---
"If you're going to adventure, make it a big adventure!" --Grandmother--
Prologue
Thurqk, sang dewa penguasa berdiri di balkon kastil seraya menatap hamparan halaman luas yang kini telah dipenuhi oleh mereka ‘yang terpilih’ untuk berkumpul di tempat itu. Mereka yang terpilih, yang berjumlah sebanyak lima puluh lima orang dari berbagai ras, suku, usia, dan gender berbaris rapi setelah sedikit dipaksa oleh para Hvyt, makhluk-makhluk bertubuh merah misterius yang membawa mereka semua ke tempat itu. Tujuan dikumpulkannya mereka di tempat itu tidak lain adalah untuk mendengarkan khotbah dari sang dewa penguasa, Thurqk, mengenai sesuatu yang mereka sendiri belum tahu apa.
“Mereka yang terpilih telah siap, anda bisa memulainya kapan saja, Dewa,” Salah satu makhluk yang disebut Hvyt melapor sambil bersujud di hadapan Thurqk.
Thurqk tidak berkata apapun, dan tanpa perintah lagi sang Hvyt telah mengerti dan langsung meninggalkan balkon tempat sang dewa berdiri.
“Selamat datang di Devasche Vadi,” Ucap Thurqk tenang, namun suaranya menggelegar bagai petir menyambar bumi, yang sontak langsung menarik seluruh perhatian dari mereka yang terpilih padanya. Mereka semua seketika terdiam, entah karena perasaan kaget, penasaran, atau mungkin juga karena perasaan takut.
“Aku tahu kalian semua bingung kenapa kalian dikumpulkan di sini, dan pastinya juga ada di antara kalian yang bingung kenapa kalian bisa muncul di Devasche Vadi yang indah ini,” Sahut Thurqk dengan nada angkuh.
“Indah katanya...”
“Itu orang buta ya?”
“Indah buat yang suka film horror sih iya..”
“Semoga ceramahnya nggak lama, ini kaki mulai pegel.”
“Ngamen di sini dapet duit nggak ya?”
Mereka yang terpilih mulai berbisik satu sama lain, membuat keadaan mulai mirip seperti seminar motivasi yang katanya bagi-bagi bungkus nasi tapi nyatanya cuma dikasih roti. Thurqk yang melihat keadaan tersebut mengayunkan tangannya pelan, seketika itu pula mulut seluruh penonton tertutup rapat secara ajaib.
“Baiklah, sebelum kalian mulai salah paham, aku akan mengatakan hal ini. Kalian yang ada di sini, semuanya sudah mati.”
Hening. Beberapa dari mereka berusaha mencerna kata-kata Thurqk, sedangkan beberapa yang lain—
“AAAAPPPPUUUAAAAAAAAA...?!”
Berteriak kompak bagai kelompok paduan suara saat mendengar kata ‘mati’.
Dengan wajah bosan Thurqk kembali mengayunkan tangannya untuk membungkam mulut para penonton.
Keadaan kembali tenang dan kondusiv.
Thurqk kembali melanjutkan pidatonya, sang Dewa menjelaskan pada mereka yang terpilih tentang bagaimana mereka mati dan segala hal tentang Hvyt serta keadaan mereka yang walaupun sudah mati namun akan tetap membutuhkan makan, minum dan bernafas.
“Lima puluh lima, dan hanya akan tersisa satu pada akhirnya. Kalian semua akan dibagi menjadi beberapa kelompok dan bertarung satu sama lain hingga hanya satu yang tersisa di kelompok kalian. Kalian tidak bisa mundur, mundur berarti lenyap, dan aku sendri yang akan melenyapkan jiwa kalian dengan siksaan yang amat pedih,” Jelas Thurqk seraya mengeluarkan kobaran api ganas di tangan kirinya.
Mereka yang terpilih menelan ludah. Bisik-bisik di antara para penonton yang kesal dan protes dengan hal yang baru saja dijelaskan oleh Thurqk mulai terdengar kembali. Thurqk menghela nafas pelan melihat kelakuan mereka yang terpilih dan kembali mengangkat tangan untuk membuat mereka semua diam.
“Tunggu sebentar!”
Suara teriakan nyaring menghentikan gerakan Thurqk. Dalam waktu singkat, seluruh perhatian langsung berpindah dan tertuju pada sumber suara barusan, yang ternyata berasal dari barisan paling ujung. Di sana, seorang pemuda berambut pirang pendek yang mengenakan armor putih berdiri menatap Thurqk dengan pandangan tenang namun tajam.
“Siapa dia?”
“Aku tidak pernah melihatnya sebelumnya.”
“Memang dia salah satu dari kita?”
“Sejak kapan dia berdiri di situ?”
Mereka yang terpilih mulai bertanya-tanya saat melihat sosok berbaju besi yang baru pertama kali mereka lihat. Tidak ada satupun yang mengenal pemuda itu, apalagi berbicara padanya, seolah pemuda itu tiba-tiba saja muncul di antara mereka.
“Sebenarnya aku tidak suka berdebat, tapi kata-katamu barusan membuatku sedikit kesal,” Sahut pemuda itu dengan nada yang tetap tenang.
“Jaga mulutmu di hapadan sang Dewa!” Para Hvyt yang marah langsung beterbangan menuju tempat pemuda itu berdiri. Para peserta lain langsung panik dan bersiap dengan kemungkinan pertarungan.
“Hentikan!”
Thurqk berteriak keras. Seketika itu pula seluruh Hvyt yang beberapa saat yang lalu masih terbang melesat dengan cepat langsung berhenti di udara, terdiam tanpa gerakan sedikitpun bagai patung.
“Kembali ke tempat kalian!”
Tanpa berkata apa-apa para Hvyt pun langsung terbang kembali ke posisi mereka masing-masing. Para peserta yang juga sudah bersiap dengan senjata di tangan menyarungkan kembali senjata mereka.
Keadaan kembali tenang walau masih ada sebagian orang yang masih penasaran dengan sosok pemuda berbaju besi itu.
“Aku mengagumi keberanianmu yang sudah membuka mulut untuk menentang perintahku, tapi sebelumnya bukankah akan lebih baik jika kau memperkenalkan dirimu lebih dulu pada yang lainnya, sepertinya mereka semua masih belum mengenalmu.”
Mendengar ucapan Thurqk yang memprovokasinya, sang pemuda berbaju besi melangkah maju. Para peserta lain yang tidak ingin ikut campur ataupun terlibat dengan apa yang akan terjadi dengan si pemuda tersebut langsung menyingkir dan memberi jalan pada sang pemuda. Sang pemuda sendiri terlihat tetap tenang, seolah tidak peduli pada puluhan tatapan kesal dan penasaran yang ditujukan padanya.
“Nenekku pernah berkata...”
Sambil terus melangkah santai, sang pemuda berbaju besi mengangkat tangan kanannya ke atas seraya mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya ke langit.
“Melangkah di jalan ksatria. Aku adalah orang yang akan menaklukan segalanya.”
Dengan perlahan, sang pemuda mengarahkan telunjuknya pada Thurqk yang berdiri di balkon kastil.
“Namaku... Rex!”
Mereka yang terpilih langsung tercengang mendengar kata-kata perkenalkan Rex yang luar biasa absurd.
“Ahahahaha! Luar biasa, sungguh kalimat perkenalan yang luar biasa!” Thurqk tertawa keras seraya bertepuk tangan. “Kau benar-benar tahu bagaimana menghibur Dewa, wahai pria yang akan menaklukan segalanya,” Lanjutnya seraya berusaha menahan tawa.
Sang pemuda yang bernama Rex terlihat tetap tenang sekalipun mendengar ucapan sarkastik dari Thurqk barusan.
Setelah akhirnya bisa menguasai diri, Thurqk kembali bicara. “Jadi, aku yakin ada yang ingin disampaikan oleh pria yang akan menaklukan segalanya padaku. Sebagai imbalan karena sudah menghiburku barusan, aku akan mendengarkan apapun omonganmu,” Ucap Thurqk sambil memasang senyum sinis.
“Aku tidak akan berbicara panjang lebar,” Ucap Rex dengan penuh percaya diri. “Kau mengumpulkan kami di sini, mengatakan kalau kami sudah mati, lalu tiba-tiba kau menyuruh kami untuk saling bantai. Lalau jika kami melakukan apa yang kau minta, apa yang akan kami dapat?”
“Oh, aku belum mengatakannya ya? Bagi siapa yang berhasil bertahan hingga akhir, maka dia akan kuberi kesempatan untuk hidup kembali. Bagaimana, tawaran yang cukup bagus bukan?” Jawab Thurqk santai.
Para peserta mulai ramai saat mendengar hadiah yang akan diberikan oleh Thurqk. Tentu saja, semua yang berkumpul di tempat itu mati dengan membawa penyesalan dalam hidup yang belum sempat mereka tuntaskan, dan pastinya akan membuat mereka melakukan apapun untuk bisa kembali ke alam dunia.
“Begitukah? Lalu apa yang akan kami lakukan jika ternyata kau berbohong pada kami?”
“Tenang saja, aku adalah Dewa, aku tidak akan mengingkari kata-kataku sendiri.”
Rex terdiam sesaat, sebelum akhirnya menghela nafas pendek seraya menutup kedua mata.
“Hanya itu yang ingin kukatakan,” Ucapnya pelan.
“Baiklah kalau tidak ada lagi pertanyaan. Sekarang mari kita mulai saja pertarungannya, kuharap kalian sema bisa menghiburku, karena jika kalian membuatku bosan, kalian akan tahu sendiri akibatnya.”
Thurqk menepuk kedua tangannya pelan, dan di saat yang bersamaan para Hvyt yang sejak tadi diam langsung berterbangan menghampiri mereka yang terpilih untuk di bawa ke tempat pertarungan masing-masing.
“Mungkin kau mengira kata-kataku tadi sebagai candaan, tapi biar ketekankan sekali lagi, aku benar-benar akan menaklukan segalanya, sekalipun dewa,” Rex berkata pelan, namun bagi Thurqk, dia bisa mendengar jelas ucapan yang memang ditujukan padanya tersebut.
“hoo, bagaimana kau bisa yakin?”
“Karena aku... adalah pria yang akan menggantikan dewa sambil menebas dengan pedang.”
Salah satu Hvyt terbang mendekat dan langsung membawa Rex terbang menuju tempat pertarungannya tanpa berkata apa-apa. Kesunyian kembali menghiasi Devasche Vadi saat peserta terkahir dibawa pergi.
Thurqk tersenyum simpul, dia tidak menyangka kalau ada makhluk yang bisa menjadi hiburannya setelah sekian lama.
***
Langit biru cerah tanpa awan.
Matahari yang bersinar begitu terik, seolah tidak sudi untuk memberikan rasa nyaman pada siapapun yang berdiri apalagi melangkah di bawah sinarnya. Bulan April adalah bulan di mana musim hujan beralih ke musim kemarau.
Pergantian musim dari hujan deras yang turun setiap hari menjadi panas terik yang membakar membuat banyak orang terkena demam musiman yang selalu melanda tiap tahunnya, namun sepertinya tahun ini adalah yang paling parah karena bahkan di kota Bandung yang terkenal dengan cuacanya yang sejuk terasa begitu panas menyengat.
Suara bising klakson dan deru mesin kendaraan bermotor, ditambah dengan polusi yang berasal dari gas buangan semua kendaraan tersebut, memperburuk keadaan di siang hari yang sejak awal memang sudah panas itu. Walau begitu, semua kesemrawutan dan kekacauan di jalan Soekarno Hatta tersebut sama sekali tidak menghentikan orang-orang dari memadati jalan dan pasar.
Seorang anak kecil, berambut hitam cepak dan mata yang lebar berjalan murung sambil sesekali memainkan kecrekannya di trotoar jalan yang ramai. Beberapa kali dia bertabrakan dengan pejalan kaki yang lewat, bahkan hingga terjatuh, dan setiap kali hal itu terjadi, anehnya orang yang menabraknya tetap berjalan pergi seolah tidak peduli pada keberadaannya.
“Kenapa semua orang nyuekin Ucup?” Gumam anak itu sedih.
Kedua matanya yang lebar menyapu jalanan yang ramai, dilihatnya semua orang berjalan tanpa memperdulikan dirinya yang masih terduduk di atas tanah. Ucup memijat kedua kakinya yang lelah sebelum akhirnya bangkit berdiri kembali.
Saat pertama kali tiba di tempat itu, Ucup benar-benar gembira bukan kepalang, karena dia kembali ke kota asalnya, Bandung. Bahkan saat Hvyt yang membawanya belum sempat untuk mendarat, tanpa sadar Ucup tanpa sadar menghempaskannya dengan gelombang kejut dari kecrekannya karena terlalu gembira.
Hvyt yang marah langsung terbang meninggalkan Ucup sambil melemparkan makian pada anak itu, yang pastinya sama sekali tidak didengar dan tidak dipedulikan oleh Ucup yang langsung berlari untuk mencari tempa tinggal lamanya.
Ucup berharap bisa bertemu lagi dengan teman-temannya sesama pengamen dulu. Karena alasan itulah dia terus berlari tanpa lelah menuju jalan asia afrika, menuju bangunan besar bekas pusat perbelanjaan kosong—
Hanya untuk menemukan sebuah bangunan apartemen mewah yang berdiri megah di tempat itu.
Ucup yang masih kecil belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dia mengira kalau dia salah jalan dan berusaha untuk bertanya pada orang-orang yang lewat. Namun anehnya berapa kalipun dia bertanya, dan berapa kalipun dia berteriak untuk menarik perhatian orang yang lewat, tidak ada seorang pun yang memperdulikannya apalagi mendengar teriakannya, seolah dia berada di tempat itu namun di saat yang bersamaan dia juga tidak ada di tempat itu.
Di tengah kebingungan dan ketakutan karena diabakain oleh semua orang, Ucup mulai berjalan tanpa arah dan tujuan. Dia tahu kalau dirinya diperintahkan untuk bertarung, dan apabila dia menang dia bisa mendapat kesempatan untuk hidup sekali lagi.
Tapi Ucup sudah kehilangan keinginannya untuk hidup. Buat apa dia kembali ke dunia yang kejam, dunia yang sudah memisahkan dirinya dan ibunya tercinta.
Dengan wajah yang hampir menangis, bocah berkaos hijau itu menatap langit biru kosong.
“Padahal Ucup udah mati, tapi kenapa Ucup nggak bisa ketemu ibu di surga?”
“Apa mungkin karena hidupku terlalu banyak dosa ya?”
Kedua alis ucup terangkat tinggi saat sebuah suara yang nyaring terdengar di telinganya. Sang bocah berambut cepak berbalik. Dia yakin suara barusan belakang dari belakangnya, dan suara itu berbeda dengan suara lainnya seperti obrolan orang-orang yang lewat ataupun deru motor jadul yang knalpotnya belum diganti padahal sudah kena tilang tiga kali.
Suara yang didengarnya lebih jelas dan nyaring, seolah berasal dari dunia yang berbeda dari dunia tempat dia berada saat itu.
“Tempat ini panas sekali, apa tidak ada tempat berteduh yang lebih sejuk?”
Suara itu kembali terdengar. Ucup kembali menyapu sekitar dengan pandangannya, hingga kedua matanya tertahan pada sesosok manusia yang memiliki penampilan mencolok dan berbeda dengan orang-orang di sekitarnya.
Seorang gadis berambut hitam panjang dan di ikat dua dengan headphone terpasang di kepala. Mengenakan jaket hitam tanpa lengan, rok pendek kotak-kotak dan sepatu boots tinggi berwarna hitam.
Sesaat, Ucup sempat mengira dari penampilannya kalau gadis itu adalah salah satu dari orang-orang yang melakukan ‘Cosplay’ yang sering dia lihat di acara-acara sekolah di sekitar tempat tinggalnya, namun dilihat lebih dekat, ada aura yang berbeda dari gadis tersebut, aura yang membuat Ucup yakin kalau gadis itu adalah salah satu petarung seperti dirinya.
Seolah baru saja menemukan mata air di tengah gurun yang gersang, ucup langsung berlari seraya menyahut memanggil gadis yang terus berjalan santai tersebut seraya melambai.
“Kakaaaaak!”
***
Common Route
Darcia Regine, sang gadis berambut hitam kebiruan sama sekali tidak menyangka kalau dia akan dikirim kembali ke Bumi. Walaupun keadaan di tempat itu jauh berbeda dengan tempat asalnya, namun dia bisa memastikan kalau dunia tempatnya berada saat ini adalah Bumi di abad ke 21.
Cia menghela nafas lelah. Saat Hvyt yang membawanya ke tempat itu menjelaskan sesuatu kepadanya, dia sama sekali tidak mendengarkan karena volume musik di headphonenya yang keras, dan karena hal itu sekarang dia bingung ke mana harus pergi hingga akhirnya hanya mondar-mandir di sekitar tempat itu sambil melihat-lihat pertokoan yang menarik minatnya.
Orang yang bertahan hidup paling terakhir adalah pemenangnya.
Hanya kalimat itu yang Cia dengar dari sang Hvyt. Selain hal itu, dia sama sekali tidak tahu ke mana harus pergi ataupun lokasi tempat para petarung lainnya berada. Dalam hati gadis itu mengutuk dirinya sendiri yang harus terjebak dalam pertarungan konyol padahal dirinya sendiri sudah mati.
“Apa mungkin karena hidupku terlalu banyak dosa ya?” Cia bertanya pada dirinya sendiri.
Gadis berambut panjang di ikat dua itu kembali berjalan menyusuri trotoar yang ramai.
“Tempat ini panas sekali, apa tidak ada tempat berteduh yang lebih sejuk?” Keluhnya seraya berusaha menghalangi sinar matahari yang terik dengan telapak tangannya.
Keringat mulai mengalir membasahi kening dan hidungnya. Cia menoleh ke kanan dan kiri berusaha mencari tempat yang teduh.
“Kakaaaak!”
Tepat di saat dia baru saja menemukan sebuah tempat duduk di bawah pohon yang rindang, sebuah suara terdengar di telinganya.
“Ng?”
Cia berbalik. Seorang anak kecil, mengenakan kaos hijau yang kebesaran dan sepasang sandal jepit lusuh berlari riang sambil melambaikan tangan ke arahnya.
“Siapa bocah itu?” Gumam Cia pelan.
Untuk sesaat gadis itu penasaran dengan sosok anak kecil yang berlari ke arahnya itu, namun beberapa saat kemudian dia hanya mengangkat kedua bahu dengan wajah tidak peduli sebelum akhirnya kembali berbalik arah dan berjalan menuju pohon rindang demi mencari ketenangan.
“Tunggu!!”
Sebelum Cia sempat melangkah lebih jauh, anak berambut cepak itu menarik ujung rompi hitamnya, membuatnya tertahan di tempat.
Dengan wajah yang agak kesal, Cia menoleh ke arah bocah berbaju hijau itu tanpa berbalik ataupun bergerak dari tempatnya.
“Ada perlu apa nak, mau permen? Aku punya banyak sih tapi sayangnya aku tidak bisa memberimu satupun.”
Tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Cia dengan ucapannya, Ucup memiringkan kepala seraya mengernyitkan dahi, dari raut wajahnya saat ini sangat jelas kalau dia ingin mengatakan ‘Ini orang ngomong apa sih?’ Namun tidak jadi mengucapkannya.
“Kakak bisa melihatku??” Sahut Ucup riang.
Masih dengan tampang yang seolah tidak peduli sekalipun seluruh dunia terbakar api, Cia menjawab singkat.
“Ah, yah, aku bisa melihatmu, terus?”
“Kaka pasti salah satu peserta pertarungan ya?”
“Iya.”
“Apa kakak dibawa ke sini sama makhluk bersayap berkulit merah?”
“Tepat sekali.”
“Apa kakak juga disuruh untuk bertarung?”
“.....”
Cia terdiam sejenak, seolah baru menyadari sesuatu.
“Tunggu, kalau kau bisa melihatku, dan juga diperintahkan untuk bertarung, itu berarti...”
Melihat Cia yang bergumam sendiri, Ucup hanya tersenyum polos.
“Berarti apa kak?”
Cia mengayunkan tangan kanannya pelan, dan dalam sekejap mata sebilah katana sudah berada dalam genggamannya. Dengan gerakan cepat gadis itu langsung mengarahkan ujung katana dalam genggamannya tepat ke leher Ucup yang masih menatapnya dengan pandangan polos.
“Berarti aku tidak perlu repot-repot mencarimu. Sekarang matilah dengan tenang!”
“....eh?”
Cia mengangkat katananya tinggi, dan dengan sekuat tenaga langsung mengayunkan pedang panjang tersebut tepat ke kepala Ucup.
TRAANG!!
Suara logam yang beradu memenuhi udara. Untuk sesaat baik Cia maupun Ucup tidak mengerti apa yang tiba-tiba terjadi. Asap tipis mengepul dari tanah di antara mereka berdua berdiri. Ucup yang ketakutan hanya bisa berjongkok sambil memegangi kepala dengan kedua tangannya. Di sisi lain, Cia terlihat geram seraya memegangi lengan kanannya yang kesemutan akibat serangan dadakan barusan.
Tidak jauh dari tempat Cia berdiri, katana hitam yang barusan di pegangnya tergeletak begitu saja.
“Cukup sampai di situ!”
Sebuah suara teriakan nyaring langsung mengalihkan perhatian kedua petarung yang masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Berusaha mencari asal suara tersebut, baik Ucup maupun Cia menoleh ke sana kemari hingga akhirnya menemukan pemilik suara barusan yang ternyata berada di seberang jalan raya.
Sesosok manusia, yang dari perawakannya adalah seorang pria, berdiri gagah di puncak sebuah pohon yang berada di seberang jalan dari trotoar tempat Ucup dan Cia berada. Keduanya tidak bisa melihat wajah sang pria dengan jelas karena posisinya yang membelakangi matahari.
“Siapa kau? Apa yang barusan kau lakukan?!” Sahut Cia geram.
Sang pria misterius tidak menjawab pertanyaan tersebut. Malahan, sosok misterius tersebut perlahan mengangkat tangan kanannya ke atas, menunjuk ke arah langit biru yang cerah.
“Nenekku pernah berkata...”
“Haaah..?!” Ucup dan Cia memiringkan kepala bersama dalam kebingungan.
***
“Melangkah di jalan ksatria. Pria yang akan menaklukan segalanya.”
Perlahan, sang pria misterius menurunkan tangan kanannya dan menunjuk tepat ke arah Ucup dan Cia, atau lebih tepatnya, menunjuk ke tempat di antara keduanya berdiri.
“Namaku... Rex!”
Sahutnya penuh percaya diri.
“Ke— Kereeeeeeen..!!”
Seolah baru saja melihat tokoh jagoan yang keluar dari layar televisi, Ucup berteriak kagum. Kedua matanya bersinar-sinar melihat sosok berbaju besi yang berdiri di puncak pohon yang tingginya tidak lebih dari satu meter tersebut.
Di lain pihak, respon yang diberikan oleh Cia hanyalah raut wajah jijik yang seolah mengatakan dengan jelas ‘Kupikir siapa, ternyata cuma cowok narsis gaje’ namun tidak cukup peduli untuk mengatakannya.
Walau dirinya tidak begitu peduli dengan penampakan sosok narsis berbaju besi tersebut, Cia tetap penasaran dengan serangan yang dilancarkannya barusan. Cia menoleh ke arah asap yang mengepul tadi, yang kini sudah mulai pudar. Di saat asap yang menghalangi pandangannya mulai lenyap, terlihatlah sebuah retakan lebar di tanah di hadapannya, seolah baru saja dihantam oleh sesuatu yang berat, namun anehnya dia tidak melihat benda apapun yang bisa menjadi penyebab retakan sebesar itu.
“Kakak pasti superhero ya?!” Sahut Ucup yang masih terkagum-kagum dengan sosok berbaju besi bernama Rex tersebut.
Disebut sebagai superhero oleh seorang anak kecil, Rex tersenyum bangga, atau lebih tepatnya dia jadi besar kepala.
“Sayangnya aku bukan superhero, wahai anak muda,” Jawab rex masih dengan senyuman bangga di wajahnya.
“Heeee? Terus apa dong kalau bukan superhero?”
“Aku... Hanya seorang ksatria yang numpang lewat,” Rex mengusap rambut pirang pendeknya dengan gaya yang sok keren.
Narsis!!
“Kalau begitu lewat aja sana!” Bentak Cia yang mulai tidak tahan dengan gaya narsis pria bernama Rex tersebut.
“Uuugh, benar-benar gadis yang kasar. Ta-tapi tidak apa, seorang ksatria sejati tidak akan menolak ucapan dari seorang wanita,” Ucap Rex yang berusaha mempertahankan gaya sok kerennya, kelihatannya dia kurang ahli dalam menghadapi perempuan.
Melihat gaya dan ucapan rex yang semakin narsis, Cia benar-benar bingung, darimana pria itu mendapat kepercayaan diri sebesar itu. Padahal gaya bicaranya saja sudah ketinggalan jaman.
“Jadi, apa yang sedang dilakukan oleh seorang ksatria yang numpang lewat di atas pohon mangga yang tingginya tidak lebih dari semeter itu?” Tanya Cia dengan nada cuek bercampur kesal.
“Hmph!”
Tanpa berkata apa-apa lagi, Rex sang ksatria numpang lewat langsung melompat tinggi dan bersalto di udara bebas.
“KEEEREEEEEN..!!” Ucup kembali berteriak histeris.
Setelah bersalto dua kali di udara bebas, Rex berhasil mendarat dalam posisi bertumpu pada sebelah lutut.
“....”
Hening sesaat.
“Guuuuhh.....kakiku...” Rex memegangi kedua kakinya yang kesemutan sambil merintih pelan.
“LEMAAH AMAAAAT!!”
Cia dan Ucup berteriak kompak.
Sekali lagi Cia menghela nafas pendek. Gadis itu menggeleng pelan dengan wajah penuh penyesalan karena sudah menanggapi pria narsis berbaju besi itu walau hanya untuk beberapa saat.
“Sebenarnya apa tujuanmu datang kemari? Kalau Cuma buat narsis aku tidak ada waktu untuk meladenimu!” Bentak Cia yang semakin kesal.
Rex yang sudah pulih dari kecelakaan(?) barusan perlahan bangkit berdiri.
“Sudah kubilang aku hanya kebetulan lewat, tapi melihat seorang gadis manis mengarahkan pedangnya pada seorang anak kecil, tentu saja aku tidak bisa tinggal diam,” Jelasnya santai.
Di saat itu..
FWOOOOSH!!
Sebilah katana melesat dan hampir saja menyerempet wajah Rex andaikan dia tidak melangkah dari tempatnya berdiri tadi.
“...Eh?”
Wajah santainya seketika berubah takut. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya saat dilihatnya pohon mangga yang ada dibelakangnya perlahan meleleh seperti lilin yang terbakar.
“Ah, maaf tanganku licin,” Ucap Cia dengan nada datar. Raut wajahnya yang tadinya lelah kini berubah gelap. Hawa pembunuh mulai menyebar dari tubuhnya.
“Ka-kau mau membunuhku ya?!” Protes Rex yang masih belum sepenuhnya menguasai rasa kagetnya akibat serangan barusan.
“Kalau iya memangnya kenapa, masalah?”
Sikap tenang Rex berubah siaga.
“Cih, ini sebabnya aku tidak tahan dengan wanita, mereka benar-benar tidak bisa dimengerti!”
“Kaunya saja yang terlalu bodoh. Bi—bisa-bisanya kau menyebutku ma-mani... AAARGHH!! Sudahlah, mati saja sanaaa!!”
“Jadi kau marah karena alasan itu? Memang apa salahnya memanggilmu begitu, aku kan tidak bohong!!”
Wajah Cia yang kesal semakin memerah mendengar ucapan Rex barusan. Sebilah Glaive yang entah darimana asalnya tiba-tiba sudah berada tangan Cia, dan dengan sekuat tenaga Cia langsung melempar tombak pedang tersebut ke arah Rex.
“MAAATIIII KAAAAUUU!!
“GYAAAAAH!!”
Melihat kedua orang yang berkelahi sambil adu mulut tersebut, Ucup hanya bisa berdiri diam sambil menonton. Entah apa alasannya kedua orang itu berkelahi, Ucup berusaha mencerna keadaan yang sedang terjadi di hadapannya itu, dan akhirnya mendapat sebuah jawaban.
“Ooh, ini pasti yang disebut perkelahian antar kekasih yang biasa ada di sinetron itu ya,” ucapnya polos.
“BUUKAAAAN!!” Bentak Rex dan Cia kompak.
“Hyiii...”
Setelah mulai lelah dengan adu mulut, akhirnya keduanya berhenti dengan nafas memburu dan kerongkongan yang mulai kering. Benar-benar suatu keajaiban kedua orang ini masih bisa berkelahi di bawah cuaca yang sepanas ini.
“Kurasa tidak ada gunanya adu mulut, sebaiknya kubungkam saja mulut kasarmu itu untuk selamanya!” Dengan kedua mata yang membara akibat amarah, Rex mulai melangkah maju menuju tempat Cia berada.
“Sini kalau berani!!” Cia memprovokasi.
“Kak Rex, hentikan! Jangan...!!”
“Terlambat! Bersiapla— GYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHH!!”
Tepat saat Rex hendak berlari menerjang, sebuah mobil truk berkecepatan tinggi tiba-tiba muncul dan langsung menghantam tubuhnya dari samping. Tubuh Rex yang menempel di bagian depan truk ikut terseret bersama truk yang mulai melaju kencang menjauhi tempat itu.
“Baru mau bilang jangan nyebrang dulu. Ini kan jalan raya...”
Keadaan kembali hening bagi Ucup dan Cia.
Cia menepuk dahinya sambil menghela nafas lelah, dalam hati dia mengutuk dirinya sendiri, entah dosa apa yang sudah diperbuatnya hingga harus melawan orang gila seperti itu.
“Jadi... Sampai di mana kita tadi?”
Saat Cia mengalihkan pandangannya kembali pada Ucup, anak itu sudah tidak berada di tempatnya berdiri.
“Ke-ke mana perginya?!” Cia mencari-cari keberadaan Ucup dengan agak panik.
Saat kedua matanya menemukan sosok anak itu, dilihatnya Ucup sudah berada di atas angkot yang kebetulan berhenti sesaat untuk menurunkan penumpang di dekat situ.
“Maaf kak, Ucup gak mau bertarung. Ucup gak mau melukai kakak,” Sahutnya sesaat sebelum mobil angkot tersebut mulai melaju kembali.
Cia kembali terdiam di tempatnya. Wajahnya kembali menunjukkan nafsu membunuh yang kuat, bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Suara permen chuppa yang retak terdengar dari mulutnya. Detik berikutnya, wajah tenang gadis berambut hitam kebiruan itu seketika berubah garang.
“BOCAH KURANG AJAR!! KAU MEREMEHKANKU YA?!”
Dengan gerakan cepat Cia— Atau yang saat ini sudah berganti menjadi Regine langsung mengumpulkan kembali senjatanya yang berceceran dan langsung berlari mengejar mobil angkot yang membawa Ucup dengan kecepatan yang luar biasa.
Tidak ada satupun dari mereka yang menyadari, kalau ada sesosok bayangan lain yang terus mengawasi mereka dari suatu tempat yang aman dan tidak terlihat.
***
Main Route
Panas, terik matahari, debu yang beterbangan, semua kekacauan itu adalah hal pertama yang dirasakan oleh seorang gadis berambut karamel ketika dirinya tiba di dunia yang disebut kota Bandung tersebut. Walaupun bagi seorang pustakawan yang memiliki pengetahuan yang hampir menyaingi Google search seperti Carrol sudah mengetahui tentang kota tersebut bahkan sebelum dirinya datang ke sana, gadis itu tetap tidak sanggup bertahan di iklim panas ekstrim kota Bandung.
“Ini aneh, padahal menurut yang kubaca di buku, seharusnya kota Bandung termasuk kota yang sejuk di negara ini, tapi kenapa sepanas ini?”
Sambil menggunakan buku tebal sebagai payung untuk melindungi kepalanya dari sengatan matahari, Carrol terus berjalan mencari tempat yang cukup sejuk untuk berteduh.
“Kalau Cuma untuk bertarung, kenapa tidak dikirim ke colloseum atau semacamnya saja sih, kalau di tempat seperti ini bisa-bisa aku mati duluan sebelum bertemu dengan lawan bertarungku,” Carrol menggerutu pelan.
Sebenarnya, bagi penduduk Bandung sendiri suhu sepanas ini merupakan hal yang biasa bagi mereka. Sayangnya bagi Carrol yang hampir setiap hari berada di dalam perpustakaan membuatnya sulit beradaptasi dengan lingkungan saat dirinya keluar dari area nyamannya tersebut.
“uugh..”
Salah seorang pejalan kaki yang lewat tanpa sengaja menabrak Carrol, membuat tubuh mungilnya yang ringan langsung jatuh terduduk di atas jalanan yang panas.
“Dasar orang-orang tidak beradab, mau sampai kapan mereka menabrakku lalu pergi begitu saja tanpa minta maaf? Ini namanya tabrak lari!” Sambil menyahut kesal, Carrol berusaha bangkit dan kembali berdiri.
Sudah kesekian kalinya untuk hari ini dirinya ditabrak lari oleh pejalan kaki yang tidak mempedulikan keberadaannya seolah dirinya semacam hantu. Carrol sendiri menyadari hal itu, gadis itu menyadari kalau dirinya sudah mati dan tubuhnya saat ini hanyalah tubuh sementara yang dibuat untuk tujuan bertarung.
Carrol menghela nafas pendek seraya membersihkan debu dari roknya. Saat gadis itu hendak melanjutkan langkahnya, seekor kucing yang entah darimana datangnya tiba-tiba sudah berada di hadapannya dalam posisi duduk sambil memandang ke arah Carrol.
“Meoow~”
Carrol menelan ludah. Walau seumur hidupnya hampir dia habiskan untuk bergelut dengan buku-buku tebal, pada dasarnya tetap saja dia hanya seorang gadis biasa berumur 15 tahun, yang pastinya menyukai hal-hal imut seperti kucing dan anjing.
“Ka-kau bisa melihatku?” Tanya Carrol gugup. Wajahnya berusaha menahan senyuman gemas yang membuatnya terlihat agak konyol.
“Meoow~”
Seolah mengerti akan pertanyaan yang diajukan Carrol, kucing kecil berbulu hitam tersebut kembali mengeong.
Setiap kali dirinya mendengar suara si kucing, seluruh tubuh Carrol bergetar seperti tersambar aliran listrik statis. Tanpa dia sadari, nafasnya semakin memburu, dan wajahnya yang berusaha menahan rasa gemas membuatnya tersenyum menyeringai lebar, yang membuatnya terlihat seperti seorang pembunuh berantai yang sudah tidak tahan ingin mencabik-cabik korbannya.
“Bo-boleh kupegang kan...?”
Si kucing sontak bergidik takut melihat wajah Carrol yang mengerikan, dan saat Carrol menjulurkan tangannya untuk mengusap si kucing, si kucing malah mengeong keras dan langsung melompat ke tengah jalan.
“Tu-tunggu, jangan ke sana, berbahaya!!”
Melihat si kucing yang langsung berlari ke tengah jalan, tanpa pikir panjang lagi Carrol ikut berlari mengejarnya.
Di saat dirinya sudah berada tepat di tengah jalan, barulah dirinya menyadari sesuatu.
“Tunggu, kenapa aku...”
Carrol tidak sempat berbuat apapun saat sebuah mobil pickup besar melaju kencang ke arahnya. Sang supir yang tidak bisa melihat keberadaan Carrol sama sekali tidak sadar dan tetap melaju dengan kecepatan tinggi.
Carrol menutup mata, gadis itu sudah tidak tahu lagi harus berpikir apa dan hanya menerima nasib.
Jadi aku benar-benar akan mati sebelum sempat bertemu dengan lawanku...?
Dalam hati Carrol kecewa sekaligus kesal karena dirinya harus mati dua kali berturut-turut, padahal mati yang pertama kali saja sudah menyakitkan, semoga saja kematian yang kedua tidak terlalu sakit.
“AWAAAASS!!”
Di tengah monolog sebelum kematian yang entah kenapa membuat seleuruh dunia terasa bergerak lambat, sesosok manusia tiba-tiba melompat ke arahnya dan segera memeluk tubuhnya sebelum mobil besar tersebut sempat menyentuhnya.
BRAAAAGHH!!
Suara logam yang beradu dengan logam terdengar nyaring memenuhi udara. Carrol merasakan dirinya berguling beberapa kali sebelum akhirnya tergeletak diam. Anehnya, dia sama sekali tidak merasakan sakit sedikitpun, malahan dia merasa nyaman, seolah ada sesuatu yang melindunginya.
Carrol berusaha membuka kedua matanya yang semakin lama semakin sulit untuk terbuka. Di tengah kesadarannya yang semakin pudar, dia melihat sebuah wajah yang asing.
Sesaat kemudian seluruh kesadaraan carrol jatuh ke alam bawah sadar.
***
Ucup terus berlari sekuat tenaga. Nafasnya memburu, namun dia sama sekali tidak peduli dan terus berlari, hingga akhirnya salah satu sandal jepit usangnya putus dan membuatnya jatuh terjerembab ke tanah.
Bocah itu berusaha bangkit, namun sayangnya hampir separuh dari tenaganya sudah terkuras akibat terus berlari sekuat tenaga tadi.
Keringat bercampur air mata jatuh menetes membasahi jalanan yang kering dan panas.
“Hiks, kenapa Ucup harus bertarung? Ucup gak mau menyakiti orang lain, apalagi membunuh..”
Ucup bertanya-tanya dalam hatinya kenapa dia harus terlibat dalam pertarungan yang dia sendiri bahkan tidak tahu apa tujuannya. Dia tidak punya niat untuk bertarung, bahkan tidak tertarik dengan hadiah yang dijanjikan oleh Thurq sang Dewa penguasa. Dia hanya ingin bisa bertemu ibunya di surga. Ucup sering diceritakan oleh ibunya kalau surga adalah tempat yang damai dan nyaman, dan hanya orang baik yang bisa masuk surga.
Lalu kenapa dirinya malah terjebak di pertarungan yang dia sendiri tidak mau melakukannya, kenapa dia tidak bisa ke surga, apakah waktu hidup dirinya tidak bisa menjadi orang yang baik?
Semua pertanyaan tersebut terus berkecamuk dalam diri bocah berumur 13 tahun yang polos itu. Entah apa yang dipikirkan oleh Thurqk dengan melibatkan jiwa sepolos itu dalam rencana busuknya.
SIIIIING....
Di tengah kesuraman yang terus melanda dirinya, tiba-tiba Ucup mendengar suara aneh. Suara tersebut sama sekali berbeda dengan suara apapun yang pernah didengarnya. Seperti suara sesuatu yang mendesing, ucup sama sekali tidak bisa menjelaskan dengan pasti seperti apa suara tersebut.
SIIIING...
Suara itu kembali terdengar. Bocah berambut cepak itu menoleh kesana kemari berusaha menemukan sumber suara tersebut, namun anehnya dia tidak bisa tahu dengan pasti darimana suara tersebut berasal, seolah suara mendesing itu berasal dari dalam kepalanya sendiri.
Ucup kembali menoleh ke sekeliling, lalu pandangannya terpaku pada sebuah gedung dengan banyak jendela kaca besar yang menghiasinya. Ucup bisa melihat bayangan dirinya yang sambil bertumpu pada kedua tangan dengan wajah ketakutan, dan di samping bayangannya itu, dia melihat bayangan Thurqk yang berdiri seraya menatap ke arahnya dengan tajam dari dalam kaca.
Bertarung...
Suara lain kembali terdengar di dalam kepala Ucup.
“Si-siapa...?!”
Ketakutan, Ucup langsung memalingkan wajahnya ke arah lain.
Bertarung...
Anehnya, Ucup kembali melihat bayangan Thurqk pada kaca jendela mobil yang sedang di parkir.
Bertarung...
Ucup semakin bingung dan takut. Kemanapun dia memandang, dia selalu melihat bayangan Thurqk muncul di berbagai kaca, cermin, dan benda-benda lain yang dapat memantulkan bayangan.
“Kenapa?! Kenapa Ucup harus bertarung?!”
Bertarung.... Atau mati...
“AAAAAAAAAHH..!!”
Ucup memegangi kepalanya dengan kedua tangan seraya berteriak histeris. Tanpa disadarinya, mulutnya mulai melantunkan lagu dengan nada yang maat keras dan menekan. Semua orang yang lewat, bahkan burung-burung dan mobil yang melewati tempat itu langsung berubah panik dan menggila.
Mobil-mobil mulai menabrak apapun yang ada di depannya. Orang-orang yang lewat mulai menyakiti diri sendiri dan orang lain yang berada di dekatnya. Semua yang mendengar lagu tersebut langsung berubah menjadi gila, dan dalam sekejap, tempat itupun hancur seperti baru saja diterjang oleh angin topan dan gempa sekaligus.
“AAAAAAAAAHHH..!!”
Ucup berlari sekuat tenaga sambil terus memegangi kepalanya dengan kedua tangan, melewati mayat-mayat yang bergelimpangan dan puing-puing gedung yang berserakan.
***
Saat membuka kedua mata, yang pertama kali dilihat oleh Carrol adalah wajah seorang pemuda berambut pirang pendek. Wajah pemuda itu begitu dekat dengannya, bahkan terlalu dekat.
Awalnya Carrol mengira kalau semua itu hanya mimpi, hingga tiba-tiba dirinya merasakan sesuatu yang hangat menyentuh dahinya. Di saat itulah seluruh kesadaran Carrol kembali kepadanya.
“KYAAAAAH!!”
Dengan sekuat tenaga Carrol langsung menghantam sisi kepala pemuda itu dengan bagian sudut buku tebal yang terus dipegangnya. Efek dari hantaman tersebut benar-benar diluar dugaan karena berhasil membuat pemuda tersebut terlempar dan berputar di udara beberapa kali sebelum akhirnya jatuh mencium tanah.
“Ak-aku salah apa...?”
Sambil merangkak kesakitan di tanah, sang pemuda bertanya pada Carrol.
“Harusnya aku yang tanya, apa yang baru saja kau lakukan?! Berani sekali kau menyerang seorang gadis yang tidak sadarkan diri!! Dasar Pedhopile!!” Bentak Carrol sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada dengan wajah yang hampir menangis.
Mendengar dirinya disebut phedopile, tubuh Rex seolah disambar petir tiga kali berturut-turut.
“Sembarangan!! Aku suka perempuan yang lebih tua!!” Protes Rex seraya bangkit.
“...Menjijikan,” Balas Carrol dengan nada merendahkan.
Lagi-lagi Rex merasa dirinya baru saja disambar petir, kali ini empat kali berturut-turut.
“Cukup, jangan menuduhku sembarangan! Padahal aku sudah menyelamatkan nyawamu!!”
“Aku tidak ingat pernah memintamu untuk menyelamatkanku.”
“..Uuugh!”
Kali ini Rex merasa hatinya ditusuk oleh tombak dan pedang sekaligus.
“Lagipula kenapa kau menyelamatkanku, bukankah aku musuhmu, kenapa kau tidak membiarkanku mati?” Carrol kembali bertanya, kali ini raut wajahnya amat sulit untuk ditebak, antara raut wajah sedih dan kesal, Rex sendiri tidak bisa menebaknya.
Mendengar pertanyaan dari Carrol, Rex tersenyum kecil.
“Nenekku pernah berkata, sekalipun dunia ini dipenuhi oeh musuhmu, akan selalu ada seseorang yang harus kau lindungi!”
Tepat setelah mengatakan hal itu, senyum Rex merekah. Senyuman yang tulus. Melihat senyuman itu Carrol merasa iri, dan tanpa gadis itu sadari, kedua pipinya mulai memerah mendengar ucapan Rex barusan.
“Ja-jadi, sebenarnya apa yang mau kau lakukan tadi?” Carrol berusaha mengalihkan pembicaraan seraya membuang muka.
“Aku hanya memeriksa suhu tubuhmu, soalnya saat tidur kau berkeringat banyak sekali dan mengigau tidak jelas, aku sampai harus melepas rompimu,” Jelas Rex datar.
“Melepas...”
Saat Carrol melirik tubuhnya, dia baru menyadari kalau dia sudah tidak memakai rompi hitamnya, bahkan kancing kemeja bagian atasnya terbuka hingga memperlihatkan bra merah muda dengan motif kotak-kotak dengan amat jelas.
POOOFFF
Seluruh wajah Carrol memerah padam seketika bagai buah tomat matang.
“Ap-ap-ap-ap-ap-ap-ap-ap-ap..”
“Ap?”
“APA YANG KAU LAKUKAN DASAR PHEDOPILE...!!”
Sambil berteriak sekuat tenaga Carrol mulai melempari Rex dengan buku-buku tebal. Rex berusaha menghindari buku-buku yang dilempar ke arahnya, namun seolah tidak ada habisnya, dalam waktu singkat dirinya sudah terkubur di bawah gunungan buku tebal yang entah darimana asalnya.
“Aku benar-benar tidak mengerti perempuan....” Rengeknya di bawah timbunan buku.
***
Setelah perjuangan keras untuk menjelaskan pada Carrol kalau dirinya bukan phedopile dan tidak bermaksud mesum padanya, akhirnya Carrol mau memaafkan Rex dengan syarat Rex berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya barusan.
“Jadi sekarang apa yang akan kau lakukan? Bukankah kita berdua harus bertarung?” Carrol bertanya serius, saat ini gadis itu sudah memakai kembali rompi hitamnya.
“Kau sendiri bagaimana?”
“Jangan melempar balik pertanyaanku!?”
“Kalau kau bertanya seperti itu, aku tidak tahu harus menjawab apa, makanya aku ingin tahu pendapatmu sendiri.”
Seolah terjebak oleh pertanyaannya sendiri, Carrol berusaha berpikir keras.
“Aku....”
“AAAAAAAAAAHHHH!!”
Sebuah teriakan histeris mengalihkan perhatian mereka. Rex langsung bangkit dari duduknya untuk melihat siapa pemilik suara barusan, namun karena mereka saat ini berada di sebuah taman kecil yang dikelilingi oleh pagar, Rex tidak bisa melihat dengan jelas sehingga membuatnya harus melompat keluar pagar untuk mencari tahu.
“Tunggu!” Carrol langsung mengejar Rex yang keluar dari taman.
“Anak itu...”
Rex mengenal sosok kerdil yang sedang berlari kesetanan melewati kerumunan orang tersebut.
“Carrol, maaf tapi aku harus mengejar anak itu!”
Saat Rex menoleh ke arah Carrol, dilihatnya gadis itu sudah tergeletak di atas tanah.
“Carrol!! Apa yang terjadi?!”
Tidak ada respon, sepertinya keadaan gadis itu masih belum pulih sepenuhnya.
“Apa boleh buat!”
Rex mendengus kesal. Sebagai seorang ksatria, meninggalkan seorang gadis yang tidak berdaya seorang diri adalah sebuah dosa besar. Oleh karena alasan itu, Rex langsung menggendong Carrol di punggungnya dan berlari mengejar Ucup.
***
Finale
“Sialan, ke mana perginya bocah itu?!”
Dengan nafas yang masih memburu, Cia bertanya pada dirinya sendiri.
Gadis itu mengutuk perbuatan Regine yang berlari kesetanan mengejar bocah bebaju hijau yang melarikan diri darinya, namun dia hampir tidak percaya kalau Regine bisa berlari secepat motor yang sedang melaju kencang, yang mana efek sampingnya adalah seluruh tubuhnya terasa pegal dan sakit.
Cia kembali berjalan menyusuri pertokoan yang entah kenapa lebih sepi dari tempat lainnya. Setelah beberapa menit berkeliling, akhirnya dia menemukan target yang dicarinya.
“Itu dia!”
Saat melihat Ucup yang berada di balik sebuah tikungan jalan, secara refleks Cia langsung bersembunyi dengan menempel pada dinding sambil mengintip keadaan targetnya. Dalam pandangannya, dilihatnya si bocah berbaju hijau sedang berdiri tanpa melakukan apapun, dan dihadapan bocah itu...
“Siapa pria itu?”
Walaupun sebenarnya Cia bisa saja langsung menyerang si bocah saat itu juga, namun entah kenapa insting asasinnya menahan dirinya dari berbuat hal tersebut. Cia merasa ada sesuatu yang janggal dengan pria botak dengan penutup mata yang berdiri di hadapan si bocah.
“Biar kulepaskan dirimu dari semua penderitaan ini,” Pria botak itu berkata dingin.
Hal yang selanjutnya terjadi benar-benar diluar dugaan Cia, si pria botak langsung menusuk dada kiri si bocah hingga menembus punggungnya. Darah segar mengalir dari luka dan mulut bocah tersebut, membuat kedua mata Cia melotot lebar.
“DIA MANGSAKU, BOTAK KEPARAAAAT!!”
Dalam sekejap Cia sudah berganti menjadi Regine. Regine yang geram langsung berlari menerjang si pria botak dengan sebilah katana di tangannya, namun sebelum Regine sempat menyerang pria itu, sosoknya sudah lebih dulu lenyap dari pandangan.
“Ce-cepat sekali!”
Regine sama sekali tidak percaya dengan kecepatan pria barusan, dia bahkan tidak melihatnya bergerak dari tempatnya, seolah menghilang begitu saja.
Yang tersisa di tempat itu hanya jasad Ucup yang bersimbah darah dan Regine yang geram karena mangsanya dicuri oleh orang lain.
“Hei, kau!!”
Sebuah suara memanggil Regine, saat gadis berambut hitam kebiruan itu menoleh, dilihatnya seorang pria berbaju besi yang sedang menggendong seorang gadis berambut warna karamel.
***
Melihat kedatangan Rex, Regine membuang ludah kesal.
“Cih, kupikir siapa, ternyata manusia kaleng dan bocah cebol,” Bentak Regine geram.
“Manusia kaleng..?”
“Cebol...?”
Rex dan Carrol langsung tersinggung mendnegar ejekan dari Regine. Bahkan saking kesalnya, Carrol sampai menarik telinga Rex sekuat tenaga.
“Ja-jangan melampiaskannya padaku..!!”
Dengan satu lompatan kecil, Carrol turun dari punggung Rex.
“Aku tidak ada waktu untuk meladeni kalian, kalau kalian ingin mati sebaiknya kalian mengantri dulu!” Regine kembali membentak dengan sombong.
Carrol semakin geram.
“Oi, dada rata, apa kau yang membunuh anak itu?”
Mendengar kata ‘Rata’ Tiba-tiba tanah tempat Regine berpijak retak.
“Apa katamu, cebol tengik?!”
“Hooo, jadi beneran rata ya? Sampai kau naik darah begitu,” Carrol semakin memprovokasi Regine.
“Nggak ngaca ya?! Kayak sendirinya nggak rata aja!!”
“Jangan samakan aku dengan cewek berotot tanpa otak sepertimu. Aku tidak rata, lagipula aku masih dalam masa pertumbuhan!”
“Benar, walaupun kecil tapi dia masih punya dada!!”
DUUAAAK!!
Untuk kesekian kalinya sebuah buku tebal menghantam wajah Rex.
“Kau berisik sekali, cebol tengik. Mati saja ya!!”
“Jangan terlalu kasar, nanti semua nutrisi di tubuhmu masuk ke otot lenganmu, sebaiknya sisakan sedikit untuk dada surammu itu.”
“AAAAAAARRGGHH!! MATI KAU SETAN TENGIK!!”
Regine langsung menerjang dengan katana di kedua tangannya. Carrol tetap berdiri tenang di tempatnya. Sebuah portal kecil muncul di dekatnya, dan dari dalam portal tersebut gadis bermabut warna karamel itu menarik sebuah buku tebal dan langsung membukanya.
“MAKAN RACUNKU!!”
Carrol menarik nafas panjang, dan saat jarak keduanya tidak lebih dari beberapa meter...
“TEMBOK!!”
BLAARR!!
Tiba-tiba sepotong tembok setinggi hampir empat meter muncul dari udara kosong dan jatuh tepat di antara mereka berdua.
“Sialan!!”
Regine yang sudah terlanjur mengayunkan pedangnya dengan terpaksa menebas potongan tembok batu besar tersebut sekuat tenaga. Tubuh ringannya terlempar balik akibat dari gaya dorong yang diberikan oleh tembok.
“TIANG LISTRIK!!”
Carrol kembali berteriak. Kali ini sebuah tiang listrik lengkap dengan kabelnya jatuh dari langit tepat di atas Regine yang masih melayang di udara.
BLAARR!!
Asap mengepul tebal saat tiang tersebut menghantam tanah.
“Berhasil??” Tanya Rex yang sejak tadi menonton.
“Sayangnya masih belum,” Jawab Carrol tenang.
Dari balik tirai asap, sosok Regine terlihat berjalan santai dengan seringai di wajahnya.
“Menyebalkan, benar-benar menyebalkan!!”
“Bagaimana dia bisa selamat dari serangan point-blank seperti itu?”
“Sepertinya sesaat sebelum tiang itu menghantamnya, si dada rata itu menggunakan headphonenya sebagai kail, melemparkannya ke ranting pohon terdekat untuk menarik tubuhnya menjauh dari tiang,” Jelas Carrol.
“KALI INI AKU BENAR-BENAR AKAN MENGHABISIMU!!”
Regine kembali menerjang, kali ini dengan Glaive di tangannya. Melihat musuhnya mengganti senjata, Carrol langsung siaga.
“TIANG!!”
Sebuah tiang listrik kembali muncul di udara.
“Trik yang sama tidak akan mempan dua kali!!”
“TIANG! TIANG! TIANG! TIANG! TIANG!!”
“Apaaa?!”
Mengiktui teriakan Carrol, lima buah tiang listrik lain pun muncul bersamaan dari udara kosong.
Walau terkejut dengan serangan tambahan tersebut, Regine masih cukup lincah untuk menghindari hujan tiang listrik yang berusaha menimpa tubuhnya.
“TRUK!!”
Kali ini yang muncul adalah sebuah truk besar.
“Lamban!!”
Dengan mudah Regine bergerak melewati bagian bawah truk tersebut sebelum jatuh ke tanah dengan suara dentuman keras. Regine memutar tubuhnya seraya mengayunkan glaive di tangannya, jarak antara dirinya dan Carrol hanya terpaut lima meter.
Carrol membalik halaman bukunya dengan cepat dan tanpa membuang waktu lagi langsung membaca tulisan yang ada di halaman tersebut seraya menunjuk ke arah regine.
“BUNKER BUSTEEEEER!!”
“KAU GILAAAAA!!”
Melihat sebuah rudal pemenbus bunker melayang di depan Carrol dan terbang mengarah tepat pada Regine, Rex langsung berlari secepat mungkin dan mendorong tubuh Regine keluar dari jalur rudal pemusnah massal tersebut.
Kehilangan target utama, rudal tersebut terus terbang menjauh dan meledak tepat di pusat kota, menghancurkan dan meledakkan segalanya yang berada dalam radius 137 meter dan radiasi ledakannya menghancurkan apapun yang berada dalam radius 2 kilometer!!
“Kau mau menghancurkan kota ini?!” Protes Rex pada Carrol.
“Segalanya adil dalam cinta dan perang,” Jawab Carrol seraya tersenyum penuh kemenangan.
“Minggir dariku, pria narsis!!”
Sebuah tendangan keras bersarang di perut Rex, membuatnya terlempar dan terguling ke samping. Rex lupa kalau dirinya masih memeluk tubuh Regine setelah menyelamatkannya dari rudal non-nuklir tadi.
“Rupanya kau bukan cuma narsis, tapi juga mesum!!”
“Aku melakukannya untuk menyelamatkanmu!!”
“Aku setuju, dia memang mesum.”
“Jangan malah setuju!!”
Mendapat serangan mental dari dua arah sekaligus, Rex merasa ingin menangis sejadi-jadinya.
“Lagipula kenapa kau menolongku, padahal kita kan musuh?” Tanya Cia kesal.
“Karena nenekku pernah berkata..”
DUUAAAK!!
BLEETAAAKK!!
Sebuah buku tebal dan batu seukuran telapak tangan menghantam wajah Rex bersamaan, membuatnya jatuh terjerembab tanpa bisa berbuat apapun.
“Kalau kau mengira aku akan berterima kasih karena kau sudah menolongku, kau salah besar, hmph!” Cia membuang muka.
“Kenapa tiba-tiba dia jadi tsundere...?” Gumam Carrol pelan.
“Si-siapa yang kau sebut tsundere?!”
“Oh kedengaraan rupanya.”
Saat Rex sadar, dilihatnya kedua gadis di depannya itu kembali adu mulut, namun entah kenapa, kali ini dia merasa lega dan bukannya khawatir seperti tadi, dan saat dirinya hendak bangkit, telinga tajamnya mendengar sesuatu bergerak di dekat situ.
Saat pemuda berbaju besi itu berbalik, apa yang dilihatnya langsung membuat kedua matanya melotot lebar.
“Mu-mustahil...”
“Ng?”
“Kenapa kau?”
Carrol dan Cia ikut menoleh ke arah yang sama dengan yang dilihat Rex, dan saat itu juga kedua mata alis mereka terangkat tinggi.
“Mana mungkin...” Carrol sama sekali tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Beberapa meter dari tempat mereka berdiri, mayat Ucup yang sejak tadi tergeletak bersimbah darah kembali bangkit. Kedua matanya kosong dan gerakannya kaku, persisi seperti zombie yang sering dilihat oleh Cia di acara televisi.
“La....ri....”
Hanya satu kata yang berhasil keluar dari mulut Ucup, karena sesaat setelahnya, tiba-tiba tubuh Ucup terbakar oleh api berwarna biru dan dalam sekejap hancur mencari abu.
“Ap-apa yang terjad—“
Belum sempat mereka bereaksi dengan kejadian di hadapan mereka, kejadian lain sudah lebih dulu terjadi tepat di balik punggung mereka.
Sebuah tangan, yang entah milik siapa tiba-tiba sudah menembus dada Cia.
“Siapa kau?!”
Rex berteriak bertanya. Bukan pada Cia, namun pada sosok yang berdiri di belakang gadis itu.
Sesosok pria botak yang hanya mengenakan celana pendek rombeng dengan tubuh penuh tato.
Sosok bertato tersebut tidak menjawab, dan langsung menarik tangannya dari tubuh Cia. Sebuah bola cahaya kecil yang menyala terang terlihat dalam genggaman tangan pria itu.
Pria itu mendorong tubuh Cia menjauh, yang langsung ditahan oleh Rex sebelum tubuh gadis itu jatuh ke tanah.
“Kau baik-baik saja?!”
Cia meraba-raba dadanya sendiri. Tidak ada luka, bahkan bajunya tidak robek sedikitpun.
“Aku...baik-baik saja?!” Sahutnya lega.
“Benda apa yang ada di tanganmu itu?!” Kali ini giliran Carrol yang bertanya.
Sang pria bertato tidak menghiraukan pertanyaan Carrol. Ditatapnya bola cahaya ditangannya tersebut seraya berkata.
“Akan kulepaskan dirimu dari semua penderitaan ini.”
Tepat setelah mulutnya mengucapkan hal tersebut, diremasnya bola cahaya tersebut hingga hancur menjadi serpihan cahaya dan menghilang di udara.
Di saat yang bersamaan, secara mendadak seluruh tubuh Cia terbakar oleh api biru dan hancur menjadi serpihan abu dalam sekejap.
Gadis itu bahkan tidak sempat mengucapkan kata-kata terakhirnya.
“Kalian juga, akan kulepaskan dari penderitaan. Semuanya akan kembali ke tanah Farum.”
Pria bertato itu mulai berjalan mendekati Carrol.
“Carrol, cepat lari!!”
“Ah... Aaah...”
Melihat sosok bertato tersebut, Carrol hanya bisa terpaku di tempatnya tanpa bisa berkata apa-apa.
“AAAAAGGH!!”
Rex yang sudah mencapai puncak amarahnya berlari menerjang ke arah pria bertato, namun secara ajaib, tubuhnya menembus melewati tubuh si pria bertato tanpa menyentuhnya sedikitpun.
Rex terjatuh berguling karena serangannya hanya menyentuh udara kosong.
Rex memperhatikan tubuh si pria bertato lekat-lekat, ada yang aneh dengan pria itu, tubuhnya terlihat transparan, seperti hantu.
“Apa yang sebenarnya terjadi?!”
“Re-rex...”
Carrol yang semakin ketakutan tanpa sadar memanggil nama Rex, gadis itu sudah tidak tahu lagi harus meminta tolong pada siapa. Air mata mulai menggenangi kedua sisi matanya.
Melihat hal itu, Rex kembali teringat dengan adik perempuannya. Keadaannya sama persis yang di alaminya saat ini. Saat adiknya menangis sambil memanggil-manggil namanya, dia sama sekali tidak berdaya, dia tidak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan nyawa adik satu-satunya tersebut.
“Yang benar saja...”
Rex menggeram kesal, dan dengan sekuat tenaga sang ksatria berbaju besi berlari menuju Carrol, memeluk tubuh mungilnya dan melompat menjauhi sang pria bertato tepat sebelum tangan dinginnya menyentuh tubuh si gadis berambut karamel.
Sang pria bertato terdiam.
Sementara itu, Rex segera bangkit dan mengelus kepala Carrol pelan seraya berbisik, “Aku akan melindungimu sekalipun harus mati.”
Mendengar ucapan Rex tiba-tiba jantung Carrol berdegup kencang. Ada perasaan aneh yang muncul dalam dirinya, entah apa.
“Semangat yang luar biasa. Aku bisa melihat kalau kau memiliki jiwa seorang ksatria,” Ucap pria bertato dengan nada yang tenang namun terasa begitu dalam.
“Kalau kau memang seorang petarung sejati, ayo kita lakukan ini satu lawan satu!!” Rex menantang si pria bertato.
Sang pria bertato tersenyum misterius.
“Aku, Kolator Widhingi, dengan senang hati menerima tantanganmu.”
“Bagus!”
Sang pria bertato yang bernama Kolator menggerakan kedua tangan dengan gerakan gemulai, sesaat kemudian, tubuhnya berubah menjadi sebuah bola cahaya kecil dan terbang menjauh.
Bola cahaya tersebut terbang menuju sesosok tubuh yang sedang duduk bersila di depan sebuah gedung yang agak jauh dari tempat Rex berada.
“Jadi itu tubuh aslinya,” Ucap Carrol yang duduk tidak jauh di belakang Rex.
“Tubuh asli?”
“Sejak awal aku curiga, sepertinya dia memiliki kemampuan semacam astral projection yang membuatnya bisa keluar dari tubuhnya, karena itulah kau tidak bisa menyentuhnya tadi.”
“Pantas saja, benar-benar orang yang licik.”
Di tengah pembicaraan, Kolator yang sejak tadi duduk dengan tenang mulai berjalan mendekati Rex.
“Kau yakin bisa mengalahkannya?” Tanya Carrol kahwatir.
“Tenang saja, selama aku memiliki pedang ini...”
“Pedang apa? Kenapa kau tiba-tiba diam?”
Rex melirik kedua tangannya, setelah sekian lama, akhirnya dia baru menyadari kalau pedangnya tertinggal di pinggir jalan di mana dia pertama kali bertemu dengan Cia.
“Awas!!”
“..Eh?”
Sebuah tendangan dengan kecepatan yang luar biasa menghantam kepala Rex dan menghempaskannya hingga menabrak tembok dengan keras.
“Jangan lengah, pertarungan sudah dimulai,” Sahut Kolator seraya tersenyum.
“Menyerang musuh yang lengah, sungguh licik!”
Belum sempat Rex bangkit, sebuah tendangan kembali bersarang di perutnya.
“Ohookk!!”
Tubuhnya terpental ke udara. Sang kolator sama sekali tidak memberi lawannya kesempatan untuk bernafas. Si pria bertato melompat tinggi, sebuah pukulan keras menghantam punggung Rex dan tubuhnya pun kembali jatuh mencium tanah dengan keras.
“Hanya begitu saja? Memalukan.”
Sang Kolator menjambak rambut pirang Rex, memaksanya berdiri.
“Keparat...”
Dengan geram Rex mengayunkan tinjunya, yang dengan mudah ditangkis oleh sang Kolator. Kolator membalas serangan tersebut dengan beberapa pukulan cepat ke dada dan perut Rex. Rex kewalahan, dia sama sekali tidak berdaya menghadapi pertarungan tangan kosong dan hanya menjadi bulan-bulanan sang Kolator.
Melihat Rex yang dipukuli habis-habisan, Carrol menggigit bibirnya kesal. Gadis itu bangkit dan menarik sebuah buku dari portalnya, namun sebelum mulutnya sempat bergerak untuk membaca, tiba-tiba Rex mengulurkan tangannya ke arah Carrol, dengan maksud melarang Carrol dari membantunya.
“Kenapa?!” Carrol menyahut kesal.
Yang dibalas dengan sebuah acungan jempol dari Rex yang terus mendapatkan pukulan bertubi-tubi dari Kolator.
“Kau melarang gadis itu untuk menolongmu? Padahal kau bisa menang dengan bantuannya.”
“Berisik..... Pertarungan ini.... Hanya antara kau dan aku!!” Rex kembali mengayunkan tinjunya, yang hanya menyentuh udara kosong.
Sebuah tendangan keras menghempaskan Rex tidak jauh dari tempat Carrol berada. Melihat temannya terbaring tak berdaya, sang gadis berambut karamel tersebut langsung berlari menghampirinya.
“Rex!! Bangun!!”
Carrol mengguncang-guncang tubuh Rex sekuat tenaga, namun sang ksatria berbaju besi tidak merespon.
“Ayo bangun, mesum bodoh!!”
Carrol terus mengguncang tubuh Rex, namun Rex tetap tidak membuka matanya. Air mata kembali menggenangi kedua mata Carrol.
“Kalau kau mati... Bagaimana kau bisa melindungiku...?”
Air mata mulai menetes dari kedua mata Carrol, membasahi wajah Rex yang terkapar tidak berdaya.
“Kau tidak perlu bersedih, karena aku akan segera melepaskan kalian dari semua penderitaan ini.”
Carrol menatap Kolator tajam. Hawa membunuh terlihat jelas di kedua matanya.
“Kau akan membayar semua perbuatanmu!”
Carrol meraih buku tebal yang tergeletak di sampingnya, dan tanpa pikir panjang lagi—
“Tunggu..”
Kedua alis Carrol terangkat tinggi, seluruh amarahnya langsung mereda saat sebuah telapak tangan yang hangat menyentuh pundaknya.
“Rex..?”
Carrol berbalik, dan menemukan Rex yang berusaha bangkit walau dengan tubuh yang babak belur.
“Aku belum ma— hei!!”
Tanpa menunggu Rex menyelesaikan ucapannya, Carrol langsung memeluknya erat. Air mata mengalir membasahi pipi sang gadis pustakawan.
“Ksatria bodoh..”
Rex tidak berkata apa-apa, sang ksatria berbaju besi hanya tersenyum seraya mengusap rambut warna karamel gadis kecil tersebut.
“Sungguh adegan yang mengharukan, sayang aku tidak bisa melihatnya.”
Sang Kolator, yang sejak tadi hanya berdiri di tempat tanpa melakukan apapun akhirnya kembali bicara.
“Aku memuji tekad bertarungmu yang luar biasa, tapi apa kau yakin bisa mengalahkanku?” Tanya Kolator sombong.
“Nenekku pernah berkata, orang yang terlalu sombong pada akhirnya akan jatuh dalam keputusasaan.”
“Mengatakan apa yang memang sanggup kau lakukan bukanlah sombong, itu fakta.”
“Kau masih mau bertarung?” Tanya Carrol.
Sambil menghela nafas pendek, Rex kembali bangkit dan berdiri.
“Sepertinya kau terlalu meremehkan kekuatanku. Asal kau tahu saja, nenekku juga pernah berkata...”
Rex mengangkat tangan kanan seraya mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya ke atas.
“Evolusiku jauh lebih cepat dari cahaya.”
Angin mulai berhembus pelan, yang semakin lama semakin kencang.
“Di alam semesta ini, tidak ada yang bisa melampaui kecepatan evolusiku.”
Tepat setelah Rex menyelesaikan ucapannya, sebuah pedang jatuh dari langit dengan kecepatan yang luar biasa, dan tepat sesaat sebelum pedang tersebut menyentuh tanah, tangan kanan Rex sudah lebih dulu menangkapnya.
Pedang itu adalah pedang legendaris, pedang suci yang hanya dapat dilihat oleh manusia yang berhati suci. Pedang yang dibuat oleh ketiga dewi pelindung Gaia, yang di anugerahkan untuk melindungi manusia dari kegelapan.
Giruvedan, itulah nama dari pedang yang saat ini berada dalam genggaman Rex, sang pengguna pedang suci.
“Pedang apa itu...?”
Baik Carrol maupun Kolator dibuat takjub oleh wujud asli dari pedang suci tersebut.
“Mirabelle’s Blessing!”
Rex menancapkan pedangnya ke tanah, lalu mengangkat tangan kanannya tinggi ke udara. Digram sihir berukuran raksasa muncul di langit kota bandung. Menyala keemasan, bersniar lebih terang dari sinarnya mentari.
***
Di tempat lain. Di sebuah dunia yang sangat asing, terlihat sebuah menara yang luar biasa besar dan tinggi. Saking tingginya hingga puncak dari menara tersebut berhasil menembus atmosfir dari planet asing tersebut.
Sebuah diagram sihir raksasa tiba-tiba muncul di puncak menara.
Seluruh menara yang tadinya gelap, seketika menyala terang, seolah baru saja terbangun dari tidurnya.
Dan yang menjadi jantung dari menara tersebut, adalah seorang gadis yang berada di puncak menara tersebut, bagian tertinggi dari menara yang disebut Reinkarnator.
Gadis muda yang memiliki rambut panjang keperakan itu membuka matanya perlahan, memperlihatkan sepasang bola mata indah bagai intan permata berwarna biru.
Perlahan, gadis itu mulai menggerkana bibir indahnya, dan sebuah lagu yang dinyanyikan dalam bahasa yang amat asing mulai terdengar memenuhi ruangan, tidak, lagu tersebut terdengar di seluruh menara, memberikan kehidupan pada sang menara itu sendiri.
Wee ki ra chs Chronicle en grandee sos dius yor.
For the sake of protecting you, my precious person, I shall turn into the Chronicle
For the sake of protecting you, my precious person, I shall turn into the Chronicle
Wee ki ra araus tes soare an giue mea iem.
In exchange for the sacrifice of my body, now I shall offer this song
In exchange for the sacrifice of my body, now I shall offer this song
Bagian puncak menara mulai bergetar hebat, dan dalam sekejap mataa, sebuah pilar cahaya besar ditembakkan dari puncak menara tersebut dan terus melaju menembus diagram sihir raksasa yang melintang di langit.
Carrol benar-benar kagum sekaligus takjub dengan pemandangan yang dilihatnya saat itu. Sebuah diagram sihir berukuran raksasa, yang apabila diukur, mungkin luasnya mencapai hampir satu kilometer.
Diagram sihir tersebut menyala semakin terang, dan detik berikutnya, sebuah pilar cahaya muncul dari diagram tersebut dan jatuh tepat di tempat Rex berdiri, menyelimutinya dengan cahaya keemasan.
“Energi macam apa ini?!”
Bagi kolator yang melihat dunia sebagai medan energi, untuk pertama kalinya melihat suatu energi yang bahkan bisa melampaui kekuatan dari Farum, sebuah energi yang murni, yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.
Cahaya tersebut menyelimuti tubuh Rex untuk beberapa saat, perlahan, pilar cahaya tersebut mulai mengecil hingga menghilang sama sekali.
Dari balik pilar cahaya barusan, sosok Rex sudah berubah sepenuhnya.
<<Exec_Chronicle_Complete>>
<<Change_Defense>>
Sebuah suara seperti seorang pria yang berbicara melalui radio terdengar dari pedang Giruvedan.
Sosok Rex yang tadinya hanya mengenakan armor ringan, kini sudah berubah menjadi armor berat yang menutupi seluruh tubuhnya, bahkan kepalanya tertutupi oleh helm dengan sepasang tanduk panjang menyerupai banteng.
“Huh, dengan baju besi setebal itu aku yakin gerakanmu pasti sangat lambat!!”
Tanpa membuang waktu lagi, Kolator kembali menerjang dengan sebuah pukulan berkecepatan tinggi.
“Coba lihat bagaimana kau menahan serangan ini!!”
DUUUGH!!
Suara kulit yang beradu dengan metal terdengar pelan. Pukulan Kolator tepat mengenai helm Rex.
Keduanya terdiam untuk sesaat. Darah segar menetes dari kepalan tangan Kolator.
“AAAAARGH!!”
Kolator menarik lengannya yang kesakitan, dia memang mengira kalau baju besi tersebut lebih keras dari sebelumnya, tapi siapa yang menyangka kalau pertahanannya menyaingi sebuah bunker.
“Carrol, menjauhlah dari sana,” Sahut Rex tanpa menoleh pada Carrol.
“Apa yang akan kau lakukan?”
“Aku akan menyelesaikan pertarungan ini dalam satu menit,” Jawab Rex tenang.
Carrol mengernyitkan dahi, walau tidak yakin dengan ucapan Rex, gadis itu tetap menurut dan menjauh dari tempat itu.
Setelah memastikan Carrol berada pada jarak yang aman, Rex menarik nafas pelan.
“Cast off!”
Seolah memberi perintah suara, satu-persatu, bagian demi bagian baju besinya mulai melonggar di iringi oleh aliran listrik yang mengalir ke seluruh tubuhnya.
“Kalau kau pikir aku akan takut dengan baju besimu, kau salah!”
Merasa geram akibat pukulan barusan, Kolator kembali melancarkan serangan. Kali ini dia berlari cepat memutari Rex kemudian melompat seraya melakukan tendangan menyamping yang mengarah pada helm Rex.
<<Cast_Off>>
Dengan cepat dan tanpa suara, seluruh potongan baju besi Rex yang sudah melonggar terhempas ke seluruh penjuru arah bagai kulit granat yang meledak.
Kolator yang tidak menyangka hal tersebut menjadi korban hantaman potongan baju besi dan ikut terhempas dan jatuh berguling sejauh beberapa meter.
<<Change_Power>>
Baju besi yang dikenakan oleh Rex bukanlah baju besi biasa, melainkan baju besi canggih yang dibuat dengan menggunakan teknologi yang menggabungkan ilmu pengetahuan dan sihir, yang disebut dengan Runology. Dengan menggunakan ‘Living Metal’ sebagai bahan utama dan kekuatan sihir dari dewi Mirabelle sebagai tenaga penggerak utama, menghasilkan sebuah baju besi canggih yang disebut ‘Armor System’, dan mereka yang mengenakan baju besi suci ini disebut dengan ‘Armored Knight’.
“Tak kusangka, ternyata kau masih punya banyak tipuan menarik.”
Kolator yang berkepala dingin dan penuh perhitungan, kembali bangkit dan segera memasang kuda-kuda dan bersiap untuk menyerang.
Kali ini sang Kolator tidak langsung menerjang. Dia menyadari ada perubahan energi dalam diri lawannya saat ini, membuatnya tidak bisa menyerang dengan gegabah.
“Biar kulihat kemampuanmu yang sebenarnya!”
Kolator kembali menerjang dengan kecepatan tinggi. Dalam sekejap mata, sang Kolator sudah berada di belakang Rex. Sebuah tendangan menyamping dilayangkan ke kepala Rex, namun kali ini Rex bisa melihatnya dan langsung menahan tendangan tersebut dengan punggung lengan kirinya.
Kolator tersenyum simpul, kali ini dia mencoba serangan lain. Sang pria bertato berpindah ke hadapan Rex dan menghujaninya dengan pukulan.
Rex masih bisa bertahan dari hujan pukulan tersebut, namun ternyata serangan Kolator tidak berakhir sampai di sana, dengan mengupulkan seluruh tenaga dalam pada kedua telapak tangan, sang kolator menghantamkan kedua telapak tangannya tepat ke dada Rex. Gelombang serangan dari pukulan tapak kembar barusan berhasil membuat tanah yang berada di belakang Rex retak dan hancur.
Kolator tersenyum seolah baru saja memenangkan pertarungan. Sayangnya lawannya pun membalasnya dengan seringai lebar yang membuat Kolator terkejut.
Sebuah pukulan keras bersarang di wajah Kolator. Rex mulai melakukan serangan balasan dan mulai menebas tubuh Kolator berkali-kali dengan pedangnya.
“Plamya kingdom double-edged style!”
Rex memasang kuda-kuda , bersiap untuk melakukan sebuah tusukan dengan pedangnya.
“Royal Straight Flush!!”
Sebuah tusukan berkecepetan tinggi menghantam tubuh Kolator dengan amat keras, membuatnya terdorong dan jatuh berguling ke belakang. Andaikan saja Giruvedan adalah pedang biasa, pastinya tubuh sang Kolator sudah berlubang akibat serangan barusan.
“Akan kuakhiri pertarungan ini!”
Rex mengayunkan pedangnya dan mengambil kuda-kuda yang berbeda.
“Sword...of the Devoted!!”
Rex berteriak sekuat tenaga. Dalam waktu singkat, seluruh energi sihir yang ada dalam baju besinya mulai mengalir menuju pedang Giruvedan, membuatnya bersinar terang keemasan.
<<Exceed_Charge>>
Sebuah suara kembali terdengar. Rex mulai mengayunkan pedangnya sekuat tenaga, kemudian melemparnya bagai melempar sebilah lembing tepat ke arah Kolator yang baru saja bangkit.
Pedang tersebut melesat cepat menuju Kolator yang baru saja berhasil bangkit, dan berhenti tepat beberapa centimeter sebelum sebelum menyentuh kulit bertato pria botak itu.
“Tu-tubuhku...!!”
Kolator panik, karena tiba-tiba seluruh tubuhnya menjadi kaku, seolah ditahan oleh tenaga yang tidak terlihat.
Di lain pihak, Rex yang sudah bersiap sejak tadi langsung melompat tinggi di udara. Sang ksatria berbaju besi bersalto di udara sebelum melakukan sebuah drop kick yang mengarah tepat menuju pedang yang melayang di hadapan Kolator.
“HEEEEYAAAAA!!!”
Rex terjun dengan cepat, dan saat kakinya menyentuh ujung gagang pedang Giruvedan, seluruh energi sihir yang tertampung dalam pedang tersebut meledak, menghantam dan menembus tubuh Kolator yang tidak berdaya.
Carrol yang sejak tadi menonton pertarungan tersebut dari jauh sekalipun harus menutup mata karena cahaya dari ledakan yang terlalu menyilaukan mata.
Saat cahaya tersebut lenyap, sosok Rex sudah berada beberapa meter di belakang Kolator dengan pedang Giruvedan di tangannya. Sedangkan sosok Kolator hanya berdiri kaku di tempatnya semula.
Carrol menelan ludah, menunggu hal apapun yang terjadi selanjutnya.
<<Time_Out>>
“AAAAAAARRGGHHH!!”
Kolator berteriak sejadi-sejadinya. Sesaat kemudian seluruh tubuhnya terbakar oleh api biru dan hancur menjadi abu, sama seperti yang terjadi pada Ucup dan Cia.
Walau mengetahui apa yang terjadi pada Kolator, Rex sama sekali tidak menoleh apalagi berbalik, malahan, sang ksatria mengangkat tangan kanannya seraya mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya ke langit.
***
“Tak kusangka ternyata kau sangat kuat.”
“Tentu saja, kalau lemah mana mungkin aku bisa jadi ksatria.”
Sejam setelah pertarungan dengan Kolator berakhir, Carrol dan Rex berjalan bersama, atau lebih tepatnya, Rex dipaksa untuk menggendong Carrol di punggungnya.
“Hei, yang terluka parah kan aku, harusnya aku yang minta digen— adaw!!”
Carrol memukul kepala Rex dengan buku tebal di tangannya. “Dilarang protes!”
Keduanya tertawa.
“Jadi, apa kau masih ingin bertarung denganku?” Tanya Rex ragu.
Mendengar pertanyaan itu, Carrol mendesah pelan seraya bersandar ke pundak Rex.
“Dasar bodoh, mana mungkin aku bisa menang melawanmu, dan karena kau sudah menyelamatkanku berkali-kali, aku mengaku kalah...” Jawabnya seraya tersenyum lebar.
Rex tidak berkata-kata lagi, keduanya berjalan menyusuri trotoar yang mulai sepi di sore hari. Angin semilir berhembus menerpa wajah keduanya, memberikan sensai sejuk dan segar setelah melalui satu hari yang berat.
Saat Rex mengadah ke langit, dilihatnya sesosok Hvyt yang terbang menuju tempat mereka berada.
------------------
Victory Goes to: Rex
Wih, ternyata Rex punya catchphrase macem gitu ya.
ReplyDeleteBeneran kocak ini. Saya juga baru sadar Alma ketemu Lyca lagi, dan exchange dialogue antar karakternya saya suka. Dan karakter si Rex koplak bener, sampe ketinggalan pedang segala
9/10
Tercatat
DeleteBener2 keren ini. Dialog2nya natural, narasinya dinamis dan cepat, karakterisasi tiap tokohnya mantap. Carrol tenang, kyk cewek kecil yang imut tapi serangannya mematikan dan cerewet, Cia galak dan ganas serta jago...Ucup keliatan nelangsa banget dan bingung banget. Kolator yang paling kusuka dengan aura dingin serta gelap dan nihilistiknya, dan tentu saja tipikal jagoan shonen yang punya dua kepribadian yaitu tukang bikin ngakak tapi pas mode battlenya jadi super dahsyat. Entry terbaik sampe saat ini versiku. Nilai 8,5! - Po
ReplyDeleteTercatat ya~
DeleteAaaaaaah... my knight in shining armor! Reeeex! Kyaaaa! Moi langsung menjura-jura! O hon! Ceritanya lucu. Moi sampe ketawa terbahak-bahak. Ini cerita paling lucu sejak Ursario (Elle nggak lucu tapi imut). Tulisannya masih banyak typo tapi tidak terlalu menganggu. Karakter Rex juga digarap dengan baik bikin moi jatuh cinta!
ReplyDeleteTapi, moi sebel! KENAPA REX AMA CAROL? HARUSNYA KAN CUMA SATU YANG MENANG! KENAPA CAROL GA MATI? BETE! MOI CEMBURU TAUK!
Padahal moi mau ngasih nilai lebih gede, tapi karena Rex malah nolongin Carol, moi kasih 8 aja! Huh, moi sedih banget diduain << ga nyadar kalo dirinya sendiri menduakan Rex dengan Zach :v
tenang saja, Rex adalah pria yang akan "Menaklukan segalanya"
Delete*IYKWIM
Tercatat
DeleteOh, nambahin! Lain kali ukuran font nya digedein dong! Pas pertama buka moi kayak, what is that? A font for an ant? *nyipit2in mata*. Ukuran font juga bisa menentukan kenikmatan membaca.
ReplyDeletea-ampun tuan, saya submitnya pas ngantuk berat soalnya, jadi lupa sama ukuran font..
DeleteAKU MAU KOMENTAR SATU HAL DULU AJA!
ReplyDeleteTULISANNYA KOK KUECIL BANGET SIH????
Skornya 8/10
DeleteLOL saya ngakak sama karakter gabungan antara Kamen Rider Kabuto, Kamen Rider Faiz, dan Fate Stay Night ini >.<
Tapi ... lolicon antara Rex dan 'anaknya Arai' (Carrol) itu saya agak ... kurang suka :v.
Kemudian spt saya bilang tadi fontnya kecil jadi saya sampai pakai zoom berkali2.
Yah, 8/10 cukup kan?
Tercatat
DeleteBener-bener Saber Gawain versi narsis, mesum... dan PK ini!!! Giliran cewe yang bunuh-bunuhan dia nonton doang sambil curi-curi peluk, pas datang om-om baru deh diembat pake jurus pamungkas. Wkwkwkwkwk.
ReplyDeleteCeritanya ngalir, alurnya enak diikuti. Karakterisasi OC nya juga bagus. Membuat bacanya terasa ringan. Cuman matinya Ucup dan Cia/Regine berasa tau-tau mati aja.
Nilai 8!
Tercatat
Deleteapa selain saya gak ada yang sadar kalau kolator itu sebenarnya Avenger versi botak?
Deleteini........ kamen rider + saber??
ReplyDeletesumpah saya ngakak ngebaca part "Nenekku pernah berkata"
penggambaran karakter Rex yang konyol dan karakter lain yang menurut saya pas...........
story yang enak dibaca
tapi font-nya kekecilan -_-
8.5/10
wakaka, maaf kalau kekecilan, soalnya saya baru pertama kali ngirim cerita lewat email, jadi gamau kalau ukuran fontnya jadi super kecil secara otomatis
Delete“Di alam semesta ini, tidak ada yang bisa melampaui kecepatan evolusiku.”
Deleteseandainya Rex lolos, apakah kedepannya bakal masukin reference juga??
HYPER CAST OFF :v
ohoho, tunggu saja kemunculan hyper armor di ronde yang akan datang.
Deletebahkan sebenarnya saya mau jadiin battle terakhir lawan kolator jadi clock up battle, karena kolator cuma kecepatan super juga, tapi saya pikir nanti aja dan malah masukin referensi kamen rider faiz :P
itu juga kalau lolos sih~
....
ReplyDeleteHWA HWA HWA HWA!!!
REX KAMU AJAIB BIN AJIB BANGET :)) *ngakak*
Scene ketabrak truknya bener-bener epic. Duh saya baca ini dari dua jam lalu dan masih inget aja XDD Dan apa-apaan lah pake ketinggalan pedang segala. Duh... ini contoh karakter utama manga shounen. Kocak, agak absurd, tapi dapat diandalkan :))
Cuman, pas adegan terakhirnya menurutku overpower ke Kolator. Kesannya kalau dari awal dia serius, semua kontestan bisa disapu bersih dalam 1 menit :)) Ah tapi gapapa, battle nya keren,
Dan itu conlang ya pas bagian nyanyi? Keren! :Dd Kayak bahasa elf.
Oke nilai dariku 8/10
Naer~
thanks udah mau baca, itu bukannya overpower tapi emang jurus andalannya cuma bisa dipakai 1 menit, dan itu lagu gak conlang, itu ngambil dari bahasa hymmnos yang bahkan ada vocab dan grammarnya sendiri lho.
Deletesaya gak bisa ngasih link di sini takut dihapus admin, klo penasaran coba aja search Hymmnos language di google.
Dari kejauhan, Luna dapat mengamati pertempuran itu melalui teleskop snipernya dengan baik.
ReplyDelete“Aku tak menyangka, anak kecil itu bisa memanggil rudal penghancur bunker. Dan aku terpaksa harus mengamati pertempuran ini di tengah kepulan debu. Dasar. Dan aku sudah cukup pusing dengan teriakan seorang anak yang berlari-lari mencari ibunya dan tak mau bertarung.”
Luna masih terus mengamati.
“Tetapi, aku juga penasaran. Siapa nenek manusia kaleng itu? Aku jadi ingin protes padanya. Mengajarkan seorang kesatria berbuat mesum. Pedofil lagi!” kata Luna sambil menggerutu.
Ia juga mengamati seorang pria botak yang membunuh seorang wanita dengan dada rata.
Luna mengangguk pelan.
“Tenang, aku masih punya kesempatan! Ayo berjuang!” kata Luna dengan semangat berapi-api sambil mengamati dadanya. Ia tak tahu, akan ada saatnya bagi seseorang untuk menyerah. Takdir terkadang memang terlalu kejam untuk anak usia 14 tahun yang bahkan belum menyelesaikan masa pubertasnya.
Luna kini mengamati sinar keemasan memancar dari arena pertarungan.
“Siapa yang sangka, pedofil itu bisa mendapatkan akhir yang bahagia,” katanya sambil tersenyum. Ia memilih meninggalkan tempat itu dan mencari dunia lain, setelah menembak sebuah Hyvt yang ingin membawanya pulang karena tersasar masuk dunia lain. Sembilan kali.
9 then, tercatat
DeleteAduuuuuhhh ampe ketawa2 bacanya. Cuma ada yang aneh, dini ucup frustasi tanpa sadar nyanyi? Tp tak apa
ReplyDeleteJadi kukasih nilai 9/10
Tercatat
Deleteserius, ini cerita bikin saya ngakak.. di awal aja udah dibuka dengan gaya Rex yg begitu narsis setengah mampus.. XD dan kalimat yg selalu mengutip dari neneknya itu bikin geli..
ReplyDeleteadegan2 joke pokoknya udah baguslah~
untuk battle, saya merasa tegang pas di akhir aja sih, karena itu final battle.. saya ngebayangin Rex berubah jd Iron Man dengan bumbu Kamen Rider Fourze...
well, jadi....
-----
8,5
-----
Tercatat
Delete#haiyhooo, masteerr! (づ。◕‿‿◕。)づ
ReplyDeleteiyahaha, , genre komedi~
walau cukup panjang komedinya, ,
ookay~ aku sukak awal-awalnya, ,
dan battlenya juga ada skill kamen rider blade yauw~ iyahaha
`
ookay, , aku mau titip 8/10 d sini yauw, ,
(づ。◕‿‿◕。)づ
Tercatat
DeleteAkhirnya kedua komentator menghentikan tawanya. Sambil bangkit dari lantai, keduanya duduk di kursi mereka dan meredakan tawa dengan secangkir teh.
ReplyDelete"Oke, Aku bahkan lupa kalau Rex harusnya takut pada Ucup," kata Clive.
"Atau itu mungkin hanya persepsi penulis," tambah Kaito, "Pokoknya, ini battle yang menyenangkan. Tapi kondisi kemenangannya sedikit susah dipahami."
"Kau yakin cuma sedikit?" tanya Clive, "Meski aku menyukai komedi di sini, aku harus mengakui bahwa karakterisasi karakter lain tidak terlalu menonjol."
"Tentu saja Karena Rex karakter utamanya!" sambung Kaito, "Nilai?"
"Satu," jawab Clive.
"Hanya satu? aku akan berikan lima!" balas Kaito.
*
Total : Enam.
Tercatat
DeleteBRAVO BRAVO!!!
ReplyDeleteKeren abis. Nyaris tanpa cela. Kecuali ukuran font yang agak kecil (tapi ga jadi masalah sih buatku)
Plot : Perfect. Alurnya ngalir dengan lembut. Jokenya konyol tapi ngena banget, dan pemanfaatan environment sebagai joke itu jenius (jalan raya FTW). Karakterisasi digali dengan dalam, bikin pembaca ngerasa bener2 simpati sama karakter2nya. Baik yang antagonis maupun protagonis.
Istilah2 battle yg pake <> itu bikin aku senyum2 sendiri krn aku juga make [bracket]. Dan <> itu bener nge-punch banget. Penggunaannya disini lebih asik daripada (author) Time Out di punyaku.
Battle : Seru banget, meski singkat tapi tetep seru. Meski Ucup ga sempet ngelakuin apa2, padahal melodi kematian itu ace cardnya.
Skill2 Rex keren abis, mirip istilah komputer. Dan ga perlu baca charsheet utk ngerti skill2nya, krn udah dijelasin dgn detail, thx to author. Adegan digambarkan dengan detail, pacenya asik dan emosinya dapet.
Bisa dibilang Rex ini tipikal2 hero mainstream. Tapi berkat pembawaan author, Rex bisa jadi karakter yang unik untuk diikuti, dan catchphrasenya itu bener2 nancep di hati pembaca, bikin Rex mudah masuk ke hati mereka dan merebut tempat di sana.
Rex x Carol OTP xD xD xD
Dariku
10/10
PERFECT!!!!!
Makasi yo, sekarang aku harus belajar tentang karakterisasi supaya ga sedangkal sebelumnya.
Dan aku penasaran gimana kalo Rex ketemu Sjena
Tercatat
DeleteKondusiv ... pedhopile ... Carrol... oTL
ReplyDeleteDan satu koreksi saya yang paling dasar adalah tentang kalimat langsung. Kalimat pelengkap (yang biasanya menggunakan ‘ujarnya’, ‘ucap si anu’, ‘kata si itu’, dll) setelah kalimat langsung tidak diawali dengan huruf kapital. Kecuali kalau sudah menjadi kalimat baru. Contoh:
“Aku tidak akan berbicara panjang lebar,” ucap Rex dengan penuh percaya diri.
ATAU
“Aku tidak akan berbicara panjang lebar.” Semua bisa melihat tatapan percaya diri Rex.
Well, terlepas hal itu, ini cerita yang menarik. Peran Rex dalam menghidupkan kisah ini sangat terasa dari interaksinya dengan karakter-karakter lain, gaya bicaranya, sikapnya, dan sebagainya. Kehadiran Kolator sebagai last enemy juga bagus, meskipun kesannya si Kolator hanya bertarung dengan tangan kosong saja. Kemana teknik-tekniknya? Sementara Ucup, Cia, dan Carol, sudah digarap dengan cukup baik. Sekalipun bahasa yang digunakan Ucup masih belum kerasa sebagai anak Bandung. Lalu entah kenapa Carol hanya memunculkan benda mati seperti tiang listrik dan truk. Dan saat Carol menembakkan rudal, OMG, Bandung hancur lebur!
Klimaksnya oke. Meskipun kesannya si Rex menjadi seperti kamen rider sedangkan Kolator adalah monsternya :v
Poin dari saya 7.75
"My grandma said, the one who can tell will also can write." - this is my Grandma-
ReplyDeleteLagi. Another perfect story batle. Rex kau Cute bangettt >.< *peluk Rex.
Sambil baca umi berasa nonton Anime alih-alih film layar lebar. Dari mulai bahasa, alur,karakterisasi. Ini asli kocak dan keren.
Aaaaahhh umi galau, kasih nilai 10/10 deh... My grandma said you deceive more than that :D
Tercatat
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletedon't you undertand?
ReplyDelete9/10
in case you need an explanation,
Deletenenek saya pernah berkata, kalau ada orang yang mampu mengisi hari-harimu, memberikan kebahagiaan bagimu, dan selalu bisa membuatmu tertawa, nikahi dia.
-Garis Lintang
MAY THE LIGHT OF ZVEZDA SHINE THROUGHOUT THE WORLD!
DeleteTercatat
DeleteWkwkkw this post amaze me. As usual parody adalah forte lu, Alma. Tp bkn sekedar parody. At least di mata gw, ada nuansa berbeda di sana.
ReplyDeleteBtw gw bingung napa Kolator ga pake skill OHKO dia lagi ya? Padahal Rex mgkn bs mati kalo kena itu. Ato jangan2 gw ngeskip sesuatu di sini? ^^;
Nilai: 8/10
Tercatat
DeleteGILAAAAA!! Hahahahaa..dari awal sudah terhibur pas adegan Thurqk ngasi pidato xD dari atas balkon kedengeran seperti gumam ketakutan padahal di bawah semua pada acuh gitu..bener2 nunjukin sifat ignorance manusia masa kini..wakakak
ReplyDeleteTrus narasinya wenakk, ga maen di diksi yang sastra tapi maen di alur sama koplak-sentris..karakter Rex luar biasa lah, bener2 nempel di otak, 'My Grandma Said' bisa jadi tagline baru tuh
Trus bisa di tengah pertarungan lawan saling kompak nanggepin perkataan, itu anime banget..lanjut lagi adegan ketabrak truk, Ucup naek angkot, Carroll sama Cia exchanging kata-kata (kudos for 'dada suram' :))))) )
Rex itu konyol, tapi begitu dia pake kekuatan aslinya, keren banget
Saya suka deskripsi pas dia buka portal dan digambarkan sang Dewi dan apa yang terjadi di sisi lain portal..chant nya juga keren..bahasa Elvish?
Dan ide untuk pake bahasa robot itu bener2 seger n orisinil, jadi gabungan medieval-futuristik
Saya baca dari awal sampe akhir, dan terkesan, terima kasih untuk sang Author
Nilai dari saya?
10/10
Rex made my day! Salam untuk nenekmu!
ALMA! TANGGUNG JAWAB! PERUT SAYA SAKIT BACA TULISANMU.
ReplyDeleteHahahaha nasib liver kumat baca komedi.
Dari awal udah mantep, pas kasak-kusuk ketawa kecil apalagi bagian nasi bungkus, seterusnya, tiap ada yang konyol ngakak..
REX ya ampun... Konyol sumpah.
Tapi dia baik sama loli.
Dan Cia Tsundere ya? (Kayaknya image Mbak Lyca emang Tsun ini) awakkakakaka
ucup... aduh, ucupnya ngemesin. sampe setres
Kolator, si botak dengan celana rombeng. Mantap battle-nya tapi sayang auth-nya WO.
Terakhirnya sih agak diluar dugaan. Tapi karena ini Rex, seorang KSATRIA (katanya) jadi dia nyelamatin yang cewek tersisa. Huff.. seandainya waktu battle royale tahun lalu kamu ga WO, mungkin kamu bakal kayak gini. Jadi keingat kata-katamu, dan ending kali ini pas buat saya.
Ada typo, ga ganggu tapi disayangkan karena teknis.
Baca Rex ini emang nyegerin. Semoga kamu bertahan sampai final. :3
9.8 dari saya, karena saya masih menyayangkan typo (kapital dan salah huruf)