June 8, 2014

[ROUND 3 - K3] RICHELLA ELLEANOR – MOMMY, IS THAT YOU NOM~

[Round 3-K3] Richella Elleanor vs Mba Irwin
"Mommy, Is That You Nom~"

Written by daeVa

---

"I realized when you look at your mother, you are looking at the purest love you will ever know."
― Mitch Albom, For One More Day



Memories

Kemilau pulau emas berbinar cerah di kejauhan, tampak mengecil seiring terpaan angin yang mengembus. Langit masih saja berwarna merah, sementara awan hitam membentang jauh dalam alur lambat kepakan sayap hitam. Malaikat merah selalu setia membawa si bocah tembam melayang ke mana pun tujuan selanjutnya akan diadakan. Ialah Richella Elleanor, atau sebut saja Elle, Si bocah tembam, bulat, mungil yang terperangkap dalam permainan mematikan si merah kejam―Thurqk.



Tak seucap kata keluar dari bibir mungil Elle, begitu pun Cuckoo―Panggilan akrab Hvyt, sang malaikat merah―yang terlihat murung tertunduk lesu. Dalam benaknya ia ketakutan, tak sanggup memikirkan nasib dari Nona Richella. Terlebih dengan akhir yang tak terduga di tahapan kedua, membuatnya semakin gugup menunggu keputusan dari sang dewa merah―Thurqk.



Kepakan demi kepakan sayap legam Cuckoo membawa Elle menjauh dari pulau berkilau emas. Entah ke mana tujuan Hvyt kali ini, ia sama sekali tidak gemetar ataupun memejamkan mata seperti biasanya. Ia telah terbiasa, mungkin begitu atau ada sesuatu dalam benaknya yang terlalu berat hingga tak sadar melupakan penerbangannya.



Dalam benaknya, dalam ketidakpercayaannya, dalam kesedihan yang semakin meluap, dan dalam keputusasaan yang mulai timbul, Elle kembali mengenang ingatan yang bermunculan. Memaksanya untuk mengalami dan mengingat kembali pengalaman pahit di tanah kemilau penuh kepalsuan.



***



"Rasakan itu nom, dasar pencuri harta"



Si bocah tembam dengan bangga menunjuk sahabatnya. Tanpa beban, ia tertawa lantang penuh kemenangan. Sementara Zuzu―Baikai Kuzunoha―terbujur kaku dengan darah merah yang terciprat ke mana-mana. Jantungnya terburai tak berbentuk dan lubang  segenggaman tangan tercipta menembus dada sang sahabat.



Dengan alat ciptaannya dan tangannya sendiri. Elle membunuh sahabatnya yang bahkan sejak awal membantu dan terus menjaganya. Sebuah kesalahan, keteledoran, ke tidak sengajaan dan ketamakan menjadi alasan utama si bocah tembam melakukannya. Pipi tembamnya terciprat cairan amis, dan lengan kirinya merona berlumuran darah segar.



Semua terjadi begitu cepat, hingga akhirnya sebuah suara menyadarkannya, membangunkannya dari kegilaan yang telah ia lakukan.



***



Elle meringis. Gusar dan sedih serasa ditampar oleh ingatan dan kenyataan. Ia kesal karena termakan tipu daya Thurqk, dan sedih karena telah mengkhianati sahabatnya. Ia tak pantas melanjutkan permainan dari si merah kejam. "Tidak nom~", ia harus melanjutkannya. Ia harus menghukum si merah kejam dengan apapun yang ia miliki.



"Elle benci si merah kejam, Elle harus membalas semuanya nom!" pikirnya dalam lamunan.



Ia tak sadar. Sesuatu dalam jiwanya, dalam benaknya dan dalam hati kecilnya yang terdalam tengah terkikih senang. Bangga setelah mendengar keputusan yang diambilnya.



Beware

Daratan mulai tampak di garis cakrawala. Pepohonan merah menyebar bak akar serabut yang menjalar ke seluruh penjuru pulau, pulau tengkorak yang membuat bulu kuduk Elle berdiri, ngeri.



Hvyt melambatkan kepakan sayapnya. Sempat berhenti beberapa saat dan tampak berkomunikasi dengan entah siapa pun yang mengajaknya berbicara.  Ia meringis, wajahnya berubah pucat kala kepakan sayapnya kembali digerakkan dan penerbangan kembali dilanjutkan.



Elle sempat berpikir, ia tahu bahwa Cuckoo telah menerima kabar mengenai Permainan yang harus ia mainkan selanjutnya. Sama seperti kejadian sebelum dirinya memasuki pulau harta dan gerak-geriknya pun sangat mudah dibaca. Ia tersenyum, seraya menengadahkan kepalanya dan menatap Cuckoo dalam-dalam.



"Beri tahu Elle nom, beri tahu peraturan permainan selanjutnya"



Hvyt tertegun, sempat kehilangan fokus untuk beberapa saat sebelum akhirnya menjawab keingintahuan si bocah tembam.



"Kita akan menuju Devasche Vadhi, nona Richella" seru Hvyt, "Akan kujelaskan nanti setibanya kita di sana" lanjutnya.

"Devasche? Maksud Cuckoo, istana tempat si merah kejam tinggal nom?"

"Si merah kejam? Maksud nona, tuhanku Thurqk?"

"Uhh~ ... Si kejam yang telah merenggut Cheril dari Elle nom." Angguk Elle sedih.



Hvyt terdiam sejenak, bingung antara setuju dengan si bocah tembam atau titah tuhannya untuk patuh dan setia kepadanya. Bisa dilihat dengan jelas dari sudut pandang Elle bahwa perbuatan yang dilakukan oleh tuhannya adalah sangat tidak benar.



Namun dalam jiwanya, dalam benaknya, dalam raganya, ia terikat erat oleh titah sang tuhan untuk setia tanpa harus mempertanyakan tindakan tuhannya. Sikap tuhannya adalah benar dan absolut, dan siapa pun yang menentangnya berarti mati. Membuatnya bosan adalah salah satu penentangan, karena sudah jelas sekali bahwa titah sang tuhan adalah membuatnya terhibur.



Penerbangan kembali berlanjut. Kepakan sayap Hvyt semakin kencang dan membawa si bocah tembam melesat seketika. Mengarah ke utara, tepat di mana kini istana Thurqk mulai terlihat mendekat dari garis cakrawala. Istana megah namun mencekam, berdinding merah, jendela merah, pintu merah, karpet merah, semuanya merah. Hanya bayangan yang menjadi warna lain dalam terbentuknya istana Thurqk.



Hvyt melintasi atap dan menara tinggi istana. Melewati bagian depan istana, bagian balkon dan lapangan tandus tempat sebelumnya makhluk-makhluk terpilih dikumpulkan. Menara tinggi menjulang terlintas begitu saja. Jumlahnya ada enam, dan menara-menara tersebut mengapit bagian gedung utama istana di mana atap membentang menjauhi bagian depan istana.



Melewati menara terakhir, Cuckoo menurunkan kecepatannya dan turun perlahan ke arah sebuah pintu yang terletak di belakang istana utama. Tidak, bukan pintu. Gerbang lebih tepatnya, gerbang besar yang tertidur menjulang di atas tanah. Gerbang berukiran anjing berkepala tiga di satu sisi dan makhluk bersayap kelelawar di sisi lainnya. Gagang pengetuknya pun diukir begitu artistik, salah satunya berbentuk mirip malaikat yang kehilangan sayapnya, membawa pedang patah dan perisai retak dan tengah berlutut kalah. Sementara yang lainnya berbentuk setan bersayap kelelawar, memegang tombak bermata tiga, dan terlihat tengah berselisih satu sama lain. Sepertinya, Thurqk memiliki selera artistik yang tidak buruk.



"Kita telah sampai nona Richella." Seru Cuckoo menurunkan si bocah tembam penuh kelembutan.



Elle memijakkan kedua kakinya. Merasakan dengan jelas suasana di sekitarnya. Ia bergeming, sesaat terkejut setelah dapat merasakan petak-petak aneh yang berada di bawah tanah. Elle melepas sarung tangan kanannya, lalu membungkuk dan menekan lapisan tanah di atasnya, mengalirkan getaran di atas bumi dan memperlihatkan dengan jelas jumlah petak yang bisa ia rasakan.



Tak lebih dari 24 petak, namun ia tahu betul bahwa jumlahnya bisa lebih dari yang ia rasakan saat ini. Tiap petak memiliki bentuk yang sama satu sama lain. Namun isi dari setiap petak berbeda. Ia yakin, petak-petak tersebut adalah penjara bawah tanah, atau mungkin tempat penyiksaan, karena Elle dapat dengan jelas merasakan beberapa alat penyiksaan yang pernah ia lihat dan juga rasakan sebelumnya.



Kursi listrik, peti berduri, alat penarik, dan beberapa senjata yang tergantung di dinding menjadi alasan kuat keyakinan Elle sebelumnya. Hvyt tidak begitu mengerti dengan tingkah si bocah tembam. Ia hanya menunggu kesiapannya, dan menunggu terbukanya gerbang yang tertutup rapat di sampingnya.



"Nona Richella, bersiaplah. Sebentar lagi akan dimulai"



Elle mengangkat telapak tangannya, ia menengadah dan menatap Cuckoo dengan senyuman getir yang tak biasa diperlihatkan.



"Seseorang di bawah sana ada yang mati nom, apa itu artinya Elle gagal dan akan dibunuh?"



Cuckoo terkejut, wajahnya berubah kecut melingkupi hati yang lirih mengerut. mendengar ucapan si bocah berwajah kusut, Cuckoo bergelut, kalut dalam alunan hati yang semrawut.



"Nona tidak gagal, hamba yakin sepenuhnya bahwa nona Richella tidaklah kalah" seru Cuckoo

"Hanya saja, tahapan ketiga akan dilaksanakan di tempat ini."

 "Tempat di mana tuhanku Thurqk menyiksa jiwa-jiwa yang terpilih." Lanjutnya.

"Ythana Khauri"



Elle menghela napas panjang, gigi-giginya beradu keras menghasilkan bunyi kekesalan yang ia tahan. Tatapannya menajam kala mendengar kata "Thurqk" terucap dan kakinya ia hentak-hentakkan tanda kekesalan yang semakin meluap.



"Lalu nom?"

"Lawan nona Richella adalah Mba Irwin, dan kemungkinan besar tengah menunggu di dalam lorong Ythana bersama Hvyt lain."

"Mba Irwin, bagaimana penampilannya nom?"

"Nanti nona bisa lihat sendiri, bersabarlah nona Richella" balasnya singkat



Gerbang Ythana terbuka lebar. Sesosok Hvyt muncul dan terbang menjauh ke arah lapang merah Devasche Vadhi. Ia membawa sesosok makhluk yang tak begitu jelas terlihat dalam pangkuannya. Sementara itu Elle menerima tawaran tangan dari Cuckoo yang seketika mengembangkan sayap hitamnya, dan perlahan memasuki gerbang yang sedikit demi sedikit menutup dengan sendirinya. Sekelibat bayangan terlihat kala tertutupnya gerbang Ythana, diikuti bau busuk yang menyengat yang sekilas tercium oleh Cuckoo dan Elle.



Anomalies

Kilauan kemerahan mengiringi turun perlahannya Hvyt. Sebuah lubang dalam, berdiameter lima meter dengan dinding―lapisan tanah―yang dihiasi semacam jamur-jamuran―mirip lampion―cerah yang memancarkan cahaya merah, menerangi tiap beberapa meter yang dilewati Cuckoo.



Elle menunduk, menatap langsung lorong remang di bawahnya. Tumbuhan mirip lampion sama sekali tidak memancarkan cahaya, sebelum Cuckoo turun dan tumbuhan tersebut seperti memberikan respons akan kedatangan si malaikat bersayap hitam dan mulai memancarkan sinar kemerahan. Elle tidak hanya berdiam diri begitu saja, ia menganalisa keadaan sekitarnya. Berharap mendapatkan petunjuk yang bisa ia gunakan suatu saat nanti.



"Kita telah sampai di ruang tunggu nona Richella" seru Cuckoo, menurunkan si bocah tembam.



Elle menoleh mengamati sekitarnya. Sebuah ruangan cukup luas dengan beberapa Hvyt yang tengah berdiri, seperti menunggu sesuatu atau seseorang. Puluhan pintu berjejer pada dinding dalam jeda beberapa meter antara satu pintu dengan pintu lainnya. Tiap pintu diukir dengan tulisan aneh yang mungkin sulit dipahami, namun dapat dengan mudah Elle baca.



Sepasang Hvyt tengah berdiri di depan salah satu pintu. Pintu yang bertulisan Khramanaka – 09 yang juga berarti Ruangan penyiksaan nomor sembilan. Sementara itu sesosok Hvyt juga tengah menunggu di salah satu pintu yang bertulisan Khramanaka – 03. Cuckoo mendekati Hvyt tersebut, dan meminta Elle untuk mengikutinya. Elle menurut, berlari mendekati Cuckoo dan kini berdiri di sampingnya.



"Waktu dalam tahapan ketiga ini adalah 30 menit" seru Cuckoo

"Dan kematian adalah cara untuk keluar dalam tahapan ini" balas Hvyt yang lain

"Hamba akan menunggu Nona Richella di sini, jadi kumohon. kembalilah dengan selamat nona" lanjut Cuckoo tertunduk.



Elle mengangguk, menatap Cuckoo lalu tersenyum lebar seraya mengangkat  kelingking kanannya. Ia menarik napas panjang, lalu meniup pelan melewati pipi tembam dan keluar dari mulutnya.



"Elle pasti kembali nom, Elle janji" serunya mengangkat kelingkingnya, tanda sebuah janji kaum gnome telah terucap.



Cuckoo dan Hvyt saling bertatapan, lalu keduanya mengangguk dan mundur dua langkah memberi ruang untuk si bocah tembam. Elle berjalan perlahan, lalu berdiri tepat di depan pintu yang tingginya  hampir mencapai tiga kali tinggi tubuhnya. Ia kembali menatap pintu di depannya, menengadah menyisir tiap jengkal pintu tersebut. tanpa lubang kunci, tanpa pengetuk, hanya besi merah berukiran simbol angka dalam bahasa asing. Tulisan Khramanaka tertulis menurun dengan empat simbol mirip Glyph, atau Rune, yang tiap satuan simbolnya memiliki arti dan makna tersendiri.



Khra ...

Ma ...

Na ...

Ka ...



Ruang penyiksaan bawah tanah...



Elle kembali menarik napas dalam, mempersiapkan diri untuk permainan yang akan ia hadapi. Beberapa detik berselang, sebelum Elle sempat mengembuskan napas, pintu di hadapannya terbuka begitu saja dan puluhan lengan hitam menyambut si bocah. Elle tersentak, menjerit sekejap sebelum akhirnya tangan–tangan hitam menarik paksa tubuh mungil Elle dan membuatnya melayang. Terjatuh bebas.



Dunia seperti berguling. Itu yang Elle rasakan kala terjatuh bebas. Tak seharusnya ia terjatuh, tentu tidak. Toh letak pintu ada di dinding, jadi secara otomatis nalar makhluk manapun akan mengira bahwa mereka akan berjalan ke ruang sebelah. Namun nyatanya, Keanehan terjadi kala itu, seperti tertarik gravitasi kuat dan memaksanya terjatuh bebas, padahal puluhan bayangan menyerupai lengan telah lenyap kala Elle terlempar ke bagian dalam pintu.



Si bocah memejamkan matanya, ngeri bercampur gemetar kembali menjalar di sekujur tubuh bulatnya. Terpaksa merasakan sensasi yang ia rasakan kembali sesaat sebelum kematiannya, di mana si bocah terjatuh dari atas puncak menara babel. Telentang terembus angin, menukik tajam dengan wajah penuh keterkejutan. Sama seperti kejadian sebelum kematiannya.



Bayangan lengan kembali menampakkan wujudnya, menarik dan mencubit bagian tubuh si bocah yang kini meringis ketakutan. Sejengkal sebelum menghantam lantai, puluhan bayangan menahannya, melembutkan pendaratannya, dan lenyap seketika menjauhi si bocah.



Elle memicingkan pandangannya, terbangun di tengah-tengah ruangan hitam gelap mencekam. Suara-suara mistis bermunculan, silih berbisik satu sama lain dan suaranya menggema pelan, meneror si bocah yang dikenal takut akan hal-hal mistis.



Bulu kuduknya berdiri. Hawa dalam ruangan berubah dingin mencekam, Elle merasa diawasi, tidak oleh satu atau dua makhluk, namun puluhan hingga ratusan makhluk yang bahkan tidak bisa ia rasakan posisi dan keberadaannya. Mereka ada, namun tak tampak. Mereka berbisik, dan tertawa lirih.



Sekelibat bayangan melintas di hadapan Elle, sedikit terasa getaran di atas tanah hingga membuatnya semakin menggigil tak karuan. Dan lagi, bayangan kembali melintas di sisi kanan si bocah diiringi suara tawa gadis cilik, suara tawa gadis kesepian.



Elle tertunduk lesu, kembali memejamkan matanya sembari menahan ketakutan yang teramat sangat. Ia berjongkok, menutup kedua lubang telinganya dengan menarik topi bundarnya ke bawah telinga dan berharap cahaya menerangi ruangan tersebut.



"Boo~"



Tiupan halus di bagian belakang leher si bocah mengejutkannya, menjatuhkan si bocah hingga terjerembab di atas lantai. Suara-suara mistis kembali terdengar, menertawakan si bocah yang tersungkur dan berlari tanpa arah.



"Huh, penakut... membosankan"



Suara gadis cilik kembali terdengar, ia melayang beberapa senti di atas tanah dan melirik tajam si bocah bulat yang berlari ke arahnya. Si gadis cilik menjentikkan jemari kanannya, memunculkan sebuah penunjuk waktu digital di atas langit–langit. Berwarna kemerahan dan seketika menerangi ruangan. 29:58, tertulis jelas di atas langit-langit dan angka belakangnya terus berkurang di tiap detiknya.



Elle masih memejamkan matanya, tak sadar bahwa ruangan telah terang kemerahan. Ia tersungkur,  menubruk si gadis yang kini sudah tak melayang lagi. Mereka berguling bersamaan, di bawah sorot cahaya yang berubah-ubah mengikuti detik angka, Elle menunjuk si gadis dengan tatapan penuh kekesalan.



"NOM!" teriak si bocah bulat.

***



Indefinable

Ia kebosanan, tentu saja. Thurqk tengah menikmati pertunjukan dari jiwa-jiwa ciptaannya, sementara ia sendiri malas mengajak si dewa merah untuk bermain. Ia memutuskan untuk keluar dari istana merah, dan mencari kesenangan di luar Devasche.



Namanya Abigail Grey, Thurqk sendiri memanggilnya Abby. Gadis cilik berpita biru yang sosoknya bisa dianggap "Anomalies" dalam dunia merah ini. Bagaimana tidak, perannya sebagai "Pendamping" sang tuhan merah justru malah selalu kebosanan sendiri. belum pernah diajak bermain oleh Thurqk dan lebih senang mencari kesenangan di luar istana. Mungkin Thurqk terlalu sibuk mengobati kebosanannya sendiri, hingga melupakan kebosanan pendampingnya itu.



Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, Abby memilih untuk mencari kesenangan di luar istana. Pilihan pertamanya adalah Jagatha, lapangan merah tempat dirinya sempat bertemu makhluk yang membuatnya kesal. Atau mungkin Cachani, daratan terbuang yang dipenuhi makhluk-makhluk imut berukuran raksasa. Salah satunya adalah kecoa setinggi tiga meter.



Arah perjalanan Abby tak karuan. Melayang-layang tak tentu arah sebelum akhirnya berpapasan dengan salah satu Hvyt. Si gadis berpita biru sontak tersenyum senang setelah mendengar berita mengenai kontestan-kontestan yang berhasil melaju ke tahapan ketiga. Tersenyum karena salah satu kontestan adalah si bodoh yang sempat membuatnya kesal. Ia lantas memutuskan untuk menyambutnya, si bocah bulat yang menari-nari di tengah lapangan Jagatha.



Tawa sinis bercampur miris tersiar di sepanjang penerbangannya menuju lokasi tempat tahapan ketiga berlangsung. Beberapa menit sebelum si bocah bulat meninggalkan pulau berkilau emas.



***



Abby mendorong tubuh si bocah bulat, menepis telunjuk yang mengacung ke arahnya seraya membentak balik si bocah bulat. Tatapannya tajam bak menatap makhluk menjijikkan.



"Berisik!" sentaknya berbalik menunjuk.

"Nam nom... nam nom... kau pikir itu manis?" lanjutnya mendekati si bocah bulat.



Elle sempat mengingat sosok gadis di hadapannya tersebut. Gadis berpita biru yang enggan bersalaman dengannya kala di Jagatha Vadhi, yang menatapnya penuh kejijikan sebelum akhirnya lenyap meninggalkannya. Kala itu, Elle sempat berpikir bahwa dialah sosok yang akan menjadi teman pertamanya di negeri berlatar merah ini. Namun nyatanya tidak.



Abby mendekati si bocah bulat, berdiri tepat di depannya seraya menunjuk wajah tembam yang kini menatap balik dirinya penuh keheranan.



"Kau menyebalkan..."

"Penakut..."

"Sok imut..." ia berpaling, menyilangkan kedua lengannya dan menatap bocah bulat dari sela-sela mata tajamnya. Seraya melanjutkan ucapannya.



"Beban!"



Tatapan Elle memicing, kekesalannya kembali tersulut. Ingin rasanya ia menepis tiap kata yang terlontar ke arahnya, namun ia sama sekali tak tahu mengenai sosok gadis di depannya.



"Uh.... apa maumu sebenarnya nom?"

"Tunggu.... apa namamu Mba Irwin? Lawan dalam permainan ketiga ini nom?"



"Mba? Permainan? Apa kau sinting?" balas si gadis berpita biru

"Sadarlah bodoh"

"Nyawamu dalam genggaman tuhanku Thurqk, dan kau masih menganggap semua ini permainan?"



"Bocah sinting!"



Tubuh Elle bergidik tak karuan, kembali menegang setelah mendengar nama "Tuhanku Thurqk" terlontar. Ia kini yakin, sosok di hadapannya bukanlah Mba Irwin. Yang terlintas di benaknya kala itu hanya satu. Dia pasti anak semata wayang Thurqk.



"Kau sendiri bocah, NOM!"

"Dasar bocah suram" balas Elle tak mau kalah.



Abby menatap tajam si bocah bulat, tak terima dirinya diperlakukan seperti itu. Ia berbalik, menatap si bocah bulat yang menengadah dengan kedua tangan di atas pinggang. Abby mengangkat lengan kanannya, membiarkannya melayang di atas kepala Elle yang berada di bawah lengannya.



"He~eh, Cebol!" serunya tersenyum sinis



Dari beribu kata hujatan yang ada dalam kamus dunia, hanya kata "Pendek, cebol, mini" yang tak bisa di tolerir oleh si bocah bulat. Ia meringis kesal, geram bercampur gereget. Gigi-giginya kembali beradu dan kedua kakinya konstan bergerak bak berlari di tempat. Dan ironisnya, ia senang kala seseorang memanggilnya Lil Elle.



"Uuuuuh.... Kau.... Dasar bocah.... Mata belooo NOM!" teriak Elle membentak balik



Suasana hening seketika, waktu digital terus berkurang tiap detiknya. 28:30, dan kedua bocah kini saling bertatapan satu sama lain. Yang satu menatap tajam, sementara yang lain meringis kesal.



Sementara itu, di sudut terdalam ruangan, sesosok lain tengah tertunduk memohon ampun. Meminta maaf ke arah senjata-senjata yang tergantung di dinding setelah tak sengaja menjatuhkan sebuah tombak hingga merembet menjatuhkan senjata lainnya.



Ia menunduk memperlihatkan kesungguhannya, berkali kali meminta maaf hingga air matanya menetes penuh penyesalan. Dialah Mba Irwin, si juru damai yang cantik jelita, terutama rambutnya yang berwarna pelangi, dan bakwan-bakwan di atas kepalanya yang bisa kau makan di kala lapar.



Runtime

Waktu terus berjalan, detik demi detik terus terlewati begitu saja. Mba, si juru damai tahu betul bahwa konflik terjadi hampir serempak di ruang-ruang lain di ruang sekitarnya. Ia mencoba memejamkan mata, berharap bisa menjalankan tugasnya sebagai si pendamai dan menghentikan konflik yang terjadi.



Serpih cahaya merah berpendar. Di sekitar si pendamai yang mengangkat kedua tangannya, menyatukan jari demi jemarinya di kala mulut manisnya merapalkan entah itu doa atau permohonan maaf. Cahaya kemerahan tertarik dan berpusat di sekitar tubuhnya. Seper sekian detik kemudian sosoknya lenyap begitu saja.



Kembali ke titik tengah. Tempat di mana Elle si bocah bulat, tengah bertatapan satu sama lain dengan Abby si gadis berpita biru. 27:30, satu menit terlewat dan keduanya masih saja bertatapan.



25... Elle mendengus kesal.

20... Si bocah bulat berlari di tempat menunjukkan kekesalannya,

15... Ia Berteriak, seraya mendorong tubuhnya ke arah gadis muram di hadapannya.



"Belo nooom~"



10... Abby tersentak,

5... Tak terima di perlakukan oleh makhluk hina seperti itu,

60 ... Ia melayang, menukik ke arah si bocah bulat sembari membalas teriakannya.



"Cebooool!"



26:59, keduanya saling beradu. Kepala beradu kepala, tangan silih bergerak tak karuan ke sana ke mari. Mata saling terpejam, dan mulut saling mencibir karena kesal. Pertarungan dua gadis cilik yang bahkan sepertinya hanya mengikuti naluri mereka saja, sebagai sesama gadis cilik, sesama bocah yang hanya terpaut beberapa tahun. Waktu manusia.



Keduanya intens saling cibir. Gemuk, cebol, beban, cengeng muncul dari bibir gadis berpita biru, sementara Elle yang teramat kesal membalas dengan cibiran muram, ceking, horor, dan belo.



Waktu terus berjalan tanpa jeda. Dan tepat di saat penunjuk waktu menunjukkan 25:55, Seberkas cahaya kemerahan muncul berpendar di balik kedua gadis yang saling bertikai dan mencibir, menampilkan sesosok wanita cantik jelita, berambut pelangi dan berornamen bakwan.



Ia berdiri di depan kedua bocah yang sibuk bertengkar, si juru damai datang, membawa pesan damai dari dewi perdamaian. Ia mengangkat lengan kanannya, meminta maaf seraya memisahkan keduanya.



Entah energi apa yang sanggup mendorong gadis berpita biru. Ia semakin kesal saja, menatap tajam wanita berambut pelangi dan berbalik, menyilangkan tangan di dada. Elle melihat gerakan si belo, sontak mengikuti gerakannya dan berpaling tak mau kalah.



Kedua bocah berpaling berbeda arah, saling menjauh beberapa langkah. Elle yang masih kesal mencibir untuk terakhir kalinya.



 "Belo~"



Sebelum akhirnya si gadis berpita lenyap begitu saja. Elle tak bisa merasakan keberadaannya, namun sesuatu seperti berbisik padanya, sesuatu yang tak terlihat dan kasat mata. Dialah Abby yang melenyapkan tubuhnya. Ia berbisik, menceritakan kejadian yang terjadi pada Zany sahabatnya. Dia mati, gagal menyuguhkan penampilan yang seharusnya membuat si tuhan merah terhibur.



Elle tersentak, matanya kaku tak berkedip. Ia berusaha menyangkalnya, menyangkal tiap ucapan yang terlontar dari suara yang mirip suara si belo. Perlahan matanya berbinar berkaca-kaca.



"Dasar cengeng!" seru si gadis berpita biru sebelum akhirnya benar-benar lenyap dari ruangan sempit.



Elle terdiam menahan tangis. Sejenak mencoba mencerna semua informasi yang ia dapatkan kala itu. Apa sebenarnya maksud dan tujuan dari si gadis berpita biru? Lalu, apa yang dikatakannya itu benar? Juga, siapa sebenarnya gadis muram bermata belo tersebut?



Begitu banyak hal yang menggantung dalam benaknya, hingga melupakan sosok wanita cantik yang menghentikan pertengkarannya. Elle menoleh, menatap wanita berambut pelangi yang tengah tertunduk meminta maaf dengan suara pelan.



"Mama?"



Adalah kata yang terlintas dalam benak si bocah tembam. Aura yang terpancar dari diri si wanita, lalu kemilau warna-warni pada rambutnya dan ornamen indah yang menghiasi kepalanya. Jelas sekali seperti deskripsi yang kakek Bran dan nenek Merrya pernah ceritakan mengenai sosok Ibundanya. Sosok yang sampai detik ini belum pernah ia lihat sama sekali.



Elle menunduk, wajahnya memerah dan tingkahnya berubah aneh. Sesekali ia menatap malu sosok wanita tersebut sembari memainkan rambut ambernya yang tampak kusut.



"Ka, kau tak apa gadis manis?" tanya wanita berambut pelangi berjongkok.



Elle menjawab dengan senyuman lebar, gigi graham ompongnya kentara menunjukkan keadaannya yang baik-baik saja. Elle mendekat, memeriksa tiap inci sosok di hadapannya. Mengelilinginya, hingga membuat aneh tatapan wanita yang ia amati.



"Maaf, apa ada yang salah denganku?"

"Tidak, tidak ada nom, Elle hanya... Umm... Kamu... Mama?" tanya si bocah tembam gemetaran.

"Mama?" tanya Mba penuh keheranan.



Wholeheartedly

Mba tak tahu harus melakukan apa, sosok yang seharusnya menjadi lawannya kini malah memeluk erat tubuhnya, mendekap erat penuh kerinduan. Ia tak mengerti, tangannya spontan mengelus pelan kepala si bocah penuh kasih sayang.



Gumaman lirih sang bocah begitu menyentuh perasaannya. Membuatnya ragu dan bingung harus melakukan apa dalam situasi seperti ini. Meminta maafkah? Justru kehangatan yang kini ia rasakan bukanlah hal yang perlu di maafkan.



"Namamu Richella kah? Lawan Round ketiga ini?" tanya Mba pelan



Elle tersentak, terbangun seraya mundur selangkah dan duduk di atas tanah. Ia kembali tersenyum lebar ke arah Mba. Lalu mengangguk dan meminta maaf.



"Heeehe... Elle pikir Mba itu mama Elle nom" seru si bocah polos.

"Maaf, mengapa bisa sampai seperti itu?" tanya Mba penasaran.

"Mba seperti sosok mama yang Elle pikirkan nom, Elle belum pernah sekalipun bertemu mama, Elle rindu mama nom" balas si bocah tertunduk sedih.



Terdengar pelan isak tangis dan linangan air mata yang perlahan berlinang. Tampak sekali bahwa Elle berusaha menahan tangisnya, karena terlalu banyak hal yang telah ia tangisi sebelumnya.



"Uh, maafkan Elle nom, maaf. Elle tak tahu harus berbuat apa. Cuckoo dan Hvyt bilang satu-satunya cara keluar adalah membunuh. Tapi, Elle tak mau melakukannya nom." Lanjutnya mengusap air matanya dan kembali tertawa walau terlihat kesedihan yang jelas terpancar dari wajah si mungil Elle.



Mba lantas membalas tawa Elle, seraya memeluk tubuh mungil Elle erat-erat. Mengusap pelan punggung si bocah dan membisikkan sesuatu padanya.



"Tak perlu kau tahan, menangislah. Mama ada di sini untukmu nak" bisik Mba pelan, kembali mengusap-usap punggung Elle.



Di tengah ruangan, di sela-sela cahaya merah yang berubah seirama dengan waktu. Dalam pelukan hangat lawannya, Elle terisak perih, melampiaskan kerinduannya akan sosok Mama yang selama ini belum pernah ia lihat dan temui.



Ia sadar betul, sosok yang memeluknya bukanlah ibunda sebenarnya. Namun perasaan yang kini meluap dalam hatinya mengindikasi kasih sayang dari sosok mama yang sangat ia rindukan. Ia menangis, terharu dan senang karena di saat terakhirnya, ia bisa merasakan kasih sayang seorang mama.



Hati kecilnya kembali terkikih. Kesal karena rencananya perlahan sirna.



***

"Hoaaam~, Membosankan..." gumam Thurqk menguap.



Thurqk menatap kesal salah satu monitor yang menyajikan adegan kasih sayang. Sama sekali bukan adegan baku hantam yang sebenarnya ia inginkan. Sudah jelas bahwa adegan tersebut berasal dari ruangan nomor tiga. Ia geram, ingin rasanya membakar habis si bocah cengeng saat itu juga.



20:32, tertulis jelas di sudut kanan atas monitor nomor tiga, menunjukkan waktu yang tersisa dalam tahapan ketiga. Thurqk bisa saja langsung membunuh keduanya jika ia mau, namun ia berusaha untuk bersabar. Karena pendampingnya sedari tadi mengamati laju pertandingan di ruangan tersebut.



Abby yang telah lama kembali dari ruangan nomor tiga dengan seksama menonton tayangan ruangan tersebut. Ia menunjuk si bocah bulat, seraya menatap Thurqk yang tengah menonton pertandingan di ruangan lain yang lebih seru.



"Itu... Si cebol menangis..." tunjuk Abby,

"Lalu, apa yang kau inginkan dari bocah cengeng dan lemah seperti itu huh? Abby?" tanya Thurqk

"Uhh, umm... Dia menyebalkan" balas Abby singkat

"Lalu?"

"Jangan bunuh dia!"



Thurqk melirik ke arah Abby, senyuman menyimpul di wajahnya, menyirat ketertarikan yang pendampingnya rasakan. Jelas sekali bahwa si bocah tembam dan lemah di ruangan nomor tiga membuatnya sangat tertarik.



"Tergantung apa yang ia sajikan Abby, jika terus menerus membosankan seperti itu, mana mungkin aku bisa mengampuninya" balas Thurqk kembali menonton pertandingan lain.

"Membosankan?"

"Ya, sangat membosankan malah. Jika dia bisa menyajikan sesuatu yang unik dan dapat membuatku tergugah, kupastikan dia akan selamat"

"Kau janji?" tanya Abby serius



Abby melayang menjauhi Thurqk, mendekati Nolan yang tengah mengenakan ransel di punggungnya. Ia berbisik ke arah Nolan, meminta sesuatu padanya untuk pertama kalinya.



***

Penunjuk waktu di langit-langit menunjukkan 15:22. Hanya tersisa setengah waktu awal bagi keduanya untuk keluar dan menyelesaikan permainan tahapan ketiga ini. Elle sama sekali tak tahu harus bagaimana, begitu pun dengan Mba yang duduk di samping si bocah tembam yang tengah sibuk memikirkan sesuatu.



Elle telah berjanji pada Cuckoo untuk kembali, namun ia tak tahu harus melakukan apa. Ia mencoba berbagai cara. Ia merakit sebuah peledak dan mencoba meledakkan dinding yang ada di sana, namun hasilnya nihil. Ia mencoba mencari celah siapa tahu dapat menemukan pintu yang tersembunyi, namun hasilnya pun sia-sia. Yang bisa ia rasakan dalam radius kemampuan getaran buminya adalah ruangan berbentuk segi panjang yang berdiri ke atas, luasnya 10x10 Meter sementara tingginya tidak bisa ia taksir, melebihi 25 meter pastinya.



Elle kebingungan. Ia tak yakin jika saling bertarung dan membunuh adalah solusi terakhir yang tersisa. Mba sendiri tertunduk meminta maaf karena berasa tak berguna, tak bisa menolong mencarikan solusi baginya.



Dalam kebingungan dan keterpurukan. Sesuatu muncul di sudut timur ruangan. Sebuah layar raksasa yang biasa muncul sebagai layar informasi, juga layar yang menunjukkan kebrutalan Thurqk tiba-tiba saja muncul dalam ruangan. Mba yang pertama kali menyadarinya, di kala Elle masih berkutat dengan cara untuk keluar dari ruangan tersebut.



Elle tertegun seraya terfokus pada layar, Mba pun begitu setelah menepuk Elle dan menatap layar yang baru saja muncul. keduanya bergumam, penuh tanya.



Kini, layar yang muncul menunjukkan sesuatu, tampak daratan merah yang menjijikkan dipenuhi bercak kental dan bongkahan daging yang tak berbentuk. Jantung yang masih berdenyut, terinjak paksa oleh sosok yang kini tengah mencekik salah satu makhluk yang meronta-ronta.



Kedua kontestan dalam ruangan ketiga menatap serius tampilan dalam layar. Sementara itu, Elle yang mengenali sosok yang tengah di cekik oleh si merah kejam perlahan  berdiri, lalu sontak berlari ke arah layar. Ia tak percaya bahwa sahabatnya Zany tengah menderita dan meronta oleh cekikan si merah kejam.



Elle memukul-mukul layar, berusaha menghentikan tayangan yang tengah berputar. Namun pukulannya tak berpengaruh sama sekali, hanya menyebarkan letupan statis kecil yang merembet menggetarkan tayangan yang ditampilkan. Suara bergema muncul, berasal dari layar yang kini tengah menampilkan kekejaman si Thurqk.





 "Kuakui, kemampuanmu memang unik," ujar Thurqk. "Namun, sudah selesai. Aku tak punya cukup waktu untuk bermain-main denganmu." Lanjutnya menggerakkan jemari kanannya, semakin menekan cekikannya.



Zany tak begitu saja pasrah, tampak sebuah senapan terbentuk dan kini terlihat sedang digenggam erat olehnya seraya menodongkannya tepat di depan kepala Thurqk. Gemetaran, tampak sekali Zany hampir kehabisan napas.



"Hentikan NOM, kumohon hentikaaaan!" teriak Elle kembali memukul-mukul layar. Ia lantas berlutut, menutup kedua telinganya menggunakan topi bulatnya seraya tubuhnya gemetar tak terkendali. Aura gelap kembali tersiar di sekitar si bocah tembam. Diikuti suara terkikih dalam hatinya.



"What a pleasant surprise, Khi hi hi hi hi~!"



Elle tak sanggup lagi menonton tampilan dalam layar. Sementara Mba bergegas mendekati Elle, mencoba merasakan pahit yang gadis mungil tersebut rasakan. Lengkingan dan teriakan yang memekakan siapa pun yang mendengarnya tersiar dari layar. Teriakan Zany yang tersiksa oleh api yang diciptakan oleh Thurqk, membakar kulit mulusnya hingga habis menjadi abu.



Elle terdiam, bak kehilangan motivasi untuk melanjutkan permainan ketiga. Gelap dalam hati kecilnya, ia menangis keras, menangisi kepergian sahabatnya untuk selamanya. Tak ada lagi yang tersisa baginya, tak ada lagi sosok yang menjadi motivasinya. Ia terpuruk, mati pun tak jadi masalah baginya.



Sebelum akhirnya,



Sesosok gelap muncul dalam hatinya, sosok yang selama ini terkikih ingin menguasai tubuh si mungil. Namun selalu gagal dikarenakan kepolosan dan tingkah impulsif Elle yang tak terduga. Namun kini, keterpurukan kembali menyelimutinya, memberinya kesempatan untuk menguasai tubuh si mungil, dan mengabulkan permintaannya berupa kekuatan. Kekuatan untuk mengalahkan si Merah kejam Thurqk.



***



Insidiouse

"Knock...knock... ada orang di sana?"

Jauh di dalam hati kecil Elle, sesosok gelap gulita mendekati jiwa Elle yang terpukul. Jiwanya yang tertunduk pasrah tak ingin melanjutkan permainan ketiga. Suara kecil menggema memanggil-manggil. Berharap jawaban yang akan memuluskan rencananya.



"Tinggalkan Elle sendiri, kumohon nom"



Lagi-lagi, sosok gelap dalam hati Elle terkikih senang. Yang harus ia lakukan sekarang hanyalah membujuk jiwa Elle, membujuknya untuk menyerahkan seluruh raganya kepada sosok tersebut.



"Khi hi hi hi hi, kalau begitu ratuku, biarkan hambamu ini melakukan tugasnya."

"Terserah NOM!"

"Jadi kau tak keberatan? Ratuku?"

"Kubilang terserah NOM! Tinggalkan Elle sendiri"



***



"Nak.... kau tak apa? Nak... sadarlah"



Mba mengguncang tubuh si mungil Elle, tatapannya hampa menatap keatas langit-langit yang menunjukkan waktu yang tersisa. 09:43, hanya tersisa beberapa menit sebelum semuanya berakhir. Entah apa yang akan terjadi setelah waktu  tersebut habis. Tak ada gambaran apapun dalam benak Mba kala itu.



Ia terus menerus mencoba menyadarkan Elle. mengguncang-guncang beberapa kali hingga akhirnya kesadarannya kembali. Ia meringis, terkikih lemah hingga mengejutkan Mba, memaksanya untuk menjauhi Elle yang tampak berbeda.



"Sembilan menit, tiga puluhan detik. Itu cukup ratuku. Teramat sangat cukup. Khi hi hi hi hi" gumam Elle penuh tawa



Ia terkikih, seperti tengah mengobrol dengan sosok yang tak ada. Tatapannya berubah sengak, melotot dengan tawa yang tersirat di wajahnya. Mata kanannya perlahan berubah ungu, gelap menyelimuti warna mata ambernya, mengubah kedua matanya menjadi ungu gelap. Tanda sepenuhnya telah dikuasai oleh Khaoss.



Esensi Khaoss, adalah esensi kuno di dunia Vallarth. Esensi yang berupa kutukan dan akan menggerogoti jiwa penyandang yang terkutuk. Perlahan, sedikit demi sedikit, hingga akhirnya lenyap tak bersisa. Esensi yang dulu sempat menggerogoti jiwa salah satu rekan seperjalanannya. Sosok yang telah dianggap sebagai kakaknya sendiri. Shirr Daeva, si bodoh yang berprilaku aneh.



"Khi hi hi~ jadi, kaulah lawan ratuku huh?" Seru sisi lain Elle menunjuk dengan palu tempanya.



Mba tersentak kaget, ingin rasanya ia bertanya tentang keadaan dari bocah mungil di hadapannya, namun nalurinya berkata itu tak ada gunanya. Ia telah dikendalikan, entah oleh makhluk apa, namun tampaknya gadis polos yang sebelumnya ia kenal tak tampak lagi dalam tubuh mungil tersebut.



"Sadarlah nak, kumohon..." balas Mba memohon, menundukkan tubuhnya.



Elle terkikih, seraya melompat siap menghempaskan palu tempanya. "Jangan pernah sekalipun kau turunkan pertahananmu, Jalang!" Teriak Elle, membanting palu tempanya tepat di belakang punggung Mba. Namun sebuah energi mengempaskannya, memantulkannya jauh hingga ke sudut ruangan, mementalkan tubuh mungil Elle hingga menghantam keras layar monitor dan melenyapkannya.



"Khi hi hi hi, Menarik sekali. Sangat menarik, bukan begitu ratuku?"



Lagi-lagi, Elle tampak berbicara sendirian, kepalanya konstan bergerak ke sana kemari, terkikih dengan bola mata yang hampir keluar. Ia bertanya pada entah siapa yang ia tanya, tampak menikmati keadaan yang sedang terjadi.



Sementara dalam hati kecil Elle, Jiwanya dapat dengan jelas menonton pertarungan antara tubuhnya yang dikendalikan melawan Mba. Semuanya serba ungu, warna merah yang biasanya menjadi warna solid di sekitarnya berubah ungu. Tubuh lawannya berwarna hijau, begitu pun dengan benda – benda yang berserakan di atas tanah dan tergantung-gantung. Elle tak peduli dengan apapun lagi, ia kembali menunduk, pasrah dalam kesunyian jiwanya.



07:12, waktu yang tersisa semakin menipis. Tampak Elle menengadahkan kepalanya, berteriak keras menyerukan sisa waktu yang terpampang di atas langit-langit.



"Khi hi hi hi hi hi~, apa yang bisa kulakukan dengan kekuatan yang ratuku miliki ini. Humm, humm, hum..."



Elle mengeluarkan beberapa alat yang sebelumnya telah ia siapkan, namun tak ia gunakan kala permainan kedua berlangsung. Tiga buah Shock'O matic, sebuah Metro~Nom, dan dua pasang Springfield menjadi alat yang telah tersedia.



Elle kembali terkikih, sebelum akhirnya lenyap bersama peralatan yang kembali ia masukan ke dalam tas selendangnya.



Mba menoleh ke sana kemari, berusaha mencari keberadaan Elle yang seketika lenyap dalam bayangan. Ia tak ingin melukai Elle, namun ia sangat ingin sekali menyadarkannya. Mba merasakan bayangan melesat di belakangnya, memaksanya berbalik dan memicingkan matanya. Namun sial, sekelibat bayangan kembali terasa memukulkan palu tempa yang berkilau keemasan.



Kembali, Elle terpental oleh energi yang berasal dari diri Mba. Mba lantas menoleh, menggenggam lengan Elle dan berusaha menariknya. Namun sial, Elle segera membanting Shock'O matic hingga seluruh ruangan tertutup kemilau cahaya Amber. Ia tersentak, terjatuh kehilangan kemampuan melihatnya untuk beberapa saat.



Elle berhasil melepaskan genggaman tangan lawannya, ia lantas menarik salah satu tombak yang tergantung di dinding, seraya melemparkan tombak ke arah Mba. Tombak yang melesat  cepat, tidak mungkin bisa di lihat. Namun kembali sesuatu memantulkannya, bahkan sebelum tombak tersebut berhasil menembus tubuh Mba.



Tombak berbalik melesat ke arah Elle, namun pada saat itu pula, si bocah tembam telah lenyap dalam bayangan.



Pandangan Mba berangsur kembali, bola cahaya ciptaan Elle benar-benar telah membutakannya. Sementara itu Elle tengah sibuk merancang sesuatu, di sudut terjauh ruangan, di mana cahaya lampu merah tak sampai menyinarinya.



"Khi hi hi hi hi, sisa enam menit... dan sudah kuketahui letak kelemahannya wahai ratuku." Gumam Elle diikuti menghilangnya si bocah tembam.



"It's Playing time My Queen"



***



Nocturn Solemn : The Quagmire

Ruangan penyiksaan nomor tiga, memiliki luas bidang 10 x 10 meter, dengan tinggi yang tak bisa diketahui. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat berbagai persenjataan jaman lampau yang tergantung di dinding. Dari pedang, tombak, palu perang, pemukul, tongkat, kapak, belati, hingga panah dan meriam.



Material dindingnya pun termasuk sangat spesial, tampaknya dirancang khusus dapat menahan berbagai macam serangan. Sangat kokoh hingga bahan peledak yang Elle rancang tak sedikit pun mengguncangnya. Tetapi, ada bagian yang mungkin tak bisa dirasakan oleh manusia biasa, dan hanya bisa dirasakan oleh kaum gnome yang memiliki kemampuan seismic sense.



Material penyusun tanahnya berbeda, tidak dirancang untuk meredam serangan apapun, hingga sisa ledakan yang sama sekali tak berpengaruh pada dinding, dapat meninggalkan lubang kecil hasil serpihan peledak yang terlontar. Juga tombak yang terhempas kembali akibat energi pada tubuh Mba, berhasil menancap di atas tanah dan lumayan dalam.



Bisa saja Elle melarikan diri membuat terowongan jika ia mau, namun? Batas kemampuan seismic Elle yang hanya bisa merasakan getaran di atas tanah sejauh radius―Berbentuk Bola―25 meter membuatnya berpikir beberapa kali. Terbukti kala ia tengah merencanakan rencana pelariannya sebelum akhirnya layar monitor muncul dan menjatuhkan semangatnya.



Elle benar-benar tak bisa merasakan keberadaan pintu keluarnya, tak sejengkal pun bisa ia temukan. Besar kemungkinan letaknya di atas langit-langit, tepat di balik penanda waktu.



Lalu sekarang? Apa yang akan dilakukan oleh si bocah tembam yang tubuhnya sepenuhnya dikendalikan esensi Khaoss?



Elle telah merancang sebuah siasat. Ia telah merancang begitu banyak jebakan yang terbuat dari senjata-senjata yang tergantung. Lalu, dapatkah serangan jebakan yang ia rakit melukainya? Sementara serangan palu tempa Elle dan tombak yang di lempar ke arahnya saja berhasil dilontarkan.



Serangan fisik tak berguna untuk melawan Mba. Entah jika diserang oleh sihir, namun Elle sama sekali tak memiliki pengetahuan sihir, jadi sulit untuk diketahui. Namun kelemahan dari lawannya tak lain adalah Efek terrain. Terlihat jelas luka memar yang menganga pada kaki kanan Mba, berasal dari hempasan bola Shock'O matic yang Elle banting. Maka dari itu, salah satu jawaban untuk mengalahkan lawannya tak lain adalah menggunakan lingkungan sekitar untuk menyerangnya.



Lalu, apa yang akan Elle lakukan?



***



Waktu yang tersisa adalah 05:55. Bukanlah waktu yang panjang tentu, mengingat ketidaktahuan dari para peserta mengenai sesuatu yang akan terjadi ketika batas waktu hampir habis.



Mba hanya berdiri di tengah ruangan, menunggu kemunculan dari bocah tembam lawannya, ia bisa saja menyerang dan menyelesaikan tahapan ketiga ini namun keinginan kuatnya untuk mengembalikan kesadaran Elle sangatlah besar. Bisa dikatakan, sifat keibuan yang ingin melindungi anaknya dan menyadarkannya benar-benar muncul ke permukaan.



Elle memulai taman bermainnya. Di atas lantai tandus kemerahan, Elle menghantamkan palu tempanya. Menyalurkan getaran di atas tanah, merembet menuju dinding-dinding hingga mengenai pemicu kerja meriam yang telah terpasang di tiap sudut ruangan.



Meriam lantas menembakkan bola besinya. Berbarengan ke arah Mba yang terkejut setelah mendengar letusan empat meriam secara bersamaan. Bola besi mengarah jelas ke arah Mba, namun seperti dugaan Elle, sebelum bola besi sempat menyentuh Mba dari keempat sisi, bola-bola tersebut kembali dilontarkan, ke arah yang sama dengan kekuatan yang berkali-kali lipat dari sebelumnya.



Sesuai rencananya. Setelah melontarkan bola besi, meriam-meriam secara otomatis terangkat ke atas langit, memosisikan meriam dengan ujung pelontar di atas. Bola besi yang berbalik tentu mengarah ke arah meriam, namun seketika mengenai perisai yang telah dipasang di bawah masing-masing meriam, dipasang dalam sudut miring hingga bola meriam yang terlontar akan terpantul. Terpantul ke bawah tanah hingga menghujam tajam, menembus lapisan tanah hingga saling beradu tepat di bawah kaki Mba.



Mba merasakan getaran di atas tanah yang menjalar ke arahnya, memaksanya untuk bergerak dari posisinya saat ini. Namun belum sempat ia bergerak menjauh, sesuatu bak melambatkannya. Metro~Nom, alat yang telah Elle tancapkan sejak awal tepat di mana dirinya berdiri saat ini. tiap getaran yang disalurkan oleh Metro~Nom akan melambatkan siapa saja yang Elle anggap sebagai lawan. Radiusnya sama seperti radius Seismic Sense Elle. yang berarti, mencakup keseluruhan ruangan berbidang 10 x 10 meter tersebut.



Elle terkikih senang, karena semuanya sesuai rencananya. Ia lantas kembali menghantamkan palu tempanya, menghantam dinding di samping kanannya. Elle sadar bahwa dinding-dinding ruangan tersebut anti serangan. Namun bukan berarti ciptaan dan trigger yang ia butuhkan tidak bisa digantung di atasnya.



Sebuah Dr.Ill berukuran raksasa terjatuh dari atas tiap sudut, menyatu dengan meriam yang mengacung ke atas langit. Dr.Ill mulai bekerja, berputar-putar di atas langit menunggu komando selanjutnya.



Hantaman terakhir palu tempa Elle kembali dilancarkan. Kali ini pemicunya berada di sisi kiri dinding di sebelahnya. Pemicu terakhir mengaktifkan bola Shock'O matic yang turun dari atas langit, menunjukkan waktu yang bergerak perlahan hampir menyentuh angka 05:12. Diikuti lontaran Springfield di tiga sudut ruangan. Mendorong paksa meriam dengan Dr.Ill raksasa yang terus-menerus berputar. Meriam terlontar ke Arah kaki Mba, yang kini tengah berusaha untuk bergerak, namun terkejut karena kembali terbutakan kilauan Shock'O Matic.



Elle terkikih. Tiga Dr.Ill raksasa menghancurkan pijakan kaki Mba hingga membawanya terkubur, menyisakan kepalanya yang menonjol mencuat di atas lantai yang hampir gembur. Mba tak bisa bergerak dalam kuburan ciptaan Elle. di mana Dr.Ill raksasa yang hampir melubangi kepala Mba dari tiga arah malah kembali di pentalkan oleh energi dari tubuh Mba.



Salah satu Dr.Ill Raksasa masih berputar di sudut terakhir. Sengaja Elle sisakan untuk pertunjukkan terakhirnya. 05:00, waktu yang tersisa semakin menipis, dan embusan gas yang muncul dari lubang-lubang dinding. Elle sempat mencium aroma menjijikkan dari gas yang tersebar perlahan memenuhi ruangan. Secara paksa menyadarkan tubuh si mungil Elle yang kini tengah berdiri tak mengerti dengan situasi yang terjadi.



Matanya kembali berwarna Amber. Ia menahan napas untuk beberapa saat, berusaha mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi selama tubuhnya dikendalikan. Beberapa alat yang jelas ciptaannya tergeletak di beberapa sudut ruangan, dan sebuah Dr.Ill raksasa yang justru mengejutkannya masih terus berputar di sudut kirinya. Gas semakin pekat, dan tubuh Elle mulai melemah, tak dapat menahan napas lebih lama lagi. Ia menatap ke atas langit, menatap penunjuk waktu yang terhenti pada angka 04:44 sebelum akhirnya lenyap dan menghilang, dan mengembalikan ruangan penyiksaan pada keadaan semula. Gelap dan mencekam.



Suara-suara mistis kembali terdengar, diikuti sorak-sorai dan tawa yang tampak menikmati pertunjukannya. Kepulan gas beracun masih mengisi ruangan tersebut, perlahan mencabut kesadaran Elle dan belum lama telah membunuh Mba, lawannya.



Elle hanya terduduk pasrah. Dalam kesadarannya yang berangsur lenyap, sesosok gelap dalam hatinya berusaha menguasainya kembali. Ia memohon pada Jiwa Elle untuk bertahan, dan memintanya untuk menghantamkan palu tempanya ke atas tanah.



Elle hanya bisa menurut patuh, tanpa tahu maksud dari si bayangan hitam. Ia terlalu lelah untuk bertanya, dan terlalu lemah untuk melawan, hingga sekali lagi tubuhnya dikuasai esensi Khaoss. Dalam kesadarannya yang semakin menghilang, Esensi Khaoss berhasil memukulkan palu tempa untuk terakhir kalinya. Melontarkan tubuh si Bocah tembam ke atas langit, dan secara tidak langsung mengaktifkan Shock'O Matic terakhir, membiaskan pandangan siapa saja yang menatapnya. Pintu keluar jelas terpampang di atas langit-langit, di mana Elle tengah terlontar ke arahnya.



Sementara itu, nasib Mba berakhir tragis setelah terperangkap oleh kuburan yang Elle ciptakan dan oleh gas beracun yang terlalu banyak ia isap. Di tiap meter yang Elle lewati, Dr.Ill terakhir menggelinding, tepat ke arah tubuh Mba yang terperangkap dan wajahnya yang berwarna biru legam.



Dan di saat Elle berhasil keluar dari ruangan siksaan tersebut, Dr.Ill terakhir menusuk paksa tubuh Mba, mencincang hingga terburai tak karuan. Elle sama sekali tak tahu kejadian tersebut, karena sesampainya ia di luar ruangan penyiksaan, tubuhnya telah kehilangan kesadarannya.



==========FIN==========

14 comments:

  1. Wih, Elle jadi punya kepribadian ganda pula?

    Lucu juga Elle nganggep Mba sebagai mama, padahal secara umur kan lebih tua Elle.

    Salah satu downside cerita ini kayanya sama kayak entri Nurin atau Reeh yang saya baca, yaitu begitu masuk battle, feelnya berubah jadi lebih monoton. Selain itu menangnya Elle juga jadi ga ninggalin kesan karena di narasinya pun ga berkesan itu kejadian istimewa. Tiba-tiba udah selese aja. Saya ga tau pas atau ngga, tapi ini mungkin contoh narasi yang agak terlalu 'tell'.

    Satu lagi, saya juga bingung kenapa Elle jadi ngurusin Abby dulu. Saya ga masalahin kalo Abby mau dibawa jadi poin canon Elle, tapi karena berantemnya mereka makan waktu dan anehnya Mba belum ada di ruangan tapi waktu pertandingan udah jalan...saya jadi ngerasa ganjil aja.

    Nilai nyusul nunggu entri lawan muncul.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Woah.... Thx Bang Sam...

      Sepertinya adegan terakhirnya (yg mulai masuk Terrain Playground) terlalu over tell yah >.< duh... belum dapet style yang pas buat nulis yang kaya gitu :(

      umm... belum bisa masuk kategori Kepribadian ganda sih... hanya di kendalikan sama Esensi Khaoss which is normal di dunia Vallarth...

      SIP.... Ditunggu ya Bang Sam ^_^

      Thanks Again ~~(' 3')~~ nom.

      Delete
    2. Shared score dari impression K-3 : 7,2
      Polarization -/+ 0,2
      Karena saya lebih suka entri Elle, jadi entri ini saya kasih +0,2

      Final score : 7,4

      Delete
    3. wuih.... Makasi Bang Sam ^_^

      Ah, sepertinya emang uda waktunya baca2 entrant yang lain :D
      (uda baca yg Leon and CC, tapi blum sempet komen >.< )

      Delete
  2. Hm... narasinya emang agak draggy di battle, saya sependapat dengan Sam. Untuk kill-nya sendiri, lumayan bagus karena memanfaatkan environmental kill yang ga bisa di-repell sama kekuatan Mba (walau saya pengen banget liat ada yang kill Mba hasil usaha kekuatan char sendiri).

    Score 7,5

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih tante Yvi..., eh maaf Om Zoel uda menyempatkan diri membaca Entrantnya Elle...

      Sepertinya saya harus terus belajar dan meningkatkan style menulis yang belum terbentuk ini ^_^.

      Thanks again Om Zoel ^_^

      Delete
  3. Ferrum : "Kasihan sekali Mba, kalahnya seperti orang yang

    terlupakan."

    Limbo : "Aduh, perkelahian anak kecil di awal itu mengesalkan

    sekali. Apa maunya si Abby? Tapi untunglah berkat dia sifat asli

    Elle keluar."

    Ferrum : "Bukan sifat aslinya. Intu esensi K-h-a-o-s-s."

    Limbo : "Itu cuma kedok agar terlihat baik. Tap sebenarnya dalam

    diri setiap orang itu memang dibangun atas dasar kebejatan."

    Ferrum : "Yah, yah, kau ingin memberi nilai berapa?"

    Limbo : "Tumben kau mempersilakanku?"

    Ferrum : "Daripada kau selalu menyelang seperti biasa."

    Limbo : "Baik, kuberi nilai 8."

    Ferrum : "Kenapa?"

    Limbo : "Yang paling utama karena aku suka pertarungannya."

    Ferrum : "Baik."


    Nilai = 8

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasi Kk Grande...

      sebenernya Aslinya Elle tu ga punya Esensi Khaoss XD. dan itu sengaja dimunculin buat mengakhiri perjuangan Elle di BoR ini karena banyaknya hal dan kesibukan di Dunia nyata...

      lebih baik mengakhiri dengan cerita kan, ketimbang menghilang dalam WO...

      Sekali lagi makasih banyak udah baca Entrant Elle ^_^

      Delete
  4. Richella Elleanor

    "Hauahahha gimana Umi? AKi benar kan? cerita ini akan jadi cerita terakhir dari Elle." Adalah Aki August, author dari si imut Elle yang menuliskan cerita ini.
    "Iya ki.. Aki bener. Umi ga suka sama ceritanya. Terlalu bukan Elle. Elle dan keimutannya menghilang. Esensi khaos-nya akhi malah dimunculin. Umi jadi sebel banget."
    "Kan udah aki bilang aki ga mau lolos ronde ke empat."
    "Iya ki.. aki bakalan dapet kok yang aki inginkan."
    "Ahhh Umi ga seru nih. Ngiya-in mulu."
    "Iya kii.. biar aki seneng."
    "Umiii.. Udah oke-oke. Berapa nilainya?"

    " Oke.. nih rinciannya :
    alur(max 2.0): 1.0 Umi sangat ga suka alurnya. Ngeselin, kenapa harus ada esensi khaos disitu. ngeselin. pokoknya ngeselin.
    gaya bahasa(max 2.0): 2.0 walaupun gitu Umi suka sama gaya bahasanya. Ini terasa halus dibanding R2.
    konsistensi cerita (max 1.0): 0.5 ga ada yang ga sinkron sih. Cuma Umi bingung kenapa settingnya kayak ga bekerja.
    bagian favorit ( max 1.0) : 0.2 dikit banget bagian favorit Umi disini. Rasanya fungsi ruangan yang harusnya nyiksa berasa kurang banget
    karakterisasi(max 2.0): 1.0 Umi ga suka Elle versi chaos-nya. Umi juga ga suka Mba-nya berasa bukan mereka banget.
    kecepatan submit (max 2.0) : 1.0 (poin plus karena aki submit minggu kedua)

    total : 5.7
    "

    ReplyDelete
    Replies
    1. Astaghfirullah... nilainya... *tutup mata*

      masa ampe segininya Um? :O

      Delete
    2. wajar kok bang ren...

      Elle ga imut = FAIL,
      dan munculin Khaoss di awal = blunder...

      hahaha tapi emang niatanku R3 udahan kok... tapi seengganya diakhiri dengan cerita, ga WO langsung gitu :3

      Delete
  5. Entri ke-12 :3
    Dan Elle… elle… elle.. saya ketemu gambar Elle yg imut banget, digambar ama kak Ar Ru :3
    Lanjut…
    Dan saya ketemu drama di sini. drama, tapi terlalu banyak. saya ngitung2, ada ½ bagian cerita untuk menceritakan bagian awal cerita ini. dna baru ketemu mba di ½ akhir cerita. Saya juga agak heran pada awalnya, kenapa elle bilang mba itu mama? Dna setelah ngikutin, oh.. kayak gini? Saya coba convert ke word (biar bisa dibaca di tablet punya saya). Dapat 20 halaman. Dan sampai halaman 16, saya masih belum ketemu konflik yg bener2 mngehook saya. Baru di halaman 17, saya ketemu. Oh, Elle… kok kamu jadi kayak gini nak…?
    Dan selesai di halaman 20. Terlalu singkat. Bahkan battlenya sekalipun tidak berkesan. Mungkin gara lawan mbak kali ya :v
    Satu hal yg menarik, saya ketemu Abby di sini. dari awal saya bertanya2, ini karakter ada gunanya nggak ya? Udah 3 ronde jalan, ga ada satupun yg ngebahas (mungkin di lounge, tapi cuma sekilas lalu). Saya gam au komentar soal ini sih, soalnya kak glen sekalipun juga belum ngasih kejelasan soal abby (menurut saya sih, kalau ga ditulis ya, ga masalah). Dan saya apresiasi soal ini.
    Untuk nilai, saya ngasih: 7.0
    Semangat kak :3

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Cc Karina...

      Abby yah... walaupun uda ga lolos, tapi Elle dan Abby bakalan jadi temenan kok... selamanya *Self Proclaimed Friend* #PLAK

      Perihal Khaoss,, itu murni disengaja untuk mengakhiri cerita Elle XD
      ^_^

      Delete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -