirinya.

Dengan kemampuan tubuh parasitnya pula, sebelum disadari siapa pun, Lazu mengubah warna bola matanya sendiri menjadi hitam dengan iris putih kecil.

Dengan ini, secara fisik ia tak ada bedanya dengan para sosok petarung yang menerima segel klaim jiwa milik Thurqk. Mestinya, dengan cakupan level intelegensi spesies Hvyt yang selama ini ia observasi, warna mata yang mirip ini akan...

Satu Hvyt menoleh padanya. Lazu berdebar seolah akan ada organ tubuh yang melompat dari tenggoroknya.

"Kau bukan Hvyt."

"Bukan."

"Pasukan baru?"

Lazu mencelos lega, "Ya."

Hvyt itu terus berjalan. Lazu pun berjalan dengan hati-hati. Dari semua Hvyt yang ada di sini, ia mengamati sesuatu yang janggal. Di antara puluhan ribu pasukan bersayap yang berjalan atau terbang, ada beberapa Hvyt yang berdiri diam sambil terus menatapnya.

Lazu mendekati salah satunya.

"Matoi, Lazuardi." ucap Hvyt itu. "Satu dari tiga petarung yang tiba pada tahap akhir Perang Nanthara. Aku dikendalikan oleh Nolan Fambrough. Aku menyimpan memori dari Hagagin. Apakah Lazuardi mau melihatnya?"

Si Matoi memiringkan mulut, "Siapa itu Hagagin?"

"Leluhur Daemonlord Ursario."

"Apa?!" Lazu terkesiap. Sesaat kemudian Lazu meneriakkan telepati, [Ursa!]

[Lazuardi...] telepati Ursa terdengar kesulitan, [Dia leluhurku! Aku harus mengetahuinya...sejarah Yang Mulia Hagagin! Tolong terima penawarannya!]

[Bertahanlah!] Lazu menyahut. Ia berucap pada Hvyt yang menatapnya, "Hvyt, memori Hagagin, aku ingin melihatnya."

Sebuah gambaran masa lalu, masa lalu dari sesosok makhluk asing, seperti dijejalkan dalam kepala Lazu. Dan otomatis, Ursa dan Stallza pun menyaksikanya.

---

Daemonlord Ursario merupakan Ursa Daemon terakhir. Semua bawahannya terbunuh dalam perang besar melawan ras Luxa Daemon, Iblis Cahaya. Ursario dilahirkan di sebuah dimensi bernama Netherworld Neda, tepatnya di kerajaan Ursa-Regalheim.

Beribu abad lamanya sebelum Ursario terlahir, seluruh dimensi Netherworld Neda hanya dikuasai oleh satu Daemon. Dialah Hagagin, Nether Daemon pertama, raja perang tak terkalahkan. Karena kekuatan entitas ini, bahkan iblis antariksa seperti Nyarlathotep, tak pernah berani melakukan penyerangan ke Netherworld.

Tapi ada suatu hal yang tak banyak diketahui. Melalui rentang kehidupannya yang melebihi umur sebuah planet, Hagagin terlanjur muak akan peperangan dan kekuasaan.

Dia menciptakan sigil rahasia yang menyimpan  jiwanya. Bila sigil dihancurkan, Hagagin akan menemui ajal.

Para pengikutnya tak percaya. Mereka menanyakan tujuannya. Hagagin mengatakan, kekuatan bukan satu-satunya hal di dunia. Bila suatu saat dia lepas kendali, atau berkhianat dari prinsipnya, siapa pun bisa membunuhnya dengan menghancurkan sigil jiwa rahasia.

Tak seperti Nyarlathotep atau Amelia Isadora Elburn yang penuh ambisi untuk memperkosa seluruh sudut jagat raya, Hagagin hanya ingin menutup usianya dengan damai. Dikelilingi oleh mereka yang tulus peduli padanya.

Yang kini Hagagin inginkan, hanyalah sebuah keluarga.

----

Netherworld Neda menjadi bahan omongan berbagai jagat iblis. Tak ada yang tak bergidik mengingat Hagagin yang pernah mengenyangkan perutnya dengan memakan sebuah bintang. Namun kini senua melihat bahwa nyaris tak ada lagi sifat iblis dalam dirinya. Akibatnya, bangsa Daemon dari luar dimensi, bahkan spesies yang bukan Daemon, mulai kerap singgah dan menetap di sana.

Suatu waktu, datanglah imigran dari dunia manusia. Seorang ilmuwan handal, Hiltur namanya. Menemukan teman untuk berbincang-bincang tentang asal-usul kehidupan, Hagagin dan Hiltur berteman baik. Bahkan Hagagin sampai mengajarkan Hiltur, sihir khusus. Yaitu sihir yang digunakannya untuk menyimpan pecahan jiwanya sendiri.

Rapalan Klaim Jiwa. Dengan rapalan ini, jiwa para makhluk yang telah mati, dapat dikeluarkan dari mayatnya, untuk kemudian dimasukkan ke wadah lain. Jiwa yang diklaim akan memiliki segel khusus yang semakin lama akan memanipulasi jiwa tersebut untul mematuhi sang perapal klaim.

Sebagai imbalan atas sihir tersebut, Hiltur memberitahu Hagagin tentang konsep kelangsungan hidup manusia. Manusia menggunakan metode perkawinan serta reproduksi untuk mempertahankan jumlah spesiesnya. Metode ini juga dapat mendatangkan kenyamanan dalam hati melalui keberadaan keluarga, yang memiliki tempat bernaung yang sama serta saling melindungi.

Hagagin Tua pun terinspirasi. Setelah Hiltur kembali ke dunia manusia, Hagagin mengambil salah satu Daemon rubah betina pendatang sebagai istri. Namanya LuSemua Tae Lah. Nama yang agak mencurigakan, tapi perangainya baik.

Dari perkawinan itu, lahir puluhan keturunan Daemon dengan berbagai macam sifat yang merupakan fragmen kekuatan Hagagin.

Termasuk satu bayi Daemon betina, Luxa.

Luxa tak dianugerahi kapasitas pertarungan alami. Tidak seperti seperti Mielmagi yang ahli sihir tumbuhan, atau Levia yang mampu memanipulasi udara sesuai keinginannya, Luxa hanya punya sesuatu yang berbeda.

Tak seperti Daemon lain yang lemah bahkan mampu terbunuh oleh cahaya, dia tak terlalu terganggu oleh elemen musuh kegelapan itu.

Bertahun-tahun kemudian, Luxa remaja menyusup ke luar dimensi Netherworld. Dia mencapai kulit permukaan langit luar. Langit yang dihuni oleh bangsa cahaya murni yang membuat Daemon apa pun tak berkutik.

Itulah bangsa Malakhai yang berkekuatan tak ternalar. Yang bentangan satu sayap dari beratus sayapnya saja dapat meliputi timur dan barat pelosok galaksi.

Luxa tak bisa masuk lebih jauh. Satu detik berada di kulit permukaan langit luar, hawa sebilah pedang Malakhai dari jarak seribu tahun cahaya saja, sudah membuat tubuhnya akan menguap hilang. Luxa terbang kabur pontang-panting, melayang kembali ke Nethetworld Neda dalam keadaan hampir mati.

Namun ternyata, dalam satu detik keberadaannya di langit luar, dia sempat mendengar sepotong berita kecil. Berita itu berisi secuil saja pengetahuan tentang cara menempa cahaya dunia fana menjadi senjata.

Dengan secuil pengetahuan itu, Luxa melatih dirinya sendiri secara rahasia. Tak perlu menunggu lama, busur dan panah cahaya dia telah mampu ciptakan. Setengah tahun kemudian, Luxa telah mampu membuat lingkaran transmutasi yang mengumpulkan partikel sinar untuk diri sendiri. Cahaya menjadi sayapnya, peluru dan perisainya.

Dan berbekal sihir cahaya, Luxa merekrut pasukannya sendiri. Kerajaannya sendiri. Dia mewariskan pengetahuan Malakhai terhadap semua keturunannya. Inilah cikal bakal terpecahnya Nether Daemon keturunan Hagagin, menjadi sejumlah kerajaan iblis yang saling bertikai.

---

Ratusan tahun kemudian, Keturunan Luxa yang paling ambisius adalah Lumina. Dia memimpin kampanye penyatuan Netherworld Neda di bawah satu bendera kerajaan Luxa Daemon. Yang menentang, akan dibunuhnya.

Hanya saja ada satu masalah. Hagagin, Sang Leluhur Daemon, masih pula hidup. Sepanjang dia masih hidup, takkan ada yang mengakui Lumina sebagai penguasa Neda.

Energi jiwa Hagagin sudah melemah dan sakitnya tak bisa disembuhkan, Lumina tahu. Namun, Lumina pun tahu bahwa bahwa meski seluruh Daemon di Netherworld Neda menyatukan kekuatan pun,  semuanya akan musnah terkena semburan gelombang naga Hagagin.

Maka Lumina memakai kecerdasannya. Dia pun mendatangi gua pertapaan Hagagin.

---

"Leluhur. Izinkanlah aku menghancurkan sigil jiwa Anda."

"...Kau bicara apa, Nak?"

"Aku tak bisa menyatukan Netherworld Neda sepanjang Anda masih berkuasa."

"Kau tak kuat untuk menghancurkan sigil jiwaku, meski aku memberikannya padamu."

"Maka...aku, dan semua Luxa Daemon keturunan Anda, akan bunuh diri."

"Apa?"

"Apa Anda ingin menyaksikannya? Kematian delapan ratus ribu Iblis Cahaya yang merupakan darah daging Anda sendiri?"

" . . . "

---

Hagagin tak berkutik. Lumina mengancam kaumnya akan bunuh diri massal. Seluruhnya merupakan cucu-cicit Hagagin. Dan dia tahu, yang Hagagin inginkan, hanyalah sebuah keluarga.

Hati Leluhur Daemon, bagai diinjak-injak.

Maka menetapkan keputusan, Hagagin meremas pecah sigil jiwanya sendiri. Tubuh besarnya menguap pelan-pelan. Dia hanya dapat menatap Lumina dengan perasaan pilu, dikhianati oleh Daemon yang mestinya menjadi penerus generasinya.

Sejenak kemudian, lenyaplah sudah leluhur semua setan Netherworld Neda.

Lumina terbelalak tak menyangka, semudah ini menggulingkan kekuasaan Leluhur Daemon yang belum pernah terkalahkan.

"Hahahahah!! Mulai kini, aku adalah Lumina Perkasa! Magnanimous Lumina!

Dan tanpa diketahui, sesosok individu menggunakan rapalan klaim untuk memerangkap jiwa Hagagin...


---

7
Kunci yang Terbuka


Memori Hagagin, terputus sampai di situ.

"Kenapa...dia..." meski tubuh besarnya terus bergerak menyerang dan menghindar, pandangan Ursa hampa. Dia melihat semua memori itu, seolah mengalaminya sendiri.

[Kalau Hagagin adalah leluhur semua Daemon, baik Ursa Daemon atau Luxa Daemon...] Stallza menyimpulkan seraya menangkis sejumlah pukulan Xabi dan Marion, [Berarti Daemon bernama Mag-Lumina...adalah saudaramu.]

Mata Ursa serasa perih dan panas. Dia mengingat setiap detil pembantaian yang dilakukan pasukan Mag-Lumina terhadap tentaranya,di peperangan lembah Alpolheim. Dia ingat bayi-bayi Ursa Daemon yang dipancung satu-persatu di depan rumah keluarga mereka.

Dan makhluk keji itu...yang tak punya harga diri sebagai Daemon...memiliki hubungan darah dengannya!?

"BuraaaaooGHH!!"  nafsu membunuh Ursa tak dapat ditahan lagi. Jubah etniknya memunculkan pola sihir Mielmagista. Ratusan sulur tanaman pemakan daging muncul dan membelit nyaris semua lawan bagai banjir yang ganas. Mulut-mulut bundar tanaman raksasa itu bahkan dapat mengunyah lapisan baja sampai remuk.

"Sedari tadi...dia sama sekali tak serius?!" ucap Salvatore jerih melihat kehebatan kreasi Sang Daemonlord, yang memporak-porandakan barisan petarung kelas atas seolah mereka adalah amatiran saja. Stallza turut membantu dengan pasukan Spiritianya yang semakin banyak bermunculan.

[Berhenti!] sekonyong-konyong, Ursa dan Stallza tersentak mundur. Itu teriakan telepati dari Si Matoi.

[Ada apa, Lazu?] pria bertudung bertanya tak sabar sambil memutarkan dua jari ke arah tertentu. Secara berbarengan, semua Spiritia mundur teratur lalu membentuk barikade melingkar di sekeliling Stallza dan Ursa. Pandangan mereka terkoordinir rapi mendeteksi serangan yang mungkin datang.

[Tadi kalian lihat, sejarah Hagagin. Dia mengajari sihir klaim jiwa pada ilmuwan bernama Hiltur! Tidakkah kalian lihat garis wajahnya yang identik dengan Penguasa Nanthara?]

[Apa maksudmu?]

[Hiltur adalah...Thurqk! Namanya adalah Thurqk Hiltur Iylich!]

[Kau jangan bercand-- oh...memorimu, Lazu...Aspemina, Altair Hali...Toiren dan Mathula...Hiltur...ya ampun.]

[Kau benar, Lazuardi,] sahut Ursa geram, [Thurqk mempelajari segel klaim jiwa dari Yang Mulia Hagagin, sewaktu Thurqk masih menjadi manusia bernama Hiltur. Tapi apa gunanya kau menekankan hal itu?]

[Segel klaim jiwa! Kau, Ursa, baru saja melihat prosedur rapalan segel jiwa dalam memori Hagagin secara terperinci!] telepati Lazu panik namun juga seperti gembira, [Dalam memorimu, ada variabel reversibilitas dari mantra klaim jiwa itu!]

[Kau ini bicara apa! Langsung saja pada intinya!]

[Kau mampu membalik, menetralkan efek segel klaim jiwa...pada semua petarung yang ada di sini!] jerit Lazu panik meski dalam telepati.

[Burraaagh!? Aku mampu menetralkannya? Benarkah itu!?] Ursa sendiri kaget sampai menganga, [Tunggu, tunggu...aku...ingat sekarang...kalau dari segi inkantasi, rapalan yang tadi itu...aku memang mampu merumuskan mantra pembaliknya! Aku bisa menghilangkan klaim jiwa Thurqk!]

Stallza menoleh ke arah Lazu, diam-diam terperangah kagum terhadap ketajaman analisis makhluk kecil itu. Siapa yang menyangkanya. Hanya dengan kreativitas berpikir Si Matoi tentang peluang potensi sihir Ursa, mungkin sebentar lagi, Thurqk akan menjadi sasaran seluruh petarung Nanthara yang dikuasainya sampai saat ini.

[Jangan memujiku dalam hati!] tukas Lazu tiba-tiba membuat Stallza kaget, [Traktir ayam goreng bumbu balado saja!]

[Hei! Siapa yang memujimu, Semprul!]

Sementara itu, para petarung Nanthara bersiaga. Melihat pasukan Spiritia membentuk formasi bertahan sesigap itu, para petarung Nanthara sekalipun tak berani sembarangan. Kedua pihak pun seakan diam, namun sesungguhnya sedang menakar kelanjutan pergerakan lawan.

Tapi saat itu, Ursa Emas merapal mantra. Lingkaran sihir emas bermotif beruang meliputi seluruh arena perang. Dan...

Lingkaran sihir pecah! Ursa Emas terjatuh tiba-tiba, darah mengucur dari lubang telinganya. Tubuh besarnya berkelojotan seperti disetrum. Bertelepati jarak jauh, Lazu memindai segmentasi kerusakan organ pusat saraf Si Daemonlord.

[Ada perisai tak terlihat yang melapisi rapalan segel jiwa mereka!] Ursario meraung kesakitan, [Perisai yang, seolah...seolah kekuatan apa pun di jagat raya ini tak mampu menembusnya!]

Kalian pikir bisa selamanya mengelabuiku dengan telepati?

Lazu terkaget-kaget. Itu suara Thurqk. Dia memaksa masuk ke jalur komunikasi telepatis mereka dengan mudahnya!

Tak ada cara untuk mengenyahkan kendali jiwaku atas semua petarung ini. Kecuali...kalian mengalahkanku.

Suara itu menggema di seluruh Nanthara. Seketika itu Lazu sadar, apa yang menyebabkan sihir pemulih jiwa Ursa tak bekerja.

"Dengan tingkat yang belum pernah ada sebelumnya, kau membuat segel ruang-waktu di sekeliling jiwa-jiwa mereka! Segel itulah yang membuat dimensi tak tertembus!"

Pintar.

Napas Lazu menjadi tak teratur. Ia akhirnya sadar, inilah kekuatan sejati Thurqk. Inilah Rentang Absolut. Kekuatan sihir realitas Ursa, kekuatan elemental Stallza, bahkan kekuatan apa pun di seluruh Nanthara, semuanya tak mampu menjangkau Kuasa Ruang milik Thurqk Iylich.

Sebuah gemuruh yang amat besar menerpa semua yang ada di sana. Dinding-dinding runtuh dari luar ke dalam. Mendadak saja medan perang para petarung Nanthara menjadi satu dengan ruangan yang berisi pasukan Hvyt . Pasukan bersayap itu meneriakkan raungan perang, dan di belakang mereka daemon-daemon raksasa sudah menanti.

Karena kini, Kastil Devasche Vadhi menjadi satu ruangan saja.

Dan di tengah semua itu seekor naga raksasa menjulang, tubuhnya berkilat bagai terbuat dari permata hitam.  Di atas kepala naga itu Thurqk Iylich berdiri, dengan wibawa yang mengerikan.

Lazu, Stallza, terlebih Ursa, mengetahui dengan jelas identitas sang naga.

"Hagagin..!! Ternyata dalam akhir memori tadi...yang mengklaim jiwanya adalah Thurqk?!" Ursa mencoba sekali lagi mantra pemulih jiwa pada Hagagin. Namun percuma. Tak ada perisai ruang-waktu yang mengelilingi jiwa tersebut, namun sihir yang menyandera jiwa Hagagin jauh lebih rumit. Bahkan Ursa sekalipun tak bisa memulihkannya.

Maka tak ada pilihan lain. Mereka hanya bertiga. Ini adalah mati-matian. Peperangan tak dapat dihindari. Dengan sayap terbentang, Leluhur Daemon melepas raungan menggetarkan.

---

Situasi semakin mencekam. Bahkan para petarung yang ada di bawah klaim jiwa Thurqk menghentikan serangan terhadap aliansi tiga pemberontak, karena ketegangan luar biasa atas kehadiran Hagagin.

Namun Lazu menenangkan hatinya.

"Tidak. Kami tak hanya bertiga."

Apa?

"Pintu-pintu dunia memiliki kunci."

Si Matoi mengapung, tangannya bersilang antara kiri dan kanan. Tubuhnya berubah warna, biru itu mulai bersinar.

"Aku akan membukanya, dengan tanganku sendiri! Momentis!"

Jasad Lazu raib saat ia mencapai laju pergerakan yang tak tertangkap oleh makhluk biasa. Hanya segelintir yang mampu menerka, bahwa ada sesuatu melesat cepat menembus tubuh setiap pasukan elit Nanthara secara beruntun. Cincin cahaya biru safir mendenting dalam setiap titik sentuhan telapak Si Matoi dengan tubuh para petarung elit, memenuhi udara dalam gugus yang indah.

Semua terkesiap. Tak ada rasa sakit ataupun luka. Namun yang paling terperangah adalah Thurqk sendiri. Dialah yang pertama kali sadar, bahwa Kuasa Ruang miliknya secara tak masuk akal telah terdistorsi oleh teknik khusus Si Matoi.

Apa yang kau lakukan, keparat!?

Lazu menjawab dengan teriakan telepatis,

[Ursario!! Sekarang !!]

Ursa Emas seperti terbangun dari mimpi, atas sebuah jalan yang Lazu bukakan untuknya. Dia bisa merasakan bahwa perisai yang membungkus jiwa-jiwa para petarung elit tadi sudah tak ada, atas tindakan misterius Si Matoi tadi. Segera Daemonlord tersebut merapal mantra pemulih klaim jiwa. Sekali lagi sebentuk lingkaran sihir keemasan terbentuk. Ketika itu, Si Matoi telah melepaskan kendali tubuh parasitnya dari Sjena serta Bara.

"Wahai jiwa-jiwa yang terkutuk di Kerajaan Nanthara! Dengan Kuasa Daemonlord Ursario Emperor, aku melenyapkan kutukan Thurqk Iylich dari jiwa-jiwa kalian!"

Sinar emas menyilaukan, selimuti segenap kastil Devasche Vadhi.

Kegelapan pada mata para petarung elit Nanthara, berangsur pudar.

"Apa yang terjadi?" suara kecil milik teknisi Elle Fitzgerald bertanya.

"Sedari tadi, aku punya dorongan yang sangat kuat untuk melakukan semua keinginan Thurqk..."

"Kesadaranku masih bekerja, tapi kepatuhanku tadi...mengerikan..."

"Kalian juga?"

Satu-persatu, mereka mengkonfirmasi. Ketika sinar emas telah hilang, Thurqk menyaksikan bahwa semua petarung elit Nanthara telah kembali pada kehendak dan kesadaran masing-masing. Bukan hanya itu, pakaian di tubuh setiap mereka pun berganti menjadi baju perang etnik berlajur emas.

"Mata mereka...kembali seperti semula!" Stallza melihat tubuhnya yang bersinar biru safir. Dia menyadari, tadi Lazu menyentuh juga dirinya menggunakan Kendali Kinetika Superdimensi.

Seketika itu dia sadar. Sedari awal, Thurqk telah menyegel jiwa Ventinis serta Stallza agar tak pernah mampu bersatu. Itulah mengapa para Spiritia, pecahan Ventinis, adalah berupa puluhan individu.

Namun kini berbeda. Stallza dapat merasakan apa yang Lazu lakukan tadi telah membuka area segel yang sejak lama mengunci para Spiritia dalam dirinya, serta dirinya, serta Ventinis sendiri. Akibat terbukanya area kunci tersebut, mereka semua dalam diri Stallza, kini melebur menjadi satu. Satu tubuh, satu kesadaran. Dan, semua kekuatan elemental yang mencapai taraf sempurna.

"Kami adalah Stallza Ventinis," Stallza berkata, tidak lagi menyebut dirinya sebagai subjek tunggal. Ditatapnya ribuan Hvyt serta para Daemon Superior yang bersiaga untuk membantai mereka. Mereka tak pulih. Yang berarti, mereka tidak dikendalikan oleh sihir klaim jiwa. Mereka mengikuti Thurqk, karena memang menyembahnya.

Ditatapnya pula Hagagin yang masih berdiri pada kubu Thurqk. Pastilah segel jiwa untuk Leluhur Daemon itu sangat spesial, mengingat Thurqk bahkan tak perlu memasang perisai ruang-waktu untuk melindungi segel tersebut.

Diam-diam, Stallza memusatkan seluruh kekuatan Ventinis untuk menghadapi Hagagin. Tubuhnya mulai bersinar hijau terang.

Tak lupa, ditatapnya para petarung berjubah emas yang sedang menyatukan persepsi. Inilah titik balik situasi, di mana semua yang pernah bertarung, justru kini berada di bawah bendera yang sama.

"Ursa!" Lazu berteriak, "Pimpin komando pasukanmu!"

"Kau yang pimpin, Bodoh!" Ursa meraung membalas.

"Apa urusannya denganku!" Lazu menyerocos panik.

Tapi Stallza yang menjawab, "Semuanya berurusan denganmu, Lazu. Kau yang menggulirkan seluruh ide. Memanipulasi kekuatan realitas Ursa untuk meracik jalur telepati. Memilih metode penggunaan Spiritia untuk melancarkan serangan mendadak ke Thurqk. Dan..."

Sebuah tangan menyentuh bahu Lazu. Hangat. Tangan putih Altair Kilatih. Gadis belia nan tangguh itu menyambung perkataan Stallza,

"...Dan kau yang membuka segel Kuasa Ruang Thurqk pada tubuh kami. Kau yang menyatukan kami semua. Beri kami perintah, Lazu."

Lazu tak berani melirik. Khawatir, jika wajah Kilat tertangkap oleh matanya, akan meneteslah airmatanya dan akan buyarlah konsentrasinya. Maka Si Matoi hanya menatap lurus ke depan, membiarkan sentuhan tangan itu terangkat kembali seiring dengan tekadnya yang mulai mendidih.

"Baiklah." Si Matoi mengumumkan, "Ursario! Buka jalur telepati ke Stallza serta seluruh petarung!"

Dengin jalur telepatis segera melengking meliputi tanah Nanthara. Teriakan-teriakan ancaman dari pasukan Hvyt dan Daemon Superior tak membuyarkan konsentrasi Ursa.

[Jalur sudah terbuka! Berikan komando, Lazuardi!] Ursa dan Stallza berseru bersamaan.

---


8
Di Bawah Bendera yang Sama

[Para Ksatria!] Teriakan telepati Lazu berkumandang lantang melalui tebing-tebing terjal serta dataran Kastil Devasche, [Di depan kalian adalah pasukan Hvyt serta para Daemon Superior yang takkan mundur! Dan di belakang mereka, ada Leluhur Daemon Hagagin, yang memiliki kekuatan untuk menghancurkan dunia!]

[Lazu! Bagaimana dengan Thurqk?!] beberapa suara berteriak.

"Thurqk Iylich, adalah..." Si Matoi berdebar memutuskan, menatap tajam,

"Urusanku!"

Serentak Ursa, Stallza Ventinis serta seluruh ksatria berjubah emas berteriak penuh semangat menggebu. Harapan mereka yang selama ini seakan telah pupus, justru kini bersinar kembali lebih terang dari kapan pun. Inilah saatnya.

"Maka bersamaku berperanglah! Para Ksatria !!"

Dengan perintah itu Lazu melesat terbang, diikuti Stallza serta Ursa, lalu semua ksatria emas yang sontak menyerbu seantero pasukan Hvyt yang mengangkat senjata sejauh mata memandang. Para daemon superior berlari menyongsong baris terdepan ksatria emas. Mereka menyemburkan api besar, menghunjam bumi dengan cakar-cakarnya, mengeruk medan perang dengan kekuatan luar biasa.

Kedua pasukan semakin dekat. Jarak di antara masing-masing kutub menyempit. Sampai pada klimaksnya, senjata belulang semua Hvyt dan senjata para ksatria emas berbentur dalam gegaran riuh!

Lazu terbang dengan kecepatan super, jasadnya meninggalkan jejak cahaya biru berkelok di angkasa. Ledakan demi ledakan menyisir tepian tubuhnya saat ia menyusuri medan perang yang mengobrak-abrik.

Ia melewati zona raksasa pertemuan dua pasukan, angin menampar-nampar wajahnya saat ia merasakan sensasi melewati lapisan tertentu. Si Matoi mencapai pusat Nanthara, di mana Thurqk berdiri tanpa lawan. Maka dipenuhi desir pertarungan, tatapan mereka beradu bagai bilah pedang.

Seketika itu juga, Thurqk dan Lazu tak lagi dapat ditangkap panca indera setiap individu yang berperang. Segala koneksi telepatis yang melibatkan Lazu serta Thurqk pun terputus, seakan ada sesuatu yang membentengi keberadaan dua figur tersebut dari dunia luar.

Namun hanya Ursa dan Stallza yang sempat menyadari hal unik tersebut. Karena di mana-mana tombak bertemu pedang, peluru serta proyektil sihir saling menghancurkan dalam ukuran serta jumlah luar biasa. Mereka hanya bisa berharap, untuk yang terbaik.


---


9
Ruang Singgasana

Daratan ini hitam dan hanya hitam, terus menghampar sampai kaki langit yang putih dan hanya putih. Bangun-bangun serupa telur menjulang sejauh pandangan mata, setiap telur transparan itu jauh lebih besar dari sebuah benua sekalipun.

Dan di dalam masing-masing telur, tampaklah berbagai objek antariksa luar biasa. Ada planet di sisi timur Lazu yang seluruhnya terdiri dari jamur hijau. Sebuah bintang di belakang Si Matoi, memancarkan hawa dingin bukannya panas. Segumpal awan berkilau pelangi terbungkus dalam telur lain, saking luasnya bentangan awan itu sampai mampu menyelimuti seluruh planet Aspemina.

Semakin Si Matoi mengamati semua megastruktur, semakin tercenganglah ia. Semua planet dan bintang yang bukan main besarnya, berserakan begitu saja memenuhi dataran ini bagai kelereng. Sampai ujung penglihatan, di mana darat dan langit menyatu.

"Ruang tanpa ujung."

Lazu dan Thurqk berhadapan, saling menatap dengan antisipasi mendebarkan.

Kau benar, Lazuardi.

Ruang singgasanaku adalah, sebuah ruang tanpa ujung.

Inilah, tempat tinggal bagi embrio setiap planet dan bintang dalam jagat raya, sebelum dilahirkan.

"Mengagumkan." kata itu meluncur begitu saja dari mulut Lazu. Ia tak habis-habisnya melihat ke seantero dataran teramat luas. Di timur laut Si Matoi melihat sebuah planet meringkuk, menggesek-gesekkan kerumunan sayap triangular bersilang sepanjang tungkainya yang entah padat atau koloid.

Sayap? Tungkai? Ya, planet itu juga adalah seekor insekta masif, ukuran dan morfologinya yang absurd sanggup membuat ahli biologi mana pun pingsan atau gila.

Tak satu pun keberadaan selain aku yang sanggup memasuki domainku ini. Ah. Safirem, Al Fata Libraria, mungkin sanggup masuk. Namun dia menghargai privasiku, katanya.

Melihat bahwa sirkuit superdimensi Safirem telah berasimulasi denganmu, cukup logis bahwa kau dapat menembus benteng ruang-waktu yang kuciptakan di sekeliling wilayah ini.

Si Matoi mengangguk, "Dengan metode yang persis sama, seperti saat aku membuka segel ruang-waktumu dari tiap jiwa para ksatria, yang terlibat dalam perang ini."

Biarkan itu menjadi misteri yang akan kubongkar sendiri.

Akhirnya kau sampai di sini. Sebelum ini semua diakhiri, kurasa kau pantas untuk mengetahui satu kepingan terakhir.

Daerah jantung Thurqk tersayat membuka. Dari dalamnya menyembul sebuah kepala yang tergolek tanpa tubuh, seakan tertanam menggantikan tempat jantung semestinya berada.

"Dia...Nolan Fambrough, ahli teknologi yang mengatur sistem digital Nanthara." Si Matoi mengobservasi, "Hanya kepalanya yang masih tersisa, namun entah apa yang menyebabkan kepala itu masih hidup sebagai organisme. Dan juga..."

Lazu memegang kepalanya sendiri. Ada memori yang tersangkut di benaknya. Memori yang merupakan sisa pengetahuan Khatea. Membelalaklah Lazu ketika mengingat raut wajah dalam ingatannya, yang identik dengan Nolan.

"Nolan adalah...Hiltur. Nolan adalah...bagian dirimu."

Alis Penguasa Nanthara berkerut, Dari mana kau mengetahui nama asliku di masa lalu? Tapi sudahlah.

Ya. Aku mendapat kekuatan Dewa, namun intelegensiku tak sanggup menanggungnya. Maka aku memecah tubuhku menjadi dua. Thurqk yang memiliki segala kekuatan serta nafsu, serta Nolan yang memiliki segala intelegensi serta nurani.

"Pantaslah..." Lazu tersadar, "Pantaslah kau tak pernah tega membunuh Nolan. Dan pantaslah pula kau selalu tahu semua rencananya. Bila Nolan terbunuh...kau pun akan..."

Aku akan mati. Maka itulah, sayatan di jantung Thurqk tertutup kembali, menyembunyikan kepala Nolan, saat peperangan terbesar ini, membiarkannya di luar tubuhku terlalu berbahaya.

"Dan...Puteri Lan?"

Dia kulepas.

"Harga diri yang tinggi." Lazu tersenyum tipis meski sebenarnya berdegup tak karuan. Ada dengung damai sebuah cikal-bakal planet robotik yang sedang tumbuh di dalam cangkangnya.

Entitas Dewa tak membutuhkan sandera.

"Lalu untuk apa kau menahan kami semua di sini?" Lazu mencoba menebak motif Penguasa Nanthara. Hawa dingin bintang unik di belakang tubuhnya membuatnya menggigil.

Karena aku bosan.

Lazu memperhatikan setiap detil ekspresi Thurqk saat mengatakan hal itu. Deret taring pada sudut mulutnya, kontraksi otot pipinya...

Wajah Sang Dewa menyembunyikan sesuatu. Dia tak berbohong, namun masih ada yang dirahasiakannya. Si Matoi tahu itu.

Dengan Kuasa Ruang, aku memindahkan para ksatria terkuat dari berbagai pelosok jagat.

Ke tempat ini. Hiburan ini. Sebuah pertarungan hidup dan mati yang alami, dengan imbalan kebebasan bagi satu yang tersisa.

Rasa lelah? Ya. Sebuah kelelahan. Bukan, bukan kelelahan fisik. Namun lebih pada kesedihan yang tak mampu dipunahkannya.

Menyenangkan, melihat semut-semut saling menggigit untuk mendapatkan perhatianku. Menggigit satu sama lain sampai mati.

Mata Si Matoi, akhirnya berbinar. Sebuah pencerahan.

"Tapi sesungguhnya," Lazu tersenyum tenang,, "Bukan itu hiburan yang kau inginkan. Yang kau inginkan, adalah...semua yang akan terjadi. Mulai saat ini."

Ketika itu, Thurqk tercenung. Detakan iblis di matanya diselingi perasaan yang berbeda dari selama ini. Ya, seakan berharap akan sesuatu.

Ah.

Selama ini, kukira tak akan ada yang mampu menebaknya.

Ternyata kau mampu.

Thurqk membuka telapaknya yang mengobarkan energi menggidikkan.

Maka tunggu apa lagi?

Inilah titik yang menentukan segalanya!

Partikel udara meledak terkena jejakan tapak kaki merah dan biru. Tatapan mereka berkilat-kilat, penuh tekad membaja untuk meraih kemenangan. Inilah kulminasi seluruh kisah dalam Tanah Nanthara!

---

10
Matoi Lazuardi vs Thurqk Hiltur Iylich

"Enshaka Lamashtu!" Si Matoi berseru, urat-urat lehernya mengencang. Tubuh-tubuh parasit serebrum bermunculan di udara dan menjalari ribuan titik dalam ruang tanpa batas. Thurqk membentuk cambuk api di tangannya. Ayunannya sangat ganas, membakar hangus setiap organ parasit yang mendekat.

Lazu berteriak kesakitan, semua parasit yang menjadi abu itu adalah bagian dirinya.Tubuhnya bergetar nyeri, namun menyalurkan rasa sakit sebagai amarah, ia menyorongkan kedua kepalan tangan ke depan lalu membuka telapaknya dengan cepat.

"Lahir Giok Bumi!"

Semua serebrum memecah menjadi akar-akar yang memenuhi bermil-mil wilayah ruang. Sebuah planet perlahan membusuk ketika mulai terjangkiti oleh parasit yang menghisap setiap ton nutrisi dari daratannya. Thurqk mengembangkan sayap lalu terbang dengan anggun, meliuk-liuk di antara laju beribu buhul parasit yang rapat luar biasa.

Si Matoi menilik pergerakan Penguasa Nanthara. Dia menghindar! Berarti dia tak kebal atas daya pemangsa tubuh parasit! Ingin segera menyelesaikan pertarungan, Lazu memuntir kedua tangannya. Dalam sekejap, ribuan akar parasit ikut memuntir dan berkejaran deras ingin mencaplok tubuh Thurqk yang terus melaju.

Namun Lazu terbawa suasana. Ia melupakan siapa yang tengah dihadapinya saat ini.

Sebuah pukulan pengguncang dari Thurqk membentuk rongga vakum meremukkan semua di hadapannya. Ribuan akar parasit hancur berjatuhan. Lazu memekik saat tubuhnya ikut terkoyak secara amat fatal.

Namun Si Matoi masih sempat memanfaatkan tekanan yang membanjir, mengubah jalur kinetik tubuhnya menyerupai daun mengikuti terowongan arus udara.

Saat melayang, Lazu mengkalkulasi daya dobrak serangan lawan dan jerih sendiri. Satu serangan itu saja dari Penguasa Nanthara, mampu menghamburkan sejumlah kota metropolis seperti kerumunan lalat yang diusir.

Thurqk Iylich pun baru memulai aksinya. Sambil terus melaju, dia mengerahkan teknik terlarang yang tak dimiliki siapa pun selain dirinya.

Rentang Absolut: Morfeus.

Seketika, kendali Lazu atas semua tubuh parasitnya hilang. Semua akar organiknya berubah begitu saja menjadi jalinan tentakel api yang kini berbalik merangseknya.

"Apa!?" Si Matoi semakin kaget. Thurqk bukan membakar tubuh-tubuh parasitnya, bukan. Tapi Thurqk benar-benar mengubah wujud fisik tubuh parasit itu menjadi api murni!

Keadaan berbalik, kini Lazu yang diburu oleh jalur-jalur api maut yang melesat sangat cepat. Terpaksa ia melepas energi tambahan untuk meningkatkan kecepatan gerak. Si Matoi berkelit di udara dengan susah payah. Berkali-kali para cambuk api memapas tubuhnya, namun hanya semangat yang mendorong tubuh biru itu untuk terus maju.

Jalur-jalur membara melecut di mana-mana, meledakkan segala yang mereka sentuh menjadi serpihan abu. Pada gilirannya, Thurqk memulai kejadian yang jauh lebih dahsyat. Dia mengubah planet demi planet menjadi bola-bola api supermasif. Semua benda langit membara itu kemudian mengambang setinggi-tingginya melalui kendali Thurqk, lalu berjatuhan menuju Lazu bagai hujan raksasa maut.

Si Matoi kaget sejadi-jadinya ketika planet api berbaris-baris menutup langit di atas kepalanya! Ia merasakan panas menggila akan melelehkan tiap inci tubuhnya bahkan dari jarak sekian kilometer!

Lazu menarik napas dalam. Fokusnya ia coba pulihkan. Kemampuan parasitnya tak berguna menghadapi Thurqk yang mampu mengubah materi itu sendiri.

Maka ia memusatkan daya hidupnya, sepenuhnya untuk kuasa kinetika. Dalam sekejap tubuhnya bersinar putih dalam letup kecepatan cahaya. Planet-planet api berderu buas namun rambatan energi panas tak lagi mampu menyentuh Lazu.

Karena ia kini menjelajah dengan kecepatan tertinggi dalam ilmu pengetahuan. Bahkan dalam satu lesatan lurus, Lazu menembus inti setiap planet api untuk menuju Thurqk. Semua yang berkontak fisik dengan dirinya mengalami kebekuan kinetik molekuler sehingga tak sedikit pun mampu melukainya.

Kau mudah goyah, Lazuardi.

Namun keadaan semakin genting saat Thurqk melipat celah ruang -waktu. Dalam perpindahan instan dia menghilangkan jarak dan menyeret Si Matoi. Seluruh tubuh Penguasa Nanthara diselimuti zirah ruang-waktu yang membuat kinetika tubuhnya tak mampu Lazu kuasai.

Lazu merasakan tubuhnya ditarik paksa sementara pemandangan berubah mengikuti pergerakan dimensional dari Penguasa Nanthara.Mendadak sebentuk dataran pulau es sudah ada di depan wajahnya. Thurqk  menginjak leher Si Matoi sehingga terhimpit pada puncak tertinggi sebuah planet beku di zona utara. Dengan hentakan kaki fatal pada batang leher Lazu,

"Momentis!"

Tergencet pecahlah pulau es tersebut menjadi beratus-ratus fragmen seukuran bukit. Semestinya Si Matoi langsung menjadi bubur saat tumit Thurqk menyentuh kulitnya. Namun ternyata sesaat sebelum itu, Lazu sudah meliuk lolos. Makhluk biru tersebut mendesing zig-zag menembus udara dengan ledak kecepatan cahaya.

Setelah tarikan napas berikutnya, tubuh Lazu berkilat lenyap. Thurqk melirik cepat ke kanan-kiri. Antisipasinya meleset. Dalam tempo kurang dari satu milidetik, berjuta ledakan meteorik tak kasat mata dari manuver tapak Lazu telah mengguncang tempurung kepala Thurqk dari depan sekaligus belakang.

Kekuatan Lazu mengguntur penuhi dunia beku. Lapisan tanah dan batu di tempat pijakan Thurqk runtuh, mil demi mil, sampai menampakkan inti planet. Barisan awan berputar-putar tak terkendali. Gravitasi kian kacau lalu bukit-bukit es terlesak berantakan. Permukaan lautan planet beku bergolak timbulkan tsunami.

Serpih-serpih es kecil sisa pulau beku melayang ringan di udara, berkilau tertimpa sinar embrio bintang di kejauhan. Atas skala energi kinetik yang Lazu pusatkan pada Thurqk, seluruh planet beku itu telah menerima imbas hingga remuk menjadi tiga bagian!

Thurqk akhirnya merasakan nyeri. Ada luka pecah yang begitu fatal di dahinya. Hal ini belum pernah diketahuinya seumur hidup.

Belum selesai terpana, sebidik tohokan vertikal menghantam lehernya dengan buncahan kinetik gila-gilaan. Thurqk terpental sangat tinggi melewati atmosfir planet beku. Lazu menyusul dengan kecepatan melebihi dansa petir.

Namun baru saja keluar dari lapisan telur pembungkus planet, baru saja kembali ke dataran hitam tempat embrio-embrio benda langit berserakan...

Pernahkah kau merasa semua hal dalam hidupmu telah tercapai?

Lazu melihat Thurqk. Sayap kirinya berubah warna menjadi putih salju. Sayap kanannya berubah warna menjadi hitam. Tatapan Penguasa Nanthara itu menerawang seolah sedang berkhayal. Saat fokus pandangannya kembali...

Pernahkah kau meraih semua penghargaan serta kemasyhuran yang ada, dan tak tahu lagi apa yang harus kau lakukan di alam semesta ini?

Si Matoi tahu secara naluriah bahwa, sesuatu akan terjadi. Sesuatu yang mengerikan akan terjadi! Benak Lazu berontak, memberi sinyal-sinyal histeris terhadap tubuhnya bahwa entitas merah itu ada pada tingkat yang sangat jauh, jauh di atasnya atau siapa pun juga.

Lari! Lari!

Rentang Absolut: Ruang.

---

Di hadapan Si Matoi, seluruh dunia berbalik.

"Apa!!" Lazu menabrak daratan hitam tanpa sempat menghentikan gerakan supersoniknya. Terjadi benturan dengan sangat telak! Permukaan solid itu pecah menanggung daya hantam. Lazu berteriak nyeri luar biasa, kedua bahunya seakan lepas.

Ada apa ini? Jelas-jelas tadi hanya ada udara kosong. Sejak kapan ia berbalik arah sehingga terkena benturan fatal dengan struktur daratan?  Sejak kapan ia membuat kesalahan perhitungan sebodoh ini?

Apa yang terjadi? Dalam nyeri yang luar biasa, Lazu masih sempat menggunakan energi kinetiknya terbang menjauhi daratan. Ia harus mencari Thurqk!

Menambah kecepatan lebih jauh, Lazu memfokuskan visual mencari-cari Sang Penguasa Nanthara. Namun betapa terkejut ia ketika entah sejak kapan, sebuah megastruktur berbentuk oval telah bergemuruh menimpa punggungnya di tengah jalur pergerakan. Daratan amblas gila-gilaan menjadi kawah hitam. Tubuh Si Matoi remuk redam tak berkutik. Pandangannya kabur.

Lazu tengah tertimpa oleh sebuah planet!

"Momentis: Nol! Uaaaakkh!!" Mati-matian Lazu meronta dengan manipulasi energi kinetik. Reaksinya lambat! Dirasakannya bobot planet bervolume empat ratus septiliun ton itu mengalami akar perpangkatan sepuluh, seratus...

Setelah mendapat kekuatan Harta Kosmik, menguasai Nanthara, aku mengalaminya. Kebosanan yang tak tertanggungkan.

Satu detik.

Perubahan kuantitas pembebanan tak cukup cepat sebelum fungsi hidupnya musnah!  Seribu, sejuta...Nol!

Kekosongan yang besar. Sebuah lubang di dalam diri yang tak dapat ditambal.

Maka aku membuat turnamen ini. Kukumpulkan para kampiun terkuat dari berbagai planet di dalam jagat.

Otot serta saraf pusat punggungnya terlanjur lumat. Begitu bobot planet hilang pada akhirnya, Si Matoi telah lumpuh dari pinggang ke bawah. Dienyahkannya planet itu dari punggungnya menggunakan tangan.

Kubuat klaim bahwa kalian sudah mati, lalu kupaksa saling bunuh. Ironi yang tak masuk akal sama sekali, jika kalian berpikir sejengkal saja. Kuiming-imingi dengan hadiah kebebasan, bagi satu yang bertahan hidup sampai akhir.

Tubuhnya koyak besar. Semua seperti bergeser ke arah berlainan. Dengan kekuatan parasit, ia mengurai sel-sel yang telah mati untuk bahan pembentukan tubuh yang baru.

Tapi kau benar, Lazuardi. Hanya kau yang berhasil menebaknya.

Proses regenerasinya melambat. Energinya berkurang. Dari mana suplai energi akan dia dapatkan...

Dengan semua pertempuran ini, kalian semua semakin kuat. Dan semakin kuat.

Lazu mengutuk diri sendiri. Planet itu! Ia mampu menjangkiti planet tersebut untuk memulihkan bahkan meningkatkan energinya! Kenapa analisisnya menumpul, seakan...

Mata Lazu membelalak tak percaya. Ia baru saja mulai menyadari sesuatu...

Tujuanku dari semua ini, tak lain hanyalah mencari makhluk yang mampu membuatku mempertaruhkan hidup dan mati dalam pertarungan.

Mencari siapa di alam semesta ini yang mampu mengalahkanku.

Hanya itulah kesenangan yang tersisa untukku.

Ingin bangun, namun fisiknya sangat lemah. Otot-ototnya terlepas dari struktur penyokongnya. Samar terlihat siluet Thurqk mengepak di atas tubuh birunya yang hancur. Darah merembesi bola mata Si Matoi, perih luar biasa.

Lazu mencoba bangun. Tungkainya gemetaran. Thurqk mengambang di udara, sorot matanya bagai malam selamanya. Si Matoi melancarkan tinju. Tangan biru itu bahkan tak mampu mengepal sempurna.

Tinju biru itu tiba-tiba telah mendarat di hidungnya sendiri. Lazu terpelanting lalu kembali jatuh. Wajahnya babak belur. Namun yang lebih parah, adalah pikirannya yang kacau. Kenapa wajah Si Matoi bisa menjadi sasaran tinjunya sendiri?

"Ak...aku...bagaimana cara--"

Penuh pelecehan, Thurqk acungkan telunjuk ke tubuh Lazu. Saat itulah Lazu mengetahui bahwa adalah Kuasa Ruang-Waktu yang sejak tadi menunjukkan kedahsyatannya.

Lazu sempat menabrak dataran, bukan karena salah hitung. Thurqk telah mengubah orientasi ruang tanpa ujung ini. Ruang itulah yang melaju aktif melabrak Si Matoi, seolah merupakan toples tertutup yang Thurqk guncang-guncangkan untuk menghantam serangga di dalamnya.

Planet yang menimpa Lazu tanpa ia mampu bereaksi tadi, adalah hasil paduan telekinesis dan pemindahan instan skala dewa atas sebuah objek. Thurqk memindahkan planet sebesar itu ke punggung Lazu semudah menjentikkan jari saja.

Pemikiran Si Matoi melambat, karena terhalang oleh sihir waktu yang Thurqk miliki. Tinjunya yang mengenai wajah sendiri, adalah Kuasa Ruang Thurqk yang menteleportasi serta menukar objek serangan lawan menjadi apa pun yang Thurqk inginkan.

Tapi ternyata, kau pun membuatku kecewa.

Thurqk Hiltur Iylich. Dia tak mungkin dikalahkan.

Dengan cepat, bangun-bangun ruang persegi tanpa warna bermunculan, memilah dan menukar berbagai segmen tubuh Lazu melalui proses teleportasi. Kepalanya tiba-tiba ada di abdomen, sementara kedua lengan serta tungkainya menyatu dalam saluran leher. Organ pernapasan dan sirkulasinya dibolak-balik sampai tak mungkin berfungsi.

Lazu pusatkan energi untuk regenerasi parasitik sekuat yang ia bisa. Seluruh sel tubuhnya bergetar hendak mendaur ulang integritas fisik yang telah di batas kematian. Namun proses perbaikan itu tak pernah sanggup dimulainya.

Karena ada sebentuk tabir yang mencegah tubuh parasitnya bergerak, bahkan menghentikannya dari proses pemulihan diri.

Thurqk membungkus masing-masing segmen tubuh Lazu dalam perisai ruang tak tertembus!

Sekuat apa pun kinetikamu, Lazuardi...

"Mff!" Rrrhhkgg!!" Thurqk sengaja membiarkan komponen wajah Lazu utuh, Si Matoi tahu. Agar entitas merah itu dapat menikmati kesakitan pada ekspresi Lazu.

Sepanjang tubuhmu masih terikat dalam ruang-waktu, percuma saja.

Seakan belum cukup, batang tubuhnya terpilin ekstrim ke berbagai arah tak wajar bersamaan. Jutaan nadi Si Matoi, terputus dalam sekali hentak.

Karena, seluruh ruang-waktu sendiri adalah kekuatanku.

Tubuh biru itu mandi darah, semua organnya lumat menyedihkan. Keganjilan wujud itu bahkan tak bisa lagi dikenali sebagai makhluk hidup.

Maka, Skak Mat.

Thurqk Iylich merapatkan kedua tangannya dengan kesepuluh jari saling menggenggam bersilangan. Maka seakan ada  tangan-tangan raksasa tak terlihat menyergap Lazu yang sudah tak berdaya, mengerutkan dan semakin mengerutkan dimensi ruang tempatnya berada.

Sampai seluruh sel Si Matoi tertelan tanpa sisa, oleh himpitan ruang-waktu dalam telapak tangan Thurqk.

Entitas bernama Lazuardi, lenyap sudah.


---


11
Hadiah Terakhir


Lazu mengambang di tengah kekosongan yang tak berakhir. Di hadapannya, berdiri sosok yang sekilas humanoid. Namun jika dilihat lebih jauh, sosok ini memiliki tubuh dengan bentuk dan warna yang bahkan tak bisa didefinisikan.

""Sudah berakhirkah perjalananmu?" tanya sosok itu.

"Sepertinya begitu." Lazu menjawab.

"Tidak menyesalkah?"

"Sedikit, mungkin. Tapi, daripada itu semua," Lazu bertanya, "Kenapa aku masih ada?"

"Karena," sosok itu menjawab, "Aku ada di luar ruang-waktu makhluk fana sepertimu."

"Kau...adalah Khatea?"

"Ya."

"Dan kau menarikku ke...tempat ini?"

"Ya."

"Untuk apa?"

Khatea tersenyum, "Aku telah mengembara ke berbagai penjuru keberadaan, untuk mencari siapa yang sanggup memberiku kematian."

"Lalu?"

"Lalu aku sadar. Kematian tak perlu dicari. Karena kita hanya perlu menjalani kehidupan yang terbaik dari apa yang kita bisa. Kematian, akan datang kapan pun dia mau."

"Tapi...bagimu yang telah menjadi keberadaan tak terukur, apa itu 'yang terbaik'?"

"Sesuatu yang menarik telah terjadi. Kau menjadi aku, Khatea, sejak memakan Ursario dan Abigail. Lalu kau memakan Thurqk dan seisi Nanthara. Memakan jutaan semesta majemuk, kau menjadi diriku. Itulah titik awalnya."

"Lalu?"

"Pada dirimu yang sekarang ini, semua itu tak pernah terjadi. Kau tak pernah memakan Ursario, Abigail, Thurqk, Nanthara, semesta majemuk."

"Garis waktu...telah berubah?" Lazu baru menyadari apa yang ia lakukan.

"Benar. Aku terlahir, karena rasa benci dan laparmu terhadap semua yang ada. Namun saat melawan Ursarrhotep, kau meresapi kitab sempurna yang kau dapatkan dari memoriku. Dan kau menemukan sesuatu yang baru.

Yaitu ketenangan hati, dan pemahaman atas tujuan hidupmu yang sebenarnya. Dengan ketenangan itu, tak ada sekat mentalitas yang menghalangi kekuatan serta kreativitas tempurmu. Untuk sesaat itu saja, pengendalian kinetikamu bahkan telah melebihi aku."

"Apa maksudmu?"

"Sehingga mungkin saja, hal terbaik yang dapat kau lakukan saat ini, di batas hidup dan mati ini...adalah mencoba mendapatkan hadiah terakhir dariku."


---


12
Medan Perang Ini

Ursario Emperor sedang menghadapi tiga daemon singa sekaligus. Hebatnya adalah Sang Daemonlord masih mampu mendesak mereka. Tidak tanggung-tanggung, Ursa menumbuhkan sulur-sulur karnivora dari badan para daemon. Semua sulur memakan nutrisi dari tubuh para daemon, menghasilkan racun asam yang melarutkan kulit dan daging.

"Enak saja! Menanam bunga itu bagianku, Daemonlord!" Nemaphila berteriak, menebarkan sejenis serbuk ke udara berkali-kali. Di atas kepala para Hvyt, serbuk itu mengalami perubahan ukuran menjadi ratusan tangkai bunga biru.

"Rasakanlah Baby Blue Rain!"

Semua pasukan Hvyt yang terhinggapi oleh bunga-bunga biru tersebut langsung terjatuh lemas, seolah ada yang menghisap pasokan tenaga mereka. Ini adalah efek bunga Baby Blue yang ditakuti di seluruh hutan Viridian, tempat asal Nemaphila. Para Ksatria Emas mendapat optimisme baru untuk terus maju.

Alvin Dzekov mengubah dirinya sendiri menjadi kadal setinggi dua meter yang mencabik pasukan Hvyt satu-persatu. Annette melepaskan jarum-jarum yang melumpuhkan gerakan sesosok daemon dan sejumlah Hvyt yang mengerumuninya, "Akan kuterapi kalian semua. Maaf kalau prosedur ini akan terasa sedikit sakit, pasukan merah!"

Andika Karang menunggangi harimaunya dengan gagah dan melepaskan sejumlah rudal penghancur yang mengurangi keseimbangan para daemon. Di tempat lain Bara Tumpara, Azraq Ibrahim serta Lulu Chronoss mengkonstruksi belasan prajurit es raksasa setinggi puluhan kaki. Mereka mengayunkan golok-golok yang membuncahkan puting beliung, membekukan semua Hvyt di hadapannya.

Raksasa harusnya melawan raksasa. Para prajurit es berjatuhan hingga runtuh ketika seekor ular yang teramat besar membelit remuk tubuh mereka. Dialah Jormundgandr, Daemon Superior berwujud ular laut mematikan.

Di sisi lain, Richella Elle sang gnome, menembakkan peluru-peluru eksplosif dari tank buatannya sendiri ke arah seekor Daemon gagak api bersayap enam. Namun sialnya semua ledakan mesiu, api hijau tamparan baton beruntun Lucia Chelios, atau pun hujan bola api dari  Belial, monster berapi yang juga merupakan partner Baikai Kuzunoha, maupun lontaran api termokinesis Deismo, tak juga mampu menumbangkan Daemon yang sangat tangguh tersebut.

Gagak api itu memekik parau. Mendadak semua serangan api yang dilancarkan oleh para Ksatria Emas itu terhisap ke dalam paruhnya.

Perut sang gagak menggembung besar sekali, kemudian makhluk tersebut menyemburkan seluruh api yang telah ditelannya dalam bentuk palung api luar biasa! Betapa kagetnya ketiga Ksatria ketika kekuatan mereka berbalik mengincar mereka sendiri!

"Nom apinya rusuh Noooom!"

"Buangkai lah! Aye habek juga nih gagak peot!"

"Masakado, jangan menyerah! Setan jahat, enyahlah! Setan jahat, enyahlah!"

Untunglah ada penolong bagi mereka. Seorang wanita berambut pelangi muncul dan dengan ayun tapaknya, semburan badai api pun terdesak mundur secara ajaib.

"Mba Irwin!" Seru Baikai lega, "Tepat pada waktunya! Nyaris saja terpotong iklan!"

"@&$\{_[=|[¡!!!! +}_]=]<{_]|:-[:-D:-\x-(:'(:OO:-)o_O:'(:-I !!!!!" begitulah jawaban si rambut pelangi, berupa bentakan ganas dengan liur menetes serta ekspresi brutal haus darah. Bahkan Lucia yang preman pun melompat syok dan ngeri, ternyata caci-maki Mba Irwin sangat durjana hingga harus disensor besar-besaran.

Tersinggung oleh cerocosan amoral Mba Irwin yang seakan tertuju padanya, si gagak api pun tak main-main lagi. Tubuh besarnya mengepak dahsyat seraya berubah menjadi sehelai bulu yang amat besar.

"Itu adalah...!" Mba Irwin tercekat, mendadak menjadi kemayu tanpa daya seperti seharusnya. Peluh bercucuran dari leher serta kening perempuan itu. Tak ayal lagi, bulu raksasa menyusup serta menggelitik telapak kakinya, area sensitif pada pinggangnya, bahkan lubang hidungnya.

Mba Irwin tidak tahan geli. Dia pun pingsan seketika.

"Apaaaa! Cuma begitu saja!?" semua Ksatria dan Daemon di sana berteriak sambil menunjuk penuh nafsu amarah pada Mba Irwin secara serempak, lalu melanjutkan pertempuran lagi dengan menggebu-gebu.

---

Padang Nanthara mulai menerima imbas yang merugikan dari peperangan. Fondasi-fondasi kastil Devasche Vadhi mulai ambruk. Rex menebas sekuat tenaga, membekuk setiap Hvyt yang mendekat dengan jurus-jurus pedang Plamya yang gesit bertenaga.

Di sampingnya Reeh As-Sahra meliukkan pedangnya bagai menari, hembusan angin mengalir lembut dari bilah pedang scimitarnya namun kemudian menciptakan pilar-pilar ledakan di segala penjuru. Dan bergerak dalam kecepatan tinggi serta besutan Gunblade yang destruktif, adalah Leon yang mengamuk dengan kristal ajaibnya.

Mereka bertiga membentuk kombinasi yang saling melengkapi. Banjir serbuan Hvyt tidak memunahkan semangat juang mereka. Pada satu kesempatan, Rex memergoki sesosok Daemon berwujud mulut berbibir tebal sebesar bukit. Monster mengerikan itu melahap dan mengunyah tanpa memandang kawan dan lawan.

Dengan pemusatan berkah Dewi Mirabelle, sebuah lingkaran sihir yang sangat besat melingkupi tubuh Rex serta pedang Giruvedan yang digenggamnya.

"Hyper Exceed Charge!"

Begitu mencapai titik tertinggi, Rex menebaskan aura pedang sejadi-jadinya ke arah Daemon mulut besar.

"Sword of The Devoted!!"

Hawa yang melaju dari pedang  tersebut membentuk harimau bersayap yang membelah wujud sang Daemon tanpa ampun. Bahkan tubuh Daemon yang dapat meredam kerusakan fisik sekalipun, tercerai-berai dibuatnya. Sungguh ilmu pedang sihir itu sulit dicari bandingannya.

Reeh membuat kubah angin yang menjaga para Ksatria lain dari daya hancur serangan Rex yang sangat kuat. Leon mengambil secangkir teh haneut dan menyeruputnya oh nikmat (?), tapi sesosok Daemon muncul di belakangnya tanpa dia sadari.

Tak seperti Daemon Superior lainnya yang lebih besar dari sebuah rumah, yang satu ini hanya sebesar manusia biasa. Namun mendadak lutut Leon terasa lemas seperti agar-agar karena cekaman aura yang dimiliki sosok di belakangnya.

Menyadari ketidaksiapan mental Leon, empat Ksatria Emas pun sigap bertindak. Scarlet bersalto tinggi, rantai-kapaknya dia lontarkan sekuat tenaga membentur punggung Daemon yang sedang lengah. Segera setelahnya, sebuah kolam api dan es dari sihir Stella Sword mengguyur tubuh sang Daemon hingga mengalami kekacauan temperatur yang dapat membunuh manusia dengan mudah. Namun...

"Daemon itu sama sekali tak terluka!" Siluet sang Daemon mengeluarkan gelombang suara penghancur tak terlihat. Para ksatria berpentalan bagai ditinju raksasa. Enzeru mengambil jarak aman dan membalas dengan ayunan sabit besar berhawa racun. Petra Arcadia mengendalikan kedua orb miliknya hingga menjadi pedang kembar yang melaju cepat menyerang leher sang Daemon.

Zacharias Eithelonen melompat tangkas sembari menanjakkan energi sihir kuat-kuat pada tanduk dahinya. Colin Burke yang menyusul tepat di belakang, mengepalkan kedua tangan dengan elemen petir dan tak mau kalah dengan Zach. Mereka berdua mengimbuhi bilah pedang kembar Petra serta sabit Enzeru dengan petir ungu yang berantai mematikan.

Semua ledakan elektrik berpadu dengan aura pedang Giruvedan yang masih berlanjut masif, menghancurkan koridor selatan kastil Devasche! Setelahnya, terlihat sosok Daemon itu sudah terkapar tanpa nyawa. Para Ksatria saling menatap, tinju mereka terkepal tandakan tekad baja.

Di area sentral, terjadi peperangan yang tak kalah seru. Silent Silia menjulurkan rambut-rambutnya untuk mengikat seekor Daemon belatung sebesar jembatan gantung. Sil sudah kepayahan, terlebih makhluk penuh teror itu tak punya mata, sehingga Sil tak mampu melancarkan serangan mental-visualnya.

Namun tak perlu menunggu lama, karena rentetan peluru senapan mesin dari Pantomim Colette serta tembakan bazooka Zany Skylark segera menghantam tubuh si monster, mengurangi beban Sil. Luna Aracelia menari dengan aura rembulan Nanthara, pistol kembarnya menembakkan peluru-peluru elegan. Belatung raksasa mulai kesakitan.

Berpuluh lalat pemakan daging segera membenamkan probosis bertaring ke dalam kulit sang Daemon yang berlendir. Pemilik lalat-lalat itu, Nurin, ikut menggigit bagian perut si belatung setan, racun mematikan dari air liurnya mulai menyebar memenuhi sistem tubuh sang Daemon.

Tubuh belatung itu menggelepar lalu lunglai dengan rona hijau berbintul-bintul menjijikkan memenuhi tubuhnya. Nurin melepeh daging si Daemon dari mulutnya, "Hoek. Sialan itu lendir biru, main perintah-perintah aja. Mudah-mudahan dia mati konyol di tangan Dewa bangke itu."

"Kalau dia mati konyol, kita mati semua juga, tolol." tukas Zany sengit.

"Gue becanda kalik."

Belum sempat istirahat, dua Daemon lain melabrak formasi mereka hingga buyar. Di tempat lain, Stallza melompat dengan tubuh berbinar hijau dalam kekuatan sempurna Ventinis. Sebentuk daemon superior berwujud badak raksasa menghadang, tubuhnya seukuran gedung dan serudukan culanya mengeruk lapisan bumi. Para Ksatria Emas menyingkir waspada untuk mengantisipasi.

Yvika membentuk medan energi pengurung dan melempar sejumlah granat. Ledakan jingga membumbung tinggi, menghancurkan sebatang tungkai Daemon badak raksasa.

"Icicle Dance!" Emils sang Slime membuat puluhan pilar es kemudian menumbangkannya seperti batang pohon berbaris, tepat menghajar hidung sang monster hingga mematahkan culanya. Daemon itu menyapukan kaki-kakinya yang tersisa hingga mengguncang tanah Nanthara.

"Kami takkan kalah hanya dengan yang seperti itu!" Pemuda bertudung perak terbang dengan efek peringan bobot dari unsur helium, menghindari semua pecahan batu besar yang terlempar dari berbagai arah. Menyatukan sejumlah unsur reaktif, terwujudlah sebuah kubus mekanik raksasa di bawah kakinya.

"Woaaah! Lihat itu! Bangunan itu adalah pabrik senjata berjalan!"

Dari kubus tersebut, ratusan peluru kendali dalam berbagai kaliber berjajar gagah. Atas sibakan tangan Stallza, semua misil menghujani sekujur tubuh badak daemonik dengan ledakan-ledakan megaton. Tanah dan kastil berguncang seakan gempa bumi.

Daemon badak masih bangkit dengan tubuh limbung. Namun kemudian tubuh raksasa itu tercabik merana oleh sesuatu yang sangat tajam.

"Itu Rantai Irama Jiwa!" Stallza menyadari, yang membantunya adalah Salvatore Jackson yang luar biasa. Kilat pun berputar artistik, katana putihnya memancarkan medan gravitasi yang memusatkan daya berat menimpa tubuh Daemon badak hingga tak berkutik lagi.

Mereka saling tatap dengan kelegaan sesaat. Tapi tk bisa berleha-leha, karena para Daemon dan Hvyt yang tersisa semakin beringas. Kepatuhan mereka terhadap Thurqk tak tergoyahkan.

Area-area ledakan tercipta di segala penjuru daratan. Jalinan listrik pembunuh berjilat-jilat mewarnai udara dalam radius yang mampu meliputi beberapa kepulauan sekaligus.

Teriakan kematian dan suara senjata menembus daging bersahutan tak terputus. Dan semua bergidik saat seekor naga raksasa memasuki kancah. Peperangan benar-benar telah merajalela. Inilah medan perang yang meliputi seluruh dunia.

Namun Para Ksatria Emas punya alasan untuk tidak mundur. Menghadapi kelaliman Thurqk Iylich, mereka akan menyatukan hati untuk terus melangkah maju!

---


13
Aksara Agung

Ruang Singgasana Sunyi. Sebuah dataran di mana triliunan planet dan galaksi berhamparan ke puncak langit. Thurqk berdiri kesepian. Kembangan sayap serta jemarinya bergerak ke berbagai arah. Dengan kerumitan luar biasa dia meraba ruang-waktu, mengobservasi situasi peperangan di luar sana.

Sebagian besar pasukan Hvyt sudah tak sadarkan diri atau menemui kematian. Pasukan Daemon Superior terlibat peperangan habis-habisan melawan para Ksatria Emas. Stallza dan Ursario terpaksa menghadapi Hagagin.

Lingkaran sihir dan pijar elemental raksasa berbadai kuat di segala penjuru meremukkan daratan Nanthara. Masing-masing pihak membombardir lawan dengan segenap kekuatan. Dunia itu sendiri telah menjadi arena pertarungan gigantik yang menelan semuanya.

Kecuali di tempat ini. Tempat ini, yang sunyi bahkan bisa dibilang damai. Hanya saja...

Setitik cahaya sejuk menetes di udara bagai embun. Sebuah debar menghentak hati Penguasa Nanthara. Thurqk langsung tahu. Dia mengenali cahaya putih itu.

"Aku, Khatea, adalah rumus tunggal dari gabungan seluruh konstanta fisika seratus delapan juta jagat."

Sebentuk siluet terlahirlah dari kehampaan. Seluruh tubuh itu memancarkan hawa putih aksara murni benderang.

"Lenyapkan daya parasitmu. Lenyapkan daya kinetikmu. Ganti semuanya dengan ketundukanmu sebagai hamba, meski aku tak tahu caranya."

"Bila apa yang kau sebut iman itu, Lazuardi, sanggup menjabarkan diriku, Khatea, dan mengintegrasikan rumus tunggal diriku untuk mencari pusat eksistensimu..."

Terang, terang itu begitu indahnya.

"...Mungkin saja kau akan menemukan..."

Tak salah lagi. Dialah Lazuardi, Sakrifar!

Merasakan aura dahsyat makhluk di hadapannya, Thurqk tertawa kagum,

Setelah lenyap tanpa bekas, justru kau hidup kembali dengan mencapai kekuatan seperti ini? Menggiurkan sekali! Benar-benar gila!

"Bila kau harus menjadi seperti ini, Sang Guru Thurqk Hiltur Iylich..." Lazu mulai berkata dengan khidmat.

Apa yang kau bicarakan, Lazuardi? Setiap domino telah runtuh berurutan, mewujudkan apa yang seharusnya terlaksana. Toiren dan Mathula, Altair Hali dan Aspemina, Safirem, Khatea...lalu aku.

"...Maka itu adalah karena kesalahanku. Maafkan."

Aku sungguh tak tahu, kenapa kau menyangkut-pautkan dirimu sebagai penyebab diriku menjadi dewa.

Namun, semua ini bukanlah kesalahan. Tak ada yang harus dimaafkan atas kekuasaan dewa ini. Semua adalah milikku. Tak ada yang bisa merubah hal itu.

"Kesombongan adalah menolak kebenaran. Kau tak berkuasa atas apa pun, karena justru kau yang membiarkan khayalan itu menguasaimu. " Si Matoi membuka matanya dengan tenang.

Khayalan?

"Khayalan kosong, bahwa dirimu berkuasa atas segalanya. Bahwa kau dapat mengambil apa pun yang berharga bagi siapa pun. Bahwa kau menganggap bangsa-bangsa yang berperang, memperjuangkan seluruh keyakinan mereka, sebagai makhluk-makhluk kecil di atas telapak tanganmu. Itulah yang menjadi akar semua pertumpahan darah di Tanah Nanthara ini."

Bodoh. Akulah yang menentukan apa yang benar dan salah. Pahala dan dosa.

Karena kekuatanku tak terlawan. Kekuatan bukan khayalan. Kekuatan adalah kebenaran itu sendiri.

Sorot mata Lazu mulai direlungi semangat tempur, "Maka, aku akan mengakhiri kekuatanmu! Hanya dengan itulah, aku dapat kembali kepada segala yang baik!"

Tubuh mereka mendesing beradu. Tinju mereka berbenturan dalam eksplosi bergemuruh. Bahkan suara yang bergaung dari pertempuran tersebut melewati ruang tanpa batas, hingga terdengarlah ke setiap sudut kastil Devasche yang juga tengah dilanda peperangan besar. Semua Ksatria Emas serta Daemon Superior terhenyak, masing-masing pengerahan kekuatan mereka kacau terbolak-balik.

Ursario, Stallza, bahkan Hagagin sendiri merasakan konsentrasi mereka buyar akibat tekanan luar biasa. Semua itu hanya karena satu kali suara benturan yang entah dari mana asalnya.

Mengertilah mereka bahwa kini, di suatu tempat, tengah terjadi sebuah pertarungan dalam tingkatan tak terbayangkan.

Thurqk. Lazu. Hanya dua nama itu yang ada dalam benak setiap kubu, sebelum mereka memulihkan fokus dan kembali terjun dalam puncak peperangan. Di suatu tempat, mereka yakini, dua entitas dahsyat tengah mempertaruhkan semua yang mereka yakini dalam pertempuran akhir.

Suara lirih Kilat seakan mewakili perasaan setiap mereka,

"Lazu..menanglah."

Karena nun jauh di dalam ruang tanpa batas, Lazuardi dan Thurqk Iylich kembali maju. Kegilaan tanpa kendali bergelegak dalam seringai dan tawa Thurqk. Dia sungguh tak mempedulikan apa pun lagi selain dirinya sendiri.

Dia mengambil nyawa, kebahagiaan, semua yang berharga dari siapa pun yang dia mau. Kemenangan adalah segalanya. Kemenanganlah yang membuat dia akan tetap memegang tampuk kekuasaan dewa.

Berkebalikan dengan itu semua, Lazuardi merasakan kepasrahan tak ternalar. Ya, bila kematian berkenan menemuinya, sungguh tepatlah saat ini.

Ia ingin menghadap Tuhannya dengan sukma yang terpulas kerinduan. Ia ingin mengadu bahwa ia telah berjuang habis-habisan, untuk melawan satu sosok lalim yang mengaku sebagai pengatur nasib. Hanya saja ia kalah dan harus mati.

Itu yang ingin ia katakan.

Namun,

Mengapa telapak kristal tangan kirinya makin berpendar oleh aksara suci? Mengapa dengan kesejukan yang tentram ini, energinya malah meningkat tanpa batas?

Thurqk memantra seluruh ruang tanpa ujung menjadi spiral api katastrofik. Dataran hingga langit yang menjadi wadah triliunan embrio planet, bertransformasi menjadi gemulung inferno yang bergejolak memusnahkan segalanya.

Namun sebentuk jubah cahaya putih tercipta dari kehendak Lazu, membentuk zona kinetika netral, lalu terhentilah gerakan setiap molekul dunia api tersebut. Thurqk Iylich tertawa sejadi-jadinya. Tak disangka akan ada makhluk yang sanggup mementahkan kekuatannya sejauh ini.

Karena ruang dan waktu sekalipun masih memiliki rumusnya. Ketika jiwa semua Ksatria Emas masih tersegel oleh Kuasa Ruang, Lazu menyentuh mereka dengan Momentis. Dengan itu Lazu memanipulasi segel jiwa hingga bergerak meluas meliputi Nanthara. Maka tak ada lagi benteng yang membatasi jiwa mereka dari sihir pemulih jiwa Ursario.

Namun kini, Lazu telah melampaui Khatea itu sendiri. Ia mengingat, alasannya untuk terus maju. Semua kenistaan yang ia pernah lakukan. Dan betapa inginnya ia menghapus itu semua.

Namun apa yang dapat menghapus masa lalu yang gelap?

Itu adalah kebaikan. Adalah kebaikan yang akan menghapus kejahatan. Di tengah semua ini Lazu tersenyum, bahagia dan sederhana. Mengintegrasikan rumus Khatea dengan penghambaan dirinya. Hingga perlahan namun pasti ia mampu menatap sesuatu di kejauhan, melebihi kungkungan fisik, di depan sana.

Thurqk memutar ulang waktu bagi dirinya sendiri. Semua lukanya lenyap seakan tak pernah terjadi. Dengan Kuasa Ruang, Penguasa Nanthara itu kembali memfragmentasi tubuh Lazu untuk dilenyapkan.

Namun sekejap kemudian Si Matoi melejit berkejaran dengan waktu, navigasi layangnya membentuk algoritma absurd paradoks entropi yang mendetak tepi-tepi ruang satu sama lain sampai kembali pulih. Sampai-sampai seluruh manipulasi ruang lebur tak bersisa.

Koyakan luka fatal pada tubuh Thurqk, kembali terbentuk seperti awalnya. Sang Dewa tak mempercayainya. Mulutnya mulai gemetar.

Tak mungkin...

Kuasa Ruang-Waktu dihancurkan...

Mustahil! Aku adalah dewa yang sejati!

Mengaum buas bukan main, Thurqk memuntir geometri antariksa sekuat tenaga. Kuasa Ruang yang dilepaskannya merelokasi energi alam semesta.

Bersyukurlah padaku! Kau telah berhasil memaksaku mengerahkan kuasa puncak dewa! Takdir telah menentukan tempatku sebagai penguasa alam raya!

Akibatnya, seluruh planet, bintang, galaksi dalam lingkup dataran tanpa batas itu mendadak runtuh dalam remukan dimensional membahana.

Namun Thurqk tidak peduli. Karena kemudian setiap jengkal energi runtuhan tersebut berkumpul di satu titik pada genggaman tangannya. Menjadi sebilah pedang tak terkatakan, yang merupakan gabungan segenap energi seluruh alam semesta!

Lazu tak gentar. Sorot matanya melebihi kilau galaksi. Kesyahduan kalimat mulia memenuhi sanubarinya, berulang-ulang tanpa akhir.

Dengan kepasrahan itulah aksara suci melingkupi diri Lazu, mewujudkan tahta kekuatan kosmik tak bercela di seluruh raganya.

Apa yang di langit dan di bumi mengagungkan kesucian A l l a h

"Momentis: Aksara Agung !!"

Dalam persimpangan detik yang sama kedua entitas super menembus angin, menuju satu titik, mempertemukan ujung serangan mereka. Atas benturan itulah dentum raksasa tercipta. Seakan hendak mengubah seluruh perputaran hidup dan mati, menjadi pertempuran itu sendiri.

Dialah Yang Awal, yang telah ada sebelum segala sesuatu ada

Yang Akhir, yang tetap ada setelah segalanya musnah

Thurqk terhenyak. Kekuatan ruang-waktunya buyar termusnahkan. Dirasakannya tapak kristal Lazu memporak-porandakan suatu eksistensi yang lebih purba, lebih manunggal dibanding ruang-waktu itu sendiri.

Kenapa!? Kenapa kekuatanmu mampu mendobrak ruang waktu!?

Karena Lazu telah mencapai jantung keberadaan. Yaitu kekuatan Aksara Agung.

Aksara adalah, rumus. Kuasa atas segala rumus.

Lazuardi telah sanggup menciptakan, mengubah, menghilangkan rumus apa pun yang pernah ada.

Yang Zahir, satu-satunya Yang Ada sementara yang lain hanyalah semu

Yang Batin, yang lebih dekat kepada makhluk dibandingkan makhluk itu terhadap dirinya sendiri

Maka inilah saat yang dijanjikan. Kedua entitas dahsyat melesat dalam kancah penentuan. Jumlah manuver ofensif-defensif yang mereka lancarkan pada setiap detiknya, tak dapat lagi terhitung oleh bilangan angka. Tak ada satu pun yang mau mengalah.

Pembalikan waktu dan ruang tak habis-habisnya membaurkan masa lalu dan masa depan dalam tingkat yang tak pernah disaksikan siapa pun di dunia. Tapi Aksara Agung mempenetrasi segalanya. Hawa putih telapak Lazu berkilau luar biasa dahsyat menghancurkan segala benteng Kuasa Ruang.

Jasad Si Matoi tak lagi terdefinisi oleh pengetahuan, melesat digjaya dalam lingkup cahaya tak terputus antara sembilan dimensi.

Dan mereka tidak mengagungkan A l l a h sebagaimana mestinya

Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari penghakiman, dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya!

"THUUUURQK !!"

Cahaya putih benderang sambung-menyambung, berintikan ledakan tanpa batas dari telapak Lazu yang tak lekang.

"Bila takdir yang menentukan di mana kau berada, maka apa bedanya kau dariku!?" Si Matoi berteriak sejadi-jadinya di sela bermiliar lapis serangan mereka yang silih-berganti.

Dialah A l l a h

Yang Mencipta, Yang Menjadikan Ada, Yang Membentuk Rupa

Milik-Nya Nama-Nama Terbaik

Penguasa Nanthara mengerahkan puncak seluruh kekuatan. Ayunan pedangnya penuh angkara murka teramat dahsyat meluluhkan alam raya. Telapak energi kosmik bertabrakan tanpa ampun dengan pedang implosi ruang-waktu, letupkan gemuruh gegap-gempita yang mengguncang spiral eksistensi.

Namun Thurqk mendengar jelas apa yang Lazu serukan saat tatapan mereka saling menikam penuh bara pertarungan, "Kau hanyalah! Seorang hamba!!"

Dalam interval tak tertahankan, serangan keduanya berkelebat tanpa henti, saling menganugerahkan malapetaka pada seisi jagat yang hanya mampu terpana. Setiap gesekan dan benturan antara ujung serangan mereka menciptakan halilintar majestik melebihi ledakan bintang supernova.

"Berarti adalah takdir bagiku!" Bentak Lazu pada hunjaman pamungkasnya,

"Untuk mengalahkanmu!!"

Telapak Lazu berpendar gemilang, menghunjam padam konstanta dimensi bagai impian para dewa. Kilau terang hawa energi Si Matoi meremuk jebol pusat antariksa tanpa ujung!

Hingga bilah pedang  ruang-waktu runtuh lebur oleh sang tapak kristal surgawi yang menghantarkan kulminasi energi tak terhingga.  Dimensi tanpa batas pecah menggelegar oleh dentuman aksara suci.

Waktu berhenti. Semua adalah cahaya.

Maka nikmat Sang Pemelihara yang manakah yang engkau dustakan?

Maha Suci nama Tuhanmu, Pemilik Segala Keagungan dan Kemuliaan.

---



14
Akhir Peperangan Nanthara

Seluruh peperangan besar berhenti ketika di pusat kastil Devasche Vadhi sebuah pancaran cahaya mengemuka, untuk kemudian tampaklah pemandangan mustahil itu.

Yaitu Thurqk Hiltur Iylich yang berlutut. Berdiri di hadapannya adalah Lazuardi, tubuhnya berkilau tak terbantahkan.

Perjalanan ini sungguh menyenangkan, Lazuardi.

Lazu memandang Thurqk tepat-tepat di mata untuk terakhir kali. Ada kelegaan di sana. Kelegaan atas bahwa akhirnya, ada entitas yang mampu mengalahkannya.

Maka aku mengakuimu. Kebenaranmu, kekuatanmu.

Tubuh merah Sang Dewa menyerpih menjadi fragmen-fragmen merah bercahaya. Membumbung tinggi ke udara, kemudian padam tak bersisa.

Bagai kulit buah yang terkelupas, yang terakhir tersisa adalah kepala Nolan Fambrough, kepribadian lain dari Thurqk

Untuk sesaat saja, mulut Nolan terlihat bergerak. Meski tanpa suara. Namun Si Matoi tahu, apa yang dia ucap. Dan Lazu menerima ucapan itu, dengan penuh kesungguhan.

Terimakasih.

Sebelum akhirnya sosok bernama Nolan, atau Hiltur, atau Thurqk, hilang sepenuhnya dari muka dunia. Kembali kepada Dia, Sang Maha Pengampun, yang setiap saat memelihara seluruh eksistensi agar tetap tumbuh, hidup, berkelangsungan.

Karena hunjaman pamungkas Lazu adalah fantasia sejati, yang dengan lesatan itu maka luluh-lantaklah segala definisi sebuah konstanta keberadaan bernama Thurqk.

Eksistensi Penguasa Nanthara tersebut, aspek apa pun dari dirinya, segala kekuatannya atas ruang-waktu, dan juga kepribadian berbudi luhur bernama Nolan, semuanya menjadi sebuah kenihilan.

Untuk sesaat saja, Lazu pejamkan mata. Untuk sesaat itu pula, ia tertidur kendati masih pula berdiri. Tidur yang nyenyak, layaknya bayi dalam kandungan. Di mana degup jantung sang bunda bergema melembutkan hati, seluruh rahim bagai samudera berayun yang memeluk dirinya.

Kemudian setelah satu detik itu, Lazu terbangun. Wajah-wajah lelah menatapnya. Ursario dan Stallza tersenyum penuh kegagahan, meski luka-luka parah mengoyak tubuh mereka. Mayat-mayat Hvyt bergelimpangan sejauh mata memandang.

Angin semilir berhembus. Para Ksatria Emas terduduk habis tenaga. Semua Daemon Superior telah musnah. Bilah-bilah senjata yang retak juga bermandi darah peperangan, tertancap sepanjang padang Nanthara. Semua ini telah berakhir, sepi, di bawah langit merah yang mengering.

Namun seekor naga raksasa masih hidup. Lazu tersenyum seraya mengangguk, "Hagagin. Sudah pulihkah?"

"Sihir klaim jiwa yang mengendalikan Yang Mulia Hagagin itu sangat khusus. Tampaknya dibuat selama ribuan tahun, dan hanya dapat dihilangkan dengan kematian Thurqk," Ursa Emas yang menjawab, "Aku dan Stallza sejak tadi hanya bertahan hidup sekuatnya."

Leluhur Daemon bergumam dengan suaranya yang seperti gempa,  "Lazuardi. Pena sejarah akan bergetar ketika menorehkan kisahmu yang agung. Namamu akan terpatri selamanya dalam pedestal tertinggi peradaban."

Si Matoi menoleh pada Altair Kilatih. Gadis itu hanya mengangkat bahu sambil tersenyum jenaka. Lazu menghela napas sebelum akhirnya merespon perkataan Hagagin,

"Aku hanyalah seorang hamba."


---



15
Kemenangan

Nanthara kembali berisik, namun kali ini lain dari biasanya. Elle Fitzgerald memukul-mukul dengan palu, memotong-motong dengan gergaji mesin, sambil bernyanyi nom-nom-nom. Mba Irwin berjaga sebagai petugas keselamatan lingkungan kerja. Zany Skylark serta Colette mematerialisasi berbagai ornamen dekoratif dalam jumlah besar-besaran.

Rex, Enzeru Schwarz, dan sejumlah petarung lain, menjadi buruh kasar yang memindahkan meja, kursi, sampai dinding koridor ke sana-sini sesuai instruksi Elle. Nemaphila mempercantik kastil yang tadinya suram itu dengan taman floral Dandelion, Alamanda, serta tak lupa mawar berbagai warna.

Bersama-sama, semua ksatria merekonstruksi Kastil Devasche Vadhi menjadi sebuah istama medieval yang indah dipandang. Warna-warni taman seribu bunga berpadu dengan nyala obor yang menghangatkan.

Berpuluh lampu kristal tergantung di langit-langit berlengkung. Lilin-lilin bertatakan emas menghiasi tiap meja makan di balairung utama. Dindingnya penuh pahatan berpola artistik, permadani merah hati berlajur bunga-bunga pun menambah kesan mewah.

Di sayap timur, kita dapat melihat formasi batu membentuk deretan kursi dan meja eksotis di hadapan sebuah panggung besar. Stallza Ventinis sedang memberi instruksi tegas pada para Spiritia untuk menjamu pelanggan di area tersebut.

"Phosphorosso, Stanner, jangan sampai wajannya terlalu panas! Oxabal, Hydralph, empat gentong jus margarin untuk meja 13!"

 Mereka memasak berton-ton daging hewan mistis yang jarang diketahui, memblender banyak varian jus buah serta minuman, dan juga melayani para ksatria yang penat karena medan laga yang baru saja usai.

Untuk menambah semarak, para peliharaan Tommy dan Baikai mengadakan pertunjukan sirkus di panggung itu. Gurita raksasa, ular berkepala delapan, peri kecil, dan monster-monster lain saling berakrobat dengan trampolin, lingkaran api, trapeze dan sebagainya.

Setelah panggungnya rubuh (?), dibuatlah panggung baru. Salvatore Jackson, Reeh As-Sah'ra, serta Xabi menggedor gendang telinga semua ksatria dengan konser hingar-bingar bernada metal kontemporer. Permainan kartu  serta gosip nakal pun meramaikan kedai milik Stallza tersebut, "Tavern of The Black Alley".

Entah berapa lama kemudian, dekorasi panggung berganti dengan tema hewan. Sesosok beruang raksasa berbulu emas melangkah gagah ke atas panggung.

"Ursa?"

"Mau apa dia?"

Sebagai Demonlord, menyalurkan hasrat terpendam di Ursa-Regalheim, apalagi jika hasrat itu melibatkan bidang sastra, sangatlah sulit.

Maka itulah, Kastil Devasche saat ini seakan menjadi oase baginya. Dengan berapi-api, Ursa Emas mengumandangkan bakat terpendamnya, yaitu puisi yang menggugah.

"Ini Budi!

Ini Amir, temannya Budii!

Lengan Budi ditinju oleh Amir!

Namun mengapa oh mengapa,

Rasa nyeri bekas tinju Amir

Terasa begitu nikmatnya!

Groa-buraaaagh!!"

Puisi macam apa itu? Hmm, cukup sulit menjawabnya. Yang jelas, para audiens langsung bersorak-sorai meminta puisi kedua, ketiga dan seterusnya. Merasa karyanya diterima, Ursario pun menggelontorkan puisi-puisi yang semakin gahar. Nyala lampu sorot berwarna-warni serta seruan gembira para ksatria emas yang bersenang-senang semakin riuh saat melalui malam.

Namun lupakan saja dulu hiruk-pikuk ini. Karena di balkon menara tertinggi istana...


---


16
Langit, Kilat


Di balkon menara tertinggi istana, dua insan tengah berbaring bersisian menatap bintang.

"Lazu...setelah ini, kamu akan ke mana?" gadis belia itu bertanya, dengan rambut hitam tergerai lembut menutup sebagian telinga.

Makhluk biru di sebelahnya terdiam sejenak. Lalu menjawab,

"Mungkin...aku akan mencari planet untuk tempat tinggalku."

"Bagaimana dengan Nanthara ini?"

"Nanthara...hanya menyenangkan karena kita semua yang ada di dalamnya," ujar Si Matoi, "Begitu semua memutuskan untuk pulang ke dunia asal masing-masing..."

"Memangnya di mana jalan keluar dari tempat ini, Lazu?"

"Aku..."

"Ah, ya. Tentu saja," Suara Altair Kilatih terdengar kecut, "Kamu tinggal menjejalkan rumus gravitasional dan ruang-waktu untuk membuat gerbang dimensi, begitu kan."

"Memangnya kau tak mau pulang dari sini?" tanya Lazu, heran atas intonasi gadis itu.

"Mau. Tapi, sama kamu."

"Apa?"

Si Matoi menatap gadis Altair. Wajah wanita muda itu bersih ditimpa sinar bulan Nanthara yang berbentuk kelopak mawar. Ada sedikit semu merah tipis pada paras belia tersebut, ketika dia menatap Lazu dengan tatapan lembut yang tak asing.

Itu, sorot mata yang selalu Safirem miliki ketika menatapnya.

Dada Lazu sontak mendenyut perih. Seakan sebuah lubang di tengah bumi telah terbuka hendak menelan dirinya.

"Tidakkah semua yang kita sayangi akan musnah, Altair Kilatih?" Lazu bertanya dengan suara bergetar.

Senyum di wajah sang gadis bertambah cerah, "Justru kematian yang membuat kehidupan kita begitu bersinar, kan?"

Si Matoi pun tak berkutik. Seperti biasa, Kilat yang cerah selalu mampu mengalahkan argumennya.

"Baiklah. Tapi jika kau sungguh-sungguh..."

"Tentu saja aku sungguh-sungguh sama kamu, Lazu."

"Dengar dulu. Jika memang begitu, kau harus tahu sesuatu. Kita tak boleh hanya berduaan begini. Kurang nyaman."

"Lalu kapan waktu yang nyaman buat berduaan, dong?"

"...Kalau kita sudah menikah."

"Ya udah, kita nikah aja sekarang."

Lazu mundur dua langkah, "Ti-tidak sesimpel itu! Pertama-tama, aku tidak boleh menikah dengan--"

"Kalau aku ikut masuk agama yang kau anut itu dan mengerjakan semua aturan agama itu, tidak masalah kan?" Kilat berkacak pinggang.

"Kau harus pakai baju yang menutup seluruh rambut dan lekuk-lekuk badan, lho."

"Supaya nggak kelihatan sama siapa pun selain suamiku, kan? Kalau syarat fisik begitu sih, dari sekarang aku juga bisa. Mempelajari bahasa suci di kitab mulia itu, baru tantangan yang mantap," gadis Altair kerutukkan ruas-ruas jari.

"Kenapa kok jadi dianggap tantangan begini..." Lazu antara grogi dan ingin cekikikan mendengar optimisme lawan bicaranya itu, "Tunggu. Dari mana kau tahu semua kondisi itu?"

"Lha, kita kan pernah terhubung lewat telepati Ursario. Pas itu, aku coba lihat memorimu. Taunya ada memori tentang kitab itu, jadi kubaca-baca aja."

Lazu tercenung, "Semudah itukah...kau menerima sebuah keyakinan baru untuk kau jalankan seumur hidup?"

"Kalau kaidah-kaidah dasarnya logis begitu sih...buatku emang segampang itu."

"Tunggu! Aku kan bukan manusia! Menikah beda spesies! Bagaimana ini?"

"Aaah! Iya, aku lupa!"

" . . . "

"Bagaimana kalau kamu pakai kekuatan Ogop-ogop untuk mengganti rumus eksistensimu menjadi manusia?"

" . . . Licik sekali pemikiranmu, woi! Dan apa itu kekuatan Ogop-ogop!?"

Malam sudah lewat menuju pagi. Namun keceriaan dari dalam Kastil Devasche tak juga usai.



---


17
Detik yang Harus Berjalan

Perayaan kemenangan di Tanah Nanthara melewati hitungan minggu. Selalu saja ada hal baru untuk dilakukan. Adu puisi absurd dengan Ursario, lomba menanam pohon yang diselenggarakan oleh Nemaphila, ikut kursus merangkai sapu tangan dari Flager, sampai merakit bom nuklir bersama Stallza.

Tapi, di hati kecil masing-masing, mereka tahu bahwa hari-hari ini harus berlalu. Maka suatu hari, ketika semua tengah berkumpul di tepi sebuah danau kala senja, Lazu berdiri. Ditatapnya mereka semua dengan senyum lega.

"Para Ksatria!" teriak Lazu sekuat tenaga. Semua mata menoleh padanya.

"Ini adalah hari terakhirku di Nanthara!"

Ekspresi terkejut tampak pada wajah-wajah para petarung hebat itu, diikuti dengan raut wajah sedih. Sedih yang juga memaklumi, bahwa harus ada yang mengatakan ini pada akhirnya.

Dengan berat hati, Lazu mengerahkan kekuatan aksara suci. Dengan dengung berat, terwujudlah sebuah gerbang raksasa melayang dengan ukiran gliph menyala terang di tepiannya.

"Gerbang ini akan mengantarkan kalian ke dimensi dan planet mana pun yang kalian bayangkan dalam pikiran kalian!" Si Matoi berseru, "Meski aku telah pergi, gerbang ini akan tetap ada di sini. Kalian dapat pulang ke dunia asal kalian, kapan pun kalian mau!"

Namun tak ada yang berkata-kata. Mereka tahu, jika jalan pulang telah terbuka, masing-masing akan pulang cepat atau lambat. Saat ini, tak sedikit yang berpikiran untuk tinggal selamanya di Nanthara.

Namun roda nasib akan terus maju. Untuk menetap di tempat ini berarti menolak kemajuan itu, sementara langkah kehidupan bergulir tanpa melambat sedikit jua.

Maka satu-persatu, wajah mereka kembali meraih ketegaran. Ursa dan Stallza tersenyum penuh makna. Colette bertanya pelan-pelan,

"Apa kita akan bertemu lagi, Lazoo?"

Senyum tipis tersungging di wajah biru Lazu saat berkata, "Gerbang menuju Nanthara akan kuletakkan di masing-masing planet tujuan kalian! Namun, kalian harus menjelajahi planet kalian sendiri untuk menemukan lokasinya! Barulah kalian akan dapat tiba kembali di Nanthara!"

"Apaa?!" teriak Elle kecewa, "Kenapa harus begitu nom? Kenapa Gerbang itu tidak Lazu letakkan di dalam sirkuit pikiran kami agar Nanthara dapat diakses kapan saja nom?"

"Karena..." Lazu mengangkat bahu, "Di mana letak keasyikannya, jika kita dapat bertemu kembali kapan pun kita mau?"

Kilat mengangguk di samping Si Matoi, "Lebih menyenangkan mencari-cari harta karun dibanding menghabiskan harta itu setiap hari. Gitu kan, Elle?"

"Saat kita bertemu kembali di Nanthara..." sebuah suara dahsyat terdengar, "Kita harus bertarung sepuasnya, Lazuardi."

"Uwooogh! Hagagiiin!?" semua melompat kaget, "Apakah itu tantangan antar sesama pejantan tangguh!?"

Si Matoi tersenyum perlahan, "Kau sudah berhasil menghilangkan kegilaan daemonikmu. Itu langkah pertama. Tapi, kuasailah tiga puluh bab Kitab Agung terlebih dulu, Hagagin. Baru kita bertarung."

"Nun. Demi pena, dan apa yang mereka tuliskan. Aku baru tahu ayat itu saja." sahut Hagagin, masih menyeramkan. Tapi Kilat menyeletuk sambil tertawa, "Sejak kapan ini jadi acara pengajian makhluk-makhluk tidak jelas?"

Lazu melirik, "Kau sendiri ada hati sama makhluk tidak jelas."

Sjena membuka kacamata birunya, "Hei hei, apa yang kudengar ini? Kalian jadian yah?"

"Lazu bakal singgah dulu di Aquilla buat ketemu ortu sekalian lamaran," sahut Kilat spontan sambil mengacungkan jempol, membuat suasana jadi ramai dengan siulan serta teriakan cie-cie. Lazu menepuk dahi tak berdaya. Ursa terkekeh serak, "Tidak berkutik kau kali ini, Lazuardi."

"Perihal Kitab Agung itu, Lazu," Reeh berucap, "Kuharap lain kali kita punya kesempatan bertemu untuk membahas tafsirnya lebih jauh."

Si Matoi pun mengangguk penuh harap. Tak perlu menunggu lama bagi semua ksatria untuk saling berjabat tangan, bahkan berpeluk penuh suasana haru yang sulit dilukiskan.


---


18
Petualangan

Mereka telah melalui begitu banyak hal di Nanthara. Suka dan duka. Pertemuan dan perpisahan. Pertarungan dan persahabatan. Kebencian juga cinta. Semuanya melebur menjadi memori yang sayang bila terlupakan begitu saja.

Dan Lazuardi mempersilahkan Altair Kilatih untuk memasuki gerbang itu pertama kali. Setelahnya, ia pun menyusul gadis belia itu menuju planet yang sama. Aquilla.

Berbagai perasaan bergelora dalam dada Si Matoi, seolah tak ingin menunggu lebih lama untuk menghadapi pengembaraan baru. Sebuah langkah menuju hari esok, yang akan ia mulai dari saat ini.

Warna-warni indah berlintasan melewati tubuh Si Matoi, seolah seluruh alam berubah menjadi lautan permata. Horizon tanpa batas membentang di hadapannya, tatkala Lazuardi melayang dengan berjuta impian baru.

Jadi bagaimana mungkin Lazu akan terhenti, jika kenangan manis dan pahit akan menjadi penyokong segenap harapan? Bagaimana mungkin Lazu akan menyesal, jika ia berkelana untuk mencari makna dari segala keindahan?

Maka, inilah akhir kisah Lazu di Tanah Nanthara. Saga ini akan diceritakan berulang-ulang oleh hikayat seluruh peradaban. Sepanjang ruang dan waktu terus menua, cerita ini pun berkembang menjadi berbagai mitos dengan kemustahilannya masing-masing.

Namun seperti apa kebenarannya, kini kita tahu.

Telah tiba waktunya, semua harus beranjak. Sebuah petualangan telah usai. Maka berangkatlah. Tatap lurus ke depan, dengan hati yang menyala-nyala. Takdirlah yang akan menjadi saksi. Karena hidup dan mati itu sendiri, adalah petualangan.

Tamat.

7 comments:

  1. Pertama, saya mau mengucapkan selamat dan salut kepada pengarangnya Lazu, karena dari ronde pertama sampai akhir tetap konsisten menulis dan tak pernah kehilangan antusiasme.

    Saya akan mereview entri final Lazu terlebih dulu.

    Yang saya dapatkan, secara garis besar semua kanon Lazu itu sudah kuat. Entri final ini melengkapi dan menutup semuanya dengan baik. Keunggulan--sekaligus kelemahan--cerita Lazu mungkin pada rumitnya cerita kanon itu ataupun pada gaya penyampaiannya. Entri final ini, sesungguhnya memiliki plot yang lumayan umum, karakter utama bertempur dibantu dengan segerombolan kawan-kawan menghadapi sang raja yang juga memiliki pasukan. Kemudian karakter utama dan sang raja bertempur satu lawan satu, membiarkan pasukan mereka saling berperang. Karakter utama akhirnya menang, tentunya dengan adegan bangkit seletah hampir kalah. Dan endingnya, semua yang baik pun berpesta dan berbahagia sebelum berpisah. Namun ... yang membedakan cerita ini dengan cerita berplot sejenis, sekali lagi adalah gayanya. Tidak setiap hari kita menemukan ada pertempuran kosmis yang benar-benar sulit untuk dinalar. Makanya, terkadang saya tak terlalu ambil pusing dengan detail narasi Lazu dan lebih fokus pada ceritanya saja sewaktu membaca setiap entri Lazuardi. Dan jika tanpa unsur itu, cerita final Lazu ini tak ada bedanya dengan klimaks pada, misalnya, shonen manga seperti One Piece, Dragonball, Rave Master, dll.

    Selanjutnya, saya akan coba menjabarkan apa saja aspek dari cerita Lazu selama ini yang membutuhkan perhatian (atau perbaikan).

    Pertama, karakterisasi Lazuardi dan juga skillset-nya cenderung tidak konsisten. Ini yang memusingkan pembaca untuk memahami Lazu secara menyeluruh, terutama bagi yang tidak mengikuti setiap entri Lazu secara berkesinambungan. Pada awalnya saya mengira Lazu ini diniatkan sebagai karakter yang cenderung inferior dibandingkan kontestan lain sehingga Lazu harus benar-benar berstrategi agar bisa mengalahkan lawannya. Dan saya cenderung suka itu. Tapi ke depannya, aspek ini malah dibuang sama sekali. Lazu menjadi entitas yang terlalu tinggi, jika dibandingkan dengan awal kemunculannya.

    Kedua, seakan ada pemaksaan untuk memasukkan unsur "surgawi" pada kanon Lazuardi di tengah jalan. Ini menurut saya seakan membongkar susunan yang sejak awal sudah dibangun. Barangkali kalau memang unsur ini penting, bisa dimunculkan sejak awal saja. Sehingga konsistensi bisa terjaga.

    Ketiga, pemakaian narasi. Kalau menurut Sam, penggunaan efek bombastis pada hampir setiap narasi malah bisa membuat itu terkesan "murah". Tetapi saya melihat kalau narasi pada pertempuran melee (misal pada entri final Lazu adalah sewaktu adegan gebuk-gebukan Lazu Golden Knight dengan Thurqk Army), deskripsinya jauh lebih mudah dimengerti dibandingkan narasi pada battle utamanya, yaitu Lazuardi melawan Thurqk.

    Keempat, penggunaan unsur komedi. Saya memang pernah bilang kalau unsur komedi Lazuardi ternyata "boleh juga", yaitu pada saat Lazuardi melawan Salvatore. Tapi pada entri-entri selanjutnya, terutama di final ini, saya merasa unsur komedinya jadi kebablasan. Maka saya kembalikan kata-kata Pak Po pada saya, "Karena terlalu banyak adegan/narasi komedik, unsur seriusnya/kesuramannya jadi agak terganggu." Walaupun sesungguhnya saya tetap menikmati komedi itu.

    Begitu saja komentar dari saya. Sekali lagi selamat, dan teruslah berkarya~


    PS: Itu kenapa Safirem-nya malah terlupakan? Kawin sama cewek lain ... dasar pengkhianat cinta kau, Lazu! :v

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anonymous18/2/15 12:27

      Po:

      Makasih bgt Mas Heru atas komentar dan sarannya yang mencakup cerita Lazu dgn menyeluruh

      - Tentang ketidakkonsistenan dari segi karakter (inferioritas Lazu yg hilang tertelan) dan plot (mendadaknya tema surgawi), aku menyadari bahwa karakter Lazu aslinya seharusnya konsisten ke parasit yg penuh strategi. Tapi krn aku nggak nyangka bahwa bakal sampe babak yg jauh, kusatukanlah karakter dan kanon Lazu dgn karakter final boss yg udah kusimpen utk tulisan lain, yaitu Khatea yg serba superior dan kosmis tapi ada tema relijiusnya.

      Dan krn lagi2 gak nyangka sampe final, dan ada dorongan nulis battle akhir yg bombastis (dgn gaya bahasa yg emg kusuka), kurampungin aja kanon Khatea itu sebagai kanon Lazu.

      - Tentang narasi yg semuanya bombastis hingga kesannya murah, ini umpan balik yg mesti jadi targetku selanjutnya, yaitu pengaturan distribusi gaya bahasa spy hanya bombastis pas perlu aja.

      - aku masih belum tau gmn baiknya berkomedi ria jadi bingung jg mau nanggapinnya gmn.

      Secara umum, review ini kuterima dengan senang hati, mdh2n bisa jadi resolusi kepenulisanku ke depan. Terimakasih sudah memberi komentar pertama yang begitu mantap.

      Delete
  2. ah kampret komen saya gak masuk barusan, terpaksa nulis panjang lebar lagi =_="

    akhirnya kelar juga baca entry ini, secara umum saya bisa bilang di sini thurqk sifatnya lebih ke neutral evil dan terkesan bijak ya, dan entah kenapa di entry peserta final ini kok banyak sekali simbolisme? / :v \

    saya seneng entry ini karena di entry ini beneran ngasih true ending di mana di akhir cerita dijelaskan gimana nasib para peserta setelah final battle, dan juga bagian klimak di mana lazu beneran tersudut sama thurqk yang imba bikin saya geregetan dan penasaran gimana caranya lazu ini bisa ngalahin si thurqk yang imba :v luar biasa deh

    tapi kekurangannya ya terlalu padat narasi, apalagi narasi pertarungan di bagian lazu lawan thurqk, awal2nya sih seru tapi kesananya deskripsi semua tanpa jeda sedikitpun jadi bikin saya bosan dan skip sebagian...

    overall this is a good story, sampai jumpa lagi di BoR 5

    ReplyDelete
  3. Anonymous28/2/15 14:10

    ~(*O*)~
    ~(*O*)~
    ~(*O*)~
    ~(*O*)~
    ~(*O*)~~(*O*)~~(*O*)~

    ~(*O*)~~(*O*)~~(*O*)~
    ~(*O*)~ ~(*O*)~
    ~(*O*)~~(*O*)~~(*O*)~
    ~(*O*)~ ~(*O*)~
    ~(*O*)~ ~(*O*)~

    ~(*O*)~~(*O*)~~(*O*)~
    ~(*O*)~
    ~(*O*)~
    ~(*O*)~
    ~(*O*)~~(*O*)~~(*O*)~

    ~(*O*)~ ~(*O*)~
    ~(*O*)~ ~(*O*)~
    ~(*O*)~ ~(*O*)~
    ~(*O*)~ ~(*O*)~
    ~(*O*)~~(*O*)~~(*O*)~

    OMG LAZU... ~(*O*)~

    Saya sepikless... ~(*O*)~

    Saya terperangah... ~(*O*)~

    Huaaatt... ~(*O*)~

    Sumpah saya ga ngerti alur pertarungannya, terlalu ilahiah dengan skala megakosmos, sehingga saya memutuskan untuk nikmati saja baca terus sambil terperangah. ~(*O*)~

    Ini joke-jokenya apaan bener-bener di luar komprehensi saya, levelnya terlalu ilahiah dengan skala megakosmos, sampe saya ga tahu harus tertawa atau merasa garing. ~(*O*)~

    Banyak OC lama yang ikutan bertarung, levelnya terlalu ilahiah dengan skala megakosmos, meramaikan suasana. ~(*O*)~

    Plot ceritanya apaan ne jadi kita semua universe masih bersaudara, terikat tali silaturahmi dengan level terlalu ilahiah dengan skala megakosmos. ~(*O*)~

    Final battlenya wasuuu, levelnya terlalu ilahiah dengan skala megakosmos, saya bener-bener cuma ngerasa seru tanpa paham sama sekali apa yang terjadi. ~(*O*)~

    Endingnya varokaaah, varokah dengan level terlalu ilahiah dengan skala megakosmos, semua peserta jadi mualaf pada akhirnya, bahkan Turuk pun berlutut di hadapan Allah Maha Besar. ~(*O*)~

    Lazu move on! ~(*O*)~

    Lazu jadian ma Kilat! ~(*O*)~

    Kilat bakalan berhijab! ~(*O*)~

    Tapi ada kesalahan persepsi, bahkan sampai 1000 tahun sekali pun, Tavern of The Black Alley ga akan pernah jadi seperti yang dideskripsikan di cerita ini. ~(*O*)~

    Fak fak fak ada puisi Budi. ~(*O*)~

    Huaaaaattt!!! ~(*O*)~

    Grande, 28 Febuari 2015 ~(*O*)~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anonymous28/2/15 14:12

      ~(*O*)~
      ~(*O*)~
      ~(*O*)~
      ~(*O*)~
      ~(*O*)~~(*O*)~~(*O*)~

      ~(*O*)~~(*O*)~~(*O*)~
      ~(*O*)~...........~(*O*)~
      ~(*O*)~~(*O*)~~(*O*)~
      ~(*O*)~ ..........~(*O*)~
      ~(*O*)~ ..........~(*O*)~

      ~(*O*)~~(*O*)~~(*O*)~
      ......................~(*O*)~
      ...........~(*O*)~
      ~(*O*)~
      ~(*O*)~~(*O*)~~(*O*)~

      ~(*O*)~.......... ~(*O*)~
      ~(*O*)~ ..........~(*O*)~
      ~(*O*)~ ..........~(*O*)~
      ~(*O*)~ ..........~(*O*)~
      ~(*O*)~~(*O*)~~(*O*)~

      Delete
    2. Anonymous28/2/15 14:17

      Sebenernya di antara finalis saya sempat bingung mau pilih mana, semua ada kelebihan dan kekurangan masing-masing. Maka saya akhirnya memutuskan untuk menggunakan insting saja, memilih entry yang membuat saya terFAAAAAK saat membacanya.

      Vote Lazu.

      - Grande

      Delete
  4. Hai, Lazu....

    Selamat udah masuk final ya <3
    Saya suka cara pak po menceritakan entrant - entrant lain di final ini. Rasanya saya seperti melihat keadilan tokoh lain yang saya kenal. #hush

    Komedinya ini... wow, saya ngga bakal nyangka Lazu bisa ngelawak kayak gini. Tapi Lazu bukan Rex, so I didn't expect this either from Pak Po (you're not Alma btw). Dan saya merasa komedinya ini agak ga pas buat di ending

    tapi dengan kehadiran entrant-entrant lain, saya ngerasa hangat pas baca bagian ketika gerbang itu dibuka.

    Well done, Lazu

    and congrats pak po udah ke final.

    Just like what I expected from Lazu btw


    Semoga kita bisa ketemu di turnamen selanjutnya

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -