April 8, 2014

[ROUND 1 - E] COLLIN BURKE - PULANG

[Round 1-E] Collin Burke
"Pulang"
Written by Hardy Zhu

---

Tubuhku dijatuhkan secara paksa ke daratan. Aku belum sempat menyiapkan kuda-kuda untuk mendarat, Hvyt gila itu sudah melepaskan jeratannya. Lihat makhluk bersayap di sana, tanpa berkata apapun langsung melesat dan menghilang di balik awan. Apa itu yang dikatakan pelayan dewa? Dewa yang katanya menciptakan semua makhluk? Entah apa yang dikatakan orang-orang yang masih hidup jika tahu dewa pencipta mereka beda tipis dengan penyihir jahat.
Aku menepuk dada, lengan dan paha yang terkena debu aspal. Ini arena bertarungnya? Aku menyebar pandangan. Sedetik kemudian... apa ini? Thurqk!! Apa maksudmu membawaku ke mari? Kamu mau mengujiku dengan bertarung di sini? Di rumahku sendiri?

Yah! Kau sang pencipta. Kau tahu apa kelemahan terbesarku. Tapi sayang sekali aku tidak akan kalah dengan tantangan kecil seperti ini. Apalagi yang sengaja dirancang olehmu. Yang aku tahu pencipta itu maha sempurna dan penuh belas kasih. Melihat skenariomu, aku semakin yakin kamu hanya seorang aktor yang mengaku sebagai dewa. Lihat saja, setelah gerbang akhirat kutemukan, kekuatan Kate akan menghidupkanku, bahkan tak perlu repot mengalahkan seluruh lawan di turnamen ini.

Sonberg City, ini sungguh mirip. Aku berjalan perlahan di pusat kota yang sepi. Dulu tempat ini dipenuhi kendaraan yang lalu lalang. Pusat kota dengan aspal lebar yang lengang, dan gedung-gedung yang menghalagi sinar matahari. Ini bukan Sonberg City sungguhan, ini perbuatan Thurqk dengan jurus ilusi kacangannya. Biarlah dia mendengar kata hatiku yang tak berhenti menghujatnya. Agar dia tahu pencipta tak sepantasnya memerlakukan ciptaannya semena-mena seperti ini.
Tidak ada mobil yang bisa kupakai untuk menelusuri kota. Hah! Jika ini tiruan Sonberg, berarti tiruan rumahku pasti ada! Aku menyebar pandangan. Rumahku di sana, belok kiri di perempatan jalan di depan. Aku berlari sekuat tenaga.
Sudah berapa hari aku mati? Yang jelas aku sangat merindukan rumah.

Setiap sudutnya sama. Pintu dengan gemerincik lonceng. Tidak! Kantung mataku mengembang, kelopakku menghangat. Iya ini rumahku. Foto ayah masih aku pajang di dinding ruang tamu. Ruang makan kecil yang selalu kulewati bersama Kate dan professor-ku. Bayangan mereka terkadang muncul tanpa diundang, menjatuhkanku dalam relung rindu yang tak kuduga. Aku akan bertarung dengan orang-orang yang belum kukenal. Namun aku dibawa ke tempat dimana titik terlemahku berada. Perasaanku. Keluargaku. Cintaku. Semuanya bersatu di sini.
Tangganya masih sama. Itu kamarku. Tepat setelah melewati anak tangga. Pintunya setengah terbuka. Pintu coklat kubuka perlahan. Tempat tidur, jendela dan perabotan kamarku yang masih sama. Tidak ada yang berubah. Tempat ini membuatku lupa apa tujuanku dibawa kemari. Sampai-sampai aku tidak ingat lagi apa yang kupikirkan barusan.
Ranjangku yang empuk. Tulang punggungku kurapatkan bersamanya. Langit-langit yang menjadi pemandangan tetap. Sekali lagi pandangan kubiarkan berkeliaran. Menikmati sudut-sudut yang tidak pernah terasa asing lagi. Perlahan mataku terasa berat. Aku menguap. Semuanya perlahan buram dan berubah menjadi gelap.
/////
Hah!! Kesadaranku membuncah tiba-tiba. Aku terbangun dari tidur yang tak sengaja terjadi. Mataku terbuka tanpa jeda ataupun kedipan. Suara lonceng pintu depan berbunyi. Pintu sepadat itu tidak mungkin tergeser oleh angin.
Apa karena hewan? Aku tidak melihat makhluk mati hidup berkeliaran selain aku. Bila ada makhluk mati hidup lain, pasti salah satu dari empat lawanku.
Dengan pelan kurapatkan kaki di lantai dan sedikit mengendap menuju pintu kamar. Aliran listrik kebiruan memercik di kedua tanganku. Aku harus siap menyerang jika benar ada yang masuk ke rumahku. Sonberg City begitu luas, kenapa lawan lain begitu cepat menemukanku. Thurqk tidak mungkin memberitahukan peserta lain dimana keberadaanku kan.
Sebelah mataku mencoba mengintip keluar lalu tubuhku terpental ke belakang dengan punggung menghempas lantai. Seseorang mendorong pintu dengan keras dari luar. Aku menembakkan listrik (demm) ke arah pintu meskipun sosok di baliknya belum nampak. Tidak ada siapapun yang muncul. Suasana kembali hening. Aku berdiri dan siap melakukan demm sekali lagi.
Pintu terbuka dengan pelan dan seorang gadis berambut amber sepundak berdiri dengan polos, tanpa kuda-kuda menyerang.
“Apa kau lawan pertamaku?” tanyaku masih belum menurunkan kedua telapak tangan yang menghadap langsung padanya.
“Hmm?” Cuma itu yang ia katakan. Membuatku bingung ketika ia menatapku terus menerus. Wajahnya bulat chubby dan terlihat lugu. Ada topi bundar yang tidak menutupi seluruh rambutnya, mungkin ia jadikan sebagai aksesoris untuk mendapatkan daya tarik lawan.
Penampilan yang terbilang keren menurutku. Pakaian kulit coklat lengan panjang dan sepasang sarung tangan. Benar-benar seperti petarung, beda denganku yang hanya memakai kemeja dan baju kaos biasa.
Satu yang masih membuat perlahan tanganku melemah dan tidak berniat menyerangnya lagi, dia seperti tidak ingin bertarung. Melawan seorang gadis di kamarku sendiri? Sungguh Thurqk tidak pernah membuatku merasa kuat.
“Sudah cukup basa-basinya. Mentalmu cukup kuat dan tidak terlena dengan pesonaku!” gadis berambut hampir orange ini mengeluarkan benda aluminium yang ditumpuk berbentuk sebuah senjata. Sangat aneh. Sebuah tembakan melesat ke arahku. Aku melompat ke tempat tidur guna menghindari serangannya. Dinding kamarku tertancap sebuah sendok. Apa yang di tangannya? Dia merakit perabotan dapur rumahku untuk dijadikan sebagai senjata?
“Siapa kamu sebenarnya??”
Senyuman jahatnya terpampang, “Panggil aku Richella.”
Sekali lagi tembakan sendok dikeluarkannya. Aku berguling ke arah sudut kamar lain. Demm ingin kutembakkan namun gadis yang menggunakan aura lugunya sebagai pengalih perhatian tidak memberiku sedikit jeda. Ruangan kecil ini membuatku tidak berdaya. Sendok-sendok ini akan menembus kepalaku bila betah menikmati serangannya. Aku butuh ruangan lebih luas.
Ia berdiri menghalagi pintu keluar. Tidak ada jalan lain. Kuterobos jendela kamar lantai dua. Memecahkan kacanya dengan seketika. Tanganku menjerat besi saluran air sebagai pegangan. Tidak mungkin tubuhku mendarat ke halaman samping begitu saja. Aku terhenti di peganganku lalu mendarat pelan.
Oh tidak!! Gadis lugu penipu ini menembakiku dari jendela atas. Membuatku kesal dan demm kutembakkan ke arahnya langsung. Ledakan terjadi dari dalam kamar. Dia sudah tak menampakkan diri. Semoga demm-ku menjadi gertakan untuknya. Menyerang tiba-tiba di rumah sendiri adalah cara yang tidak sopan.
Aku kabur dari sini bukan berarti aku takut. Suasana kampung halaman entah menyingkirkan murkaku untuk bertarung. Menghindar untuk sementara waktu mungkin lebih baik.
“Scarlet! Itu dia!” seruan itu menarik perhatianku. Dua makhuk aneh berdiri di halaman depan rumah. Laki-laki berambut abu-abu yang memakai earphone dan sosok aneh biru seperti hantu jelly.
“Serang dia, Emils!” perintah laki-laki ber-earphone, lalu hantu jelly berlari ke arahku dengan memanjangkan tangan runcingnya. Demm kutembakkan namun listrikku menembus tubuhnya. Nyaris! Lengan kemejaku sobek terkena gorengan pisau yang menyatu dengan tangannya. Listrikku tidak bekerja terhadap benda kenyal ini. Kepalan tanganku menyerang kepala ovalnya. Tetap tak bekerja. Aku harus pergi dari sini!
Laki-laki ber-earphone berganti menyerangku. Rantai panjang dengan ujung kapak besar berputar-putar. Sebentar lagi menghantam tubuh dan mencincang seluruh tubuhku. Demm kutembakkan ke sumber serangan. Rantai tersebut malah melilit tuannya. Dia sangat lemah yang langsung tidak berdaya terkena seranganku.
Laju lariku kutingkatkan meninggalkan rumah. Apa itu tadi? Tiga lawan langsung menyerangku? Mengeroyokku secara tiba-tiba? Apa mereka bekerja sama untuk menyingkirkan tuan rumah terlebih dahulu? Baiklah kalau itu mau mereka. Aku hanya butuh persiapan mental dan meyakinkan diri, bahwa aku harus bertarung, meskipun di rumah sendiri.
Tunggu dulu, Thurqk bilang setiap tempat dihuni lima peserta. Yang aku lihat tadi hanya tiga, lalu kemana satunya?
////
Napasku terengah-engah. Tenagaku sangat terkuras. Bila ada yang menyerangku seperti barusan, aku jamin akan musnah begitu saja. Sekarang dimana aku harus mengumpulkan tenaga? Aku yakin sebentar lagi ketiga makhluk aneh yang memilih untuk mengeroyokku akan menemukanku dengan segera. Sebisa mungkin tenagaku harus pulih agar aku bisa menggunakan demm dengan volt penuh dan memusnahkan mereka sekaligus.
Kampusku. Ya di sana! Aku memandang sebuah bangunan luas dengan gerbang yang terbuka setengah. Sepi sekali di sini. Kerumuman mahasiswa yang sering terlihat tidak ada lagi. Jelas, ini bukan kampusku sebenarnya. Aku menerawang ke segala arah sebelum memasuki gerbang Universitas Rionell. Tidak ada siapapun. Dan sedari tadi memang tidak ada yang mengejarku saat berlari.
Pintu utama kubuka. Semua lampu menyala. Koridor dengan sebuah persimpangan kulihat di depan sana. Mungkin aku harus mencari sesuatu untuk kumakan. Kalau Thurqk merancang arena pertarungan sangat persis seperti Sonberg City, bisa jadi....
Aku berlari menelusuri koridor dan berbelok ke sebelah kanan. Naik ke tangga dan berada di ruangan dengan jajaran kursi tunggu tanpa siapa-siapa. Aku terhenti di tempat, mengingat dimana letak tempat yang ingin kutuju sambil melirik semua pilihan jalan.
Di sana! Ujung koridor yang mengarah langsung ke suatu sudut di Rionell. Sebuah pintu dua sisi kubuka. Mataku membelalak dan air liur tenggelam melewati tenggorokan. Kantin Rionell lengkap dengan semua makanan.
Lihat semua ini. Steak, spageti, daging gulung ini sosis, macaroni. Tidak ada penjaga, tidak ada mahasiswa lain, sistem bayar pun tidak ada. Aku berlari dengan senyum sumringah mengambil baki aluminium. Dua potong steak kutarik, empat daging gulung lonjong, dan satu gelas minuman cola berukuran jumbo.
Sebenarnya berat untuk mengatakan ini. “Terima kasih, Thurqk! Kalau kamu baik seperti ini, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk tidak membencimu.” Setelah itu semua santap gratis ini kulahap. Tidak ada makan elegan. Aku bebas. Makan seberantakan apapun!
Hingga akhirnya kenyamananku membasmi makanan ini terhenti. Suara benda jatuh yang terdengar begitu jelas menghentikan setengah makanan yang sebentar lagi habis. Dengan cepat minuman cola kuteguk dan bersembunyi di balik meja. Pintu kantin kudengar terbuka. Ada peserta lain yang datang.
Kesalku bermunculan. Sonberg City sangat luas! Kenapa semua peserta begitu mudah menemukanku, dan tidak membiarkanku untuk menikmati kesendirian sebentar saja. Hmmm... baiklah kalau itu mau mereka. Saat ini aku harus menjadi penyerang duluan. Tidak lagi dikejutkan dengan serangan tanpa permisi seperti tadi.
Aku keluar dari persembunyian. Telapak tangan kananku mengeluarkan suara percikan listrik. Tanpa melihat siapa di sana, demm langsung kutembakkan. Tidak ada siapa-siapa. Sedetik kemudian dari atas langit-langit seorang gadis kecil yang bisa terbang menyentuhkan sesuatu di keningku.
Sekelilingku berubah. Aku berada di sebuah hutan. Hutan yang terlihat tidak asing. Pijakanku terdiri dari dedaunan kering. Ini? Ini hutan tempat aku dan ibu...
“Collin!!” seseorang memanggilku. aku berbalik. Itu Kate! Sedang dijerat oleh beberapa lavell yang akan membunuhnya. Ini masa laluku. Ketika ibu masih hidup. Mataku terbelalak ketika melihat tubuhku terbaring menahan sakit di sana. Itu aku? Bayangan ini? Ini sebuah halusinasi? Tapi dari mana datangnya?
Diriku yang lain bangkit. Aku tahu saat ini. Aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Langit di sekitarku menggelap. Suara guntur menggelegar. Dengan petir yang kuciptakan, menyambar ibuku. Aku melakukannya. Aku membunuh ibuku sendiri dengan kekuatanku. Aku yang sekarang jatuh berlutut. Mengingat kejadian masa lalu membuat rasa bersalahku menjad-jadi. Dadaku serasa sakit. Jika harus memilih, jalan takdir seperti ini tidak akan pernah kupilih.
Air mataku menetes tanpa kusadari. Tidak!! Aku tidak pernah menyesali kejadian tersebut. Aku harus melakukannya karena ibu telah membawa ancaman untuk semua lavell. Ibuku menjadi black lavell karena kesalahan masa lalu yang ia sembunyikan dariku. Aku tidak salah!! Justru aku menyelamatkan semua orang!!
Aku kembali jatuh berlutut di kantin Rionell. Kembali ke dunia nyata. Napasku terengah-engah seperti telah berlari beberapa kilometer.
“Apa yang kau lakukan padaku?” tanyaku pada gadis kecil terbang di depanku. Dia hanya diam. Kuperhatikan wujudnya, ia tak memiliki mulut. Rambutnya hitam sebahu dengan bando merah kecil di kepala. Pipinya merah merona. Tiba-tiba ia memalingkan wajah, seperti tak ingin kulihat matanya.
Dia tidak memiliki mulut, apa dia juga tidak bisa berbicara? Mendadak ia terbang menuju pintu keluar. Pergi dariku dengan tiba-tiba.
“Hei! Kamu mau kemana?” aku berlari mengejarnya. Tapi sayang ia begitu cepat menghilang. Aku bertemu lawan yang membuatku lupa untuk menyerang. Lawan yang membuatku bingung dengan kemampuannya. Lawan dimana tidak ada sedikitpun pertarungan yang terjadi di antara kita.
////
Aku harus menyelesaikan pertarungan ini. Tenagaku sudah cukup untuk melawan ketiga peserta itu. Richella, laki-laki ber-earphone, dan hantu jelly biru. Langit sudah menjadi gelap. Aku menengadah ke angkasa, tak satupun bintang nampak. Thurqk melewatkan satu detail Sonberg City rupanya. Rumahku selalu dihiasai bintang meskipun mendung berdatangan.
Di tengah kota yang sepi menjadi pilihanku bertarung. Aku berjalan seorang diri di tengah aspal yang dihiasi gedung-gedung tinggi di sisi kiri dan kanan tepi jalan. Hanya ada lampu jalan yang bersinar di sana. Redup, sepi, tanpa kehidupan. Kumpulan orang-orang mati akan bertarung untuk menjadi yang terbaik.
Mereka pasti masih mencariku. Baiklah, kupermudah mereka untuk menemukanku. Demm kutembakkan ke angkasa. Listrikku menyentuh awan dan suara guntur menggelegar. Cahaya kilatan menghiasi sudut jalan yang kurang pencahayaan. Sekali lagi kutembakan!! Dan kini tinggal menunggu kedatangan mereka.
“Hei!!” suara seorang wanita memanggil dari arah belakang. Aku spontan berbalik. Di tengah jalan raya kami bertemu. Tiga orang yang kutunggu telah berjalan mendekat berbentuk shaf. Masih ada sekitar 25 meter jarakku dan mereka. Kini aku melihat mereka begitu jelas.
Gadis yang bernama Richella, berambut amber dan topi menghias kepalanya. Kini ia tersenyum licik, tak bertingkah polos seperti tadi. Laki-laki ber-earphone, ada yang beda dengannya saat ini. Sorot matanya makin tajam, tubuhnya jelas semakin kekar, dan rantai dengan ujung kapak melingkar di bahunya. Berikutnya, si hantu Jelly. Sekilas ia tak menakutkan. Dengan jelly yang menyelimuti seluruh tubuhnya, justru itulah yang menjadi ketakutanku. Ia tidak bisa dihancurkan.
Mereka berhenti tempat 15 meter di depanku.
“Terima kasih atas undangannya. Collin,” tukas Richella. Ia tahu namaku, batinku.
“Ya! Aku senang sekali kalian masih memiliki nyali untuk melawanku.”
Sontak mereka bertiga tertawa. Membuatku tak nyaman.
“Saking takutnya, kalian berusaha menutupi dengan tertawa?” kubalas mereka dengan tawaku yang tidak kalah lantang.
“Sudah cukup. Sebelum bertarung aku ingin memperkenalkan siapa yang menjadi lawanmu. Thurqk sepertinya tidak bertindak adil mempertemukanmu dengan lawan-lawan kuat. Aku lihat kamu cuma bisa menembakkan listrik.”
“Jangan remehkan kekuatanku!”
Richella memanasiku
“Kamu sudah tahu kan namaku. Dan kamu sudah melihat sebagian kemampuanku yang kau hadapi tempo hari hanya dengan menghindar,” seringainya. “Disampingku kananku, pria gagah dengan seragam tentara penuh wibawa, Scarlet.”
Itu laki-laki ber-earphone.
“Emils!” Richella melirik di samping kirinya. “Jangan remehkan dia, Collin. kamu tahu kan listrikmu tidak bekerja padanya?”
“Aku tidak pernah meremehkan lawanku. Bukan aku yang bertingkah sebagai pengecut dan memilih membentuk tim dan melawan satu orang.”
Tak lama kemudian, mataku terbelalak melihat siapa yang hadir. Gadis tanpa mulut terbang dan mendarat di....
“Akhirnya kau bergabung dengan kami, Silia.” Richella menyambut dengan bahagia. Gadis yang ternyata bernama Silia mendarat di samping Emils.
Ada apa dengan mereka? ini tidak adil! Empat lawan satu! Aku tidak terima! Thurqk, lihat di sini! Jika kau mengaku sebagai pencipta, berikan aku pertarungan yang adil! Aku berteriak dalam hati. Percuma! Thurqk memang mendengar tapi ia tak akan mengabulkan. Kini aku hanya punya aku.
“Lihat formasi ini, empat lawan satu?”
“Kenapa? Kamu keberatan, Collin?” Richella sepertinya yang menjadi juru bicara di sini, atau memang dia yang tak pernah bisa diam.
“Jika kalian merasa kuat, lawan aku satu persatu. Namun jangan salahkan aku jika label pengecut masih setia kulontarkan kalau kalian semua menyerangku sekaligus.”
Richella berunding. Mereka berbisik satu sama lain. Sedangkan Silia masih saja menatapku dari kejauhan. Aku harus memanfaatkan situasi ini! Di tengah kelengahan mereka, demm kuarahkan dan mengejutkan semua orang. Ledakan kecil tercipta, sehingga kabut sempat menutupi beberapa detik.
Kabut menghilang. Richella terbaring tak sadarkan diri. Aku tersenyum licik, namun si hantu jelly-Emils berlari mendekatiku. Dengan tangan tajamnya ia mulai menyerang. Listrik tak kugunakan, bertarung tangan kosong dan jarak dekat? ayo!
Langkahku berjalan mundur menghindari tebasan demi tebasannya. Ia sangat cepat. Tangannya memanjang di depan wajahku. Kuraih sikut dan mengunci pergelangan tangannya agar pisaunya tak dapat digunakan. Kubanting dirinya dan kuhempaskan ke aspal. Emils terbaring dan memakai kedua kakinya menghantam dadaku. Aku terpental dan menubruk dinding bangunan di tepi jalan.
Oh tidak! Kapak Scarlet mulai bermain. Nyaris terkena kepalaku. Ia memutar rantai dengan ujung kapak. Begitu cepat dihantamkan menuju tempatku berada. Sesegera mungkin aku harus menghindar. Berguling beberapa meter dan demm kutembakkan kepadanya. Ia dapat menghindar.
Tenagaku mulai terkuras.
“Ini balasanku tadi pagi!” kapak dengan rantai milik Scarlet melesat ke arahku. Aku melompat dan berhasil berkelit. Namun rantai tersebut ditarik Scarlet kembali dan melilit tubuhku. Lilitannya sangat kuat sehingga membuatku tak bisa bergerak. Semakin lama semakin kuat, seluruh tubuhku kesakitan.
“Lepaskan aku!!” aku memakai clofer tingkat tinggi, menyelitmuti seluruh tubuhku dengan listrik. Listrikku mengalir ke rantai Scarlet dan menyetrumnya. Scarlet tak sadarkan diri.
Begitupun dengan aku. Amarahku terlalu menyulut sehingga aku tidak memperhitungkan volt yang kukeluarkan. Tubuhku berhasil lepas dari rantai Scarlet, tapi sayang aku jatuh berlutut, tubuhku lemas.
Emils datang dan menendang pinggangku dengan keras. Aku terbatuk. Emils mendekat lagi dan siap menusukkan pisaunya ke tubuhku. Kucoba sekali lagi demm-ku padanya namun masih tak bekerja. Emils tertawa.
Tiba-tiba Silia datang menyentuhkan sesuatu di tubuh Emils. Sebuah kelopak bunga seperti yang tadi yang sentuhkan di keningku. Emils berdiri di tempat lalu terdiam. Apa dia berada di halusinasi serupa yang kuamali?
“Silia.” Aku memanggilnya.
Yang mengejutkan, di tengah Emils yang terjebak halusinasi, ia berubah menjadi tumpukan Jelly dengan sebuah bola biru tua di tengahnya. Tak berbentuk seperti manusia lagi. Silia bergerak dan menghalangi pandanganku. Apa yang ingin ia lakukan?
Rambutnya memanjang dan membetuk sebuah kalimat...
Tusuk inti tubuh, Emils!
Silia memberiku sebuah pisau kaca transparan yang begitu runcing. Awalnya aku ragu namun ketika Silia mengangguk, kulakukan perintahnya. Kutusukkan dengan kencang bola biru tua itu. Tubuh Emils pecah. Air dari tubuhnya berserakan kemana-mana. Emils musnah.
Tak lama tubuh Scarlet bergerak.
Rambut Silia kembali memanjang. Melilit tubuh Scarlet dengan rambut miliknya. Suasana genting seperti ini membuatku tak bisa berpikir sejernih Silia, ditambah aku tidak lagi memungkinkan mengeluarkan listrik. Bila kupakskan, akibatnya akan kurasakan sendiri. Aku hanya duduk lemas bersandar di dinding bangunan.
Scarlet kini telah menjadi sasaran Silia. Scarlet masih tak berdaya dengan sengatan listrikku, meskipun ia telah sadarkan diri. Seperti dugaanku, kelopak bunga milik Silia kembali ditempelkan ke kening Scarlet. Silia melepas jeratnnya dan Scarlet kembali terbaring dengan halusinasi masa lalunya.
Dengan berani, pisau kaca yang tadi kugunakan untuk menusuk Emils, akan digunakan Silia. Dengan hujaman kencang, tusukan keras menembus jantung Scarlet. Tubuh Scarlet pecah lebur menjadi abu, perlahan dan ditiup angin. Scarlet musnah.
Tersisa Richella. Ia masih terbaring di aspal.
“Silia.” Aku tidak bisa mencegahnya. Silia terbang perlahan mendekati Richella. Tangan Silia masih memegang pisau kaca tadi. Dia akan menusuk Richella. Tapi tunggu, Richella terlalu lama tidak sadarkan diri. Ada yang tidak beres. Oh tidak! Richella hanya pura-pura pingsan!
“Silia, awas!”
Richella tiba-tiba bangun dan menendang Silia lalu terbanting di aspal.
“Kau kira aku akan begitu mudah dikalahkan olehmu? Dasar penghianat!” Richella bangkit dan menginjak langsung perut Silia.
“Hentikan!!” teriakku.
“Ah, nikmati saat-saat santaimu, Collin. setelah membunuh gadis kecil ini, aku akan segera menghabisimu.”
Sekali lagi Richella menghantamkan sepatu kerasnya ke perut Silia. Sekali lagi, sampai berulang kali. Melihat Silia yang tidak mampu melawan membuatku yakin, Silia lemah dalam jarak dekat.
“Aku tak pernah menginjak tanah seempuk ini!!” Richella tertawa.
Aku harus melakukan sesuatu. Aku berusaha bergerak, bangkit dari ketidakberdayaanku. Berjalan dengan jarak yang berusaha aku lalui. Mendekat ke arah Richella. Semoga ia masih menikmati pekerjaannya dan tidak menyadari aku yang sudah mendekat. Tidak ada jalan lain, aku harus melakukan ini. Silia sudah membantuku, menyelamatkanku. Kini kubalas kebaikannya.
Kedua bahu Richella kuremas. Listrik dengan kekuatan penuh kusengatkan padanya. Listrik terakhirku. Cukup lama tanganku kubiarkan menempel, agar Richella merasakan sengatan nikmat ini. Ia berteriak.
“Rasakan sengatannya! Kubur impianmu untuk menjadi pemenang!”
Sedetik kemudian, tubuh Richella lebur menjadi debu yang perlahan terbang ditiup angin. Richella musnah. Aku tersenyum kecil melihat Silia yang selamat. Kedua telapak tanganku masih memercikan sedikit listrik, lalu menghilang seketika. Tubuhku roboh. Terasa kaku, tak bisa digerakkan. Silia menepuk-nepuk pipiku. Penglihatanku buram, aku tidak bisa merasakan apa-apa. Semuanya kembali gelap.
////
Aku tersadar masih dalam keadaan yang sama seperti terakhir aku pingsan. Terbaring tak berdaya. Malam telah usai. Pertarunganpun begitu. Kalau tidak ada Silia, aku sudah berakhir menjadi serpihan debu dan siap dibakar oleh Thurqk. Hah? Silia? Dimana Silia? Aku bangkit dengan keadaan berbeda. Tenagaku sudah pulih kembali.
Tapi dimana ini? Aku berada di atas bangunan tinggi. Aku menerawang ke segala arah dan melihat Silia melayang jauh di sana. Ia berbalik, mendapatiku yang telah sadarkan diri. Cuma satu yang aku pikirkan, siapa yang akan menang di antara kita?
Kamu menang, Collin
Rambut Silia membentuk kalimat itu.
“Tidak, Silia. Menurut aturan pertarungan, hanya satu peserta yang bertahan di setiap realm. Apa kah kau mau bertarung denganku?”
Silia menggeleng.
Aku tidak perlu memenangkan pertarungan. Aku tidak perlu hidup kembali.
“Kenapa? Bukannya...”
Aku bisa membaca pikiran setiap peserta lain, jadi secara tidak langsung aku mengetahui kelemahan dan begitu mudah mengalahkan mereka. Kalau aku ingin menang, aku bisa dengan mudah membunuhmu ketika kau tidak sadarkan diri. Namun tujuan utamaku cuma satu. Mencari kebenaran.
“Jadi, apakah kau telah menemukan kebenaran itu?”
Dirimu, Collin. Dirimulah kebenaran itu. Kamu memiliki hati yang bersih. Tujuanmu untuk memenangkan pertarungan mulia. Semua orang masih membutuhkanmu, kamu harus hidup kembali.
“Terus bagaimana caramu untuk membuatku menang? Silia!! Apa yang ingin kamu lakukan??”
Silia melayang di sisi bangunan, aku tidak bisa menggapainya di tempatku berdiri. Di hadapanku tidak ada apa-apa lagi. Sekali melangkah aku akan jatuh. Silia memegang pisau kaca yang ia berikan padaku semalam.
“Silia!!!”
Silia menusuk perutnya sendiri dengan pisau tersebut. Cahaya pelangi memancar di sekeliling tubuhnya. Cahaya tujuh warna yang semakin pekat dan menyilaukan pandanganku. Sebuah ledakan kecil yang berasal dari tubuh Silia membuatku terpental. Silia menghilang. Ia mengorbankan dirinya dan menjadikanku sebagai peserta terakhir yang bertahan.

.

19 comments:

  1. Alur : 1/3
    Saya ttp ga ngerti kenapa mereka berempat nguber Collin seolah dia yg plg istimewa. Dan knapa jg mereka berempat gak saling serang sebelumnya. Terus alurnya lambat bgt, leye2 n nyantai wkwkw. Emosi nyaris datar. Deskripsi tempat kurang jg niy, sy gak ngerasain suasana tempat dgn nama kebarat2an tsb..

    Karakterisasi : 1/3
    Kyaknya Elle agak OOC ya... Selain Sil, kyknya karakter lain krg dieksplor.

    Gaya bahasa : 2/2
    Asik nih, ngalir bacanya ^^)d
    Gerakan2nya jg mudah divisualisasikan

    Typo n error : 1/1
    Ada satu typo klo gk slh tadi, tp gk bgt berarti

    Hal-hal lain : 0/1
    Jujur sy gk nemuin yg istimewa dr Collin n battlenya #plakk
    Sejauh ini sy plg suka sma gaya bahasanya yg ngalir, selebihnya gk ada yg memorable ..... Uuu... Ampuni saya ini >-<

    Total : 5 utk Collin
    Maaf ya >.<

    ReplyDelete
  2. O ho hon! Moi jadi nunda tidur gara2 Collin udah di submit. Moi excited buat baca canon yang satu ini. And as expected from la author with 2 published book, this story has an ease and arguably undisputed flow. Narasinya lancar dan salah satu cerita yang well-constructed selain King (walo moi belum baca canon Sam). Agak stumble di battle dan Elle yang OOC. Tapi, kalo tahun lalu ada Dee dan Om Po, tahun ini vous definitely a rookie to watch. O ho hon! 8 dari moi.

    ReplyDelete
  3. Sebenernya saya seneng baca ini. Selain karena unik -baru kali ini ada yang pake pov 1 -, bahasanya juga ringan dan mudah diikuti, ngalir dari awal sampe akhir
    Tapi saya ga bisa bilang saya bener" nikmatin plotnya. Sifat Richellanya rada ooc (paling ga masukin dong nom nom nomnya), Sil kok kayanya gampang bener tau" bunuh diri, dan yang terakhir saya masih ga nangkep kenapa semua ngeroyok Collin 4vs1.
    Tapi kalo Collin terus maju, keliatannya ada potensi nih
    7/10

    ReplyDelete
  4. huaaaa... huaaaa. huuuuaaaa......
    point 7/10...

    1. umi ga dapet alasan kuat kenapa itu berempat pada berkomplot pada ngeroyok Collin.

    2. umi ga tahu, entah kenapa Sil sama Elle kebalik >///<, Sil emang tubuhnya kecil sih, dan umurnya kecil. jadi make sense. lah Elle? dia bocah, mengapa... mengapaaaaa?

    3. pisau kuarsa punya Sil dapetnya dari mana? (o.O) umi bingung. soalnya Sil ga bawa-bawa piso.

    4. Walaupun ini pov satu, plissss banget >.< tetep kasih tahu alasan-alasan yang lain buat melakukan sesuatu hiks, umi bingung kenapa Sil main templok-templok aja itu Lotus, kenapa dia malingin muka pas Collin mau liat matanya. hiks. hiks

    selesai komennya :)


    NB : saya kesel, baca ini pagi-pagi belum makan, dikasih scene Collin makan >.< Laperr cuyyy

    ReplyDelete
  5. Kalau dilihat dari segi perbandingan kekuatan, terkesan Collin bukan yang terkuat di antara para kontestan itu. Tapi sejauh ini cukup logis, ada "kerjasama" dari para kontestan untuk mengalahkan yang "terkuat", yang menurut saya di blok ini adalah Emils.

    Hanya saja, bilamana proses "penemuan kelemahan" dan "pengadaan senjata yang bisa memanfaatkan kelemahan itu" dijabarkan dengan lebih detil, pembaca baru bisa menyerap logikanya dan lebih menikmati actionnya.

    Walaupun akhirnya Collin menang, dia menang hanya karena punya "purpose" dan "alasan untuk pulang" yang kuat. Kalau melihat kekuatan semata, dia sudah kalah, walaupun cukup bijaksana untuk mundur dulu dan mencari solusi saat terkesan bakal "dikeroyok".

    Tapi menilik OC-OC yang lain, apa mereka tidak punya alasan pulang yang kuat pula, dan kalah dengan penasaran? Toh merekapun berhak berusaha sekuat tenaga, mendayagunakan kemampuan mereka yang paling maksimal berhubung kekuatan-kelemahan tiap OC di blok ini nampaknya hampir sebanding.

    Tapi hati-hati bila sampai bertemu para OC "monster" pembunuh masal di blok-blok lain.

    Menilik potensi yang cukup menjanjikan, saya berikan poin 8/10.

    ReplyDelete
  6. saya mau jawab pertanyaan yang hampir serupa, hehe.
    Collin itu dikeroyok oleh peserta lain karena mereka berpikir harus menyingkirkan tuan rumah terlebih dahulu (ada di bagian awal. narasi Collin)

    Keempat OC sebelumnya udah ketemu, tapi karena pake pov 1, pertemuan mereka sama sekali ga diketahui oleh Collin

    ReplyDelete
  7. Baiklah, karena sudah ada waktu, saya akan memberi kritik dan penilaian

    Pertama, Saya suka Battlenya setelah bertemu Sil kemudian melawan ketiga lawan lainnya. First Person Viewnya sangat terasa, Apalagi ketika Sil bergabung dalam pertarungan, pertarungan terasa lebih seru.

    Kedua, sepertinya Karakter Karakter kurang pas dengan Charsheet mereka.
    -Elle yang biasanya mengatakan "Nom" di akhir kalimatnya dan memiliki sifat ke kanak kanakan.
    -Kalau Emils Oke,deh karena dia memang "Underling-like" :D
    -Scarlet kehilangan sifat "Selalu nggak nyambung karena mendengarkan musik dari headsetnya dengan keras".
    -Dan Sil...... hm.... kurang "Misterius"

    Ketiga, nama jurus. Seharusnya Collin lebih bersemangat ketika mengeluarkan jurusnya seperti :
    Listrik memancar dari tubuh Collin. Collin mengalirkan listrik ke telapak tangannya, kemudian dia memfokuskan pandangannya pada musuhnya.
    "DEMM!!!"
    Collin memukulkan Demm -sebuah projektil berbentuk listrik- dari telapak tangannya.

    Keempat, Story sepertinya perlu ditingkatkan lagi..... kenapa tiba tiba mereka semua mengincar Collin? apa dia memang kriminal yang sudah membuat dendam pada keempat musuhnya?! Bukan,kan?
    Bagaimana mereka bisa menemukan rumah Collin?! Apa Thurkq memasang tanda "Ini Rumah Collin Burke" di seluruh tanda jalan?!

    Mungkin ada baiknya kamu mencoba menjelaskan kepada pembaca kenapa mereka mengincar Collin dengan membuat sudut pandang berbeda, sebagian memakai sudut pandang orang pertama dan sebagian lainnya memakai sudut pandang orang ketiga.

    Saya kasih 7 untuk kali ini.
    Maaf kalau semisal ada kalimat saya yang kurang menyenangkan, Terimakasih

    ReplyDelete
  8. Hmm ... di sini setting realmsnya kosong tanpa penghuni, ya? Sayang sekali. Padahal seru kalau ada interaksi dengan orang-orang yang hidup di sana.

    Masuk ke penilaian. Dirimu cukup berani menggunakan POV1 sekalipun kekhasan sudut pandang itu masih belum terlalu terasa di sini. Mungkin emosinya si Collin sudah terlihat, hanya saja belum dieksploitasi secara maksimal. Imbasnya, adegan pertarungannya juga jadi kurang luwes dibandingkan jika menggunakan POV3.

    Lalu ada yang aneh ... mengapa peserta-peserta lain hanya menyerbu si Collin? Dan penilaian Silia tentang hati yang bersih itu sebagai kebenaran ... yah, itu sentuhan yang bagus. Tapi masih serasa mengganjal buat saya, entah mengapa.

    Soal karakterisasi, si Elle kehilangan “nom”nya. Dan sepertinya ... agak keluar dari karakternya. Karakter lainnya juga serasa kurang dieksplor. Mungkin karena ceritanya cenderung pendek (“hanya” 3500 kata saja, dibandingkan rata-rata 6000 kata pada peserta lain).

    Intinya, semangat terus!
    Poin dari saya 5.5

    ReplyDelete
  9. di pikiran saya masih mengganjal masalah Sil yang tiba-tiba ngebantu Collin......
    -_-

    7/10

    ReplyDelete
  10. collin...
    hm... saya nggak nyangka POV1 bisa segini enaknya.
    saya royale crumble dulu pake POV 3. #oi
    .
    Saya suka bahasanya, saya cukup suka plotnya
    tapi saya kurang suka eksekusinya. Kesannya kayak terburu-buru.
    Dan Sil entah kenapa ngebantu Collin. Well, walau saya suka waktu Sil pertama kali muncul di hadapan Collin.
    Rasa suka itu kemudian jadi bingung saat saya lihat Sil lengah, padahal dia bisa baca pikiran, dan sesaat sebelum penyerangan terjadi, Collin sempat berpikir mau ngapain.
    Well, anyhow, saya masih ngerasa kurang char development, atau mungkin karena pake POV1, dimana Collin masih belum "mengenal" keempat lawannya.

    +7

    ReplyDelete
  11. “Hmm?” Cuma itu yang ia katakan. Membuatku bingung ketika ia menatapku terus menerus. Wajahnya bulat chubby dan terlihat lugu. Ada topi bundar yang tidak menutupi seluruh rambutnya, mungkin ia jadikan sebagai aksesoris untuk mendapatkan daya tarik lawan.

    ada yang namanya flow. dan saat orang memasukkan deskripsi panjang lebar tepat ditengah-tengah Action? kadang saya bertanya, entah penarasi (PoV 1) benar-benar bisa menghentikan waktu untuk menjelaskan atau gimana?

    soalnya kalau orang kisah nyata pun kalau lagi sibuk dan terdesak... kayaknya gak mungkin ngambil waktu sejenak buat ngedetailin penampilan lawannnya.
    --------

    gadis yang menggunakan aura lugunya sebagai pengalih perhatian tidak memberiku sedikit jeda

    ini jelas-jelas kalimat bukan PoV 1.

    karena kalau PoV 1 akan lebih seperti.

    aku tidak aka bisa menyerangnya, ia terlalu lugu.

    perhatikan sudut pandang dari kedua susunan tersebut.
    ---------

    pemilihan penggunaan kata,

    tanganku menjerat
    Tanganku meraih/menggenggam


    ----
    gorengan atau goresan?
    gwa rasa mau nulis goresan, tapi lagi makan gorengan, terus otaknya jadi ketulis gorengan...

    *ketawa* Soalnya gwa juga sering.

    ------

    tambahan, dari narasi dan deskripsi super lengkap seperti ini, lebih baik kamu pakai PoV3 daripada PoV 1
    -----

    Final Verdict 6.

    mungkin karena gwa ekpektasi terlalu tinggi, mungkin karena penggunaan PoV 1 yg salah. dan juga Foreshadowing pengeroyokan yang kurang.

    tapi satu hal yang gwa jempol adalah, bacaaanmu ringan!
    -------

    ReplyDelete
  12. Hualooo????

    Segampang itukah Collin menaklukkan hati wanita?

    Semudah itukah seorang Silia memutuskan untuk membuat Collin menang?

    Saya tidak menemukan drama, atau sesuatu yang menyentuh di cerita Collin. Sesuatu yang sebenarnya saya harapkan dari penulis sekaliber Hardy.

    Selain itu sebagai mahasiswa yang lugu dan polos, kadar keluguannya Collin agak setengah-setengah. Collin ini benar2 tokoh remaja bule rasa hikkokomori.

    Jadi sori ... 6/10

    *Benernya mau ngasih 1/10 tapi saya nggak mau kejam2 amat.*

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -