[Round 1-C] Leonidas Evilian Lionearth
"Enemy of My Enemy is My Friend"
Written by Ichsan Leonhart
---
Gelap…
Segala sesuatu terlihat hitam pekat, ketiadaan cahaya telah menciptakan sebuah kekosongan yang hening. Senyap tak bersuara, detak jantung pun serasa membisu. Keheningan itu bertahan entah berapa lama. Tak ada apapun di sana, siapapun akan merasa bosan di dalamnya.
“Siapa yang matiin lampu?” gerutu seseorang.
Perlahan namun pasti, beberapa guratan cahaya berwarna krem terbentuk di sekeliling. Berpendar terang, semakin lama semakin jelas. Persis seperti proses melukis dari seorang seniman, dimulai dari coretan kecil tanpa bentuk, bertambah detail tiap detik yang berlalu, hingga berubah menjadi sebuah karya seni yang terlihat nyata. Pun begitu, apa yang dia lihat tak jauh berbeda dengan proses melukis itu sendiri. Dimulai dari goresan cahaya membentuk siluet seseorang, hingga detail lainnya berupa ratusan manusia lainnya. Hal terakhir yang ia ketahui, ratusan siluet itu kini terbentuk sempurna sebagai wujud orang-orang yang sama sekali tidak ia kenal. Dia bahkan terlambat menyadari akan cahaya merah di atas sana, juga gumpalan awan gelap yang terbentuk acak membentuk tekstur di langit kejauhan.
“Ada apa ini?”
Puluhan makhluk aneh memaksa orang-orang di sekelilingnya untuk berbaris, layaknya hendak melakukan upacara di pagi hari. Semuanya berdiri menghadap sebuah kastil raksasa berisikan para Hvyt—malaikat dengan tubuh merah dan sayap hitam. Suasana ini persis seperti Judgement Day— hari di mana orang-orang akan menerima pembalasan akan tiap amal perbuatan yang mereka lakukan di masa hidup.
Belum sempat ia bertanya pada siapapun di sekelilingnya, seseorang di balkon kastil kejauhan berucap lantang lewat mikrofon pengeras suara.
“Kalian adalah jiwa yang dipadatkan. Kalian akan merasa seolah masih hidup, dan memang tidak ada bedanya bagi kalian. Kalian tetap membutuhkan makan, minum—”
Malas sekali dia mendengarkan ceramah panjang lebar itu. Serasa menghadiri sesi kampanye para calon koruptor di tengah lapangan. Jadi berpalinglah wajahnya, menatap sesosok perempuan dengan rambut panjang penuh warna tak jauh dari dirinya.
“Mejikuhibiniu— merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu.” gumamnya terpana. Bagaimana tidak, sosok perempuan itu memiliki rambut dengan berbagai warna menghias. Dia berani bersumpah bahwa sekilas tadi terlihat gemerlap cahaya berkedap kedip di rambutnya itu. Layaknya sekumpulan debu Kristal yang berpendar memantulkan cahaya indah, melindungi sebuah artefak kuno nan berharga.
Juga tentang setumpuk sayuran yang bertengger rapi di atas rambut indah tersebut. Tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, bagaimana susunan; wortel, buncis, apel, juga anggur yang melilit rambut penuh warna. Layaknya mahkota dari sesosok putri di kerajaan sayur. Semua itu terlihat sangat artistik, sangat sempurna…. juga elegan.
“Hai.” ucap pria itu menggoda, masih terpana dengan sayuran di atas kepala.
Perempuan itu menoleh, dengan ekspresi ketakutan dan mata sayu dirundung kalut.
“Namaku Leon… siapa namamu?” lanjut pria itu tanpa berbasa basi.
Perempuan berwajah sayu itu terlihat bingung, “Maaf—“
Belum sempat kata lain terucap, beberapa Hvyt mendadak mencengkeram kedua lengan Leon, menarik pria tadi hingga melesat jauh menembus awan. Terdengar pula teriakan keras darinya, yang ditunjukan pada perempuan berambut pelangi di bawah sana.
“You are so fabulous~…!!!!!!!”
************
Gelap— suasana kembali gelap seperti di awal tadi. Namun kali ini terlihat gelap karena seseorang benar-benar telah mematikan lampu. Tempat ini begitu gelap, satu-satunya sumber penerangan hanyalah pendaran sinar rembulan yang memancar lurus melewati sela-sela jendela. Juga kain putih lusuh yang bergoyang ditiup semilir udara dingin, memantulkan putihnya bulan, disertai sosok perempuan yang termenung menatap malam.
Leon terbangun di antara tumpukan buku, mendapati dirinya terjerembab jatuh menabrak beberapa rak di perpustakaan. Dia hanya mendengus sembari meniup poni panjang yang menutupi mata kanannya. Pandangan mata menyapu seisi ruangan. Sebuah perpustakaan dua lantai dengan tangga besar terletak di tengah ruangan. Bagian tengah tangga bercabang ke dua sisi, dengan jam dinding besar di bagian tengahnya— agak mirip dengan aula di film Titanic, dimana Jack menyambut kedatangan Rose di tangga utama. Terkecuali dengan keberadaan beberapa jendela besar beserta tirai di sepanjang dindingnya.
Pandangan mata menelusuri tangga hingga tiba di lantai dua, tersadar akan keberadaan sosok perempuan yang berdiam diri di depan jendela, di atas sana.
Rambut hitam indah tergerai, dengan kemilau cahaya terpantul di tiap helainya, siluet itu terlihat jelas lewat bayangan yang terukir lurus. Melamun dengan pikiran kosong, tanpa menyadari keberadaan seseorang yang berjalan mendekatinya.
“Ma— malam yang indah ya..” ucap seorang pria. Memiliki mata berwarna biru, serta rambut ikal jabrik. Dia terlihat sangat gugup entah kenapa.
Gadis berambut hitam tadi menoleh, menjawab dengan senyum hangat di wajah. Jaket putih yang ia kenakan terlihat kontras dengan rambut hitam dan kaos berwarna gelap mengetat. Tak perlu disebutkan bagaimana ‘boing-boing’ miliknya yang terlihat menantang. Bagaimanapun juga, segala sesuatu yang dibalut dengan ketat pasti akan menunjukan bentuk aslinya dengan lekak lekuk penuh detail.
“Bintangnya indah sekali.” Komentar gadis itu pelan, setelah beberapa saat menyapu pandangannya dari ujung kaki ke ujung kepala. Mengenakan sweater biru, scarf, serta celana blue jeans.
“A— aku Azraq.” ucap pria itu, masih saja dengan nada suara dipaksakan.
“Namaku Alta…” jawab sang gadis.
Keduanya kembali terdiam, perempuan bernama Alta kembali menatap langit di kejauhan. Sementara pemuda bernama Azraq terlihat nyaman menikmati cahaya rembulan.
Leon hanya melongo melihat dua orang bermesraan di bawah sinar rembulan.
“Sayang sekali, sebentar lagi mereka akan saling membunuh.”
Agak kaget Leon dibuatnya, sesosok pemuda lain muncul tak jauh darinya. Dengan rambut hitam pendek tak tersisir, serta mata cokelat agak kemerahan. Kesuraman terukir jelas di wajahnya, bahkan putih kemeja yang ia kenakan tak mampu membuat dirinya terlihat dalam gelapnya ruangan. Seolah hawa negatif dari dirinya sendiri cukup untuk meniadakan cahaya darinya.
“Saling bunuh?” selidik Leon.
“Kau tidak mendengar ceramah sang dewa Thurq?”
Leon memutar matanya, cukup untuk membuat lawan bicaranya tahu bahwa dia tak tau apa yang sedang dibicarakan.
Pemuda itu menutup buku yang sedang ia baca, meletakkanya di meja lalu mulai membaca buku lainnya. Perpustakaan ini sepertinya berisi banyak sekali bahan bacaan yang ia sukai. Pria itu hendak memulai penjelasan, tanpa sedikitpun melayangkan pandangan pada lawan bicaranya, “Kau, aku, serta dua sejoli di sana— kita semua adalah musuh.”
“Lalu?” tanya Leon.
“Lalu? Simpel saja, yang paling terakhir bertahan, dia yang menang.”
“Oh, jadi aku harus membunuhmu?” ucap Leon.
“Sepertinya begitu,” jawab pria tadi tak acuh, sesekali ia menjilat jarinya untuk membalik halaman yang sedang dibaca, “Dan tentu saja aku juga akan berusaha membunuhmu.”
“Oh begitu…”
Keduanya kembali hening.
“Aku Noumi.” ucap pemuda itu mengenalkan diri.
“Aku Leon.”
Keadaan hening kembali.
Agak canggung dirasa, juga tentang firasat bahwa dirinya sedang diperlakukan seperti ayam sambung. Ketika ia harus bertarung dengan orang yang baru ia kenal. Wajar saja, kecanggungan itu pasti akan muncul bagi siapapun yang kurang menyukai kekerasan.
Termasuk pada dua manusia yang sedang berduaan di atas sana. Mereka sepertinya juga tersadar bahwa mereka dihadapkan sebagai musuh. Azraq terlihat semakin canggung dengan bulir kelingat di keningnya.
“Seberapa besar semangatmu untuk bertahan?” ucap sang gadis.
“Cukup besar, karena tujuanku adalah untuk bertemu kembali dengan Nisa.”
“Pacarmu?” selidik Alta.
“Ya, dan dia mirip sekali denganmu.” Lanjut Azraq dengan suara menurun.
Hening— keduanya kembali hening.
“Jadi, bagaimana kita harus memulai ini?” ucap Alta.
Bingung Azraq dibuat, “Entahlah, bagaimana kalau kau menyerang lebih dulu?” ucapannya bimbang. Memperlihatkan semangat bertarung yang datar, jelas sekali bahwa dia tak berniat untuk saling membunuh dengannya.
“Okay…” ucap gadis itu dengan suara memanjang, keraguan juga mulai terlihat di wajahnya. Ia mengeluarkan bilah tajam katana dari sarungnya, agak transparan disertai gaung suara yang pelan, tajamnya benda itu bisa membelah hampir setiap benda. Gadis itu bersiap dalam kuda-kuda hendak menyerang.
Segalanya hendak dimulai, udara perlahan menjadi berat, tekanan mulai terasa.
Leon dan Noumi di lantai satu mengambil posisi masing-masing, mereke mencari posisi terbaik untuk menonton jalannya pertarungan. Sang kutu buku bahkan menyempatkan diri menyeduh secangkir kopi di meja resepsionis. Mereka sepakat untuk tak bertarung terlebih dahulu. Kelakuan Leon yang malas, juga sifat pengecut Noumi membuat mereka melakukan kesepakatan untuk melakukan gencatan senjata.
Azraq menajamkan matanya, begitu pula dengan Alta di sudut lainnya. Embun kecil terbentuk dari mulut keduanya, napas mereka berada dalam satu ritme seolah saling berirama. Lalu dalam satu entakan di kaki, keduanya melesat membelah udara.
Letupan besar tercipta, bukan akibat hantaman keduanya. Namun karena sesuatu lain mengganggu jalannya pertarungan.
Sesosok kadal besar— Maksudku, sesosok manusia dengan tubuh bagian atas menyerupai kadal. Karena makhluk itu bukan lah seekor kadal. Tapi manusia dengan tubuh bawah memiliki kaki manusia, namun bagian atas tubuhnya bersisik tajam, lengkap dengan cakar dan moncong berisi gigi tajam.
“Narator bego, bilang aja kalo dia itu menyerupai Lizardman di serial Spiderman.” hardik Leon tak puas. Sepertinya dia baru saja melakukan breaking the fourth wall. Sangat disayangkan memang, karena komedi ini tak akan membuat pembaca tertawa, apalagi pembaca awam yang belum tahu apa itu Breaking the fourth wall.
Kembali pada pertarungan di kejauhan, Azraq dan Alta terkejut bukan main akan kemunculan sosok lain di arena pertarungan. Terlebih lagi pada wujudnya yang benar-benar, nggak banget. Bagaimana tidak, pria itu setengah telanjang dengan sisik di permukaan tubuh, dengan otot besar dan tubuh kekar membumbung setinggi tiga meter. Namun bagian bawahnya masih terlihat normal dengan celana blue jeans stylish, lengkap dengan sepatu pantopel hitam mengkilat. Sekilas terlihat seperti bola bowling yang diletakkan pada sebuah gelas panjang.
Raungan keras terdengar melengking hingga memecahkan kaca, makhluk itu berusaha melepaskan slayer hitam yang masih tersangkut pada mulutnya. Dia lupa melepaskan slayer hitam itu ketika bertransformasi menjadi seekor— eeerrr… kadal.
Tersadar akan keberadaan musuh baru, Azraq mulai melakukan tindakan antisipasi. Udara lembab di sekitarnya mengandung banyak sekali air, dari sana ia mengumpulkan tiap mili udara yang ada. Dimampatkan ke dalam satu bentuk, lalu ditempa dalam satu gerakan, hingga menciptakan sebuah perisai es indah dengan ukiran kaligrafi.
Alta di sudut lain, kembali berdiri dengan bilah pedang terhunus. Pepatah lama melintas begitu saja dalam kepalanya, “Musuh dari musuh adalah teman.” gumamnya pelan.
Azraq di kejauhan mampu menangkap gerakan mulut gadis itu. Sudah sewajarnya bagi yang lebih lemah, bersatu untuk mengeroyok musuh lain yang lebih kuat. Bagaimana pun juga, kadal ini tak bisa diremehkan. Rambut mohawk yang masih runcing terlihat menantang langit, mengakar erat pada sisik di kepala. Menjadikanya terlihat semakin cadas, juga membuat Leon takjub tanpa kata.
Alta melakukan gerakan paling awal, gadis itu melontarkan tubuhnya tinggi hingga menempel di langit-langit ruangan. Gadis itu hendak menyerang dari atas.
Sementara itu, Azraq paham apa tugas dirinya. Dia melemparkan beberapa pisau es menuju makhluk itu, yang tentu saja bisa dimentahkan dengan mudah. Sang kadal berbalik menuju dirinya, berjalan pelan menenteng pedang dan tombak.
Hal itu dimanfaatkan oleh Alta, gadis itu melanjutkan serangannya. Melesat menukik dari belakang, mengayunkan bilah pedangnya pada ekor besar di belakang tubuh sang kadal.
Kadal itu pun menjerit kesakitan, memegangi pangkal ekornya yang terpotong rapi. Tanpa membuang waktu ia langsung mengayunkan pedangnya menuju Alta. Gadis itu hanya sempat menyilangkan senjatanya demi melindungi diri.
Desakan energi yang kuat tak mampu dihalau begitu saja, bobot serangan sang kadal yang terlampau berat, mampu mendorong Alta hingga terpentah membentur dinding. Gadis itu hanya meringis kesakitan, luka yang diakibatkan tak berarti bagi tubuh nanotechnology miliknya.
Azraq terlihat mengkhawatirkan sang gadis, pria itu menyapu pandangannya ke sekeliling ruangan. Berharap ada benda cair yang ia bisa jadikan senjata.
Di bawah sana, di lantai satu dekat dengan rak buku yang jatuh berantakan. Ada dua sosok laki-laki yang sedang ng’teh bersama, matanya berubah tajam menatap kedua sosok itu. Menyadari bahwa mereka berpotensi untuk menjadi musuh. Namun pandangan bengis itu hanya direspon dengan acungan jempol dari keduanya, seolah mereka menikmati sajian pertandingan yang ada.
Azraq sadar betul, mereka pada suatu saat mereka mungkin harus dibunuh, namun saat ini pikirannya harus berfokus pada Alta di kejauhan. Pria itu lalu melompat dari balkon lantai dua, mendarat pada lampu besar yang tergantung di tengah ruangan. Jemarinya bergerak cepat, lalu menggerakan lengan kanan seolah melempar benda tak terlihat.
Air teh di cangkir Leon dan Noumi mendadak beku, berubah wujud lalu melesat cepat menuju lantai dua. Dua gumpalan es itu bergabung lalu membentuk bilah tajam pada ujungnya, berputar cepat layaknya shuriken yang dilempar dalam serial manga Narto Safrudin.
Shuriken es itu memotong ekor sang monster yang baru saja tumbuh kembali. Diikuti dengan erangan keras penuh kekesalan.
“Anj***! Kenapa lu ngincer ekor gw melulu!”
“Kadalnya bisa bicara!” seru Leon terkesima.
Sang kadal meratapi dua batang ekor miliknya yang menggelepar layaknya mayat. Di lain pihak, Azraq tiba di tempat Alta berada, setelah sebelumnya berayun dalam lampu gantung seperti seorang Tarzan.
“Dia tak berubah kembali jadi manusia?” selidik Alta.
“Entahlah, padahal kita sudah memotong ekornya, dua kali pula. Apa kita harus menghancurkan bulan terlebih dahulu agar dia kembali ke wujud semula?” sahut Azraq setengah bergurau.
“Ngen**t loe! Lu kira gue bangsa Saiya sodaranya Goku!?” protes sang kadal.
Dan begitulah, alih-alih mendapatkan serangan fisik tiada henti. Sang monster justru mendapatkan tusukan mental tepat di hati. Wujudnya yang aneh menjadi bahan ejekan para entrant yang lain.
“Selesai sudah bercandanya, kalian membuatku muak.” geram sang monster.
Leon dan Noumi mengangkat cangkir teh berbarengan, seolah memberikan penghormatan. Membuat amarah sang monster semakin meledak.
“Mon, kau salah satu entrant juga?”
“Jangan panggil gue Momon! Gue punya nama!” hardik sang kadal, dia sontak melempar tombak di lengan kanannya.
Leon di sisi lain, cukup menggeser posisi duduknya ke samping, membiarkan tombak itu menancap erat melewati sela kursinya.
“Siapa namamu? Mon?” pancing Leon dengan senyum meledek. Lawannya yang satu ini mudah sekali untuk dipengaruhi.
“Alvin.”
“Oke Alvin, apa motivasi Anda untuk bertahan dalam turnamen ini?” lanjut Leon santai.
Deru napas Alvin perlahan menurun, ia mengangkat salah satu alisnya seraya menopang dagu. Menekan tombol Search, dalam kepalanya. Mengingat kembali alasan kenapa ia berada di sini. “Motivasiku? Tentu saja ingin membalaskan dendam pada orang yang sudah membunuhku.”
“Terus?”
“Ya sudah, itu saja.” jawab Alvin patuh, dia sudah berada di bawah, entah sejak kapan. Mengambil salah satu kursi untuk kemudian duduk dekat menghadap Leon.
“Oke, selanjutnya.” Sambung Leon, merubah posisi duduknya menghadap Noumi di sebelah Kiri. Ia akan memulai sesi wawancara pada tiap entrant yang ada, “Apa motivasi Anda untuk bertahan dalam turnamen ini?”
Pandangan Noumi berubah. Pertanyaan tadi seolah menekan tombol yang salah. Pria itu terlihat membelalak sembari memegangi kening dalam gerakan sakit kepala. Pertanyaan Leon tanpa sengaja telah menggali kenangan yang tak ingin ia rasakan. Mulutnya mulai berucap dengan suara bergetar.
“Haruna…”
Leon dan Alvin berpandangan sesaat, “Kenapa dengan Haruna?”
“Dia satu-satunya sahabatku…”
“Terus?”
“Aku… sudah menghilangkannya.” lanjut Noumi, matanya terlihat berkaca-kaca, kepedihan tersirat jelas dari wajahnya. “Dia sudah lenyap untuk selamanya.”
“Menghilangkan?” selidik Alvin, sesi curhat ini mulai menggelitik pikirannya.
“Iya, seperti ini.” ucap Alvin memeragakan. Pria itu mengaktifkan Void, lengannya meraba sebilah pedang berwarna silver yang tersender pada meja di depan. Tanpa diduga, sedetik kemudian pedang itu hilang tak berbekas, lenyap ditelan udara.
Hening…
“Ng… apa itu tadi senjatamu?” ucap Alvin dengan jemari menunjuk.
Leon mulai berkeringat, sadar bahwa senjata miliknya telah dihilangkan begitu saja. Tak butuh waktu lama baginya hingga ia meledak penuh amarah, “Eh Anj**! Itu senjata gue kampret!”
Pria itu panik, membentak-bentak Noumi, mencengkeram kerah bajunya seraya menggoyang-goyang dengan keras.
Bocah 16 tahun itu hanya menangis dengan wajah lesu, dirinya sering sekali di-bully ketika di sekolah. Tak sangka, ketika sudah mati pun dia akan kembali di-bully oleh entrant lainnya.
“A— aku bisa menciptakannya kembali.” potong laki-laki itu meminta ampun.
Leon terhenti, pikirannya mulai tenang ketika menyadari gunblade yang hilang tadi kembali muncul dengan sendirinya.
Semuanya mulai kembali tenang, sesi curhat pun kembali dimulai.
“Jadi, kau bisa mengembalikan pedang tadi, tapi tidak bisa mengembalikan Haruna?” ucap Alvin menyelidik.
Noumi mengangguk pelan, ia menutup kedua matanya dalam gerakan frustasi. Sesi curhat ini agak menggelikan karena berisi bapak-bapak, pemuda 16 tahun, serta manusia kadal bertubuh setinggi tiga meter.
Leon dan Alvin menarik napas dalam, mereka menepuk bahu Noumi secara bersamaan. Ikut berbela sungkawa atas kisah tragis Noumi, “We feel you man…”
Suasana kembali sunyi, entah berapa menit waktu berlalu. Heningnya malam ini terasa semakin gelap karena tak ada seorang pun yang mau menyalakan lampu ruangan. Sementara itu sisa dua entrant lainnya sedang bermesraan di bawah sinar rembulan. Mereka belum resmi menjadi sepasang kekasih, akan tetapi tiap pembicaraan yang dilontarkan seolah tak pernah berujung. Alta yang memiliki kelemahan air dibuat kaget oleh kemampuan Azraq sang pengendali es. Pun begitu, Azraq tak bisa juga menyembunyikan rasa kagetnya, ketika mendapati Alta mampu mengendalikan petir yang juga merupakan kelemahan dirinya.
“Kita berdua bagaikan air dan api, bertolak belakang namun saling melengkapi.”
Keduanya duduk berhadapan dalam bingkai jendela berukuran besar, saling menatap penuh arti.
“Tapi salah satu dari kita harus kalah dalam pertarungan ini.” gumam Azraq, ia tak ingin berhadapan dengan gadis di hadapannya.
“Tak perlu khawatir, karena Thurq pernah bilang kalau posisi kedua akan tetap terselamatkan.” Sanggah Alta, gadis itu mendekatkan wajahnya pada pria di hadapannya. Embusan napas penuh uap terasa jelas mengenai wajah.
Azraq sang pejaka tingting menjadi salah tingkah dibuatnya. Detik berikutnya, bibir mereka pun bertautan dalam nuansa indahnya rembulan.
“Well, that’s excalated quickly..” komentar Leon. Terkagum-kagum akan bagaimana cepatnya progress cinta mereka berjalan, dari awal pertemuan hingga saat ini. Alvin dan Noumi di belakang pria itu juga hanya bisa tercengang akan adegan yang ada.
“Dan sekarang… mari kita lenyapkan pengganggu yang ada.” gumam Alta sembari menatap tiga entrant di bawah sana. Jelas sudah keduanya telah membentuk aliansi untuk bersekongkol membunuh tiga yang ada.
“And it excalated more quickly than ever…” komentar Alvin.
Alta dan Azraq berdiri saling berdampingan. Membelakangi rembulan, mengukir bayangan dari sinar lurus hingga ke lantai tempat berpijak. Keduanya bersiap hendak menyerang.
Leon menggenggam erat Gunblade di tangan, suasana kembali hening layaknya duel antar koboi. Sapuan angin sejuk menggoyangkan bulu kuduk hingga berdiri tegak.
Bulir keringat jatuh membentur keramik mengkilat, menjadi penanda akan pertarungan dua kubu yang ada.
Abil menggerakan kedua tangannya dalam gerakan sapuan. Galon yang berada tak jauh dari Leon mendadak bergetar hebat. Detik berikutnya, benda itu pecah disertai percikan es runcing dengan ujung yang tajam.
Leon dan Alvin memutar senjata masing-masing, menciptakan perisai sementara untuk melindungi dari percikan es tajam. Tak pernah sedikitpun terlintas dalam benak, bahwa serangan tadi hanyalah sebuah pengalih perhatian. Karena detik berikutnya mereka bereaksi, gadis bernama Alta kini sudah berada tepat di hadapan wajah. Lengkap dengan pedang tajam yang terayun keras.
Sebisa mungkin Leon merubah sudut pedang yang ia genggam, berusaha agar bilah tajam itu bisa terhalau oleh logam Gunblade Miliknya. Bunyi logam terbentur terdengar keras diselingi kilatan kecil dari percikan api.
Gadis itu cepat, namun bobot serangannya masih dapat ditahan oleh seorang pria. Tubuh Leon hanya mundur beberapa langkah, sebelum akhirnya terhenti karena sadar akan keberadaan es runcing di belakang tubuhnya. Andai ia jatuh terjerembab di sana, saat ini mungkin tubuhnya sudah berlubang bersimbah darah. Lebih lanjut Leon menatap sekeliling, sang pengendali air telah memasang banyak sekali jebakan es di berbagai sudut. Semuanya berbentuk stalagnit dengan ujung runcing setajam jarum.
Leon dan Alta sibuk beradu pedang, Alvin mendapati punggung gadis itu lemah tanpa pertahanan. Maka diayunkanlah pedang di tangan kanan, berisi racun yang akan membunuh lawannya hanya dengan sedikit goresan.
Gadis itu mampu menghindar, menekuk tubuhnya dengan luwes. Membiarkan ayunan pedang itu melesat melewati tubuhnya, hingga membentur gagang pedang Leon yang kalap diserang secara mendadak.
“Hey! Yang bener kalo ngayunin pedang!” bentak Leon.
“Kau bukan temanku, kita juga tak beraliansi. Aku tak butuh bantuanmu.” jawab Alvin dingin. Manusia kadal itu lanjut mengayunkan pedang dan tombak membabi buta tanpa kendali.
Berkali-kali Leon menghindar, berbarengan dengan Alta yang juga mulai kewalahan mencari kesempatan.
Dalam satu ayunan pedang, Leon dan Alta harus saling berdampingan demi menahan kuatnya bobot serangan. Mereka berdua terlempar hingga mendarat di salah satu rak penuh buku.
Keduanya saling menatap. Leon berusaha meyakinkan sesuatu.
“Apa?” selidik Alta, “Jangan bilang musuh dari musuh adalah teman. Karena itu sudah tak berlaku padamu.”
“Argh, kampret!” dengus Leon kesal, ia langsung menggulingkan tubuhnya demi menghindari tombak yang melayang dari depan. Letupan udara dari hantaman tombak cukup untuk membuat keduanya hilang kesadaran selama beberapa saat.
Leon berusaha membuka matanya, mendapati sang monster sudah berada di depannya. Serpihan beton yang hancur terlihat basah dilumuri air pipa yang bocor. Serangan tadi menghancurkan toilet perpustakaan di belakang meja resepsionis. Sang pengendali air tak menyia-nyiakan keuntungan ini, Leon mendapati tumpukan es meruncing di setiap sudut ruangan. Salah satu musuhnya baru saja meningkatkan bahaya dari arena pertarungan. Siapapun bisa terjerembab pada tempat yang salah, lalu berakhir mengenaskan lewat es yang dingin menusuk.
Dari samping kiri, terlihat Azraq melancarkan serangan diselingi teriakan keras. Mengayunkan kedua lengan dari samping seolah hendak memukul menggunakan sesuatu. Sebuah pedang terbentuk tiap senti kakinya melangkah, Kristal es yang terbentuk dari embun udara berakumulasi dalam satu bentuk hingga cukup kokoh untuk dihantamkan pada bagian kepala.
Alvin tentu saja menyadari keberadaannya. Bagaimanapun juga, serangan dari belakang disertai jeritan keras cukup konyol untuk dipraktekan di dunia nyata. Berbeda dengan cerita dalam manga di mana sang ninja sudah susah payah menyelinap, namun harus terbongkar karena sang tokoh harus meneriakkan nama jurusnya ketika hendak menyerang.
Pria berwujud kadal itu cukup menaruh pedang besar untuk menyambut arah serangan. Logam terkeras di alam semesta tentu terlalu jauh untuk dibandingkan dengan pedang es biasa. Dari sana, pecahlah senjata sang pengendali air. Membiarkan dirinya berada dalam jangkauan serangan, bersiap untuk menerima ayunan pedang berlumuran racun.
Pria itu secara refleks mempersiapkan perisai sihir, walau tentu saja perisai itu tak akan cukup kuat untuk menahannya.
Datang dari salah satu sudut, Alta muncul dengan siluet seorang penyelamat. Gadis itu menyilangkan pedangnya, demi melindungi pemuda bermata biru agar aman dari sayatan.
Walau tentu saja, hal itu masih belum cukup untuk menghentikan serangan. Detik berikutnya, mereka terlempar bersamaan menembus beberapa rak berisi buku tebal, tak kuasa menahan kuatnya ayunan tangan kadal setinggi tiga meter dengan otot yang kekar.
Di tengah kekacauan itu, Leon melarikan diri mencari tempat bersembunyi. Ia melempar dirinya ke balik meja resepsionis, berlindung di bawah meja berharap dua pasangan itu bisa menghabisi sang monster untuknya.
“Jah, kenapa lu di sini?” seru Leon kaget. Mendapati Noumi yang juga sedang jongkok bersembunyi di sana.
"Lah, elu ngapain di sini?” balas Noumi menyalak. Sejak awal bocah 16 tahun itu memang berniat untuk menghindari pertarungan dengan bersembunyi di sana.
Debat mereka harus terhentikan saat itu juga, mendapati meja resepsionis mendadak terbelah dua tepat di hadapan keduanya.
“Hadapi aku.” geram Alvin.
Leon dan Noumi hanya berpandangan beberapa saat, kalimat sakti kembali terngiang di pikiran mereka. “Musuh dari musuh adalah teman.”
“Got it!” seru Leon, dia langsung menjewer baju Noumi, mengangkatnya tinggi dari bawah meja.
“Eh kampret! Turunin gue!”
Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Alvin, dia melempar tombaknya dengan keras— tepat menuju wajah Noumi. Pria itu panik sejadi-jadinya, lalu dengan satu gerakan refleks, kemampuan Void kembali ia aktifkan. Jemarinya terbuka lebar melindungi wajahnya, seraya berteriak ketakutan memohon agar serangan itu terhenti.
Dan tanpa diduga, Void tadi memang benar-benar menghentikan serangan. Tombak itu lenyap di hadapan wajah, seolah terhisap masuk ke dalam lengannya.
“Arrrrrrgh! Tombak saktiku!” geram Alvin penuh amarah.
Kesal dengan Leon, Noumi sontak menginjak wajah om-om itu sekuat tenaga. Bocah itu pun kembali melarikan diri, mencari tempat untuk bersembunyi.
Perhatian Alvin kini teralihkan pada Leon, kadal besar itu berlari cepat hendak menerjang lewat ayunan pedang besar.
Hal itu menjadi keuntungan tersendiri bagi Azraq dan Alta, fokus sang monster yang terpecah belah telah menciptakan celah bagi sebuah serangan.
Ledakan Es tercipta di sebelah kanan Alvin, perhatian monster itu kembali teralihkan. Di sisi lain, Alta datang menyerang lewat gerakan secepat kilat, melesat dari arah kiri seraya mengayunkan katana. Tak lupa ia tambahkan bobot gravitasi pada ujung pedangnya, membuat ayunan ini berkali lipat lebih kuat dari serangan biasa.
Percikan darah hijau terlempar ke udara, serangan itu berhasil. Lengan kiri sang monster jatuh membentur lantai. Dalam sepersekian detik itu ia mengamuk, menggunakan ekornya yang kembali tumbuh untuk melilit lengan sang gadis. Melempar tubuhnya beberapa meter di udara, untuk kemudian mengayunkan pedang sekuat tenaga untuk membelahnya menjadi dua.
Azraq tak akan membiarkan hal itu terjadi begitu saja, tubuhnya melesat cepat berusaha untuk melindungi. Dalam jarak yang terlalu jauh, serta ayunan pedang yang terlampau cepat. Yang bisa ia lakukan hanyalah melompat tinggi, lalu mendorong tubuh Alta demi menggantikan posisinya. Berharap agar perisai es yang sedang melindungi dirinya cukup kuat untuk menahan serangan.
Akan tetapi, nahas baginya. Rencana itu tak berjalan dengan sempurna. Mata Alta terbelalak bukan main, menatap tubuh sang pengendali air yang terbelah dua di udara. Cairan merah melayang ke segala penjuru. Usus berwarna kemerahan terburai bebas di udara, bulatan hitam berupa ginjal terlepas dari dalam sana. Pemandangan itu serasa terhenti selama beberapa detik, sebelum akhirnya jatuh terhempas menuju lantai.
“Tidak…” ucap Alta lirih. Menatapi Azraq yang berusaha mengambil napas dengan pandangan kosong terbelalak. Darah segar mengalir tiada henti. Tiap tetesnya yang keluar, perlahan mengurangi kesadaran pria itu, hingga akhirnya berhenti kaku tanpa sempat menutup kedua mata.
Alta hanya terdiam, terduduk membelakangi Leon, tak seorang pun bisa melihat ekspresi di wajahnya. Bahunya sesekali tersengguk pelan seperti sedang menangis.
“Bangsaaaaat!!” teriak perempuan itu, dia berbalik lalu melesat cepat dengan mata membelalak lebar. Pikirannya kalut dipenuhi amarah, nanotechnology dalam tubuhnya seolah masuk ke dalam mode overclock— berubah panas namun berkali lipat lebih kuat dari kondisi biasa. Tubuhnya lebih dari siap untuk menghadapi sebuah pertarungan.
Gadis itu kembali melesat cepat, menghantam dalam satu serangan. Pedang katana yang tipis beradu keras dalam gelapnya malam. Menciptakan ledakan udara diselingi percikan listrik mengembang. Detik berikutnya, dua entitas itu terlibat dalam baku hantam senjata dengan intensitas tinggi.
Leon tak bisa tinggal diam, bagaimana pun dia bukan tipe pria yang akan tinggal diam melihat seorang wanita dalam bahaya. Kakinya bergerak cepat melewati beberapa serpihan beton di lantai, melempar sebongkah Kristal kecil berwarna biru ke udara, untuk selanjutnya dibelah dua oleh ujung tajam pedang bernama gunblade.
Aura biru berpendar keluar dari sekujur tubuh. Langkah kaki Leon semakin menjadi cepat, ia melesat bagai cheetah membelah udara. Menyeret pedangnya di lantai hingga menciptakan serpihan bunga api bertebaran. Lalu dalam satu serangan melesat tinggi ke udara, untuk kemudian dihujamkan keras dengan bantuan gravitasi.
Lengan kiri sang monster kembali beregenerasi, secara mengejutkan berhasil menangkap ujung tajam gunblade tanpa terkendala. Lengannya robek hingga terbelah dua sebatas siku, namun hal itu seolah tak berarti padanya. Alvin membuka rahangnya lebar-lebar, menyemburkan cairan aneh dari dalamnya.
Leon dan Alta menjerit kesakitan, cairan itu membuat tubuh mereka serasa terbakar. Jubah gelap yang Leon kenakan seolah larut dalam satu serangan. Tak perlu dijelaskan bagaimana racun itu bekerja terhadap pakaian Alta. Cukuplah kalian bayangkan model toples namun dengan tubuh penuh luka.
Di lain pihak, sang kadal bersiap untuk melakukan tebasan horizontal. Berniat untuk menyapu keduanya dalam satu serangan saja.
Keduanya berada dalam posisi tak berdaya, pria itu merogoh sesuatu dari dalam kantong. Menggenggam erat Kristal berwarna merah hingga larut dalam pergelangan tangan. Detik berikutnya, aura biru itu tergantikan oleh warna merah. Yang menandakan bahwa fisik Leon kini berada dalam kondisi overclock.
Diangkatlah gunblade di tangan, lalu dimentahkan serangan itu dalam satu ayunan. Dia juga berhasil melindungi Alta yang masih bertekuk lutut tak berdaya.
“Explosion!”
Ayunan lainnya ia lakukan, dibarengi dengan semburan energi manna dari dalam tubuhnya. Menciptakan ledakan tepat di ujung tajam gunblade menikam.
Serangan itu berhasil, Alvin sang monster kadal terlempar jauh hingga membentur sesuatu. Ususnya terburai keluar dalam putihnya es beku. Pria itu mendarat tepat pada salah satu es meruncing yang pernah Azraq ciptakan. Tubuhnya berhenti bergerak tak lama kemudian.
Kini tersisa dirinya dan Alta. Sosok perempuan cantik berambut hitam mengkilat. Gadis itu sepertinya tak mau mundur begitu saja. Keduanya kembali bersiap dalam posisi siaga.
Duel itu pun kembali dimulai. Leon yang sudah sangat kelelahan tak yakin bisa menang andai adu pedang ini kembali berlarut. Namun di luar dugaan, gadis itu terkulai jatuh sesaat sebelum mereka hendak beradu pedang.
Pria itu kontan menyediakan lengan kanannya untuk menjaga gadis itu agar tak terbentur lantai. Pandangannya ia alihkan ke tempat lain, demi menjaga kehormatan sang gadis yang sedang bertelanjang dada.
Akan tetapi, hal itu hanyalah sebuah siasat. Alta tersenyum sinis beberapa saat, lengannnya yang masih menggenggam katana bergerak cepat hingga menusuk jantungnya. Pria itu hanya bisa terbelalak, merasakan nyeri yang teramat sangat. Tubuhnya mendadak lemas tak bertenaga, namun ia tak sudi mati sia-sia. Dalam gerakan jatuh menubruk tanah, ia memposisikan bilah tajam gunbladenya pada leher gadis itu. Membuat ujung tajam logam dingin merobek kuat pada bagian leher tatkala ia jatuh menubruk tanah. Cukup tajam hingga sang gadis tewas dengan kepala terpisah.
Mayat mereka terlihat seolah saling berpelukan.
…..
Para Hvyt datang menjemput, berdiri di tangga utama dekat jam besar. Mencari pemenang dari battle royale yang mereka sebut bagian dari block 1-C.
Di bawah sana, dalam gelapnya bayangan rembulan. Muncul Noumi dengan kemeja putih berlumuran darah. Wajahnya terlihat ceria, menyadari bahwa dirinya adalah satu-satunya peserta yang tersisa dari block 1-C.
Dalam langkah yang tak sabar, ia berlari hendak menyongsong para Hyvt di atas sana. Namun matanya tak sedikitpun memperhatikan akan darah yang menggenang. Sepatu yang ia kenakan menginjak usus dari Azraq yang terkulai kaku di lantai. Membuatnya kehilangan keseimbangan, hingga terpeleset jatuh menubruk ujung tajam dari es yang ada di sana. Napasnya tersenggal, lehernya tertusuk hingga nyaris putus, matanya terbelalak lebar. Dia pun mati tak lama kemudian.
Para Hyvt dibuat kebingungan. Tak ada pemenang dalam block 1-C, semuanya entrant didapati tewas dalam kondisi mengenaskan.
Menghela napas dalam ditengah kebingungan, para malaikat Thurq itu pun terbang tinggi menembus awan, tanpa membawa satu pun pemenang.
***
Ichiiiii! Awalnya udah bagus bahkan moi melihat ada potensi. Langsung down pas bagian breaking the fourth wall. Vous yang udah pernah memberontak tahun lalu seharusnya tahu bagaimana breaking the fourth wall yang bagus. Moi kehilangan mood setelah breaking the fourth wall. 6 deh.
ReplyDeleteEbuset, si om masih onlen tengah malem~...
Delete:D
Iye, ane sendiri emang ngerasa fail di sebelah sana, tapi masih aja dipaksain buat masuk, wakakakakak.
:D
Om? Moi in cewek! Femme Fatale! Nih, moi punya boing-boing!
DeleteIye, iye..... :D
Deletesudah Coco tidur dulu sana~.... :v
Tercatat
Deletewkwk, klo aku joke itu lumayan bagus. aduh, knpa harus ngomong ke narator juga coba?
ReplyDeleteklo untuk cerita, endingnya unexpected juga ya? nggak ada yg menang. trus itu gimana.
trus aku juga, mgkin karena kebanyakan udh lupa dengan charsheet player lain, dan cuman fokus ke charsheet block, jadi agak kabur pendeskripsian player yg lainnya.
yah, cuman si kadal aja kyknya yg kebayang tah.
hmm, 7/10.
Iya, breaking the fourth wall-nya fail, wakakakakaak. :D
Deleteyah, semuanya diserahkan kembali kepada Thurq YME, beliau bisa saja menghidupkan siapapun yang sudah mati di tiap round yang ada.
si kadal yah... cukup bayangkan saja bola bowling yang ditaruh di atas gelas panjang.
XD
**dibunuh yang punya OC**
Tercated
Deletewell, sumpah ngakak pas baca yg ini... terutama pada bagian:
ReplyDelete---
“Narator bego, bilang aja kalo dia itu menyerupai Lizardman di serial Spiderman.” hardik Leon tak puas. Sepertinya dia baru saja melakukan breaking the fourth wall. Sangat disayangkan memang, karena komedi ini tak akan membuat pembaca tertawa, apalagi pembaca awam yang belum tahu apa itu Breaking the fourth wall.
---
terus bagian actionnya juga lumayan seru nih... gak nyangka aja action penuh intrik kata2 gitu.. hanya aja jadi kurang terasa sisi kekuatan dari Leon karena cuma banyak duduk (padahal dia main OC di sini)...
tapi, karena ceritanya cukup menghibur, :D maka....
---
8/10
---
wahahahaha, sankyuu Hika~...
Delete:D
Iya, si Leon pemalas sih. Jadi mending cari aman aja dari awal.
XD
Tercated
DeleteBTW, di awal itu Leon minum kopi bareng kan? kenapa akhirnya malah teh? :3
DeleteDi meja resepsionis kan terpajang berbagai jenis minuman, jadi kalo abis tinggal nyeduh lagi yang lain. :v
Delete**ngeles**
sebenarnya ceritanya menarik dan cukup buat dapat nilai 10...
ReplyDeletetapi... Minus 1 untuk setiap hal yang aneh ini seperti
konsistensi, ini cerita humor tapi deskripsinya sastra! walaupun hanya di awal-awal saya beneran gak suka.
terkadang di battle actionnya saat fokus ke 1 battle. kayaknya battle lain itu on hold, jadi gak bergerak bersamaan.
gak ada pemenang yang pasti! ini sebenarnya ngelanggar peraturan...
dan saya gak terlalu suka sama kata umpat yang ditaruh sengaja, bukan karena sifat orangnya. (-0.5)
Final Verdict: 6.5
Tercated
Deleteoverall nice, 8/10
ReplyDeleteCerita menarik, konsistensi tetap terjaga. Tapi ada beberapa Joke yang gak pas penempatannya.. Coz dari awal gw brpikir bahwa ini cerita serius dengan humor2 segar yang gak dpaksakan.. Tapi gw salah, jujur lumayan terganggu dengan joke yg "maksa" dan ada beberapa part yang gak pas misalnya "bayangkan aja kayak Lizardman, ato Titanic dsb dsb". Alangkah asyik kalo kita lebih "original". Apa susahnya mendeskripsikan "tokoh" dengan lebih asyik tanpa "bantuan" dari kata2 "bayangkan saja"..
yahhh sekedar masukan aja sih... Gud Joob
Tercated
DeleteUdah baca kemaren, pas komen koneksi putus
ReplyDeleteBreaking 4th wallnya berasa out of place, unnecessary malah. Terus senada sama Adham, awalnya ini potensial buat bikin seru, tapi atmosfernya mendadak berubah jadi komedik dan laid-back, runtuh deh ekspektasinya
6/10
Tercatat
Deletejokes lumayan untuk (setidaknya) membuat saya tersenyum.....
ReplyDeleteterutama part pertama yang bahasa sastra mendadak tsukkomi "Siapa yang matiin lampu?" sama part Breaking the 4th wall :v
tapi kok leon berasa gak ada aksinya ya?? -_-
8/10
Tercatat
Deleteumi kasih nilai 6, karena umi sangat kecewa dengan penampakan Leon disini yang sungguh berbeda dengan penampakan Leon di cerita kematiannya. hiks *nangis*
ReplyDeleteini alasan sisanya :
1. di awal umi ngerasa ini datar
2. Leon-nya genit, huehuehe T~T
3. kemunculan beberapa kata enggak baku, di tengah-tengah kata baku itu rasanya......
4. umpatannya kenapa harus disitu kak kenaaaapaaaa??? #drama
5. Kakak.. kenapa Leon jadi seperti ini, apa yang kau lakukan padanya? kenapa suami Fia jadi seperti ini? *nagis keder mukul-mukul dada cicak*
Tapi Kak Ichii jangan bersedih, umi suka banget drama yang tumbuh antara Alta sama Azraq. juga kalimat pengaktifan Rule de'morgan di logika matematika "musuh dari musuh adalah teman." <-- btw, ini bisa jadi balikan loh "teman dari teman adalah musuh" wkwkwkwkkw .. :v
see you kakak
*pingsan*
ReplyDelete*bangun lagi dengan mulut ileran*
DeleteIni ... mungkin entri paling menghibur yang saya baca untuk saat ini. Saya suka dengan nuansa santainya. Humornya. Kisah romansa tragisnya. Sesi curhatnya. Meskipun yah ... breaking the 4th wall-nya yang garing dan kurang elegan justru malah mengurangi keelokan humor di narasinya, menurut saya. Dan juga, ada semacam inkonsistensi gaya dialog dari karakter-karakternya, dari yang menggunakan bahasa sehari-hari Ibukota (lu-gue), bahasa terminal (anj***), lalu bahasa baku lagi (aku-kau), dan terkadang ada bahasa Inggris juga. Oh, well.
Tapi endingnya tragis juga, ya? :v
Ah, sudahlah!
Karena cerita ini sukses membuat saya tersenyum dan tertawa beberapa kali, maka meskipun dengan segala kekurangannya, akan saya berikan poin 8.75~
Tercatat
DeleteAlur : 2,5/3
ReplyDeleteSya menikmati cerita ini, joke nya jg. Breaking 4th wall nya lucu, ngingetin Xyz (N2) yg bisa ngomong ma narator XD
Slain itu endingnya unexpected, apa pula si Naomi itu seolah dibully narator wkwkwkwk kekurangannya battle nya krg kerasa intens...
-
“Siapa namamu? Mon?” pancing Leon dengan senyum meledek. Lawannya yang satu ini mudah sekali untuk dipengaruhi.
“Alvin.”
-
^ ngakak sumpah baca yg ini, ternyata namanya bagus XD
Karakterisasi : 1,5/3
Karakter nya krg tergali, bahkan Leon sndiri... Tapi interaksi antar karakternya bagus, jd ditambah poin 0,5 XD #dzigghh
Gaya bahasa : 2/2
Gak ada masalah sy baca ini, bhs gaulnya jg asik walo ada bbrp kalimat yg krg ngenakin n battle nya krg greget ^^)
Typo n error : 1/1
Ada satu typo klo gk slh td, tp gk masalah
Hal-hal lain : 1/1
Sy suka cerita ini, cma blm ada sesuatu yg ngegigit (?) :B
Tapi sy suka adegan minum teh itu wkwkwk jdi kasi poin+ deh ^^)
Total : 8
Smoga om Leon lolos ke ronde brktnya ^^)/
Bang Ichsan.. Sesuai janji saya, saya baca ini :>
ReplyDelete.
Aaaa,,, bahasanya di awal enak (banget). Saya nikmatin, terus ngerubah gaya bahasa ditengah bikin tensi baca saya agak down.
Saya suka jokenya, tapi saya bingung sama endingnya.
"Kenapa ngga ada yang menang?"
Sama ini.... kenapa ada breaking the 4th wall? Maaf bang, saya ngga pernah nyaman baca itu :<
+8 karena saya senyum-senyum pas baca.
Tercatat
Deletesaya kagum saya battkenya yang luar biasa dan bahasanya yang bagus, cuma rasanya klo penjelasan sastra tapi conversationnya kok pada pakai bahasa gaul, jadi bingung saya, apalagi kebanyakan umpatan kasar yang walaupun tujuannya buat joke tapi tetep aja gak enak dibaca.
ReplyDeleteBuat joke sendiri, berhasil bikin saya senyum yang berarti jokenya mantap. Sayangnya seperti yang dijelaskan komen2 di atas, ada beberapa joke yang terlalu maksa, misalnya lagi berantem serius tau2 jadi duduk2 santai, klo ini komik mungkin wajar tapi klo di cerita terutama bunuh2an gini rasanya jadi awkward, semisal kita lagi main game horror, udah tegang banget, as ketemu setan tau2 setannya joged poco2, kan gak lucu jadinya.
Untuk breaking the 4th wall, sebagai salah satu peserta yang merusak turnamen lalu dengan konsep tersebut, saya merasa ini emang fail sih, soalnya untuk melakukan joke 4th wall breaking ada tahapannya, jadi gak bisa langsung tiba2 protes ke narator.
dan terakhir saya bingung saya endingnya karena mati semua, saya kira Leon bakal tiba2 muncul di akhir, taunya beneran tewas semua, jadi nilai akhir 7/10.
Tercatat
DeleteTulisan ini terkesan seenak udel penulisnya, mulai dari cerita, pertarungan, sampe komedi. Tapi komedinya kocak >.< Kasian pas manusia kadal dibully. Hohohoho.
ReplyDeleteNilainya 8!
oh iya ketinggalan, endingnya koq ga pake pemenang ya? cukup berani, masukin ending beginian, hahaha.
DeleteThurq YME bisa menghidupkan siapapun yang sudah mati, jadi tergantung beliau nanti mau pilih pemenangnya siapa. :p
Deletewkwkkwwkwk gw mostly ngakak baca cerita ini. seriusan dibuat nyaris seenak udel. maw fourth wall kek, breaking kek semua jadi kek campur satir :))
ReplyDeletepas bagian Noumi ma Leon nonton itu berasa kayak [insert country] Idol gt loh. pake nanya motivasi segala pula wkkwkw. a good way to delve character but in other hands, seems kinda off. tapi karena ini komedi, gw jadi ngakak beud :))
gore dan humor dipaduin. hmm, mungkin serasa kayak Bokusatsu Tenshi dokuro chan. antara serius ngawur atau ngawur serius. tapi somehow nuansanya ga dapet.
saran sih... kalo maw (breaking) 4th wall mending sekalian aja. lu bisa bilang "Hiiy jijiknya harus menceritakan ini" << sebagai narator atau "Tolong deh, kontennya disensor gt"
anyhow, gw amuse sama cerita ini kok. semoga H-san bisa lolos.
nilai: 8/10
P.S: ada cameo si Mba ya? hihihihi
Hahahahahaha XD seperti biasa, ada aja yang bikin ngakak dari cerita lu, um. Bodor lah ini openingnya, a witty way to start a story. ngakak langsung. Kebayang ekspresi yang digodain sama yang ngegodainnya. Leon jadi kayak om-om ikemen yang di fairytail. XD bisa nyentak narator juga dia.
ReplyDeleteDibalik humornya, penggambaran karakter lainnya lumayan bagus. Kayak Alvin yang mungkin udah bawaannya eager to fight, dan drama kematian 2 orang itu. Twist endingnya juga unexpected. Masuk akal juga kalo Thurqk bisa milih siapa yg menang berdasarkan cara mereka bertarung. Kalo hal ini dijelasin secara eksplisit di cerita sih gereget misterius endingnya jadi ilang.
8/10
lucu kak, bikin ktawa, tp bkn d bagian break4thwallnya sih, tp d bagian leon ngeteh sama noumi curhat sama pedangnya dhilangin xD
ReplyDeletetp ni hitunganya bkn yg idup trakhir yg menang ya? harusnya noumi yg menang tuh :p
tp jd kocak jg kak krn mati smua x3
nilai 7/10 :)
saya suka sekali dengan blog ini
ReplyDeletesukses selalu gan