April 8, 2014

[ROUND 1 - K] SJENA REINHILDE - A FAKE FAIRYTALE THAT KIDS SHOULDN'T READ

[Round 1-K] Sjena Reinhilde
"A Fake Fairytale that Kids Shouldn’t Read"
Written by Bayee Azaeeb

---

Day 5 (07.23 PM) - The Fake Specimen

Namanya Spesimen no. 1. Seorang pria akhir duapuluhan yang hidup sendirian di lantai atas sebuah apartemen. Meski umurnya belum menginjak kepala tiga, tapi uban di yang ada di rambutnya lebih dari tiga pangkat tiga. Wajahnya lusuh, selalu lusuh sepulang kerja. Membawa beban berat entah darimana.

Sjena duduk di sofa empuk milik Spesimen no. 1 dengan tangan yang terbalut perban seadanya, bersantai menonton televisi yang entah menyiarkan apa. Dia sendiri tidak terlalu peduli, lebih peduli dengan apel yang dikunyahnya. Apel milik Spesimen no.1.

Kamar luas ini mengingatkannya dengan seseorang di masa lalu. Namun dia tidak begitu ingin mengingatnya saat ini. Mengamati Spesimen no.1 lebih penting tampaknya. Meski sebenarnya kegiatan hariannya hanyalah bangun-makan-kerja-pulang-tidur. Tidak ada yang menarik.

Namun sebenarnya Sjena tidak tertarik sama sekali dengan kehidupan Spesimen satu ini. Hanya saja, makhluk hologram ini begitu menarik karena dia.. Hologram.

Oke, Sjena sebenarnya hanya butuh tempat tinggal. Lalu kenapa dia menyebut hologram tersebut sebagai Spesimen no. 1?

Karena dia tidak peduli dengan nama orang.

(* * *)

Day 0 (??.??) - The Fake Introduction

Kalian mungkin bertanya-tanya apa hubungan Spesimen no.1 dengan cerita. Jawabannya adalah : tidak ada. Lalu kenapa aku repot-repot menulisnya?
Karena aku tidak peduli dengan kalian.
Oke, kutambahkan sedikit emoticon agar terkesan lebih ramah :D

Tidak usah pedulikan siapa aku. Aku hanyalah narator biasa yang kalian akan temukan di dongeng anak-anak pada umumnya. Bayangkan saja ibu kalian sedang membacakan cerita. Tapi ibu kalian adalah seorang Troll yang sedang membaca cerita seenaknya.

Aku akan memperingatkan kalian, sebelum kalian melangkah lebih jauh ke pintu cerita ini. Kalian tidak akan menemukan sebuah garis linear. Aku akan membawa kalian melompat dari halaman tengah ke awal, lalu baru akhir. Kalian tidak akan kubiarkan berharap dari pintu yang akan kubukakan ini.

Jangan berharap terlalu tinggi, atau kalian akan terhempas jatuh ke bumi. Dan itu menyakitkan.

Wanita berambut pelangi adalah alasan mengapa Sjena butuh tempat tinggal. Kemampuannya untuk membuat kedamaian sungguh tidak pada tempatnya. Ini akan kuceritakan nanti, agar kalian semua bingung.
Aku akan datang di sela-sela cerita dengan font italic. Menggambarkan cerita dengan aktual dan tanpa solusi.

(* * *)

Day 5 (06.30 AM) - The Fake Specimen (2)

Matahari menyelinapkan sinarnya dari celah yang ditinggalkan malam. Mencari mata untuk dibangunkan dan gelandangan untuk dihangatkan. Menerobos tiap jendela dimana ada celah tertinggal. Membangunkan tiap mata dengan sentuhan hangat khas miliknya.

“KRIIIIIIIIIIIIIIINGGGG!!!!!!!!”

“Jam weker sialan!” pekik Sjena setengah sadar, mencari keberadaan weker tersebut. Baru saja rasanya dia merebahkan dirinya, setelah sekian lama melupakan sensasi empuk sebuah kasur.

Entah kesadarannya yang masih setengah, atau memang matanya sedang menipunya kali ini. Sjena menemukan seorang pria tidak jelas di kasurnya. Seingatnya dia menemukan apartemen ini dalam keadaan kosong.

Hampir saja pedang dari Fake Fire menghujam kasur sampai akhirnya Sjena sadar, pria itu hanyalah hologram.

Ya, kota ini dipenuhi dengan hologram aktivitas manusia.

(* * *)

Kewaspadaan adalah seorang sahabat baru bagi Sjena. Suatu kondisi dimana dia harus memperhatikan tiap sudut, tiap bayangan gedung, tiap tempat tinggi, semuanya. Karena bahaya dapat mengancamnya dimanapun.

Ketika bahaya datang, dia hanya punya waktu lima menit, untuk menang.
Atau untuk lari?
Atau mungkin, untuk menyerah pada kedamaian.

Siang hari itu terasa terik dan melelahkan, namun Sjena harus menjarah sebuah supermarket yang terletak tak jauh dari apartemen jarahannya. Mengisi suplai makanan karena dia tidak tahu harus sampai berapa lama dia tinggal disana.

Jalanan begitu ramai dipenuhi hologram aktivitas manusia, membuat Sjena harus lebih waspada lagi. Dia tidak boleh berada di tempat terbuka terlalu lama, atau rencananya berantakan.
Tiba-tiba, sekilas angin datang menyibakkan rambut hitam Sjena, bersama seorang pria yang terbang entah dari mana. Muncul begitu cepat bersama angin.

“Sial, si Sorban Bunga!”

Hitungan mundur dimulai dari sekarang
[00.05.00]
[00.04.59]
[00.04.58]

Pria itu berusaha menghujamkan pedang lengkungnya ke arah Sjena yang sedang sibuk membawa barang jarahan. Namun Sjena berhasil menghindar dengan mengorbankan barang jarahannya. Berusaha meminimalisir penggunaan sihir sebisa mungkin.

Pria itu tidak langsung menyerah, dengan sedikit lecutan di kakinya dia dengan cepat berada di atas udara lagi. Mengayunkan pedangnya dengan gerakan akrobatik dibantu oleh angin. Ruang terbuka bukanlah tempat yang cocok untuk Sjena. Apalagi ketika angin adalah sahabat lawan.

Secepat mungkin, Sjena memantik [Fake Fire : Sword ](1) untuk menangkis ayunan pedang sang lawan. Namun Sjena bukanlah ksatria pedang, tubuhnya terpental  karena tidak kuat menahan serangan yang kuat.
(1) Untuk selanjutnya, senjata dari Fake Fire, dan nama-nama sihir Time Magic akan disingkat menjadi [Sword],dan seterusnya.

“Aku harus menjaga jarak!” pikir Sjena.
Dia segera memperhatikan sekeliling, mencari rute teraman untuk bertarung. Namun gedung terdekat berjarak lebih dari 100m, diluar batas jarak [Teleport]. Dan jika dia menggunakan [Teleport] dua kali maka ia hanya akan punya kesempatan untuk melakukan dua kali sihir lain dalam jangka waktu lima menit, atau dia akan kehilangan kesadaran.

Si pria Sorban Bunga bukanlah orang yang suka menunggu. Bilah pedang lengkungnya tidak dibuat untuk menunggu dan berpikir. Dengan langkah anginnya, dia melompat di udara dan mengayunkan pedangnya, menghasilkan tiga buah gelombang angin yang memburu Sjena.

Sjena lalu mengganti [Sword] dengan [Stream], yang memungkinkannya bergerak lebih cepat ke satu  arah untuk dua detik dengan bantuan tenaga dorong dari ledakan Fake Fire. Menghindari ketiga buah gelombang angin tersebut, yang meninggalkan retakan setelah membentur tanah.

[00.02.55]
[00.02.54]

Menggunakan [Wing] tidak akan membantu pertarungan kali ini, karena hanya akan mengurangi mobilitas Sjena di udara. Serangan jarak menengah tidak begitu bisa diharapkan karena akurasi Sjena yang lemah dan mobilitas lawan yang sangat tinggi. Lalu serangan jarak jauh hanya akan membunuh diri sendiri karena butuh waktu lama untuk menembakkan [Cannon].
Satu-satunya harapan adalah membuat musuh masuk ke area dekat dan menggunakan Time Magic untuk mengalahkannya.
Namun sayangnya Sjena bukanlah petarung handal. Dia hanyalah pengulur waktu yang baik.

Such a pro procrastinator.

Dengan sedikit hentakan kecil, Sjena mengaktifkan [Teleport] dan berpindah tepat di belakang musuhnya, tak sempat mengganti [Stream] dengan [Sword], dia memutuskan untuk menghantam musuhnya dengan tangan kosong dengan tenaga dorong tambahan dari [Stream].
Namun serangan itu dapat dihindari dengan sebuah langkah tipis, seolah sudah terbaca. Membuat Sjena terbuka untuk serangan balasan. Seketika, ia membuat Sjena terpental dengan sebuah pukulan keras tepat di wajahnya, lalu melompat dan menghujamkan pedangnya untuk kesekian kalinya.

Sjena terkapar di tanah, sementara Fake Fire-nya berhenti berkobar saat pedang sang lawan akan menghujam tubuhnya.

“[Freezing Seconds!]”
Di detik terakhir, Sjena berhasil membekukan waktu disekitarnya dan menyelamatkan dirinya dari kematian. Namun ia terlalu lemah untuk memantik Fake Fire, jadi dia putuskan untuk segera berlari sebelum durasi [Freezing Seconds] habis.
Masih ada tiga sihir lagi yang bisa digunakan dalam batas lima menit.


[00.00.59]
[00.00.58]

Sjena berhasil kabur ke sebuah gang diantara gedung. Dia cukup beruntung tampaknya, karena durasi [Freezing Seconds] sangatlah sebentar. Mungkin pria tersebut sudah bosan mengejarnya?
Disini, bayangan gedung tinggi cukup menguntungkan Sjena. Mari kita lihat siapa kali ini yang jadi pemenangnya.

Dari kejauhan, tampak pria Sorban Bunga tersebut berjalan dengan santai ke arah gang. Seperti pembunuh psikopat yang sedang mengejar korbannya. Sjena sendiri bersembunyi dibalik tong sampah besar, menunggu dengan sabar seperti pemburu yang mengintai mangsanya.

Dari depan gang, pria tersebut mulai melecutkan gelombang angin sambil berjalan masuk. Tidak ada kesempatan bagi Sjena untuk melakukan serangan balasan. Satu langkah, matilah dia.

Seisi gang porak-poranda, serpihan tembok berserakan, dan tanah dipenuhi bekas sayatan yang diakibatkan oleh serangan bertubi-tubi pria itu. Sedetik kemudian, angin berhenti berhembus. Meninggalkan asap bekas runtuhan tembok.

Sjena langsung muncul mendadak tepat sejengkal di depan wajah pria tersebut. 

“Surprise.” bisik Sjena tipis dengan senyum sinis khasnya.
Tak sempat pulih dari rasa terkejutnya, pria tersebut telah digenggam tangan-tangan bayangan yang membuatnya tidak bisa bergerak sama sekali.

Setelah mengikat musuh dengan Shadow Mastery [Hold], Sjena memantik [Stream] di kakinya, melompat tinggi, memantik [Sword] di udara dan kali ini situasi terbalik.

Siapa yang sekarang menghujamkan pedang?

[00.00.02]
[00.00.01]
[00.00.00]
Time out

Wanita berambut pelangi tiba-tiba saja muncul tepat di ujung pedang Sjena, serangan Sjena mengenainya namun tak melukainya sama sekali, malah membuat Sjena terpental balik ke belakang dan membuatnya tersungkur di tanah.

“Ma..maafkan aku!” pekik wanita tersebut. Hiasan sayuran di rambutnya ikut menari mengikuti alur rambutnya saat ia berlari ke arah Sjena yang terkapar di tanah dengan tangan penuh luka. “Apa nona Sjena tidak apa-apa?”

Peacemaker datang di saat yang tepat, sial.

“Cih.” elak Sjena, menunjukkan dengan jelas kekesalan di nada bicaranya. “Sungguh tepat waktu sekali, Mba.”

“Maafkan aku! Aku tidak bermaksud melukai nona Sjena.” lanjut wanita itu sambil bersujud dan membentur-benturkan kepalanya ke tanah.

Dialah yang mereka sebut Peacemaker, sang juru damai yang penakut. Membuat orang-orang menjadi malas berperang karena pasti ada dia yang otomatis Teleport ke area perang. Karena dia pasti menahan semua serangan dan membuat orang-orang terluka sendiri.

Awalnya dia datang begitu ada pertarungan. Namun berkat seseorang, dia cenderung datang lebih telat hingga sampai lima menit.

Thanks to our pro procrastinator.

(* * *)

Day 3 (04.27 PM) - The Fake Peacemaker

Seorang wanita dengan setelan merah berjalan sendiri ditengah keramaian manusia hologram. Wajahnya pucat pasi, keringat dingin mengucur deras dari setiap pori wajahnya. Matanya membelalak panik, ketakutan akan sesuatu.

Sesekali ia menjambak rambut merah sebahunya, memekik pelan ingin berteriak namun tertahan. Seolah ingin diselamatkan namun tidak bisa yang bisa menyelamatkannya. Tak ada cara lain selain berlari sendiri berjuang keluar dari ketakutan. Namun mereka yang bernama ketakutan itu begitu membayang dan tak henti lekat dari pikiran, merasuk seperti racun yang terinjeksi melalui jarum. Menyebar ke setiap ujung syaraf, menghancurkan pikiran dan fisik.

Gerombolan manusia hologram berjalan ke arahnya sambil tertawa bercanda satu sama lain. Membuat wanita itu kehilangan sedetik nafasnya, trauma yang dia kubur dalam bangkit lagi dan menguasai tubuh rampingnya.

Panik.
Takut.
Marah.
Semua perasaan negatif berkecamuk di pikirannya. Ditengah kekalutannya, ia melihat seorang pria dengan senapan di kejauhan. Dia tahu pria itu bukan hologram.

Dia adalah musuh!

Ingin mengakhiri pertarungan dengan segera, dia mengambil beberapa jarum dari pinggangnya dan bergerak dengan cepat untuk menusukkan jarum-jarum mematikannya. Namun Sang Peacemaker datang tiba-tiba dan menahan jarum-jarum tersebut hingga patah.

“Ma..maafkan aku! Aku tidak bermaksud mematahkan jarum milik nona!”

Emosinya seketika membuncah, seperti lava yang siap erupsi.

“BERISIK!” teriaknya saat menampar pipi wanita berambut pelangi itu, namun wanita itu tak bergeming, malah tangannya yang terasa perih.

“Maafkan aku nona. A..aku telah membuat tangan nona terluka. Maafkan aku...” kata wanita itu sambil bersujud dan membentur-benturkan kepalanya ke tanah.

Namun permintaan maaf itu hanya memperburuk suasana hati wanita bersetelan merah. Dia benci sekali orang yang membahas hal yang sama berulang kali. Dia tahu wanita di depannya kebal akan serangan, karena itu dia memutuskan untuk pergi. Percuma bicara dengan orang naif.

Saat ia mencari keberadaan pria dengan senapan tersebut, dia telah lenyap ditelan bumi.


(* * *)


Malam lalu tiba, saatnya matahari berganti tempat dengan bulan. Lampu-lampu terang menerangi kota futuristik ini, membuatnya menjadi kota yang tak pernah mati. Namun tak seluruh bagian kota tertutupi cahaya, ada beberapa bagian kota dimana cahaya tidak terlalu suka berada disana. Tempat yang bagus untuk memulai perang, bukan?

Benar saja, di salah satu sudut kota tampak pria mata sipit sedang menghunuskan pedangnya kepada pria Sorban Bunga. Dua pendekar pedang bersiap untuk bertarung dengan terhormat, membuktikan siapa yang lebih baik.

Mereka tidak tahu siapa yang memperhatikan mereka dari jauh.

Hitungan mundur dimulai dari sekarang.
[00.0...

Sorban Bunga mulai menyerang duluan dengan gerakan akrobatik khasnya. Mengayunkan pedang dengan indah dibalik cahaya bulan yang membayanginya. Pria sipit memasang kuda-kuda bertahan.

Sjena muncul dengan [Teleport] tepat disamping kedua orang itu, mengaktifkan [Freezing Seconds], membuat gerakan mereka terhenti, lalu menyentuh kedua pria tersebut dan mengaktifkan [Teleport] pada mereka sehingga mereka berdua terpisah.

“Hmm duapuluh detik..” gumam Sjena sambil tersenyum sinis dan berkacak pinggang.

Tak sampai semenit kemudian, sang Peacemaker datang. Namun dia kebingungan karena tidak ada pertarungan yang terjadi, dia hanya melihat seorang wanita berambut hitam dengan kacamata aneh berwarna biru dan jubah merahnya yang berkibar tertiup angin.

“Tenang, pertikaian sudah kuredakan.” kata Sjena pada wanita tersebut, dilengkapi dengan senyum manis. “Kau tidak perlu khawatir dengan pertikaian, adanya dua Peacemaker dapat membuatmu sedikit ringan dalam bertugas, bukan?”

Cih, senyum palsu.

“Maafkan aku telah merepotkanmu, nona.” balas wanita itu sambil membungkukkan badannya. “Iya, kurasa aku bisa lebih rileks sebagai Peacemaker.” lanjutnya dengan senyum tulus.

“Salam kenal, Sjena.”

“Mba Irwin.”

Sjena memasang senyum palsu lainnya lalu terbang dengan [Wing].

(* * *)

Day 5 (10.45 PM) - The Fake Specimen (3)

Sjena masih meringis kesakitan karena luka tadi siang. Perban seadanya tidak cukup untuk meredakan rasa sakit. Dia harus mencari obat-obatan.
Di tangannya tergenggam sebuah peta besar kota. Beberapa bagian dari peta telah dtandai.

“Di rumah sakit aku yakin pasti wanita jarum gila itu disana. Dia pasti mendapatkan banyak suplai jarum disana.” gumam Sjena sambil mengangguk. “Sementara si Sorban Bunga dan Hidung Kuda mungkin masih berkeliaran disekitar sini.”

Sjena merebahkan dirinya di kasur bersama Spesimen no.1. Menyusun rencana, menyusun hipotesa.

“Limit hari ini bertambah jadi lima menit. Jadi Peacemaker percaya padaku dan datang lebih lambat. Aku juga tahu dia pasti lelah, dapat kulihat dari kantung matanya. Jadi sekarang kita semua punya waktu lima menit untuk mengakhiri pertarungan. Jika lawan berada di atas angin, ulur waktu sampai Peacemaker datang.”

Sjena bangun dari kasur dan berdiri, mengangguk sambil tersenyum sinis. Berkacak pinggang, lalu tertawa seperti tokoh jahat.

“Hahaha..hahahaHAHAHAHGGKK aduh pinggangku!”                                     

(* * *)

Malam semakin larut, Sjena pun semakin lelah. Televisi yang dinyalakannya semakin tak terdengar, ditambah dengan angin sepoi yang berhembus.

Jendelanya tertutup, bodoh!

Entah angin darimana, Sjena sekilas menoleh ke arah jendela.

“Sial! Sorban gila itu lagi!”

Dengan satu tebasan, jendela besar apartemen Sjena Spesimen no.1 pecah berkeping-keping. Mungkin memang bukan pilihan yang bagus untuk tinggal di apartemen terbuka yang mewah dimana jendelanya terlalu besar untuk dilihat orang dari kejauhan.

“Kau beruntung tadi siang, diselamatkan Peacemaker.” sambutnya sinis pada Sjena.

Pardon, me?!

Sjena segera memantik [Sword] untuk pertahanan seadanya. Kali ini angin berhembus kencang dari jendela yang pecah, ini sangat tidak bagus. Dia lalu memperhatikan sekelilingnya dengan cepat, memperhatikan setiap detail yang bisa digunakan untuk mengulur waktu.

Hitungan mundur dimulai dari sekarang.
[00.05.00]
[00.04.59]
[00.04.58]

Dengan sekali tebasan, kamar tidur langsung porak-poranda ditiup angin puyuh mini. Namun Sjena tak tampak di ruang tersebut.

“Hahahaha, kita lihat siapa kali ini yang kalah.” tawa si Sorban Bunga.

“HahahahahaahHAHAHAHAHHGGKK aduh pinggangku!” pekik Sjena dari ruang sebelah.

Satu tebasan lain, musnahlah sudah tembok kamar tidur. Kini tak ada batas ruang tamu dan ruang tidur. Sementara itu Sjena sudah bersiap dengan [Shield] yang melindunginya dari segala jenis serangan dari arah depan, namun dia tidak dapat bergerak saat menggunakannya.

“Hmph!”

Si Sorban Bunga lalu mengayunkan gelombang angin bertubi-tubi, membuat Sjena semakin terpukul mundur. Sorban Bunga senang melihat korbannya tidak berdaya.

Time Magic-mu tidak akan mengenaiku sekarang. Tadi siang aku hanya main-main. Kali ini kuhabisi kau!”

Sjena tidak mengeluarkan sepatah kata apapun, seluruh energinya telah dikerahkan untuk menahan serangan tak berakhir itu. Pijakannya semakin mundur, ke arah dapur sampai akhirnya dia terdesak terhimpit kompor.

“Sial sial sial sial!” pekiknya dalam hati.

Pria sorban berusaha menjaga jarak sambil terus mengayunkan tornado mini ke arah Sjena hingga [Shield]nya retak. Namun saat akan mengayunkan serangan terakhir, angin mendadak berhenti berhembus, membuatnya terpaksa berlari dengan ancang-ancang menusuk Sjena, dengan asumsi Sjena tidak akan melakukan Time Magic dalam kondisi bertahan.

[00.02.10]
[00.02.09]

Satu hentakan keras menghancurkan [Shield]. Sjena tak menyangka bahwa [Shield]nya bisa hancur. Pedang lengkung itu sekarang akan menancap di perutnya....

Tidak.
Menancap di kompor.
Pedang itu menancap di kompor.
Sjena mengaktifkan [Teleport] sepersekian detik sebelum pedang itu menancap.

Senyum kemenangan Sorban Bunga kini berbalik menjadi raut kemarahan.

Sjena melemparkan [Throwing Daggers], namun Sorban Bunga berhasil mencabut pedangnya duluan dan menangkis [Throwing Daggers].

Diantara pisau-pisau palsu itu ada satu benda lain. Sebuah korek gas, dengan api menyala.

Sorban Bunga tertegun saat dia mencium bau yang menusuk.

..Gas.

Pedangnya yang tadi menancap mengenai pipa gas di dalam kompor dan membuat kebocoran gas.

“Surprise.” bisik Sjena tipis dengan senyum sinis dan sebuah jari tengah yang mengacung.

“[Teleport]”

Day 5 (10.47 PM) - The Fake Specimen (end)

(* * *)


Day 1 (??.??) - The Fake Peace

Sjena mendapati dirinya berada di sebuah tempat yang serba merah. Tempat yang disebut Jagatha Vadhi. Dimana orang-orang mati dikumpulkan oleh Hyvt, anak buah Thurqk, yang mengklaim dirinya sebagai dewa.

Seingatnya, dia baru saja mati, setelah membunuh leluhurnya dan mengakhiri Time Travel-nya. Jadi setelah mati dia mau tidak mau harus dihadapkan dengan pertarungan sampai mati, atau kalau tidak maka dia akan mati..lagi?

Oke, menulis ini membuatku terkena Jamais Vu.

Sjena tidak peduli apa yang dikatakan Hyvt ataupun Thurqk. Hanya kumpulan orang-orang aneh bin ajaib di sekitarnya lah yang membuatnya tertarik. Berbagai macam makhluk, dari manusia sampai bukan manusia, lendir biru aneh.

Belum sempat Sjena mengobservasi mereka dengan seksama, tiba-tiba saja dia merasa seperti disedot keluar dari tubuhnya. Berbeda sensasi dengan [Teleport] yang biasanya hanya merasakan sedikit pusing karena perubahan perspektif secara mendadak.

(* * *)

Observasi tidak diijinkan. Adaptasi harus dilakukan. Sekarang ia mendapati dirinya berada di sebuah alun-alun kota besar dengan kubah diatasnya. Bersama dengan empat orang lain, dua wanita, dua pria.

1)      Pria Sorban Bunga pink.
2)      Pria Hidung Kuda.
3)      Wanita merah.
4)      Wanita rambut pelangi.

Perlu diketahui, nama-nama ini dibuat sendiri oleh Sjena berdasarkan observasi singkatnya.

Semua saling waspada, mencuri pandang satu sama lainnya. Bermain tebak-menebak dalam pikiran “Siapa yang akan menyerang duluan?”
Semua memasang kuda-kuda, menggenggam senjata masing-masing dengan erat, keringat dingin menyertai kegugupan yang membuat jantung mereka berderap kencang. Beberapa dari mereka bisa membaca pikiran, tapi tidak dalam kekalutan.

Panik.
Takut.
Siapa yang akan menyerang duluan?

Wanita merah mengambil sebuah jarum dari balik bajunya dan melemparkannya ke arah pria Hidung Kuda. Sementara Sorban Bunga menghunuskan pedangnya ke arah Sjena. Mungkin ini awal dendam kesumat Si Sorban Bunga sial itu.

Sjena lalu berlari maju, menyambut salam manisnya dengan [Sword], berubah pikiran dan melakukan [Teleport] sebelum terlambat.

Battle royal2 telah dimulai.
2) Sebuah pertarungan yang melibatkan tiga peserta atau lebih untuk bertarung sampai tersisa satu orang.

Sjena hanya ingin mengamati mereka dari jauh. Melihat siapa yang sekarat lalu membunuhnya dari jauh. Untuk apa mengotori tangan sendiri?

Namun ditengah kekacauan, wanita rambut pelangi datang ke tengah dan menyambut semua serangan dengan tubuh mungilnya.

“Gila!” pekik Sjena dari jauh sambil bersembunyi.

Namun semua serangan itu tidak mempan, malah membuat si penyerang terpental sendiri. Meski berapa kalipun diserang, hasilnya tetap sama.

Legenda Peacemaker dimulai, saat dimana mereka berkenalan tanpa perlu tahu nama masing-masing. Hanya perlu membunuh, atau dibunuh. Mengetahui adanya Peacemaker membuat pertempuran percuma, mereka memutuskan untuk melakukan gencatan senjata secara tidak langsung dan berpencar ke penjuru kota. Melakukan pertempuran kecil agar tidak diketahui Peacemaker, namun tetap saja percuma.

Huh, kedamaian palsu.

Day 1 (??.??) - The Fake Peace (end)

(* * *)

Day 0 (??.??) - The Fake Introduction (2)

Kalian mungkin bertanya-tanya, siapa nama para peserta kali ini. Pastilah kalian lelah dengan sebutan “Sorban Bunga” atau “Hidung Kuda” dan semacamnya.
Sjena sendiri tidak tahu nama para peserta (dan tidak mau tahu). Oleh karena itu, aku menggunakan kekuatan Author untuk memberi tahu kalian siapa saja peserta kali ini, dimana lokasi pertandingan, dan informasi penting yang kalian perlu/tidak perlu/tidak ingin tahu.

Tenang saja, aku Troll yang baik. :D

1)      Reeh Al Sahr’a – The Wind of The Desert a.k.a Sorban Bunga/Sorban Gila
Menggunakan sorban dengan corak bunga pink, baju coklat padang gurun serta jubah hitam. Senjatanya pedang melengkung.Memiliki kemampuan mendengar melalui angin, serta berteman dengan angin untuk membuatnya lebih lincah atau melakukan serangan.

2)      Rafa Grafito – Grafit a.k.a Hidung Kuda
Menggunakan wingsuit (baju ala tupai terbang) warna hitam.  Lubang hidungnya besar. Mahir menggunakan pedang dan senapan laser, serta dapat mengendalikan elemen untuk materialisasi. Dapat juga membaca dan menghapus pikiran orang dengan media sentuhan.

3)      Anette – Suster darah a.k.a Wanita Merah/Jarum Gila
Menggunakan pakaian gothic serba merah dan juga rambut merah, menggunakan jarum dan pisau sebagai senjatanya. Dapat memberikan status merugikan/menguntungkan dengan jarumnya. Mampu bergerak cepat dan mengangkat barang yang lebih berat 3x lipat. Berkat nutrisi dan serat.

4)      Mba Irwin – The Peacemaker a.k.a Rambut Pelangi
Menggunakan pakaian serba hitam agar pakaiannya tidak kotor jadi dia tidak perlu minta maaf pada baju (?) Sangat suka meminta maaf. Di jidatnya ada tanda keunguan karena sering bersujud minta maaf sampai menjedotkan kepalanya. Mampu teleport ke lokasi pertarungan segera untuk mendamaikan kedua belah pihak. Kebal serangan fisik dan sihir. Sangat menyebalkan adalah kemampuan ekstranya.

Lokasi pertandingan kali ini mengambil Planet Gliese 518g, tempat kelahiran Rafa, namun  orang-orang di dalamnya hanyalah hologram.
Planet ini tandus dan tidak bisa ditinggali, jadi manusia harus tinggal di dalam dome (kubah) yang melindungi mereka dari udara luar.
Pasokan listrik mereka sangat tergantung dari menara katai merah yang mampu menyerap sinar dari matahari. Bangunan berbentuk cincin melingkari planet ini letaknya tinggi di atmosfer, ditopang oleh bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai pilar.

Mirip dengan Realm asal Sjena, Heliopolis. Dimana manusia harus tinggal di dalam dome karena dunia luar sudah tidak layak ditinggali. Namun Heliopolis tidak se-modern Gliese518g. Masih ada beberapa distrik yang peradabannya tertinggal di Heliopolis, sehingga ada kesenjangan antara distrik modern dan distrik tertinggal.

Berkat kekuatan Author, mulai sekarang aku akan memanggil mereka dengan nama asli mereka(tapi aku tidak yakin Sjena akan melakukannya juga). Kalian tentu tidak mau karakter kalian dinarasikan dengan nama-nama aneh bukan?

Day 0 (??.??) - The Fake Introduction (end)

(* * *)

Day 6 (00.20 AM) - The Fake Peacemaker (2)

Sjena berjalan tertatih melewati dinginnya malam. [Wing]nya tak bertahan lama setelah ia menyelamatkan diri dari ledakan apartemennya. Sekujur tubuhnya terasa berat dan sulit untuk digerakkan. Ternyata menahan begitu banyak serangan dengan [Shield] berakibat cukup fatal pada tubuhnya.

Menuju ke satu-satunya rumah sakit di Dome. Mempertaruhkan spekulasi dan juga nyawanya yang hanya satu. Namun belum sampai di rumah sakit, tubuhnya hampir tidak bisa digerakkan. Jadi dia memutuskan untuk istirahat sejenak di sebuah bangku taman.

Tanpa sengaja mengaktifkan [Clairvoyance], Sjena mendapat ‘penglihatan’ seorang pria sempat duduk di bangku taman ini. Tak begitu lama setelah ia duduk, dia beranjak pergi. Sepertinya hal itu belum lama terjadi, melihat suasana di ‘penglihatan’nya terlihat seperti malam hari.

“Berarti Hidung Kuda ada disekitar sini, sial!” gerutunya.

Mau tak mau dia harus melanjutkan perjalanan, mencari obat-obatan penghilang rasa sakit-setidaknya. Karena tentu saja tidak ada dokter yang bisa menjahit lukanya, jadi dia harus melakukannya sendiri.

Tak ingin berlama-lama, ia lalu melanjutkan perjalanan lagi. Dan benar saja, Si Hidung Kuda  Rafa Grafito terlihat berjalan tak begitu jauh di depannya, dan sepertinya dia juga menuju ke rumah sakit. Entah apa motifnya pergi kesana, karena tak satupun luka terlihat di tubuhnya.

Sjena menjaga jarak agar tidak diketahui. Dengan kondisi seperti ini dia tidak mungkin terlibat pertarungan. Apalagi dengan kemungkinan Anette – Suster Darah, ada disana. Melibatkan diri dalam pertarungan tak beda jauh dengan upaya bunuh diri. Konyol dan bodoh.

(* * *)

Tampaknya Rafa memang berencana memburu Anette. Dengan senapan di tangannya dan tatapannya yang waspada, selalu sigap dengan tiap kemungkinan yang datang. Sesekali ia membidik ke arah rumah sakit dengan senapannya. Saat situasi dirasa aman, dia langsung berlari masuk ke dalam rumah sakit. Sementara Sjena mengikuti dari jauh dari batas maksimal [Teleport] – 100m sambil bersembunyi dibalik kegelapan.

Bau obat-obatan menyeruak di udara saat Rafa membuka pintu otomatis. Di ruang tunggu hanya terlihat beberapa hologram suster dan dokter sedang lalu-lalang dengan sibuk. Sebelum melanjutkan pencariannya, dia memutuskan untuk duduk, memperhatikan televisi yang tergantung disana dan menontonnya dengan tatapan kosong. Di dalam hatinya sedang mempertanyakan, akankah spekulasinya benar? Benarkah Anette berada disini? Dia hanya ingin mengakhiri pertarungan ini secepat mungkin. Karena di tempat kelahirannya ini, semua terasa begitu akrab – dan juga asing di saat yang bersamaan. Dan itu bukanlah perasaan yang menyenangkan baginya.

Namun sayang, beberapa orang dari peserta begitu pintar bersembunyi setelah Peacemaker menggagalkan selebrasi Battle Royal pertama mereka - yang harusnya berakhir saat itu juga.

Ini bukanlah lagi Battle Royal, tapi Survival Game3.
3) Sebuah permainan dimana yang paling lama bertahan hidup maka dialah pemenangnya. Survival Game biasanya mengambil lokasi di tempat yang luas dengan peserta yang sedikit. Peserta tidak diharuskan untuk bertarung, kadang seleksi alam akan menyeleksi sendiri peserta mana yang pantas hidup.

Sudah hampir seminggu saat mereka pertama kali datang kesini, namun Rafa tak sekalipun menemukan peserta lainnya setelah saat pertama itu. Sampai akhirnya dia mendengar suara ledakan. Dia lalu berasumsi, mungkin saja ada orang yang selamat dari ledakan itu, yang pastinya disebabkan karena pertarungan. Dan orang itu pasti menuju ke rumah sakit untuk obat-obatan. Di sisi lain, dia berpikir kalau Anette pasti juga disini. Mengingat serangan jarum beracunnya membutuhkan berbagai jenis zat-zat aneh. Jadi dengan menunggu disini, dia akan menemukan – paling tidak salah satu dari mereka.

Belum sempat bersantai, suara derap kaki yang sangat cepat menyadarkan lamunannya. Dia sangat yakin hanya Anette yang mampu berlari secepat itu. Dan tahu-tahu saja Anette sudah berada tak jauh darinya dengan dua bilah pisau di tangannya. Rafa memulai pertarungan dengan sebuah tembakan dari senapan lasernya.

Hitungan mundur dimulai dari sekarang.
[00.05.00]
[00.04.59]
[00.04.58]

Sjena juga ikut menghitung mundur lima menit sambil bersembunyi di luar pintu masuk. Entah apa yang ia rencanakan, tapi tentunya ikut melibatkan Peacemaker.

(* * *)

Anette yakin bahwa dialah pria yang waktu itu sempat ia lihat di jalan. Namun saat itu pertarungan dicegah oleh Peacemaker. Kali ini dia berharap bahwa Peacemaker tak datang. Melihat ledakan yang terjadi beberapa jam lalu, dia berasumsi bahwa Peacemaker tak lagi datang – atau datang terlambat. Jadi kali ini dia bisa meneruskan pertarungan yang tertunda, dan mengakhiri semuanya sesegera mungkin.

Mengetahui lawannya menggunakan senapan, membuatnya cukup percaya diri dengan kecepatan geraknya. Dengan lincah ia menghindari semua tembakan Rafa dan masuk ke titik buta lawan dan menusukkan pisaunya.

Namun ternyata Rafa memiliki kemampuan lain : mematerialisasi atom menjadi senjata elemen. Dengan pedang es, ia menahan serangan pisau Anette.

“Nyaris, Nona.”

Kemampuan baru lawan tak serta menciutkan nyali Anette. Pertarungan jarak dekat adalah kemampuan andalannya. Mengandalkan kecepatan geraknya yang di dapat dari tubuh yang ringan dan diet ketat, sekuat apapun musuhnya tak akan luput dari kecepatannya – kecuali lawannya mengendalikan waktu.

(* * *)

Menyadari lawannya mampu berlari jauh lebih cepat darinya, tak ada pilihan lain untuk Rafa selain menjaga jarak agar Anette tidak masuk ke titik butanya. Mengandalkan akurasi yang didapat dari latihan bertahun-tahun, dia yakin senapan laser ini mampu menangkap target yang bergerak secepat angin sekalipin – kecuali targetnya dapat mengendalikan waktu.

Rafa melempar beberapa pedang es ke lantai dan menembaknya dengan laser, membuat pedang-pedang es itu menguap dengan cepat dan memenuhi ruangan dengan uap air untuk sebentar. Memungkinkannya untuk menjaga jarak dan mengambil titik fokus untuk bidikan berikutnya. Bergegas menuju ujung lorong dan bersiap menunggu Anette keluar dari uap. Dimana lorong adalah lokasi andalan penembak jitu, dimana target tidak punya banyak ruang gerak sementara penembak memiliki pertahanan sempurna di belakangnya, nyaris tanpa titik buta.

Sementara itu, Sjena yang tak ingin kehilangan mereka pelan-pelan menyelinap masuk ke dalam rumah sakit tanpa disadari, dan bersembunyi dibalik meja resepsionis sambil mengintai lawan.

[00.02.03]
[00.02.02]

Rafa menodongkan moncong senapannya dengan waspada ke arah ruang tunggu. Di sisi lain, Anette bersembunyi di balik tembok memikirkan bagaimana cara untuk masuk ke titik buta Rafa. Dia melihat beberapa pot bunga besar dan dia mengangkat salah satu dari itu dengan mudah lalu melemparnya ke lorong.

Rafa yang terkejut langsung menembaki pot bunga itu hingga hancur berkeping-keping di udara. Tanah berserakan dimana-mana dan menghalangi pandangannya untuk sejenak. Saat yang sempit itu dimanfaatkan Anette untuk melemparkan pot bunga lain – kali ini lemparannya lebih keras dan hampir saja mengenai Rafa jika saja dia tidak sigap menghindar. Begitu sadar, tahu-tahu Anette sudah begitu dekat dengannya dan menebaskan pisaunya ke kepala Rafa, namun hanya melukai ujung hidung dan pipinya sedikit.

Dia lalu berusaha melakukan trik uap air sekali lagi untuk segera keluar dari pertarungan jarak dekat. Belum sempat mematerialisasi es, Annete sudah lebih dulu menendang tangan Rafa hingga senapannya terlepas. Disambut dengan tendangan lain tepat di kepalanya yang langsung membuatnya terjatuh ke lantai.

“Ugh!” pekik Rafa saat darah terciprat dari bibirnya yang robek.

Rafa berguling menjauhi Anette saat dia berusaha menusuknya. Lalu dengan cepat bangun dan mematerialisasi pedang es.

Dan lagi-lagi tak sempat berbuat apa. Kecepatan Anette jauh diatas Rafa. Satu pukulan telah melayang lagi, kali ini ke perut Rafa, membuatnya kehilangan keseimbangan.

Kali ini darah menyembur keluar dari mulut Rafa dan mengotori baju Anette yang – memang sudah berwarna merah sejak awal.
Dengan mudah, Anette menarik kerah baju Rafa dan mengangkat tubuhnya ke atas lalu melayangkan pukulan bertubi-tubi. Pertarungan kali ini tampaknya tidak seimbang.

Bosan memukuli Rafa, Anette melemparkannya ke lantai. Rafa tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengerang kesakitan dengan wajah babak belur penuh darah.

Anette mengambil pisaunya untuk mengakhiri pertarungan yang sejak awal dimenangkannya. Tak perlu ayunan keras, pisau tajam itu menancap dalam di perut Rafa. Darah segar mengucur keluar membanjiri lantai.

Rafa menggenggam tangan Anette dengan lemah. Kali ini dibiarkannya saja karena ia merasa sudah menang.

Tiba-tiba sebuah rasa hangat menjalar di tangan Anette. Rasa hangat itu perlahan menjelma menjadi aliran energi yang mengaliri pembuluh darah Anette. Menjalar hingga mencapai syaraf-syaraf memori di otaknya.

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAGH!!” Anette berteriak menahan nyeri yang berdenyut di kepalanya. Itu adalah efek dari reaksi kekuatan Rafa yang sedang menghapus memori Anette. Pandangannya meredup, kemudian ia rebah tak sadarkan diri. Perlahan Rafa melepas genggaman tangannya lalu bangkit untuk membalikkan keadaan.

Dengan langkah sempoyongan ia berusaha meraih senapan yang terlempar agak jauh darinya. Pandangannya kabur, dengan segenap fokus ia membidik Anette yang pingsan.

[00.00.02]
[00.00.01]
[00.00.00]
Time out

Disaat Rafa menarik pelatuk, disaat itulah Peacemaker datang entah darimana dan menangkis laser dari senapan tersebut.

Serasa hancur, serangan terakhir Rafa terbuang sia-sia dikarenakan prinsip hidup orang naif. Hanya satu kesempatan terakhir, dan semuanya sia-sia. Hampir saja kemenangan berpihak pada Rafa.

“APA YANG KAU LAKUKAN, WANITA  JALANG!?” bentak Rafa. Darah segar terciprat dari luka disekujur wajahnya. Raut ketakutan tampak jelas di wajah Mba Irwin. Baru kali ini dia melihat kemurkaan yang sangat besar dari seseorang. Ditambah lagi wajah yang nyaris tidak bisa dikenali, cipratan darah dan bau anyir darah yang menusuk memperburuk suasana diantara mereka. Bahkan sebuah kata maaf pun tak akan menyelesaikan masalah, hanya akan memperburuknya.

Mba Irwin bermaksud untuk mengucapkan kata maaf namun air matanya yang lebih dulu keluar daripada kata-kata percumanya. Hingga akhirnya Anette pun sadar dan mendapati Mba Irwin berdiri di depannya. Masih dengan seribu satu kebingungan setelah ingatannya dihapus.

Sjena bodoh, apa yang kau tunggu!?

Dengan [Teleport], Sjena muncul di antara mereka, mengaktifkan [Freezing Seconds], menarik Mba Irwin menjauh dan membawanya pergi dengan [Teleport].

(* * *)

Air mata masih menetes menuruni pipinya. Sesekali ia menyekanya dengan baju hitamnya, namun segera ia cegah karena ia tak ingin mengotori bajunya dan meminta maaf padanya (?)

Mba Irwin berhenti berjalan.

“A..apakah kedamaian itu salah?”

Sjena ikut menghentikan langkahnya dan menoleh pada Mba Irwin. “Ya, dan tidak.” jawabnya.

Mba Irwin membisu, ingin bertanya namun takut salah.

Sjena lalu berjalan menuju jendela koridor, menatap kota dari atas. Dibalik Magic Glasses-nya tersimpan tatapan penuh kenangan. Namun tak ada yang tahu.

“Kedamaian tidak salah, untuk mereka yang tidak terlibat perang. Hei, tidak ada yang ingin menderita bukan? Namun tidak bagi mereka yang pencetus perang. Mereka tidak ingin kedamaian sampai salah satu dari mereka kalah. Mereka tidak akan selesai hingga tujuannya tercapai. Dalam kasus ini, kita lah pencetus perang.  Kita terjebak dalam pilihan mati atau mati, sedangkan tujuan kita adalah tetap hidup. Pilih mati di tangan peserta, atau mati di tangan Thurqk karena memberikan tontonan yang tidak menarik?” ujar Sjena lalu berbalik dan bersandar pada jendela.

“Dan aku yakin, kalau kita terus terjebak dalam kondisi seperti ini. Maka Thurqk pun akhirnya akan murka dan membakar kita dengan api neraka. Karena itu, aku harus menghentikanmu, Mba Irwin. Aku tidak ingin mati konyol tanpa perlawanan.”

Jari telunjuk Sjena menohok tepat di hati Mba Irwin. Untuk pertama kalinya, kedamaian adalah sesuatu yang sangat salah, sesuatu yang sangat tidak pada konteksnya.

“Ma..maafk..” kata-kata Mba Irwin tersendat saat Sjena mendekap bibirnya.

Perasaan aneh mendesir di hatinya, dia tidak tahu itu apa, namun Mba Irwin diam saja. Dan diam berarti iya.

Sjena mendekap Mba Irwin karena ia sekilas mendengar suara langkah kaki di koridor melingkar ini. Masih mendekap Mba Irwin, Sjena menyeretnya mendekati tembok.

Suara langkah kaki itu semakin jelas, dari suaranya terdengar seperti hentakan heels wanita. Berarti itu adalah Anette. Satu-satunya jalan keluar adalah ujung lorong satunya lagi, dan berlari bukanlah pilihan bagus karena Anette mampu berlari jauh lebih cepat. Lalu menggunakan [Teleport] untuk dua orang sangat beresiko.

“Hmmph!” ronta Mba Irwin yang kesusahan bernafas.

Sjena terkejut. Sementara Anette tampaknya sadar akan adanya suara, langkah kakinya terdengar semakin cepat.

Tak sempat berpikir panjang, Sjena men[Teleport] Mba Irwin tepat di atas Annete dan jatuh menimpanya, lalu dia bergegas [Teleport] ke ujung lorong dan masuk ke dalam lift. Dalam kondisi luka parah, prioritas kali ini hanyalah obat-obatan, itu saja.

Sjena menekan tombol random di lift, ke lantai berapapun tak apa selama ia bisa lari dari Anette. Di samping kanannya terdapat kertas yang tampaknya berisi denah rumah sakit.

“Farmasi. Lantai dasar, dekat pintu masuk”

“Hahahahahaha...” Sjena tertawa terpingkal-pingkal namun tak ingin terlalu keras karena takut pinggangnya sakit lagi. Ternyata farmasi terletak di lantai dasar. Untuk apa dia susah-susah menaiki lantai ke atas sejak tadi. Tampaknya keberadaan Mba Irwin telah memudarkan sedikit kewaspadaannya, dasar Peacemaker.

Bau anyir darah menyeruak saat ia tiba di lantai satu. Suasana tiba-tiba berubah menyesakkan saat ia menyusuri lorong sepi yang penuh noda darah. Tak ada hologram manusia, tapi di ujung lorong lain ia melihat – hologram (?) yang bentuknya seperti wanita berambut panjang dengan gaun putih, namun kakinya tak menjejak tanah.

“Hologram masa kini semakin canggih saja.” ujar Sjena sambil berlalu dengan senyum sinis khasnya.

Di dekat pintu masuk tergeletak mayat Rafa dalam kondisi tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata.

Sebenarnya aku bisa saja mendeskripsikannya, namun sayang Gore bukan fetishku.

“Bah, dasar Jarum Gila kerjanya sembrono!” gerutu Sjena.

Sjena lalu mendekati sebuah pot bunga besar yang tersisa di ruang tunggu, men[Teleport]nya tepat di atas mayat Rafa dan menimpanya. Pot bunga itu pecah dan tanahnya berserakan, mengubur mayat Rafa. Dan di atasnya tergeletak beberapa tangkai bunga.

Dia lalu mendekati kuburan (?) Rafa dan mengambil setetes darah yang berceceran dengan dua jarinya, lalu menggunakannya untuk menulis sesuatu di lantai.

“R.I.P
HIDUNG KUDA”

F*cking masterpiece, Sjena.

Dan akhirnya Sjena menemukan farmasi, menjarah obat penghilang rasa sakit, perban dan desinfektan lalu pergi meninggalkan rumah sakit.

Day 6 (02.46 AM) - The Fake Peacemaker (end)

(* * *)

Day 10 (10.32 AM) – The Fake Winner

Akhir-akhir ini beberapa Hyvt tampak terbang mengelilingi dome ini. Beberapa diantaranya sering berhenti di atas gedung dan memantau sekitar mereka sebelum terbang lagi. Mungkin mereka diutus oleh Thurqk untuk membunuh para peserta yang tak juga kunjung memberikan tontonan yang menarik, tapi mungkin juga tidak.

Cepat atau lambat pertarungan akan dimulai kembali. Yang bermasalah hanya pesertanya saja yang terlalu pintar bersembunyi. Karena pada dasarnya wanita bukanlah makhluk yang menyukai pertikaian. Mereka cenderung untuk bertahan ketimbang menyerang. Namun ketika terpaksa, mereka punya kekuatan tersembunyi yang dapat membunuh semuanya.

Ini sudah hari ketiga Sjena tak bisa memejamkan matanya dengan tenang. Sejak pembunuhan terakhir itu, adrenalin di dalam darahnya terus terpacu tak henti. Membuat matanya selalu siaga untuk segala kemungkinan. Dan munculnya para Hyvt membuat hatinya semakin tak tenang, seakan dipacu oleh waktu, dituntut untuk segera mengakhiri semua ini.

Di siang yang terik ini, seperti biasa ia mengintai sekitarnya dengan [Cannon] dari lantai empat sebuah gedung perkantoran. Sebenarnya jauh lebih baik jika ia mengintai dari atas, namun [Cannon] tidak dilengkapi dengan teleskop.

Meski hanya bisa memantau satu ruas jalan, namun Sjena percaya, pasti ada kemungkinan lawan muncul di jalan itu. Meski hanya satu banding sejuta.

Dan Voila! Anette muncul di sudut jalan. Berjalan dengan sangat hati-hati, bersembunyi dibalik bayang-bayang pohon. Suatu kebetulan yang tak terduga bagi Sjena yang sudah menunggu keberadaannya.

Sjena memicingkan matanya dan membidik, tak perlu akurasi, ledakkan [Cannon] cukup besar untuk membasmi musuh.  Cukup sepuluh detik dan..

“DUARRRRRRRRRRRR!!!!!!!” ledakan [Cannon] begitu kuat, hingga menghancurkan seluruh jendela di lantai tersebut. Sjena sendiri sampai terpental karena efek baliknya. Peluru panasnya melesat kencang menuju jalanan yang ramai dilalui manusia hologram, meledak dan meninggalkan lubang besar yang menganga.

Sjena tahu Anette masih hidup. Tidak ada mayat di bekas ledakan [Cannon].

Hitungan mundur dimulai dari sekarang.
[00.05.00]
[00.04.59]
[00.04.58]

Beberapa Hyvt datang untuk mengamati bekas ledakan, setelah itu mereka menoleh ke arah gedung tempat Sjena berada lalu terbang pergi.

“Penonton sudah datang. Baiklah Thurqk, aku berikan tontonan terbaik untukmu.” ujar Sjena saat melihat sekumpulan Hyvt yang terbang. Kini tak ada pilihan lain selain turun dan melawan Anette.

(* * *)

Kali ini Sjena tak lari. Sebagai tuan rumah yang baik ia turun ke lantai dasar dan menyambut tamunya yang sudah menunggu di lobi. Langkahnya mantap saat keluar melalui pintu elevator. Sang tamu sendiri sudah siaga dengan oleh-oleh di tangannya : dua bilah pisau.

Anette dengan cepat menerobos pertahanan lemah Sjena dan melepaskan sebuah tusukan. Sjena yang tak sempat menghindar terpaksa mengaktifkan [Teleport] dan melemparkan beberapa [Throwing Daggers] dari jauh. Namun dengan satu gerakan tipis, Anette dapat menghindari semuanya dengan mudah.

“[Fast Forward x8]”

Dengan sihir ini, Sjena dapat bergerak 2x lipat lebih cepat daripada biasanya karena percepatan ruang waktu. Dia lalu memantik [Sword] miliknya dan memulai serangan sebelum efek [Fast Forward] habis dan ia kehilangan kecepatannya.

Sekarang dengan kecepatan yang sama, Sjena dapat menandingi tebasan-tebasan Anette dengan pedangnya. Semua dapat dimentahkan tanpa perlu kemampuan berpedang yang bagus. Ternyata Anette tidaklah terlalu mahir, hanya kecepatannya lah yang membuatnya diatas angin.

Dengan satu sabetan kecil, Sjena melukai dagu Anette. Lalu Anette membalasnya dengan tebasan bertubi-tubi, beberapa darinya berhasil melukai Sjena. Hingga akhirnya kedua senjata mereka beradu.

Kali ini dengan badannya yang lebih tinggi, Sjena mampu menekan Anette hingga hampir jatuh. Melihat lawannya terdesak, Sjena memantik [Stream] di kakinya dan melayangkan tendangan keras tepat ke lutut Anette.

“AAGH!” pekik Anette reflek memegang lututnya dan melepaskan salah satu pisaunya. Membuat pertahanannya terbuka lebar dan satu tebasan besar berhasil melukai tubuh bagian depannya. Dengan sigap ia berguling mengambil pisaunya yang terjatuh lalu bangun dengan tebasan lain yang siap melukai tubuhnya.

Kali ini dia yang balik melakukan tendangan. Menghindari tebasan Sjena ke kiri dan melayangkan tendangan memutar ke pinggang Sjena karena perbedaan tinggi yang cukup jauh. Momen Sjena yang kehilangan keseimbangan sejenak dimanfaatkan oleh Anette untuk menyerang.

Sjena segera mengaktifkan [Teleport] sebelum semuanya terlambat. Kali ini dia telah berada diluar gedung dengan [Cannon] yang siap menembak. Dengan kecepatan yang sama dengan Anette, tampaknya [Cannon] bisa digunakan untuk melawannya.

Satu serangan dahsyat meluluhlantakkan seisi ruangan, pintu dan jendela kaca pecah berantakan. Serangan [Cannon] telah menghancurkan setidaknya tiga ruangan, meninggalkan sebuah lubang besar yang menganga.

Namun Anette tak terlihat di seluruh penjuru ruangan saat Sjena masuk untuk memeriksa keadaan. Dengan hati-hati ia memeriksa sekeliling. Seisi lobi luluh lantak seperti habis diterjang angin topan. Serpihan kaca berserakan dimana-mana, bermain bersama sisa-sisa meja dan sofa duduk.

“Kemana Jarum Gila it –“ pertanyaannya tersendat saat sebuah jarum menancap di bahunya. Sjena menoleh ke arah jarum itu datang dan melihat Anette sedang bergelantungan di puncak sebuah pilar, selamat dari serangan [Cannon].

“Hmph! Cuma jarum kecil.” seru Sjena sambil mencabut jarum tersebut dan melemparnya.

Dia lalu memantik [Sword] dan berlari ke arah Anette.

Tiba-tiba lantai di depannya runtuh tanpa sebab. Di bawah terlihat lautan lava dipenuhi dengan teriakan manusia. Tangan-tangan gosong menggapai-gapai ke permukaan, meminta pertolongan. Di luar, beberapa Hyvt tampak menunggu dengan siaga.

Keterkejutan Sjena semakin berlanjut saat Anette berjalan melewati lantai berlubang tersebut seolah masih ada lantai di atasnya.

“Sial, ini ilusi!” pekik Sjena.

Dengan kecepatan supernya, Anette seketika telah berada di depan Sjena dengan pisau yang terhunus tepat ke mata Sjena. Hampir saja dia berganti profesi menjadi ‘one-eyed pirate’ jika dia tidak menghindar.Lalu dia menggenggam lengan Anette, lalu mengaktifkan [Time Distortion] pada Anette. Sihir yang membuat musuh kehilangan persepsi akan waktu dan membuatnya bingung.

Ilusi vs ilusi. Kenyataan mana yang akan menang?

Namun ilusi yang dilihat Sjena perlahan memudar, berganti menjadi hitam.

“Tidak, jangan kegelapan! Tolong, jangan kegelapan!”

Sjena mengibas-ngibaskan [Sword]nya ke udara. Kepanikan telah menjalar ke seluruh syaraf tubuhnya, menggerakkan setiap ototnya tanpa impuls langsung dari otak. Namun dia tak merasakan ada sesuatu yang terkena tebas pedangnya. Sementara dia merasa tubuhnya ditoreh pelan-pelan oleh benda tajam kecil di beberapa bagian. Sayup-sayup terdengar suara tawa yang setengah berbisik, memanggil namanya dengan pilu.

“Sial sial sial sial!” pekik Sjena. Air mata perlahan menetes menuruni pipinya, disebabkan oleh rasa takut. “Aku tidak ingin mati sekarang!”

Dia tak dapat melihat apa-apa lagi saat akhirnya kegelapan menelan dirinya.

[00.00.02]
[00.00.01]
[00.00.00]
Time out
.
.

Kali ini Peacemaker tak datang. Mungkin saja dia bosan membuat kedamaian. Ketika kedamaian adalah sesuatu yang tidak pada konteksnya, membuat ia mempertanyakan eksistensinya. Dan siapakah yang akan menyelamatkan para petarung kali ini? Tidak ada.

Sjena berteriak kesakitan saat tubuhnya dilukai sedikit demi sedikit. Ingin meminta tolong, tapi suaranya tidak keluar. Berusaha menebas musuhnya, namun dia hanya menebas udara. Kegelapan hanya membuatnya semakin takut dan panik.

Anette memutuskan untuk mengakhiri pertarungan ini. Meski sebenarnya dia suka melihat lawannya tersiksa pelan-pelan.

Sebuah tusukan fatal tertancap di perut Sjena. Darah segar tumpah saat Anette mencabut pisaunya untuk menusukkannya lagi.

Kali ini dia gagal. Sjena menggenggam pisau Anette dengan kuat, mencegahnya melakukan tusukan mematikan. Ada yang salah pada Sjena, pikir Anette.

Berada di kegelapan membuat tubuh Sjena dikuasai kegelapan dan jatuh ke status [Berserk]. Dalam status ini, ia akan menyerang membabi buta dengan pedangnya, namun jika serangannya tidak melukai lawan maka tubuhnya sendiri yang akan terluka. Berada di area dekat adalah suatu pilihan yang salah ketika Sjena berada di status ini.

Anette segera melepaskan pisaunya, namun Sjena sempat meraih tangan Anette dan menariknya dengan kuat. Meski dengan kekuatan supernya, dia tidak dapat melepaskan diri.

Tak sempat berkata apa-apa. Lima tusukan di perut dan dada beruntun telah membuatnya meregang nyawa. Sjena melemparkan tubuh Anette yang menggelepar, sampai akhirnya tubuhnya berhenti bergerak. Berakhir, dengan tatapan mata kosong dan air mata dari sang Suster Darah.

Sedetik kemudian, kesadaran Sjena kembali. Melihat kenyataan di depannya membuatnya mual. Seisi perutnya serasa ditarik keluar, meski perutnya sebenarnya tak terisi apapun.

Dengan tangan penuh darah, ia merogoh sakunya untuk mengambil perban dan beberapa butir penghilang rasa sakit.

“Persetan dengan dosis.” bisiknya saat menenggak lima atau enam butir sekaligus. “Sial, rasanya seperti darah.”

Lalu ia membebat perut dan tangannya dengan perban seadanya lalu berjalan tertatih ke elevator menuju ke atap. Merasa tak mungkin melewati semua ini, ia berpikir bahwa bunuh diri adalah pilihan yang paling elegan.

(* * *)

Beberapa Hyvt terbang mengelilingi gedung ini dari atas. Tampak seperti burung bangkai yang menunggu mangsanya menggelepar tewas. Terbang berputar, dalam lingkaran. Entah kapan akan berhenti.

“Waduh, ternyata tinggi juga. Mungkin tidak jadi saja ya.” kata Sjena, ragu-ragu.

“BRAK!” terdengar suara pintu terbuka keras. Lalu seorang wanita berambut pelangi keluar dari dalam gedung.

“Maafkan aku, Nona Sjena! Maafkan aku karena tidak datang..” teriaknya sambil berlari ke Sjena yang berdiri dipinggir gedung.

Sjena bingung, untuk apa Mba Irwin minta maaf padanya. Padahal baginya, dia tidak datang pun akan lebih baik. Hilang sudah keinginannya untuk memberikan kemenangan pada Mba Irwin. Permintaan maafnya sungguh tidak pada tempatnya, membuat Sjena kesal.

“A..apakah kau terluka?” tanya Mba Irwin panik.

Sjena melepas Magic Glasses-nya. Mata biru langitnya menatap tajam Mba Irwin.

“Pertanyaan bodoh macam apa itu.”

“Maaf. Perkataan Nona Sjena yang mengatakan bahwa kedamaian adalah sesuatu yang salah membuatku berpikir semalaman. Membuatku ragu untuk datang ke pertarungan ini. Ta..tapi sebenarnya aku tak ingin ada pihak yang terluka. Disisi lain aku juga tak ingin semuanya dibunuh Thurqk!”

“Bagaimana kalau pertarungan ini tidak ada pemenangnya?” tanya Sjena.

“Maksud Nona?”

“Kalau kau terjun dari sini, kau juga akan mati ‘kan Mba?”

Mba Irwin mengangguk ragu, namun ia tak mengerti apa maksud Sjena.

“Raihlah tanganku dan kita melompat bersama.” kata Sjena menyodorkan tangan yang penuh darah, ditambah dengan sebuah senyum yang tersungging tulus dari bibirnya.

Lagi, desir aneh itu muncul di hati Mba Irwin. Sangat aneh, dan membuatnya bingung.

“Kalau kau diam begitu, berarti jawabannya iya.”

Sjena meraih tangan Mba Irwin, lalu mereka melompat bersama-sama, menuju bumi dengan tidak selamat. Mba Irwin memejamkan matanya karena takut.

Sebenarnya ini hanyalah tipu muslihat Sjena untuk membunuh Mba Irwin yang kebal serangan fisik dan sihir. Tapi dia tidak kebal bunuh diri bukan?
Sjena membayangkan headline koran besok ‘Seorang wanita ditemukan tewas setelah melompat dari gedung tinggi. Diduga karena bunuh diri’.

Such a perfect crime.

“Adios, Mba.” bisiknya saat melepaskan Mba Irwin dan memantik [Wing] untuk terbang.

..Namun upayanya gagal, berkali-kali ia berusaha memantik [Wing] namun gagal. Kini pertarungan berubah menjadi perlombaan.
Perlombaan siapa cepat sampai ke bumi dengan tidak selamat.

Sjena tertawa sinis menyadari situasinya.

Dengan sisa tenaganya, ia melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat : mengacungkan kedua jari tengahnya ke langit dan berbisik.

“F*ck you, Thurqk.”

Day 10 (00.26 PM) – The Fake Winner (end)

30 comments:

  1. aah untung semua atribut fontnya kebawa
    italic, bold, dst

    *sempet takut ga kebawa atribut fontnya*

    makasi sam yg udah ngasi tau klo submit pake gmail bakal ngebawa semua atribut font

    ReplyDelete
  2. Anonymous8/4/14 17:43

    Narrator cerita ini mengingatkanku pada novel ini: https://www.goodreads.com/book/show/1753344.Fantasia_Impromptu

    Dan dorongan bunuh diri si Mba Irwin masih terasa kurang alami.

    8/10

    -Ivon

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya aku awalnya pengen bikin Sjena ngaktifin teleport ke Mba Irwin dan bikin dia jatuh, tapi entah kenapa aku malah bikin hint yuri nan gaje :(

      Mungkin chemistry antara Sjena sama Mba kurang terbangun, jadi dorongan bunuh dirinya kurang terasa. Aku sedikit banyak berpatokan dari cerita kematian si Mba yang menyiratkan kalo Mba ini pasif orangnya, sehingga ngikut2 aja.

      "Kalau diam berarti iya" quote favoritku di kisah kematian Mba.

      Ah, makasi linknya. Aku coba cari informasi tentang novel tsb. Jarang bisa nemu Unreliable Narrator lainnya.

      Delete
  3. Tadinya saya agak jengah sama kemunculan narator, tapi kemudian efeknya baru berasa setelah sekitar setengah bacaan bahwa ini ga ganggu, dan malah jadi berkesan laidback

    Begitu ngeliat banyaknya penggunaan istilah dalem bracket [], saya langsung senyum sendiri - ngerasa nemu orang yang setipe kalo make istilah kemampuan dalem cerita

    Battlenya beneran asik, dan mungkin juga yang paling lama dibanding semua yang udah ada. Nilai plus juga buat pembagiannya part"nya - satu lagi kesamaan di antara kita - yang ngebantu misahin segmen cerita

    Saya cuma kurang suka konklusinya. Mungkin senada sama ivon, kurang ada buildup, dan mbanya kegampangan berakhir gitu. Saya juga ga ngerti kenapa Sjena ga bisa make [Wing]nya di akhir - kaena asumsi saya pun pembaca awam ga akan baca charsheet, jadi ada baiknya dijelasin in-story

    8/10

    ReplyDelete
  4. Sumpah ini keren, pertarungannya seru, gampang dicerna. Naratornya juga kocak gak ketulungan. Tak-tik yang pertama biar Mba ga dateng sebelum 5 menit bener-bener kreatif.
    Klo gini sih gak ragu ane ngasih nilai 10 buat saingan juga.

    ReplyDelete
  5. 9/10

    narasinya bagus dimata saya.....
    fast-read sih, tapi tetep nikmat :3

    ReplyDelete
  6. mantaap! sebagai sesama entrant dan saingan gw suka cerita ini.
    sama kek Sam juga, gw agak jengah dengan keberadaan Narator yang juga punya inner voice sendiri. tapi makin ke belakang, keberadaan dia makin bisa ngeblend dengan suasana. well, gw juga pernah make narator kek gini jadi gw kurang lebih ngerti pro con-nya. dan IMO, ini lebih baik dari yang dulu gw lakuin
    #salute

    gw emang ngerasa Mba bakal jadi tukang ganggu di cerita manapun juga. tadinya gw pikir si Mba ini yang bakal dibunuh di awal-awal biar ga rese. Tapi di sini gw nemuin kebalikannya, dia jadi center petaka yang bikin battle jadi panjang. Hail pro procrastinate! \ :v /
    #yes i love this

    Tapi tapi... gw ada miss info kah sama teleport si Sjena? gw ga liat dia kehilangan keseimbangan or such abis gunain itu skill? atau emang gw yang kurang merhatiin?


    Nilai: 8.5/10

    ReplyDelete
  7. Well, narasi dan gaya penceritaannya unik. Author power-nya pun menarik. Meskipun saya tetap protes karena penggunaan “di” sebagai kata depan mestinya kan dipisah.

    Saya suka dengan karakteristik Mba dalam sudut pandang Sjena ini. Kemampuan peacemaker itu benar-benar jadi plot penting di cerita ini. Tetapi sebaliknya, saya merasa karakter-karakter lain malah kurang tergarap. Bahkan si Reeh tidak dikasih kesempatan untuk berdialog. Sedangkan Rafa, sekalipun berada di realms-nya, tidak terlihat memanfaatkan kelebihan itu.

    Hitungan mundur—sekalipun saya tidak tahu kenapa harus lima menit sebelum Mba muncul—merupakan senuhan yang bagus untuk menambah tensi pertempuran.

    Secara keseluruhan, ini cerita yang digarap dengan baik. Poin 8.0 dari saya.

    ReplyDelete
  8. Sjena.. Sjena...
    Saya baca Sjena ini hampir kayak baca dongeng yang difilmkan.
    Macam charlie and chocolate factory, dimana narator berperan sebagai penjelas di dalam.

    Saya sih ngga keberatan, bahkan menurut saya malah bagus.
    Dan cara author nunjukkin kemampuan dengan [Wing], [Teleport], [Hold], [Sword] bikin saya ingat Hideya. XD

    Anyway, masih ada Typo sih, tapi secara keseluruhan ini bagus.
    Battlenya bagus.
    Narasi ngalir

    +9

    ReplyDelete
  9. #haiyhooo, master (づ。◕‿‿◕。)づ

    iyahaha, , di awal awal narator na curhat~ (≧◡≦)
    Day 7 8 9 na kmn? XDD

    hawwaa, , ending mba na kurang terjamah yaa~ dan pemanfaat realm justru Sjena yg lbh mantaps, , segala nemu korek api waktu battle~ >w<
    Narasi na uniik dan alur na diacak-acak

    oke, sukak~
    segini dulu, , iyahaha #ampooooni saia yaa master~
    aku titip 8/10 di mari

    #haiyhooo~ (づ。◕‿‿◕。)づ

    ReplyDelete
  10. lol, benar2 cerita yang unik, dan naratornya juga malah lebih gaul daripada OCnya sendiri.

    Pembagian part di cerita juga jadi bikin enak baca dan pembaca jadi ngerti apa yang terjadi.

    Kemampuan time control itu rasanya serem juga ya, apalagi freezing seconds, lol.

    saya bisa nikmatin battle dan ceritanya, jadi menurut saya ini bagus.

    Bingung mau komentar apa lagi, langsung aja deh 8.5/10

    ReplyDelete
  11. awalnya keganggu sama penceritaan yang gak runut. dan *** yang kadang ditaruh tapi gak ada jeda time skip.

    dan karakter musuh menurut saya cukup tergali sih...

    nilai Plus untuk gak mainstream 10 hari battle.

    Final Verdict: 8/10

    ReplyDelete
  12. " Plans are never built to running appropriately. They are built to Ruin." -unknown-
    *berusaha semaksimal mungkin ga kagum dengan penyusunan waktunya, yang terpaksa umi sususn ulang di otak*

    - Sjena punya Encok? seriously?

    - Terima kasih kakak Bayee, sekarang umi tahu siapa Troll yang sebenarnya lol

    - Umi bingung, apa sebenarnyaa maksud hitungan mundur itu dan sejak kapan mulainya?

    - di akhir kenapa Sjena ga bisa pake [wing]


    aniway umi lucu sama mba jadi umi kasih nilai 8/10

    ReplyDelete
    Replies
    1. Encoknya Sjena gara2 abis bertarung sama Reeh, tapi mungkin aku bakal tetep bikin dia encok sih soalnya dia nyebelin :v

      Hitungan mundur itu author yg ngelakuin, sbg batas waktu 5 menit Mba Irwin dateng terus berhentiin pertarungan, tapi Sjena juga ikut nghitung mundur utk mastiin rencananya sukses

      Di akhir Sjena ga bisa make [Wing] karena tenaganya udah abis, harusnya aku jelasin di cerita tapi aku nyesel nggak jelasin :(
      Mungkin gara2 aku sendiri juga capek abis maraton nulis wkwkwk

      Delete
    2. wuuuhhh ga tidur jam segini >.<

      huwoooo... btw, bukannya mba selalu dateng sesaat setelah pertarungannya dimulai? kenapa setelah 5 menit baru dia nongol? *orz, maafkan umi ga ngeh bagian ini...

      Delete
    3. karena Sjena berpura2 jadi peacemaker palsu gantiin si Mba, dan ngeyakinin si Mba supaya mempercayakan kedamaian pada Sjena

      disisi lain, Mba sendiri juga capek, 10 hari pertarungan ga tenang2..tidur pun ga mungkin nyenyak, mau ngelakuin apapun susah xD

      maap kalo udah membingungkan xD

      Delete
  13. pnjang bner ..tp keren ..@_@
    smpet bngung crita nya bolak balik .. gda kterangan wktu nya ..

    8/10

    ReplyDelete
  14. yuriii xD
    kmampuanya sjena merepotkan, kmampuanya mba jg x3
    battlenya seru bgt kak, apalagi gara2 efek procra itu, suka juga sama naratornya, pdhl biasanya g suka sama cerita yg ada istilah gamenya tp ini narasinya asik buat diikutin
    sempat pengen kasi nilai sempurna tp terlanjur baca komen kakak2 yg lain jd ikutan sadar sama kekuranganya #pletak xD
    btw, jamais vu artinya apa kak? :3
    nilai 9/10

    ReplyDelete
  15. jamais vu itu..

    ketika kamu menulis/mengucapkan sebuah kata, dan terus mengulangi kata tersebut berkali2 hingga otak kamu kebingungan dan mulai mempertanyakan kata tersebut apakah ada dalam tatanan bahasa atau tidak/mulai mempertanyakan eksistensinya

    "Jadi setelah mati dia mau tidak mau harus dihadapkan dengan pertarungan sampai mati, atau kalau tidak maka dia akan mati..lagi?"

    disini aku kena jamais vu atas kata "mati"

    ReplyDelete
  16. Cerita yang keren Sjena. Dari cerita ini aku bisa melihat sosok Sjena yang sadis dan licik. Makasih sudah bikin sosok Rafa lebih gagah dan brutal di sini. Cerita pertarungannya juga seru, para lawan mati dengan cara tragis.

    Nilai 8.

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -