May 5, 2014

[ROUND 2 - KHRD] SJENA REINHILDE - YOU MAD BRO?

[Round 2-Khrd] Sjena Reinhilde
"You Mad, Bro?"
Written by Bayee Azaeeb

---

Jatuh

Ini jelas bukan Pecinan. Tempat bobrok ini bukan Pecinan. Hanya dinding-dinding runtuh, tanah kosong, dan pulau kosong, hampa. Tak ada sesuatu yang menarik lebih dalam, tak ada sesuatu yang mendorong lebih jauh. Wanita bertopi itu geram, berjam-jam dia berjalan tak tentu arah. Tapi tak satupun makhluk hidup ia temukan, selain dinding-dinding bisu yang menghalangi pandangannya.

"Pulau Krud? Khurd? Khrud? Kerut? Ah sialan!" umpatnya sambil menendang reruntuhan dinding yang ada di hadapannya.

Puas melampiaskan kekesalannya pada dinding, kini topinya ia banting ke tanah, memperlihatkan rambut hitam bergelombangnya yang basah penuh keringat. Siang itu begitu terik, cukup untuk membuat semua amarah di hati meledak. Coba sekarang kalian pejamkan mata, lalu bayangkan kalian sedang berada di bawah terik matahari, terjebak kemacetan, haus, dahaga. Lalu kalian mulai bertanya, jika kalian memejamkan mata sekarang, kenapa kalian bisa membaca tulisan ini?

Siapapun, bunuh saja saya sekarang.

Wanita keriting itu lalu duduk bersandar di sebuah reruntuhan dinding, menarik nafas panjang sambil menutupi wajahnya dari sinar matahari dengan tangannya. Sesekali menyeka keringat yang mengucur deras dari wajahnya sambil mengibas-ngibaskan kerah jaketnya. Namun sayang....
..Hujan tiba-tiba turun entah darimana.

Wanita itu kesal bukan kepalang, dibantingnya topi yang tergenggam di tangannya, bibirnya sesekali memuntahkan umpatan-umpatan, ditendangnya dinding yang digunakannya untuk bersandar tadi. Namun tanah menjadi licin karena air hujan, alih-alih menendang dinding, wanita itu malah terjatuh sendiri. Menengadah menatap langit mendung yang meludahinya dengan air hujan.

Namanya Lucia Chelios, dan dia sangat kesal saat ini.

(* * *)

Bocah kecil itu berlari-lari mengitari sebuah gerobak rusak. Hujan seolah telah memberinya kekuatan untuk gembira. Senang, bocah itu mengibas-ngibaskan kecrekannya di udara dan mulai menyanyikan lagu dengan spontan.

"Nyamuk, nyamuk.."

Aku tidak tahu, kenapa harus nyamuk?

Mari kita abaikan sejenak lagu yang ia nyanyikan dan menatap sekeliling. Tak ada yang lain, hanya reruntuhan, kita kembali saja pada bocah tadi. Baru saja dia diturunkan oleh Hyvt tepat di atas gerobak yang ia kelilingi sejak tadi. Sang Hyvt sendiri pun belum terbang jauh. Aku yakin dia pasti sangat kesal karena kehujanan.

Bocah berambut cepak ini tampaknya sangat menyukai hujan. Tampaknya semasa hidup, dia sangat sering hujan-hujanan. Mungkin saja dia dulu hidup di jalan, tak ada yang mengurusi, tak punya tempat tinggal tetap, dan harus bekerja di bawah terik dan juga hujan. Aku tak tahu, itu hanya spekulasi saja sih.

Sesekali ia menggoyangkan kecrekannya di udara, membuat irama yang berbalapan dengan hujan. Saat itu pula, beberapa gelombang magis meluncur membelah aliran hujan, menuju deretan dinding dan memantul kesana-kemari. Menghimpun satu harmoni lain dengan hujan. Bocah itu lalu berlari mengikuti gelombang yang di buatnya. Namun sandal jepit lusuhnya begitu licin, dan dia pun terjatuh. Menengadah menatap langit mendung yang memberinya berkah berupa hujan.

Wajahnya yang sedikit gemuk mengukir sebuah senyuman, dan dia lalu tertawa terbahak-bahak.

Namanya Ucup, dan hujan adalah sahabatnya.

(* * *)

Pria bangsawan itu menjejakkan kakinya ke sebuah jalanan, sebuah pemandangan yang aneh terpampang di hadapannya. Struktur bangunan yang terlihat di depannya menyatakan mereka tidak jauh lebih tua daripada masa yang pernah di lalui pria tersebut. Namun bedanya, peradaban ini hancur.

Perpindahan tempat seperti ini tentu saja tidak lagi membingungkan pria ini, mengingat di ronde sebelumnya dia juga sempat di pindahkan ke realm yang tak berbeda jauh dengan ini. Cuma bedanya, ya.. hancur.

Bekas hujan kentara sekali di jalan yang ia lewati. Mendung pun masih berbekas di langit, menyisakan siluet-siluet tipis dari cahaya siang yang menembus. Lalu ia berhenti memandang langit dan mulai memperhatikan sekelilingnya. Dari reruntuhan ini, bisa di simpukan bahwa tempat ini dulunya adalah sebuah pasar, atau semacam tempat berkumpul untuk warga sekitar. Di lihat dari beberapa bekas-bekas gerobak dorong, air mancur yang rusak, dan struktur jalan yang rapi berbentuk kotak.

Namun ada sesuatu yang menarik pandangannya.

Dia lalu berlari ke tempat tersebut. Tampak seperti bekas api unggun, di lihat dari tumpukan kayu gosong yang menjadi fondasinya. Lalu di atasnya.. Seonggok tengkorak tergantung di atas salib kayu, dengan tangan terpaku.

Tiba-tiba langit menjadi gelap, dan dari kejauhan tampak orang ramai membawa obor. Mereka terlihat marah, beberapa dari mereka tampak mengumpat, tapi pria bangsawan sama sekali tak bisa mendengar apa yang mereka katakan, tak ada suara yang bisa didengar.

Di tengah kerumunan tampak seorang wanita, telanjang. Tak satupun helai kain menutupi tubuhnya. Diseret, dengan tangan terikat dan mulut tersumpal. Rambut pirang panjangnya membelai tanah, sekujur tubuhnya lecet tergores. Matanya sembab, tak henti menangis. Diseret, untuk kesalahan yang entah apa.

Kerumunan orang tersebut lalu menyeret wanita itu ke sebuah salib. Mereka lalu memaku kedua tangan wanita itu.

Teriakan.
Rasa sakit.
Marah.
Semuanya berakumulasi, dan bereaksi di dada sang pria bangsawan. Ingin mencegah semuanya, tapi ketika ia menggapai wanita itu, tubuhnya tembus seperti hantu. Persis seperti waktu sebelumnya. Tak ada yang bisa ia lakukan selain berlutut dan berdoa pada Tuhan. Memohon ampunan-Nya.

Tak ada, sama sekali tak ada yang bisa dilakukan untuk menghentikan kekejaman ini. Pria bangsawan itu menangis saat melihat wanita tersebut meronta-ronta saat tubuhnya dibakar.

Orang-orang tersebut tampak sangat senang melempari wanita dengan minyak dan obor yang mereka bawa. Kepuasan tampak jelas di wajah mereka, senyum kemenangan tersungging sombong di bibir mereka.

Mendadak semua hilang. Dan waktu kembali ke siang hari. Dimana pria bangsawan itu seharusnya berada.

Pria bangsawan itu terkejut dan terjatuh dengan posisi duduk. Matanya membelalak tak percaya dengan apa yang ia lihat. Berbagai perasaan negatif berkecamuk di hatinya, memori masa lalu ikut mengganggu pikirannya. Ia menutup wajahnya dengan tangan, menarik tangannya ke belakang dan meremas rambutnya. Wajahnya tertekan, nafasnya memburu, pandangannya mendadak kosong.

"Tuhan, apa yang sedang hamba lihat ini?"

Namanya Primo Trovare, dan dia sangat terkejut saat ini.

(* * *)

Gelap…

Gelap masih menyertai langit saat pria berambut coklat duduk di pinggir sebuah dinding yang langsung menghadap laut. Menikmati dinginnya angin pagi dan suara ombak yang berderu di bawah kakinya.

Perlahan, matahari keluar dari persembunyiannya, membunuh hitam dengan pedang-pedang cahaya tak terbatas. Hitam yang terluka pun menorehkan langit dengan semburat oranye pucat dan biru pudar. Kalah, hitam dan pasukannya pun mundur. Membawa bintang-bintang kembali ke tempatnya bersembunyi.

"Sungguh pemandangan yang indaaah.." puji pria berambut coklat. Direganggkan kedua tangannya sambil menarik udara pagi yang segar ke paru-parunya. Dia lalu melepas jubah hitam dan pedang yang tersarung di pinggangnya, lalu berdiri dan meregangkan otot-otot di tubuhnya. Tampaknya perjalanan jauh membuatnya perlu banyak peregangan.

"Andai saja ada Noumi disini. Mungkin kita bisa ngeteh pagi-pagi. Sambil menatap lautan seperti adegan Titanic.. wait..what?"

Tiba-tiba sesuatu mendorong tubuhnya dari belakang, membuatnya jatuh dari pijakannya. Terjun menuju laut lepas.

"Toloooong!" teriaknya.

Namanya Leonidas Evilian Lionearth, dan tampaknya dia cukup lengah.

(* * *)


Pria berambut abu-abu mengangkat wajahnya lalu memandangi apapun yang bisa dilihatnya di atas. Banyak. Banyak yang bisa dilihat. Jika dulu ia memandang ke atas, hanya bisa ditemukan awan yang berarak pelan di langit atau dedaunan jika di dalam hutan, kini.. sama saja. Bedanya cuma reruntuhan di sekitar yang terlihat seperti labirin.

Dia lalu mengeluarkan sebuah buku dari sakunya dan mulai menulis.

Ronde dua.. Reruntuhan.. Tempat aneh..Labirin. Oke, tulisannya bagus sekali, anda cocok kerja jadi dokter.

Tampaknya dia selalu mencatat semua yang dia alami sehari-hari di buku usang itu. Dapat di simpulkan bahwa dia mungkin memiliki amnesia atau semacamnya. Jika tidak, maka untuk apa gunanya menulis diari. Apalagi ketika di hadapkan dengan pertarungan hidup atau mati.

Sambil menulis, ia melanjutkan eksplorasinya. Goresan-goresan di dinding membuatnya tertarik, tampaknya itu adalah goresan pedang atau benda tajam semacamnya. Dan tampaknya cukup baru, melihat dari keadaan goresannya. Pria itu memperhatikan dinding di sekelilingnya, ternyata goresan tersebut cukup banyak. Ia lalu mengikuti arah goresan menelusuri dinding yang lebih mirip labirin. Di ujung jalan ia menemukan seorang pria bangsawan sedang duduk bersandar di sebuah dinding. Wajahnya tertunduk, salah satu tangannya memegang dahinya dan tangan lainnya menggenggam rapier.

"...jauh.." bisik pria bangsawan.

Namun pria berambut abu-abu mengabaikan peringatannya, dan berjalan mendekati pria bangsawan itu karena tampaknya dia butuh bantuan. Namun saat tangannya ingin meraih pria bangsawan itu, pria tersebut menepisnya dan mendorong pria berambut abu-abu hingga jatuh. Lalu pria bangsawan bangun dan menodongkan rapiernya ke leher pria berambut abu-abu.

"Tuhan, selamatkanlah hamba-Mu dari pertarungan yang tak di inginkan ini." air mata jatuh dari sudut matanya. Seolah ia sedang menahan beban yang berat di pundaknya.

Namanya Flager Ivlin, dan dia suka pisang goreng tak mengerti dengan apa yang terjadi saat ini.

(* * *)

 "Sial, kenapa harus malam, sih!?"

Wanita berkacamata aneh itu memukul-mukul tanah yang di dudukinya. Merutuki Hyvt yang menurunkannya saat malam. Karena dia sendiri sangat benci dengan kegelapan. Kalau bisa, dia ingin membunuh Hyvt yang tadi, tapi ia mengurungkan niatnya.

Kegilaan yang berasal dari kegelapan perlahan merasuki pikirannya. Wanita itu panik dan berlari sambil berteriak. Tak tentu arah, hanya berlari berharap jauh dari kegelapan. Namun dinding demi dinding mencegahnya pergi terlalu jauh, dia bahkan tak tahu berada di mana, menuju kemana, semua arah begitu rancu. Ditambah lagi kegelapan yang terus mengejar.

"Sial, kalau begini aku bisa gila!"

Wanita itu mematerialisasikan pisau berwarna hitam dari udara kosong. Lalu mengarahkan pisaunya ke punggung tangan kirinya, menorehkan segaris luka disana. Nafasnya yang sebelumnya terengah-engah kini sedikit melambat. Nampaknya dengan menorehkan luka, dia dapat meredakan kegilaannya. Dia kemudian melepaskan pisaunya ke udara dan pisau tersebut langsung menghilang, seolah berevaporasi seperti uap air.

Dia lalu berjalan sempoyongan menyusuri dinding, tak peduli dinding-dinding itu akan mengarahkannya kemana. Sampai akhirnya dia tiba di ujung pulau, dimana ia bisa melihat laut lepas dengan ombaknya yang ganas menyambut.

Lalu pagi pun datang, membawa kegembiraan pada hatinya pasca mengalahkan kegelapan.

Perlahan namun pasti, beberapa guratan cahaya berwarna krem terbentuk di sekeliling. Berpendar terang, semakin lama semakin jelas. Persis seperti proses melukis dari seorang seniman, dimulai dari coretan kecil tanpa bentuk, bertambah detail tiap detik yang berlalu, hingga berubah menjadi sebuah karya seni yang terlihat nyata. Pun begitu, apa yang dia lihat tak jauh berbeda dengan proses melukis itu sendiri. Dimulai dari goresan cahaya, hingga akhirnya membentuk siluet seseorang.

Ada seorang pria berdiri di pinggir pulau.

Batin wanita itu tergerak, melihat seorang pria yang mereganggkan tubuhnya dan menikmati udara pagi. Sesaat kemudian, wanita itu berteleportasi tepat ke belakang pria tersebut, lalu mendorongnya jatuh ke laut lepas.

"Toloooong!" teriak pria itu.

Wanita itu seolah tak peduli, dia lalu berbalik dan menatap barang yang bisa dijarah. Diantara pedang perak dan jubah hitam, nampaknya pedang perak itu lebih menarik perhatiannya. Ia lalu melepas kacamata anehnya dan melihat pedang itu lebih dekat. Sebuah pedang, tapi berbentuk pistol.  Gagangnya melengkung seperti pistol, lengkap dengan pelatuk dan revolver. Namun bagian setelah revolver itu adalah mata pedang berwarna perak dengan sisi yang tajam di bagian dalam.

Pedang yang indah, pikir wanita itu.

Dia lalu kembali berteleportasi ke pinggir pulau tak jauh dari sana. Mengangkat pedang tersebut tinggi hingga memantulkan cahaya matahari dengan indah.

Gunblade, I choose you!

Wanita itu lalu melempar pedang tersebut sekuat tenaga ke laut lepas. Melihatnya berputar-putar di udara, menimbulkan bunyi 'swush-swush', hingga akhirnya mencapai permukaan air, dan langsung tenggelam dengan indah. Iringan lagu 'My Heart Will Go On' dari Celine Dion ikut mengiringi kepergian Jack  Gunblade. Sungguh kepergian yang dramatis.

Wanita itu tertawa terbahak-bahak, namun mendadak pinggangnya kram dan dia pun jatuh terbujur kaku mengaduh-aduh.

Namanya Sjena Reinhilde, dan kalian bohong kalau kalian menyukainya.


========(* * *)========


Pendosa

Pemandangan tadi membuat Primo tak bisa berpikir jernih. Orang macam apa yang tega menyalib orang lain dan membakarnya di depan umum. Seberapa besarkah dosa orang itu? Kalau iya, apa dosa yang ia perbuat? Apakah dosa yang di perbuat orang itu telah diampuni? Bagaimana dengan orang-orang yang membakarnya? Lalu apa yang terjadi dengan tempat ini?

Pikiran-pikiran itu terus berkecamuk di hatinya. Dia terus berjalan, dan berjalan. Sampai akhirnya dia tidak tahu lagi ada di mana. Yang ia lihat hanya tanah kosong yang lebih luas, reruntuhan dinding yang lebih sedikit, dan sebuah pohon yang cukup lebat untuk dijadikan tempat berteduh. Dan berteduhlah dia disana. Merenung, dan berpikir.

"Hey, lihat sebuah wanita berambut hitam tidak?"

Sebuah suara asing menyadarkan renungan Primo. Dia lalu menoleh ke asal suara tersebut, lalu menggeleng.

Pria berambut coklat itu mendadak mengumpat-umpat sendiri. Lalu berlalu sambil menendang-nendang tanah. Sangat tidak sopan sekali, pikir Primo.

"Hey tunggu." perintah Primo.

"Namaku Leon, bukan Hey." sahut Leon dengan kesal.

Entah apa yang merasuki Primo, namun ia merasa marah. Tak pernah semarah ini sebelumnya. Sebelumnya, ia tak keberatan jika dimintai tolong dengan kurang sopan, namun tidak kali ini. Kehormatannya sebagai bangsawan serasa dilecehkan anak kemarin sore yang tak punya sopan santun bertanya.

"Apa orangtuamu pernah mengajarkan sopan santun?"

"Peduli apa kau dengan orangtuaku?"

Kemarahan Primo memuncak. Wajahnya merah padam, giginya menggeretak, matanya membelalak marah, lalu ia berbisik.

"Tinggalkan aku bapak, karena aku akan melakukan dosa."

Tiba-tiba tangannya telah menggenggam rapier dan di arahkannya kepada Leon yang tak bersenjata. Dia tidak pernah menodongkan rapiernya ke orang lain, sama sekali tidak pernah. Kecuali untuk pertarungan terhormat antar bangsawan. Namun kali ini, pikirannya sedang  tidak jernih.

"Jangan pikir tanpa pedangku aku akan kalah begitu saja?" ejek Leon. Dia lalu mengeluarkan sebuah kristal kecil berwarna biru dari kantongnya lalu meremasnya hingga hancur. Sesaat kemudian, tubuhnya dipenuhi aura biru.

Primo menerjang duluan dengan tusukan rapiernya. Ini bukanlah karakter Primo, dia tidak pernah menyerang tanpa aba-aba 'En Garde' dan semacamnya. Dia adalah petarung terhormat, bukan petarung seperti ini!

Leon terkekeh, dengan aura biru di sekitar tubuhnya, ia mampu bergerak secepat cheetah, dan kecepatan Primo saat ini tidak dapat menandinginya. Dengan mudah ia menghindari tusukan Primo lalu melayangkan pukulan ke arah tengkuk Primo dan membuatnya terjerembab ke tanah.

Primo lalu berusaha untuk bangun, namun gagal ketika sebuah tendangan keras melayang ke dadanya dan membuatnya terpental. Tak sanggup melihat serangan selanjutnya, sebuah tendangan melayang lagi ke arah yang sama. Kali ini Primo terguling-guling, dan Leon secepat kilat telah berdiri di atasnya dan menginjak dada Primo.

"Sebenarnya aku tak ingin bertarung. Aku hanya ingin mencari pedangku. Tapi kau telah membuatku kesal. Membawa-bawa orangtuaku pula."

Leon mengangkat kakinya dan menginjak Primo, namun dia berhasil menghindar dan melukai sedikit kaki Leon dengan rapiernya.

"Luka kecil ini sih tak masalah buatku." ejek Leon.

"Seorang ksatria tak seharusnya meninggalkan pedangnya sembarangan, apalagi sampai hilang." balas Primo lalu bangun, mengibas-ngibaskan tanah yang mengotori pakaiannya.

"Hmph lucu!" seru Leon. Tiba-tiba saja dia sudah berada di luar jangkauan rapier Primo dan melesak masuk ke pertahanannya, lalu melayangkan sebuah pukulan yang tak terelakkan ke dagu Primo. "Sebuah nasehat dari orang yang bisa memanggil senjatanya darimanapun ia inginkan, cih munafik!"

Munafik.
Katakan sekali lagi.

Dengan sigap Primo mengembalikan kuda-kudanya dan menusukkan rapiernya ke arah kepala Leon. Namun Leon jauh lebih cepat, tusukan itu hanya sempat melukai pipinya sedikit. Kali ini di balas dengan pukulan lain dari Leon, sayangnya mampu di hindari dengan feetwork dari Primo, membuat pukulan Leon hanya menyibak udara.

"Kau adalah manusia sadis, tidak berperikemanusiaan dan juga tidak menghargai nyawa manusia!" rutuk Primo.

"Maksudmu?" tanya Leon heran.

Tanpa Leon sadari, Primo mengaktifkan kemampuan [Fallen Curse] yang membuat keberuntungan seseorang berkurang. Dan efeknya adalah..

 Berkurangnya akurasi lawan.

Leon tak mengerti apa yang diucapkan Primo, dia lalu merangsek masuk dengan kecepatan cheetahnya dan melayangkan pukulan lagi. Namun kali ini dia merasa ada yang aneh, Primo seolah bisa melihat semua arah pukulannya. Perlahan, dia melihat Primo berbayang menjadi dua di matanya. Menyadari hal itu, Leon langsung melompat mundur dari lawannya.

"Sial, apa yang kau lakukan!" seru Leon sambil mengucek matanya, mengira ada yang salah dengan matanya.

Primo tak menjawab pertanyaan Leon.

"Makhluk kejam sepertimu tak seharusnya di berikan hidup!"

Di dalam tubuh Primo, ia melakukan pemanggilan kepada jiwa seorang pendosa,  yang tersembunyi di tubuhnya. Jiwa itu bergerak dari tengah-tengah dada menuju ke tangan kirinya.  Primo lalu mengangkat genggamannya ke depan dadanya. Sesaat kemudian aura kegelapan menyelimuti tangan kirinya, membentuk sebuah tangan yang lebih besar lagi.

Bodohnya, Leon malah terbengong-bengong melihat kemampuan lawannya. Sepertinya otaknya tidak cukup cepat mencerna informasi. Run Leon, run!

Leon tak lari, kemampuan baru lawannya itu justru membuatnya penasaran. Dia lagi-lagi berusaha merangsek masuk dengan kecepatannya, berharap pukulan-pukulannya kali ini akan mengenai Primo. Namun keberuntungan tak berpihak padanya, dengan feetwork tipis, Primo mampu menghindari semua pukulan Leon dengan mudah. Bahkan rasanya dia bisa menghindar meski menutup matanya.

Kurangnya kewaspadaan Leon membuatnya terbuka akan serangan. Tangan kegelapan Primo tiba-tiba saja sudah mengekor sudut matanya, melayangkan pukulan. Saat menghindari tangan aneh itu, dia tak sadar bahwa Primo menyerangnya dengan rapier dari kanan. Sebuah gerakan tak wajar dari pemain anggar, pikir Leon. Tapi ini bukan lagi pertarungan anggar antar bangsawan.

Kali ini dia tidak bisa menghindar, rapier Primo telah menancap di perut Leon. Namun dia sempat menghindar agar tidak mengenai organ vitalnya. Dengan cepat, ia bergerak mundur mencabut rapier tersebut dan bersiap dengan serangan lain. Namun kebodohan Leon di manfaatkan dengan cerdik oleh Primo. Tangan kegelapannya lebih dulu mendarat di wajah Leon dan menembusnya, di ikuti dengan pukulan kidal Primo yang membuat Leon terpental.

Emosi Leon tak membuatnya menyerah, kali ini dia akan bersiap menyerang lagi.

"Fia, bertahanlah!"
"Fia!"
Dentuman-dentuman keras terdengar memekik, memecahkan gendang telingaku. Tapi aku tak peduli. Yang ada di pikiranku bagaimana agar Fia bisa bertahan. Lukanya sangat parah, aku tak yakin. Tapi aku tidak bisa kehilangan dia.
Tidak bisa.

Leon tersentak. Tiba-tiba saja sebuah kilasan kematian seseorang yang sangat ia cintai muncul. Sesuatu yang telah lama terkubur dalam di hatinya.

-Kemenangan duel rapier ditentukan bukan oleh kemahiran peduelnya. tetapi suasana hati sang  peduel, lakukan umpatan, serang hatinya dengan bibirmu sebelum kau menusuk hatinya dengan rapier-mu-

"Jadi kematiannya adalah pemicu?" sambut Primo saat Leon kembali tersadar.

Leon jatuh bersimpuh, tubuhnya lemas mengingat semua memori buruk itu. Menjawab pertanyaan Primo, dia hanya menunduk dan menggeleng.

"Mereka semua pantas mati! Perang nuklir itu telah menghancurkan mereka sendiri..." bisik Leon lirih.

Itulah jawaban yang meluncur dari bibir Leon. Tapi Primo dapat melihat dengan jelas keraguan di wajah Leon.

"Fia..!?"
"FIIIAAAAAA!!!"
Aku tak bisa merasakan lagi nafasnya. Apakah Fia mati? Tidak. Tidak mungkin ini terjadi!
Aku jatuh terduduk, memeluk Fia yang sedari tadi kubawa lari dari radiasi nuklir.
"Fia!"
Berkali-kali kuguncangkan tubuhnya.
Tidak ada jawaban.
Untuk terakhir kalinya aku menggenggam tangan Fia, berjanji membalaskan dendam pada manusia-manusia laknat yang memulai perang nuklir ini.
Walaupun itu artinya harus menghancurkan planet ini. Planet yang dulu kuselamatkan.
Aku tak peduli, Fia.
Tanpamu, bumi ini tak ada artinya lagi.

"Lalu kau pikir dengan menghancurkan seisi bumi, kau akan bisa menyelamatkan istrimu, manusia hina?"

Leon tak menjawab apapun selain duduk bersimpuh, menunduk  dan menangisi dosanya. Langkah Primo mendekat perlahan.

"Kau, manusia hina yang di butakan oleh cinta. Menghancurkan dunia hanya karena kehilangan belahan hati. Hingga akhirnya mati di bunuh anak sendiri. Ironis, hidupmu sungguh ironis dan hina!"

Langkah Primo berhenti tepat di depan Leon, kata-kata tersebut membuat Leon tak bisa melawan lagi, bahkan menghilangkan semangat hidup darinya.

Primo menempatkan tangannya ke atas kepala Leon.

"Kuterima pengakuan dosamu, nak! Rasa cintamu akan seseorang, membuatmu buta. Bahkan menghancurkan apa yang seharusnya kau lindungi. Atas dosa-dosamu ini, Aku… Menulah… Jiwamu!"

Tubuh Leon berpendar gelap, semburat hitam muncul dari sekujur tubuhnya dan berkumpul di tangan Primo. Sesaat kemudian, tubuh Leon pecah berkeping-keping menjadi ratusan pendar cahaya berwarna gelap, lalu menyatu kembali menjadi sebuah bola.

"Atas kejahatan kekerasan dan amarahmu, biarlah kau tersiksa dibawah kendali Amon, sang Satan Kemarahan!"

Primo melemparkan Jiwa tertulah itu jauh dari dirinya. Bola itu pecah dan aura hitamnya masuk ke dalam tanah.

"Your soul… Despise… Me!"


========(* * *)========


Melodi

Hujan telah berhenti, hanya menyisakan sedikit tetes air di sela-sela rerumputan. Mendung telah berganti cerah lagi, dan cerah berganti menjadi terik dengan kecepatan cahaya.

"Aduh panasnya kayak di kota ini mah." keluh Ucup sambil menutupi wajahnya dengan kecrekan. Lalu mulai berjalan lagi menyusuri reruntuhan, berharap bisa menemukan tempat berteduh.

Semakin ia menyusuri labirin, semakin ia tersesat. Semakin ia tersesat, semakin ia kesal. Begitulah cara pulau ini bekerja.

Dan begitulah, lagu-lagu yang di lantunkan Ucup kini berubah menjadi gumaman-gumaman kesal yang di iringi dengan kecrekan mautnya. Lagu yang sebelumnya indah kini tak lebih bagus dari nyanyian bencong slebor di perempatan, yang dari pagi mengamen tapi sampai siang tidak dapat apa.

Ucup lelah dan akhirnya duduk di pinggir sebuah – bekas air mancur? Tampaknya memang seperti bekas air mancur, tapi sudah tidak berfungsi. Ucup memandang sekeliling, baru ia menyadari kalau dia sedang berada di bekas alun-alun kota. Pikirannya melayang, berkhayal kalau dia sedang berada di alun-alun ini di masa lalu, mengamen bersama teman-temannya.

"Mungkinkah, bila ku bertanya.. Pada bintang-bint.."

"Suaramu bagus."

Nyanyian Ucup terhenti saat seorang wanita menyahuti nyanyiannya, yang menurutnya bagus. Wanita itu lalu duduk di samping Ucup dan tersenyum. Rambut pirang panjangnya membelai udara, dan angin lalu menghembuskan wanginya ke hidung Ucup.

"Ka..ka..ka..kakak s..siapa?" tanya Ucup gugup.

"Panggil saja Sasha, kalau adik?"

"U..u..ucup."

"Oo..choop?"

Ucup mengangguk malu, wajahnya ia palingkan dari Sasha. Saat itulah dia sadar kalau dia benar-benar berada di tengah alun-alun. Banyak orang lalu-lalang di sekitarnya, hiruk pikuk ini mengingatkan Ucup akan kehidupan lamanya. Seketika, membuatnya rindu akan teman-temannya.

Penjual buah, penjual makanan, anak-anak yang gembira, permainan berhadiah di beberapa tempat. Karnaval merupakan sesuatu yang sangat di gemari anak seumur Ucup.

"Ucup?" tanya Sasha, menyadarkan Ucup dari rasa terpesonanya. "Nyanyi lagi dong, suara kamu bagus lho." pintanya.

Ucup lalu bangun dengan antusias dan mengangkat kecrekannya tinggi.

"Mungkin kakak nggak tahu lagu ini. Tapi ini lagu lagi in di tempat Ucup."

Sasha mengangguk dan tersenyum.

Ku katakan dengan indah, dengan terbuka
Hatiku hampa
Sepertinya luka, menghampirinya
Kau beri rasa, yang berbeda
Mungkin ku salah, mengartikannya
Yang ku rasa cinta

Mungkin Ucup berusaha mengungkapkan rasa sukanya pada Sasha, tapi dia sendiri sadar kalau dia tak pantas. Ucup begitu menjiwai lagu ini, sampai memejamkan matanya saat bernyanyi. Namun ketika ia membuka matanya, langit tiba-tiba menjadi malam.

"Kak? Kak Sasha?" tanya Ucup panik.

-Kau hancurkan hatiku-

Dari kejauhan tampak orang ramai membawa obor. Mereka terlihat marah, beberapa dari mereka tampak mengumpat, sayup-sayup terdengar kata 'penyihir', 'sihir', 'bunuh', 'bakar', dan kata-kata lain yang berkonotasi sama.

-Kau hancurkan lagi-

Di tengah kerumunan tampak seorang wanita, telanjang. Tak satupun helai kain menutupi tubuhnya. Diseret, dengan tangan terikat dan mulut tersumpal. Rambut pirang panjangnya membelai tanah, sekujur tubuhnya lecet tergores. Matanya sembab, tak henti menangis. Diseret, untuk kesalahan yang entah apa.

-Kau hancurkan hatiku 'tuk melihatmu-

"Kak Sashaaaa!" pekik Ucup. Ia lalu mengayunkan kecrekannya untuk membubarkan orang-orang, namun gelombang udara tersebut hanya menembus mereka, seperti hantu.

-Kau terangi jiwaku-

Kerumunan orang tersebut lalu menyeret Sasha ke sebuah salib. Mereka lalu memaku kedua tangannya.

-Redupkan lagi-

Tak ada, sama sekali tak ada yang bisa dilakukan untuk menghentikan kekejaman ini. Ucup hanya bisa menangis meraung-raung saat melihat Sasha meronta saat tubuhnya dibakar.

Bunuh penyihir itu!
Dialah yang membunuh warga kita!
Pasti dia!
Tidak salah lagi!
Bakar!
Bunuh!

-Kau hancurkan hatiku..-

Orang-orang tersebut tampak sangat senang melempari wanita dengan minyak dan obor yang mereka bawa. Kepuasan tampak jelas di wajah mereka, senyum kemenangan tersungging sombong di bibir mereka.

-'Tuk melihatmu...-

Seketika, Ucup kembali lagi ke masa sekarang. Duduk menangis di pinggir bekas air mancur. Menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Sasha. Merasa seharusnya dia bisa menyelamatkannya. Meski itu tidak mungkin terjadi.

Dia memukul-mukul pinggir air mancur dengan kepalannnya. Setelah itu dia berteriak, meluapkan segala emosinya. Menggenggam erat kecrekannya dan mulai bernyanyi. Menyanyikan lagu sedih yang bisa menyayat hati yang mendengar. Memulai langkahnya dengan gontai, dan mengayunkan kecrekannya dalam tempo yang senada dengan detak jantung.


========(* * *)========


Liburan

Lautan tampak begitu tenang, memainkan tarian bersama ombak-ombak kecil dan juga angin sepoi. Beberapa burung camar tampak lewat, sekedar memberi sebuah goresan dalam kanvas biru harmoni laut dan langit. Matahari bersinar hangat, bercengkerama dengan awan-awan putih yang mengerumuninya.

"Tropical life.."

Wanita berkacamata aneh bernama Sjena itu sungguh menikmati pulau ini. Bagaikan liburan ke pulau tropis, ia berjemur di pinggir pantai pasir putih dengan tempat tidur dan payung palsu yang terbuat dari bayangan.

Sjena, kulitmu itu dark tan.

Namun ia tak pernah peduli dengan apapun, kecuali dirinya. Baginya, kepuasan diri sendiri lebih penting daripada kepuasan orang lain. Bahkan kepuasan Thurqk sekalipun tidak ia pedulikan.

Tontonan menarik? Kini saatnya artis liburan, setelah lelah bekerja 24/7 di episode kemarin, begitu pikir Sjena.

Sjena, this is not a movie.
Get moving now!

"F*ck..you..bhrrbhr..Thurqk..bhrhbrh"

Oh, dia tidur, dan igauannya itu mengganggu sekali. Jika saja lawan menemukan dia saat ini tentu saja dia adalah sasaran empuk. Tapi tampaknya para lawan sedang sibuk berjibaku di labirin, melawan kegilaan yang merasuki pikiran mereka. Demi seseorang yang menunggu mereka di dunia.

Sjena, rest time is over!
Scene is started now.
Sjena?
Sjenaaaaaaaaa...?

Andai aku bisa memecatnya, sudah kupecat aktris macam dia. Tapi sayangnya kita tidak sedang berada di film, dan dia juga bukan aktris. Aku pun tak punya kuasa untuk memecatnya. Aku hanya narator biasa yang biasa kalian temukan di dongeng-dongeng biasa yang biasa dibacakan oleh ibu-ibu biasa di tempat tidur kalian yang biasanya.

Take this Jamais Vu, readers.You're welcome.

Doaku pun terkabul, tiba-tiba hujan datang entah darimana dan langsung jatuh menghujani bumi tanpa sirine peringatan.

"Brhrbhrh.. Anjing laut!" umpat Sjena saat terbangun mendapati dirinya dalam kondisi basah kuyup. Ia lalu menatap langit dengan kesal, tapi itu tak ada gunanya sama sekali. Ia lalu berlari secepat mungkin ke bagian dalam pulau. Mungkin ini adalah peringatan dari Thurqk bagi para peserta yang malas.

"Ini pasti ulah Gor..eh?..Thurqk!" gerutu Sjena sambil berlari. Tampaknya ia masih mengigau.


========(* * *)========


Alkohol 40%

Sayup-sayup dari kejauhan terdengar suara. Lucia tak yakin itu suara manusia atau bukan, di tengah riuh suara hujan, suara lain menjadi saru. Dia menggenggam batonnya dengan erat, bersiap dengan segala kemungkinan yang terjadi.

Perlahan, suara aneh itu semakin mendekat. Terdengar seperti hanya terpisah beberapa lapis dinding saja. Lucia tak tahu seberapa jauh, atau bagaimana mendekati sumber suara itu. Namun dia berusaha mendekatinya. Di sisi lain, suara tersebut semakin mengganggu gendang telinga Lucia, seolah ada banyak nada-nada sumbang yang mengiringinya. Namun yang membuat suara itu terkesan horor bukanlah suaranya, tapi iringan suara "crek" yang seirama dengan detak jantung.

Akhirnya suara itu hanya tersekat satu dinding saja dari Lucia. Tanpa pikir panjang, Lucia langsung memanjat dinding tersebut dengan lincah dan melompat dengan serangan baton-nya.

"Bocah?"

Seketika, tubuh Lucia terpental balik, seolah ada gelombang yang mendorongnya.

Bocah ini punya kekuatan aneh, pikir Lucia. Tapi di sisi lain lawannya hanya seorang bocah, dan Lucia sendiri adalah pembunuh profesional. Menurutnya, dia bisa memenangkan pertarungan ini dengan mudah, bahkan tanpa harus bertarung.

Lucia memutar-mutar batonnya lalu menerjang sekali lagi, kali ini dari arah lain. Namun hasilnya tetap sama, terpental oleh gelombang-gelombang yang di luncurkan bocah tersebut. Lucia tak menyerah, dan terus berusaha mencari celah masuk.

Akhirnya ia mengerti. Kecrekan itu adalah sumber kekuatan bocah tersebut. Ketika kecrekan itu di bunyikan ke arah lawan, maka akan menimbulkan sebuah gelombang yang bisa mementalkan lawan. Beruntung saat ini hujan, karena Lucia akhirnya bisa melihat jalur gelombang tersebut yang membelah hujan.

Kali ini tempo kecrekan pun meningkat. Tembakan-tembakan gelombang suara menjadi lebih cepat. Namun dengan reflek supernya yang terlatih, Lucia akhirnya dapat mengetahui celah untuk menghindar. Dia tidak akan terpental kali ini.

Dia pun menghindari satu demi satu gelombang tersebut dan semakin dekat ke bocah tersebut. Tempo kecrekan ditingkatkan sekali lagi. Kali ini Lucia tidak dapat menghindar, dan melindungi diri di balik batonnya.

"TING!" bunyi dentingan logam baton saat membentur gelombang suara.

"Ternyata bisa ditepis."

Semua pola serangan bocah itu telah terbaca oleh Lucia. Tak akan terbaca secepat ini jika Lucia bukanlah seorang petarung handal yang terbiasa bertarung di segala kondisi.

Lucia sebenarnya tak suka membunuh anak-anak. Tapi kali ini, bocah ini hanyalah gelandangan. Yang harga nyawanya pun tak lebih mahal dari sebotol alkohol berkadar 40%

"Kena kau sekarang, bocah!"

Namun sabetan kecrekan meluncur lebih cepat dari ayunan baton Lucia, membuatnya terpental sekali lagi, kali ini cukup jauh.

"Sial, andai aku punya pistol."

Tiba-tiba bocah itu berlagak aneh. Mendadak ia seperti orang linglung.

"U..ucup dimana?" tanyanya bingung.

Seperti habis kerasukan, bocah bernama Ucup itu seolah kehilangan ingatan akan apa yang terjadi. Hal ini dimanfaatkan Lucia untuk menyerangnya.

"Kakak, tolong! Jangan serang Ucup!" pinta Ucup sambil mengibaskan kecrekannya, berusaha untuk menjauhkan Lucia yang semakin mendekat.

Tapi tidak, Lucia tidak menjauh, dan tidak melambat. Menghindari semua gelombang suara dan menghantam Ucup dengan baton tepat di rahangnya. Ucup tak sempat menghindar, darah segar terciprat dari bibir dan hidungnya.

Ucup terjatuh di tanah, memegangi dagunya yang bergeser. Darah mengalir deras membasahi sela-sela jarinya. Ia hanya bisa menangis meminta ampun dari Lucia yang perlahan berjalan mendekatinya dengan baton yang tergenggam erat.

Lucia tak berkata apapun saat menghantam pelipis anak itu dengan batonnya hingga ia muntah darah. Seolah tak berperasaan, Lucia melanjutkan dengan tendangan ke perut anak tak berdaya itu hingga terguling.

Lucia kembali mengayunkan batonnya ke kepala Ucup yang sudah penuh dengan darah. Mengakhiri pertarungan tak seimbang ini.

Tiba-tiba Lucia terpental balik. Di lihatnya tangan Ucup, masih menggenggam kecrekannya.

"Sial, aku tak memperhatikan kecrekan itu."

Di luar dugaan Lucia, Ucup mampu bangun. Kecrekannya kembali berbunyi dengan tempo secepat detak jantung.

"Crekcrek.......crekcrek.......crekcrek.......crekcrek."

Lucia melangkah mundur, insting petarungnya mengatakan ada yang salah dengan bocah ini.

"Crekcrek.....crekcrek...crekcrek..CREK!"

Seperti suara detak jantung yang gagal berfungsi.

Seketika, Lucia memegang kepalanya yang merasakan sakit sangat hebat. Gendang telinganya serasa mau pecah, seolah diperdengarkan gelombang ultrasonik dengan paksa. Jantungnya berdebar kencang, nafasnya semakin sempit. Anehnya, detak jantung Lucia seolah di paksa mengikuti tempo kecrekan.

"Crek.crek.crek.crekcrekcrekcrekcrekcrek."

Semakin cepat dan menyakitkan. Mau tak mau Lucia harus mengakhiri ini dengan segera. Dengan segenap kekuatannya, ia mengaktifkan [Soul Fire Fist] yang membuat tangan dan kakinya di selimuti api yang berasal dari kekuatan spiritualnya. Lalu maju sekuat tenaga untuk menghantamkan batonnya ke tengkorak bocah itu.

"MATI KAU BOCAAH!!!" teriak Lucia saat melompat di udara untuk menghujamkan batonnya. Waktu seolah melambat saat ia mengayunkan batonnya jatuh mengikuti gravitasi. Api berwarna hijau terang meliuk-liuk melawan arah jatuhnya gravitasi. Topi truckernya melayang lepas dari kepalanya, menjatuhkan rambut hitam keriting yang sedari tadi bersembunyi di balik topi. Keringat menetes menuruni hidung mancung Lucia, dan jatuh  mengikuti gravitasi.

Bocah itu tak berhenti, memainkan orkestra kematiannya.

"Crekcrekcrekcrekcrek....CREK!"

Gagal jantung.

Seketika, darah segar terciprat keluar dari mata, hidung dan telinga Lucia. Api hijau terangnya menguap seketika saat tubuh Lucia jatuh mengikuti gravitasi. Batonnya tak sampai ke tengkorak yang di tuju, hanya terlepas dari tangan Lucia dan jatuh mengikuti gravitasi.

[Melodi Gila] Ucup ternyata mampu berbuat lebih.
Lucia tewas, untuk kedua kalinya. Meninggalkan Ucup dengan seliter darah segar yang lebih kental dari alkohol 40%, tercecer di tanah seperti cat tumpah.

Kesadaran Ucup kembali ke tubuhnya. Pemandangan di depannya membuatnya shock sampai terjatuh. Matanya membelalak terkejut, airmata ketakutan menetes dari sudut matanya. Tangannya masih memegangi dagunya yang bergeser, darah masih mengalir dari pelipis, hidung dan bibirnya. Tak bisa berkata apa-apa lagi selain menggumam-gumam lirih, dan menyeret tubuhnya menjauhi mayat Lucia.

Dia tak ingin mempercayai kebenaran bahwa ia telah membunuh seseorang.

(* * *)

Hujan seharusnya membawa kegembiraan pada Ucup. Namun kali ini tidak, hanya memperburuk keadaan. Melarutkan darah ke seluruh penjuru, membuat jalur-jalur merah yang terbagi-bagi lagi di tanah.

Lalu dari balik sebuah dinding, terlihat sebuah bayangan jelas di mata Ucup. Dari bentuknya tampak seperti seorang wanita. Sesaat kemudian wanita itu keluar dari persembunyiaannya, seolah memang sudah bosan bersembunyi.

Ucup memekik, dan menyeret tubuhnya menjauh.

Seorang wanita berambut hitam, memakai kacamata biru bergaris putih aneh yang melayang-layang melingkari wajah dan bahunya. Di bawahnya tergantung kain merah yang di hiasi renda putih. Wanita itu lalu melepaskan kedua set kacamatanya dan membuangnya ke tanah. Perlahan berjalan mendekati Ucup.

Ucup terlalu takut untuk menyerang, dia menyeret lagi tubuhnya lebih jauh dan merintih lirih. Darah masih terus mengalir dari daerah lukanya.

"Kau menyesal telah membunuh orang, nak?"

Pertanyaan itu menghentikan gerak Ucup. Di tengah kekalutan batinnya, ia mengangguk lemah.

"Jadi ini kesan pertamamu membunuh orang, nak?"

Ucup tak menjawab, tak juga mengangguk, ataupun menggeleng. Hanya terdiam, dengan sorot mata yang lurus menatap wajah wanita yang matanya tertutupi rambut. Namun yang terlihat dari wajah wanita itu hanya kias lipstik ungu di atas kulit tan gelap.

"Katakan kau menyesal." lanjut wanita itu lagi.

"Crek!"

Ucup membelalak saat menyadari bahwa kecrekannya sudah berpindah tangan. Ketakutannya telah membuatnya melupakan kecrekannya yang terjatuh di samping mayat Lucia.

Wanita itu hanya tersenyum melihat Ucup yang terpaku. Perlahan ia membunyikan kecrekan tersebut, dalam tempo detak jantung, meniru apa yang di lakukan Ucup tadi.

"Kau menyesal? 'Crekcrek'.
Karena kesal? 'Crekcrek'.
Tindakanmu asal? 'Crekcrek'.
Menunggu ajal? 'Crekcrek'."

Wanita itu melantunkan sajak beritme dengan irama denyut jantung. Menginjeksi sebuah ide ke dalam pikiran Ucup : penyesalan. Ide tersebut menyebar dengan cepat ke seluruh syaraf di tubuh Ucup, menyebar seperti virus. Lebih buruk dari virus itu sendiri malah.

Dengan senjata lawannya, wanita itu melakukan Insepsi – Penanaman Ide.

Wanita itu lalu menyentuh kepala Ucup, dan mereka berdua tiba-tiba berteleportasi ke sebuah tempat dimana ada sebuah pohon mati disana. Tepat di bawah pohon tersebut.

Hujan menghilang tiba-tiba. Begitu pula mendung yang mengiringinya sedari tadi. Matahari yang kalah tadi akhirnya sekarang mampu bersinar terik lagi. Memberi cahaya ke setiap bidang, dan menyisakan bayangan sebagai efek sampingnya.

Sebuah tali hitam muncul dari bayangan pohon mati tersebut. Tali itu lalu melayang dan mengikat dirinya sendiri di sebuah dahan yang tampaknya cukup kuat. Lalu di bagian ujung tersimpul sendiri membentuk lingkaran seukuran kepala.

"Kau menyesal, 'kan?" ulang wanita itu.

Ucup terdiam dengan tatapan kosong, seolah tak ingin menjawab lagi. Tubuhnya gemetar, airmata kembali menetes keluar. Kali ini airmata penyesalan. Dengan susah payah, ia bangun dan memasukkan kepalanya ke simpul lingkaran itu, memejamkan matanya.

Tali itu memendekkan dirinya sendiri dengan cepat, membuat leher Ucup terjerat dan tubuhnya terangkat ke atas. Ucup meronta-ronta memegangi tali yang menjerat lehernya. Matanya melotot keluar, lidahnya terjulur. Masih dengan sisa-sisa darah pukulan tadi, rahangnya masih bergeser dari tempatnya yang benar, menimbulkan pekikan sesak dan deritan sendi rahang yang berpalu satu dengan lainnya.

"Cih, lama."

Wanita itu mematerialisasikan sebuah Shotgun di tangannya dan menembakkannya ke dada Ucup.


========(* * *)========


Pesona

Aura Fayth Anunnaki dalam tubuhnya membuat pria itu mampu bertahan walau dilempar dari ketinggian. Tipikal hero setengah immortal yang tak akan mati walau dikeroyok oleh satu kampung, atau dihajar hingga menembus tembok menghancurkan satu gedung.

Leonidas Evilian Lionearth – atau Leon. Seorang pria yang mencari keberadaan Gunbladenya sejak berjam-jam lalu. Mencari kesana-kemari dengan kesal yang bercokol di kepalanya. Dinding-dinding labirin ini hanya membuatnya semakin stres.

Pencariannya seolah tak berujung, tempat yang di laluinya tampak terus sama dari tadi. Tak habis pikir, siapa orang yang tega mencuri Gunblade kesayangan milik raja Exiastgardsun.

Hujan yang mengguyur deras memperburuk suasana hatinya. Meski begitu, dia tak ingin menyerah begitu saja. Sayup-sayup dia mendengar sesuatu yang aneh dari kejauhan. Seperti sesuatu yang bergemerincing. Namun saat Leon berusaha mencari sumber suara tersebut – yang ia kira bisa membantunya mencari Gunblade, suara itu malah semakin tertelan hujan, menandakan bahwa dia mengambil rute yang salah untuk mencapai suara tersebut.

Leon pun menyerah, mencari sesuatu tak tertera dalam kolom 'bakat'nya. Akhirnya ia putuskan untuk duduk saja di tempat yang sekiranya bisa di duduki. Bersandar pada dinding bata, berpasrah pada hujan.

Seketika hujan berhenti dan berganti dengan terik matahari.

"Hah? Cuaca macam apa ini?!" gerutu Leon.

Tempatnya duduk sekarang terlalu gersang untuk di tempati. Dia memutuskan untuk mencari tempat lain saja, yang penting ada pohonnya. Di kejauhan ia melihan sebuah pohon – mati memang, tapi mungkin bisa saja di gunakan untuk tempat berteduh, pikirnya.

Tanpa pikir panjang ia langsung pergi kesana dan menemukan sebuah pemandangan mengejutkan.

Seorang wanita berambut hitam berdiri tepat di depan anak kecil yang sedang bunuh diri, sesaat kemudian wanita itu menembak anak tersebut dengan shotgun yang muncul entah darimana.

"Hey!" teriak Leon berlari ke arah mereka.

Leon yakin kalau wanita ini pasti pelakunya. Orang yang mencuri Gunbladenya. Leon tak punya bukti, tapi instingnya yakin 100% kalau wanita kejam ini pelakunya.

Wanita itu menoleh, rambut hitamnya yang masih basah tersibak saat ia menoleh. Meninggalkan kilau cahaya yang terpantul di titik-titik air yang jatuh dari rambut lurusnya. Memperlihatkan sepasang mata biru langit indah yang kontras dengan kulit gelap wanita itu.

Leon menelan ludah melihat kecantikan misterius wanita itu.

Wanita itu memiringkan kepalanya, seolah bertanya. Lalu mengangkat tangan kanannya setinggi dada. Mengacungkan jari tengahnya pada Leon.

Emosi Leon tersulut, hilang sudah keinginannya untuk berkenalan. Tampaknya wanita itu lebih cocok berkenalan dengan.. kepalan tangan besar milik Leon. Namun saat tinju Leon hampir mendarat di wajah lawannya, wanita itu menghilang entah kemana. Teleportasi, kemampuan yang sangat menyebalkan, pikir Leon.

"HEY JALANG KEMARILAH! KEMBALIKAN PEDANGKU!"

Leon throws his coat in disgust.


=======(* * *)========


Memori

"Pergilah sebelum terlambat! Aku tidak bisa menahan kemarahan pulau ini berlama-lama." seru pria bangsawan.

Flager tak mengerti apa yang di maksud.

"Maaf, Tuan. Tapi saya baru saja sampai di sini. Bisa tolong jelaskan sesuatu? Meski kita adalah musuh. Tapi saya harap kita tidak harus saling membunuh." ucap Flager sopan, berusaha menghormati lawan bicaranya yang tampak seperti seorang bangsawan di matanya.

Applying cold water to burned area.

Tubuh pria bangsawan itu bergetar hebat, tangannya mengepal keras.

"Namaku..Primo Trovare.. A..aku minta maaf.. Tapi.. KAU ADALAH MANUSIA KEJAM TAK BERKEPRIMANUSIAAN!"

Berubahnya sikap Primo 180 derajat membuat Flager bingung. Dan apa pula maksud umpatan tadi. Namun itu bukanlah contoh sikap bersahabat. Flager menarik kain abu-abu yang membelit bahunya, sebuah katana terbentuk dari lekukan kain tersebut yang menyatu.

Kedua belah pihak memasang kuda-kuda dengan tekniknya masing-masing. Memprediksi apa langkah lawan selanjutnya setelah ini.

Primo memulai pertarungan dengan sebuah tusukan lurus ke kepala, Flager menghindarinya dengan memutar sedikit posisi tubuhnya, lalu menyerang balik dengan tebasan katana-nya. Namun feetwork Primo bukanlah sekelas pemain anggar amatir, serangan Flager tentunya sudah dapat di baca sebelumnya.

Setiap tebasan yang dilakukan Flager semuanya dapat ditepis Primo dengan baik, bahkan beberapa berhasil dibalas Primo dengan permainan rapier yang mumpuni. Flager sadar lawannya tak bisa dilawan dari jarak dekat. Ia memutuskan untuk menjaga jarak dan bermain aman.

Flager melompat mundur sambil menghindari tusukan-tusukan rapier Primo. Flager lalu mengibaskan pedangnya yang kembali berubah menjadi kain, beberapa bagian dari kain tersebut berubah menjadi pisau lempar yang meluncur sesuai arah kibasan kain.

Dua dari tiga pisau itu dapat ditangkis Primo, tapi salah satunya menancap di paha Primo. Saat ia mencabut pisau tersebut, tiba-tiba saja pisau itu telah berubah kembali menjadi kain. Darah mengucur deras dari paha Primo.

Primo berusaha untuk masuk ke jarak pertarungan dekat, namun musuhnya tidak bodoh. Ia lebih memilih bertarung jarak menengah karena dia punya kemampuan melebihi Primo soal itu. Flager kembali mengibaskan kainnya dan membuat pisau-pisau lempar lainnya. Primo berguling menghindar dan berlari menuju ke sebuah dinding.

Kali ini Primo memanfaatkan keberadaan dinding untuk bersembunyi dari jarak serang musuhnya. Flager pun bersiap sedia dengan kuda-kuda solid beserta kain yang siap terlecut dari tangannya.

"Kau makhluk hina! Tak sepantasnya kau diberikan kesempatan hidup lagi!"

Flager tak mengerti apa gunanya umpatan itu. Namun tiba-tiba saja Primo muncul dengan sebuah tangan hitam semi-transparan di tangan kirinya. Flager yang kehilangan kewaspadaan sejenak tak dapat menghindari sentuhan tangan yang jaraknya 1 meter lebih luas dari jangkauan Primo.

Hanya sentuhan, pikir Flager.

"Kau pikir bunuh diri adalah suatu pilihan yang baik?" tanya Primo tiba-tiba.

Flager tersentak. Memorinya yang hilang sekilas kembali.

Bunuh diri, bunuh diri. Flager mengulang kata-kata itu, berusaha mengingat apa yang dulu pernah terjadi. Saat menggunakan kekuatan kain, memori Flager perlahan-lahan dikuras, membuatnya tidak ingat kejadian yang pernah terjadi.

"Bunuh diri adalah sebuah dosa besar, kawanku." lanjut Primo lagi.

Tapi Flager yang dalam kondisi hilang ingatan tak bergeming sedikitpun. Ia pun memutuskan untuk menggunakan kain lebih lama lagi, karena tampaknya sang lawan memiliki kemampuan untuk mengetahui masa lalu kelam untuk dieksploitasi. Untuk pertama kali dalam hidupnya, efek samping kain ini menjadi berguna.

Primo terkejut, melihat lawannya tak terpengaruh efek [Fallen Touch]. Seharusnya Flager sudah jatuh bersimpuh mengakui dosanya, tapi kali ini tidak.

"K..kau.. tak punya ingatan akan masa lalu?"

Flager hanya tersenyum tipis. Sebuah langkah lebar di ambilnya untuk mendekatkan jarak antara mereka. Ia menghunuskan katana dari kain, menusukkannya ke arah Primo yang tampak masih syok.

Tiba-tiba gerakan Primo menjadi jauh lebih cepat, dan dengan mudah menghindari tusukan Flager. Hal ini sangat tidak wajar bagi Flager. Namun nampaknya Primo pun cukup kebingungan dengan apa yang terjadi barusan.

Primo terkekeh, sepertinya ia mendapat kekuatan baru. Kecepatan ini tentu dapat membuatnya menang dengan mu –

Sebuah rapier telah tertancap di jantung Flager. Ia bahkan tak sempat melihat kapan Primo bergerak.  Darah segar terciprat membasahi baju putih Primo saat ia mencabut rapiernya.

Saat itulah kesadarannya kembali dari kegilaan yang menguasainya tadi. Primo tak percaya kenyataan yang terjadi di depannya. Ia menjatuhkan rapier yang penuh dengan darah. Lalu menatap Flager yang perlahan kehilangan keseimbangan dan akhirnya jatuh. Primo menangkap tubuh Flager sebelum mencapai tanah.

"Maafkan aku Bapak.. Aku telah melakukan dosa!"

Primo menangis meminta maaf pada Tuhannya. Tak seharusnya ia dikuasai kegilaan sejauh ini. Ia menyalahkan dirinya sendiri atas ketidakmampuannya mengontrol diri. Tapi semakin ia menyalahkan dirinya sendiri, semakin besar celah kegilaan masuk ke dalam pikirannya. Begitu cara kerja pulau ini.

Primo meletakkan mayat Flager dengan hati-hati ke tanah. Menutup mata Flager yang masih membelalak terkejut. Kemudian ia bersimpuh dan mencakupkan kedua tangannya di depan dada. Mendoakan Flager agar ia tidak jatuh kepada Iblis. Sebelum nyawa Flager lepas dan menghilang, Primo harus melakukan ini.

Ia meletakkan tangannya di bahu Flager. "Pria pemberani, Flager Ivlin. Yang telah berkorban demi putri yang dicintai rakyatnya. Demi kelangsungan umat manusia, seorang pria pemberani telah mengorbankan nyawanya dan gugur di pertempuran. Meski begitu, bunuh diri bukanlah sebuah perbuatan yang terpuji, kawanku. Atas dosamu ini.. Aku.. Menulah.. Jiwamu!"

Pendar cahaya hitam muncul dari sekujur tubuh Flager. Sedetik kemudian tubuhnya pecah berkeping-keping, lalu menjadi satu lagi menjadi sebuah bola. Primo lalu menggenggam bola itu hingga hancur. Semburat hitam terciprat keluar dari bola itu lalu masuk ke dalam tangan Primo.

"Aku yang menyuruh mereka pergi. Tidak ada yang boleh mati lagi setelah ini,"
 "Cukup aku sendiri yang menyelamatkan Anda,"


=======(* * *)=======


Pelukan terakhir

Sjena duduk dari atas sebuah dinding yang menghadap ke laut. Bertanya pada dirinya sendiri, apakah yang ia lakukan tadi dapat di hitung sebagai sebuah pembunuhan? Tapi secara teknis, bocah itu bunuh diri. Jika itu di hitung sebagai bunuh diri, itu artinya ia harus membunuh satu orang lain. Jika memang di hitung seperti itu, kali ini tak usah membunuh dengan banyak gaya seperti tadi.

Sjena melempar kecrekan maut tersebut ke laut.

Ia lalu bangun dari tempatnya duduk sekarang, mencari korban pembunuhan berikutnya. Namun pertama, ia harus memakai kacamata kebanggaannya. Tak perlu sok keren lagi seperti tadi, melepas kacamata untuk menambah unsur style dalam pembunuhan.

Tapi ia lupa dimana ia terakhir meletakkan kacamatanya. Jadi rencana tadi dia lupakan saja.

(* * *)

Seperti reruntuhan alun-alun kota. Melihat banyaknya bekas gerobak, struktur lantai yang terorganisir dengan baik, sebuah bekas air mancur. Membuat Sjena merasa tempat ini adalah tempat yang tepat untuk beristirahat sejenak.

Namun sebelum istirahat, sesuatu menarik perhatiannya. Deretan kayu-kayu yang dulunya pastilah sebuah pasar tradisional membuatnya bertanya-tanya apa yang dulu dijual disini. Karena di realmnya, ia tidak pernah menemukan toko tradisional seperti ini.

"Pak, dibeli pak."
"Murah kok."
"Ini berapa?"

Tiba-tiba banyak sekali orang lalu lalang di sekitarnya. Sjena kebingungan atas apa yang terjadi. Ia berusaha menyentuh salah satu orang, tapi ternyata hologram. Sjena menghela nafas lalu berbalik ke toko tradisional tadi.

Sungguh terkejut hatinya saat melihat deretan kucing dan anjing dijagal dan dipajang. Beberapa toko tampak menjual kepala, beberapa menjual bulu, dan beberapa lainnya menjual daging anjing dan kucing mentah.

"HUEEEK!" isi perut Sjena keluar, ikut melihat apa yang Sjena lihat barusan. Kematian manusia sangatlah lumrah di matanya. Tapi manusia memakan binatang peliharaan seperti kucing dan anjing? Sjena sendiri muak melihat orang-orang ini.

Sjena ingin melemparkan sesuatu in disgust, tapi kacamatanya telah tertinggal. Sehingga ia tidak punya hal lain untuk dilemparkan.

"Kalian bangsa jahanaaaaaam!"

Sjena mematerialisasikan sebuah pedang hitam dari udara kosong, lalu menebaskannya dengan penuh kemarahan ke kerumunan di sekitarnya. Namun apa daya, semuanya hanya ilusi belaka. Tak ada satupun yang bisa Sjena lakukan untuk merubah pemandangan yang ia lihat.

"Bangsat!" umpat Sjena.

Sjena mengganti [Sword]nya dengan [Cannon]. Sebuah meriam besar berwarna hitam berukuran 2-3 kali lipat dari tubuhnya, terintegrasi langsung dengan tangan kanannya. Saat ia mengumpulkan energi untuk diledakkan, barulah ia sadar bahwa ia sedang dirasuki kegilaan. Sebuah kekuatan yang tak berasal dari dirinya.

Insepsi, pulau ini sedang melakukan insepsi pada Sjena.

"Sial!"

Sjena mengganti [Cannon]nya dengan sebilah pisau, lalu pisau itu ia torehkan di punggung tangan kirinya. Hanya ini satu-satunya cara untuk membuatnya tetap waras : menorehkan luka dengan sadar, meningkatkan kadar adrenalin dalam darahnya untuk mencegah virus  – atau ide ini menyebar lebih jauh ke penjuru sarafnya.

Darah mengucur deras dari punggung tangannya. Luka yang dibuatnya dini hari tadi pun sebenarnya masih basah, tapi ia harus tetap waras di pulau gila ini. Ia pun segera pergi dari alun-alun kota, berharap kegilaan tak lagi datang padanya.

(* * *)

"Suara dentingan logam. Pasti ada pertarungan di dekat sini."

Cukup lama ia berkeliling sampai akhirnya ia dapat mendengar suara dentingan logam. Dia pun mendekat untuk melihat pertarungan itu.

"Bocah idol mati, Topi keriting mati, Si ceroboh tak tahu ada di mana, mungkin mati dibunuh peserta lain. Berarti sekarang tersisa dua orang, kalau aku tak salah. Tapi siapa nama mereka ya?" gumam Sjena.

Dari balik dinding, Sjena mengaktifkan Shadow Mastery : [Blend] yang dapat membuatnya menjadi satu dengan bayangan dan dapat bergerak secepat bayangan tanpa terdeteksi sedikitpun. Tapi ia harus hati-hati, apabila ia terkena sedikit saja serangan saat menjadi bayangan maka ia akan tewas.

Dengan wujud ini, Sjena dapat menyelinap dan mengintip pertarungan musuhnya tanpa harus bersembunyi. Cukup dengan durasi satu menit saja, dia mampu mengumpulkan berbagai info tentang karakteristik musuhnya.

"Oh ternyata pertarungan antara si kaya dan si miskin. Apa ini opera sabun?"

Logika Sjena :
Primo -> baju putih bersih -> kaya
Flager -> baju abu-abu berlubang, kain compang camping -> miskin

Setelah mengumpulkan informasi yang cukup mengenai musuhnya, Sjena kembali bersembunyi di balik dinding sebelum durasi [Blend] habis dan membuatnya ketahuan.

Saat kembali ke wujud manusia, Sjena berusaha menjaga jarak satu dinding dengan kedua orang itu, tapi tetap dengan jarak minimal jangkauan sihirnya. Karena saat ini dia akan melakukan sesuatu yang mempermudah pekerjaannya.

Pria kaya terlihat sedikit terkejut, sedangkan pria miskin sedang mengambil langkah besar untuk menusukkan pedangnya.

"[Fast Forward x8]!"

Sjena memberikan buff [Fast Forward x8] yang bisa mempercepat kecepatan waktu seseorang sehingga seolah membuat gerakannya lebih cepat hingga dua kali lipat. Sjena tak ingin pria kaya kalah. Karena orang kaya selalu menang.

Sesaat setelah kemenangannya, pria kaya menangis. Persis seperti adegan opera sabun, pikir Sjena. Dan setelah ritual-ritual aneh yang dilakukan pria tersebut selesai, Sjena keluar dari persembunyiannya dan memberi standing applause atas tontonan barusan.

"Bravo, bravo! Namaku Sjena Reinhilde, terimakasih telah memberikanku tontonan menarik barusan."

Pria itu menatap Sjena tajam.

"Jadi kau yang melakukan ini?"

"Apa?" tanya Sjena memiringkan kepalanya. "Secara teknis, kau yang melakukannya bukan? Jangan memutar balikkan fakta. Jangan limpahkan kesalahan pada saksi."

"Aku, Primo Trovare. Sangat yakin bahwa kau lah dalang dibalik semua kekacauan ini, Sjena Reinhilde!"

Sjena mengangkat bahunya dan menghela nafas. "Terserahmu lah, pria kaya."

Ia lalu memantik [Sword] dari udara kosong dan menodongkan pedang kegelapannya ke arah Primo.

"Jadi kita akan berduel pedang?" tanya Primo.

Sjena tak menjawab pertanyaan Primo, karena dia sendiri bukan pendekar pedang. Melihat pertarungan tadi, Sjena memilih untuk segera menjaga jarak secepat mungkin.

Primo berlari ke arah Sjena dengan rapier terhunus. Sjena berteleportasi ke belakang Primo dan menebaskan pedangnya ke punggung lawan. Namun Primo sudah terbiasa dengan musuh pengecut yang selalu menyerang dari belakang, dengan satu langkah feetwork, ia berhasil menghindari tebasan Sjena dan langsung membalasnya dengan sebuah tusukan ke lengan Sjena yang pertahanannya terbuka lebar.

Sjena kembali berteleportasi. Kali ini cukup jauh dari jangkauan Primo. Di tengah keseimbangannya yang berkurang, ia lalu melemparkan beberapa pisau bayangan ke Primo, namun tanpa pengaruh [Fallen Curse] milik Primo pun akurasi Sjena sudah cukup buruk. Serangan kali ini bahkan tak perlu dihindari oleh Primo, karena memang sudah meleset sejak awal.

"Kau wanita tak berprikemanusiaan, tak menghargai nyawa manusia!" rutuk Primo.

Sjena tahu apa yang terjadi selanjutnya, sebuah tangan kegelapan yang bisa membaca masa lalu lawan. Dan Sjena harus menghindari serangan ini sebisa mungkin, dengan limit penggunaan sihir yang tinggal dua kali lagi dalam jangka waktu lima menit.

Sambil memegangi lengannya yang terluka, Sjena memasang kuda-kuda yang rapuh. Ya, dia bukanlah seorang pendekar pedang. Hanya seorang pro procrastinator.

Sjena kembali melemparkan pisaunya sambil bergerak mundur menjauhi Primo. Namun gerakan Primo jauh lebih gesit daripada lemparan asal Sjena. Hingga akhirnya Primo masuk ke daerah pertahanan Sjena dan menusukkan rapiernya ke perut Sjena.

Namun teleportasi Sjena lebih cepat sepersekian detik daripada tusukan Primo. Sekali lagi, ia mengulangi taktik yang sama karena tidak sanggup menghindar ataupun melawan. Lemparan pisau-pisau amatir itu dapat dengan mudah dihindari Primo.

Penggunaan sihir Sjena tinggal satu kali lagi, dan batas lima menit sebelum penggunaan selanjutnya belum lewat. Jika ini adalah sihir terakhir, maka taktik ini haruslah berhasil.

Primo kembali masuk ke pertahanan Sjena dan menusukkan rapiernya untuk kesekian kalinya.

"[Freezing Second]!"

Waktu milik Primo terhenti untuk sedetik-dua detik, membuatnya berhenti bergerak dan memberikan celah bagi Sjena untuk menusukkan pisaunya ke tubuh Primo.

Namun ayunan pisau Sjena kalah cepat dengan durasi singkat [Freezing Second], hingga membuatnya harus menerima tusukan rapier tepat di perutnya. Sementara Sjena sendiri berhasil menancapkan pisaunya ke perut Primo juga.

Baik Primo dan Sjena sama-sama terjatuh.

Namun sesaat sebelum jatuh, Primo berhasil menyentuh Sjena dengan [Fallen Touch]nya.

Sjena menyeret tubuhnya paksa menjauh dari Primo. Memegangi perutnya yang berlubang. Sementara lubang di lengannya juga mengucurkan darah yang hampir sama derasnya dengan luka di perut.

"Membunuh leluhur sendiri? Betapa hinanya dirimu, Nona."

Sjena tak berkata apapun untuk membalas kalimat itu.

"Hanya karena kau dibuang oleh kerajaan? Balas dendam itu dosa yang sangat besar."

Primo memaksa dirinya untuk bangun. Baju putihnya penuh dengan noda darah. Tertatih, ia berjalan ke arah Sjena yang tertunduk diam.

"Begitu besar amarahmu, sehingga dirimu dibutakan oleh amarahmu sendiri, bahkan sampai memusnahkan dirimu sendiri."

Langkah Primo semakin dekat.

"Begitu besar dosamu, nak. Aku bahkan tak yakin ada siksaan yang cocok untuk wanita kejam sepertimu."

Primo memegang kepala Sjena.

"Kuterima pengakuan dosamu, nak! Rasa marahmu atas perlakuan orang-orang terdekat, membuatmu dibutakan oleh dendam! Membunuh leluhur sendiri, hingga sampai memusnahkan diri sendiri. Atas dosa-dosamu ini, Aku – "

Sjena menghilang.

Tiba-tiba sesuatu menabrak tubuh Primo dari belakang, dan dua buah tangan mendekapnya erat. Sangat erat.

-Tak ada yang lebih bisa meredakan kemarahan pria selain pelukan dari seorang wanita.-

Primo tersentak. Tak ada kata-kata yang bisa mendeskripsikan keadaannya saat ini. Semua perasaan aneh, benci, marah, kegilaan, bahkan rasa kasih atas wanita pun ikut bercampur. Membuatnya membeku dalam waktu. Tidak, ini bukan efek sihir waktu Sjena. Namun waktu yang seolah berhenti  sendirinya sedetik-dua detik bagi Primo.

"Maaf" bisik Sjena lirih. Getir tampak jelas terdengar dari nadanya.

Primo bingung. Haruskah ia memaafkan jiwa tertulah ini?

"Jadi, kau menyesal dan mengakui dosa-dosamu, Nona?"

"Maaf.."

Sekali lagi kata maaf meluncur dari bibir Sjena, kali ini pelukannya lebih erat. Kata-kata itu tampaknya ia dapatkan dari seorang wanita berambut pelangi yang selalu meminta maaf padanya.

"Maaf.. Aku tidak menyesal!"

Tiba-tiba mereka berdua meluncur ke udara seperti roket. Alasan Sjena diam tadi hanyalah muslihat untuk mengulur waktu melewati batas lima menit penggunaan sihir, sehingga ia bisa melakukan [Teleport] sebelum Primo menulah jiwanya. Lalu sebenarnya [Fallen Touch] pun tak berefek pada Sjena, karena Sjena sama sekali – kuulang, sama sekali tidak menyesal telah membunuh leluhurnya. Pelukan tadi hanyalah muslihat lain, untuk menurunkan kewaspadaan Primo, sehingga Sjena bisa mengumpulkan kekuatan Fake Fire pada kakinya dan memantik [Stream] dengan satu ledakan besar yang membuat mereka meluncur ke udara seperti roket.

Tubuh mereka kehilangan momentum di udara dan akhirnya kembali ke bumi, dengan kepala menghadap tanah.

"APA YANG KAU LAKUKAN!?" ronta Primo. Namun ia terlambat, sebuah tangan hitam besar yang muncul dari punggung Sjena telah menutup mulut dan menahan gerakannya.

"GERMAN SUPLEEEEEEEEEX!!!!!!!!!!" teriak Sjena.

Beberapa meter sebelum mencapai tanah, Sjena mematerialisasikan sebuah sayap untuk terbang , sementara itu ia melepaskan Primo menghantam bumi.

Sjena tak bisa terbang lama, lubang di tubuhnya membuatnya kehilangan keseimbangan, dia pun ikut terjatuh, tapi tidak fatal.

Ia lalu mendekati tubuh Primo yang mengejang.

"Munafik!" umpat Sjena menendang perut Primo.

"Khotbahmu membosankan!" umpatnya sambil menendang lagi.

Berkali-kali ia menghujamkan tendangan dan injakan ke tubuh Primo, bahkan tak peduli pada tubuhnya sendiri yang semakin kehilangan darah karena ia melakukan gerakan-gerakan percuma. Sepertinya kegilaan mulai merasuki dirinya.

Sjena lalu mematerialisasikan sebuah shotgun dan menembakkannya ke kepala Primo dari jarak sangat dekat. Isi kepala berceceran dimana-mana, bau anyir darah menusuk hidung. Tanah yang coklat berubah jadi merah karena darah.

Satu tembakan tadi tak meredakan kemarahan Sjena yang datangnya entah darimana. Sjena merasa kegilaan kembali menyerang tubuhnya. Dengan senjata yang ada di tangannya, [Shotgun], Sjena akan mengakhiri kegilaan ini.

Ia memasukkan moncong shotgun tersebut ke mulutnya.... Dan menarik pelatuknya.

.
.
Dia tidak tewas.

Peluru shotgun hanya satu, dan untuk mengisinya, ia harus menggantinya dengan senjata lain lagi lalu kembali menggunakan shotgun. Namun momentum tadi menyadarkannya dari kegilaan. Perlahan, ia mampu mengingat objektif yang diberikan Thurqk di awal.

"Bunuh satu orang, lalu kembali ke tempat awal. Itupun kalau kalian bisa."

Sjena tersenyum dan berjalan tertatih melewati labirin dinding. Hanya dia satu-satunya yang bertahan. Dan sekarang dia tinggal kembali ke –

Dia tidak tahu dimana dia sekarang. Kekalutan, bingung dan panik mulai muncul di benaknya, membuat celah untuk kegilaan untuk kembali masuk.

Dan iya, kegilaan kembali merasukinya. Ditengah kegilaan, ia memantik [Cannon] dan menembakkannya ke sembarang arah, menghancurkan setiap dinding yang ia temui. Meluluhlantakkan seisi pulau. Berteriak, menangis, kadang tertawa, namun kembali berteriak setelahnya.

"AAAAAAAAAAAAAAARRRRRRGGGHHH!!!!"

Rasa sakit kembali muncul dan menyadarkannya. Kini kepalanya pusing sehabis kehilangan banyak darah sejak tadi. Tenaganya pun telah habis terkuras oleh kegilaan yang memaksanya melakukan kegiatan yang tak masuk akal. Namun pada momentum ini, ia menyadari sesuatu.

Sjena memantik [Wing] lalu terbang dengan segenap tenaga terakhirnya. Dengan berada di ketinggian yang cukup, ia dapat melihat seluruh penjuru pulau, dan dengan begitu ia dapat tahu –

Dia masih tidak tahu dimana ia diturunkan Hyvt tadi pagi.

========(FIN)========

Aku tahu kalian mungkin akan bingung dengan beberapa aspek cerita ini. Jangan khawatir, sebagai troll yang baik, aku telah menyiapkan kolom FAQ (Frequently Asked Question) untuk menjelaskan bagian yang tak kalian mengerti

Q : Kenapa judulnya You Mad Bro, sih?
A: Itu untuk memancing emosi pembaca agar terbawa kemarahan sejak awal cerita. Di sisi lain, mad sendiri artinya gila. Jadi penggunaan meme ini kurasa cukup relevan. Narator troll, pulau troll, peserta terserang virus kegilaan. Dan aku harus menginsepsi kalian dengan virus – ide kegilaan tentunya kan?

Q : Apa yang terjadi di ending?
A : Sjena sadar kalau dengan berada di tempat yang lebih tinggi, ia bisa mencurangi labirin dan dapat mengetahui dimana ia diturunkan tadi. Tapi nyatanya ia tidak ingat. Dan kelanjutan ending aku serahkan pada imajinasi pembaca.

Q : Timeline ceritanya membingungkan, bisa tolong dijelaskan timelinenya?

A : Sebenarnya aku lebih suka kalau kepingan puzzle ini kalian selesaikan sendiri. Tentunya kalian bukan anak kecil yang main puzzle saja butuh bantuan orang dewasa 'kan?

Tapi karena aku troll yang baik, aku dengan senang hati menjawab pertanyaan kalian.
 Ini rincian timelinenya :
1.       1. Sjena sampai dini hari
2.       2. Sjena bertemu Leon saat matahari terbit, mendorongnya jatuh dan membuang Gunbladenya
3.       3. Leon dikira Sjena telah mati, tapi tidak. Ia berhasil kembali ke daratan
4.       4. Lucia mendarat di pagi hari, berkeliling berjam-jam menahan panas hingga siang dan akhirnya hujan
5.       5. Ucup mendarat saat hujan, lalu bersenang-senang sejenak hingga sampai ke tengah pulau, melihat masa lalu pulau yang menyebabkan 'kegilaan' dan membuatnya ingin membunuh siapapun yang ia lihat
6.       6. Lucia bertemu Ucup dan mereka bertarung hingga Lucia tewas
7.       7. Sjena muncul dan mempengaruhi Ucup dengan kecrekannya sendiri, lalu membuat Ucup bunuh diri dengan kecrekan yang punya efek [Musik Gila] yang bisa membuat orang bunuh diri.
8.       8. Leon melihat Sjena dan mencurigainya. Sjena kabur.
9.       9. Primo mendarat di tengah pulau dan melihat sekilas dari masa lalu pulau, lalu mulai dirasuki kegilaan.
10.   10. Leon yang mencari Sjena bertemu Primo. Primo yang dirasuki kegilaan mengalahkan Leon dan menulah jiwanya.
11.   11. Primo yang bingung berusaha melawan kegilaan di dalam dirinya
12.   12. Sjena yang bingung apa tadi itu merupakan pembunuhan atau tidak memutuskan untuk mencari korban lain. Namun malah ke tengah pulau dan melihat masa lalu pulau.
13.   13. Flager mendarat di pulau dan bertemu dengan Primo yang masih dirasuki kegilaan.
14.   14. Mereka berdua bertarung dengan Sjena yang menonton. Hingga akhirnya Primo tak sengaja membunuh Flager karena efek kegilaan + buff [Fast Forward x8] dari Sjena.
15.   15. Primo menulah jiwa Flager, saat itu Sjena muncul.
16.   16. Primo mencurigai Sjena, mereka lalu bertarung.
17.   17. Pertarungan dimenangkan Sjena, lalu ending sudah dijelaskan di atas.

Q : Kegilaan itu apa sih?
A : Sebuah kondisi dimana kemarahan menguasai diri para entrant. Ini adalah cara kerja pulau Khrd. Menanamkan ide tentang kemarahan ke setiap peserta merasa kebingungan/kesal/perasaan negatif lainnya. Bahkan sampai membuat peserta hilang kendali atas dirinya

Q : Kenapa hanya Primo dan Ucup saja yang bisa melihat Sasha?
A : Karena Flager dan Leon tidak sampai di tengah pulau. Sementara Sjena tidak mungkin tergerak karena pembunuhan seorang manusia. Tapi karena ia cinta binatang, maka pulau lebih memilih mempertontonkan masa lalu pulau yang lain

Q : Apakah ini benar-benar masa lalu pulau?

A : Di canonku sih, iya. Karena diberikan kebebasan oleh panitia, tentunya aku boleh menambahkan detail cerita dong xD


Q : Batas waktu setting 10 jam. Apa kamu yakin ini sudah sepuluh jam?
A : Kurang lebih iya. Sjena mendarat sekitar jam 5-6 pagi. Dan pertarungan terakhir terjadi sekitar jam 2-3 siang. Nggak ada procras 10 hari kayak battle lalu.

Q : Kenapa kamu tidak menulis cerita dengan linear saja, dan ending yang jelas seperti pada umumnya?

A : Aku tidak suka memberi kalian puzzle yang sudah selesai. Apa serunya dong? Tapi kalau kalian lebih suka disuguhkan puzzle yang sudah selesai, aku sih tidak peduli. Yang penting aku puas, you mad bro?

Kutambahkan sedikit emoticon agar terlihat akrab .
:D

33 comments:

  1. R1 mu susunannya berantakan. tapi masih bisa dicerna.
    R2 mu, susunannya tidak seberantakan R1, tapi malah sulit dicerna.

    aneh menurutku... Kenyataan bahwa semuanya di"footnote" in tidak membantu atau memberikan saya motivasi untuk membaca ulang.

    maaf,

    Prinsip saya gak pernah ngasih nilai ke Rival, dalam kasus ini Entrant KHRD.

    ReplyDelete
    Replies
    1. LOL nggak papa
      aku disini banyak bicara dgn bahasa kiasan
      inception, dan sebagian besar konsep tentang kegilaan
      kegilaan udah jadi konsep dasarku sejak lama

      dan sayang, nggak semua orang ngerti kegilaan xD

      Delete
    2. anyway, aku bukan healthy chef yg bakal ngasi kalian sebuah makanan yg bergizi, mengenyangkan, dan memuaskan

      tapi rasa..
      kalian bakal tahu "oh ini rasa dari chef itu"
      bahkan dengan lihat bentuknya saja kalian sudah tahu makanan itu siapa yg buat

      rasa nya mungkin tidak enak, mungkin abis makan bisa langsung mencret xD
      mungkin buat beberapa orang, rasanya enak..buat orang lain rasanya aneh, balik ke pribadi masing2 aja
      utk nutrisi, sih nggak ada..mengenyangkan? apalagi
      kecanduan? nggak jamin ya..

      tapi itulah yang aku tonjolkan disini,
      sebuah originalitas dalam rasa

      Delete
  2. Pertama-tama, tentang FAQ-nya (#komenin ini gapapa kan bro?) rasanya sih ga perlu deh, saya uda paham semua. Masa ngasih puzzle tapi trus dikasih tahu jawabannya, kan jadi kurang greget, hahahah.

    Ah, tapi ada satu pertanyaan yang ga masuk FAQ. Waktu awal pertarungan Sjena vs Primo, setelah Sjena tele ke belakang Primo, kenapa doi ga Freezing Time trus langsung tebas aja? Hmm, tapi emang jadi ga keren klo pertarungannya gitu doang.

    Nah, soal battlenya, bagus bro. Jarang saya nemu yang narasi pertarungannya enak diikuti gini. Di pulau ga ada canon besar yang ngelibatin semua peserta. Jadi lebih kayak A ketemu B random, berantem, selesai. B ketemu C random, berantem, selesai. Tapi jadi nyantai juga bacanya.

    Naratornya gaje euy >_< Unik, ga banyak yang pake narasi kayak gini, dan ngena. Tapi terkadang ada beberapa bagian di mana naratornya becandanya kebanyakan sampe saya kesel (#kena troll) sendiri.

    Uda ah, ga ada yang mau dikomen lagi. Nilai 8!

    ReplyDelete
    Replies
    1. soalnya kesel bro, R1 banyak bgt yg nanya ini itu, jadi sekarang sekalian bikin FAQ dah biar ngga ada yg nanya2 soal ending ama timeline :v

      sjena soalnya emang prefer stylish killing dan cenderung ngeremehin lawannya kok xD
      (ada di kelemahan charsheet yang baru)
      dan tentunya aku juga pengen ngasi tontonan yg menarik ke thurqk dong, hehe

      baik narator maupun sjena emang sengaja aku buat ngeselin, karena imejnya dari awal emang troll yang baik ama total jerk wkwkwkw

      hoho tengkyu udah mampir yo
      xD xD

      Delete
    2. kalem aja bro... biarkan pembaca bertanya-tanya. emangnya klo orang release novel, pembacanya bisa nanya ke authornya gitu klo ada yang ga ngerti. ato mungkin itu bisa jadi bahan pertimbangan juga, ada bagian di tulisan yang kurang maksimal sehingga lum tersampaikan optimal ke pembaca.

      Delete
    3. nah kalem itu yg susah buatku :3
      aku gampang rage quit soalnya
      FAQ ini masih dalam tahap uji coba..klo emang reaksi pembaca kurang bagus, ya aku nggak pake FAQ lagi xD

      dan aku rasa poin terakhir bener, ketiadaan FAQ bisa bikin pembaca nemu dimana kurangnya author saat menjelaskan adegan

      -1 utk FAQ

      Delete
  3. ==Riilme's POWER Scale on Sjena Reinhilde's 2nd round==
    Plot points : B+
    Overall character usage : B
    Writing techs : A-
    Engaging battle : B+
    Reading enjoyment : B+
    ==Score in number : 8==

    Non-linear timeline order, eh.. Sejujurnya meski dibikin kayak gini, buat saya ga terlalu ngebingungin juga karena tiap bagian jelas kejadiannya. Cuma ya, ga ada impactnya juga. Rada pointless sih, enakan kalo linear aja sebenernya...tapi karena tujuanmu 'suka" yang nulis dong', kayanya saya ga usah komentar lagi.

    Terus karena baca empat entri sebelumnya, saya jadi ngerasa ada mix antara gaya Ursa (jabarin semua OC di awal - saya juga bakal gini sih), Primo (meski terbatas di dia sendiri), sama Reeh (ada insert song) jadi satu dalem cerita ini. Saya sendiri malah ga nemu sesuatu yang bisa ditarik dari Sjena sebagai karakter selain stylish killing dan masa bodo. Btw, rasanya breaking 4th wallnya jadi kurang ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Soal timeline order, aku malah kurang tertarik ama yg linear lho xD
      Ini balik lagi ke preference masing2 :3

      Soal pengenalan di awal, aku sendiri blm baca punya Ursa lho.. Aku malah nggak kebayang mau nulis awalnya kayak gimana, tapi begitu ditulis, ngalir kesana aja
      Kalo utk Primo, aku emang ngambil beberapa scene dari canonnya langsung.
      Soal insert song aku juga nggak kepikiran awalnya, tau2 pas inget kalo Ucup tu pengamen langsung masukin lagu deh.

      Yah karakter Sjena emang kayak gitu sih. Bisa dibilang karakternya nyaris nggak mungkin bisa develop, karena dia super cuek dan nggak peduli apapun. Masih ada sih kemungkinan dia utk peduli dgn sesuatu/seseorang tapi triggernya masih nggak nemu :(

      Soal breaking, sama seperti diatas, nggak kepikiran mau breaking seberapa/dimana. Ya aku sebagai narator ngikut2 cerita aja sih, mau muncul dimana. Bisa dibilang aku orang yg kelelep di sungai yg deras, sesekali muncul kepalanya, menggapai2 minta tolong :v, terus tenggelem lagi.
      LOL

      Anyway tengkyu ya udah mampir sam..
      Klo berkenan, tolong kasi feedback soal FAQ, perlukah aku naruh FAQ utk ronde2 selanjutnya?

      Delete
    2. Kalau mau jujur, buat saya pribadi FAQ itu super unnecessary sampe ga saya singgung. Kamu nulis cerita, bukan buku panduan. Kalopun ada pembaca yang ga ngerti dan nanya ini-itu, pasti baliknya ke gimana kamu sendiri nyajiin cerita ini. Bikin bingung orang? Selamat, tujuanmu ngasih rasa yang berbeda berarti dapet banget.

      Delete
  4. nah kalem itu yg susah buatku :3
    aku gampang rage quit soalnya
    FAQ ini masih dalam tahap uji coba..klo emang reaksi pembaca kurang bagus, ya aku nggak pake FAQ lagi xD

    dan aku rasa poin terakhir bener, ketiadaan FAQ bisa bikin pembaca nemu dimana kurangnya author saat menjelaskan adegan

    -1 utk FAQ

    ReplyDelete
  5. Anonymous7/5/14 04:51

    I’m… perplexed. Terus terang saya mengalami kebingungan dan mendapat sensasi tidak jelas setelah membaca canon ini. Saya berusaha untuk mundur sejenak, memastikan apa yang saya rasakan, dan memikirkan matang-matang apa yang hendak saya tuliskan berikut. Akibatnya, saya gagal untuk tidur malam ini, terus kepikiran akan hal ini selama berjam-jam, mengorbankan kesehatan saya yang masih buruk, dan akhirnya memutuskan untuk menuliskan sekarang. Niat untuk menunda sampai besok tidak jadi akibat kegundahan di hati saya.

    Pertama, perlu diingat kalau semua tulisan ada pembacanya. Jadi, apa pun yang saya tuliskan berikut sepertinya tidak perlu dikhawatirkan oleh Bayee—jika kekhawatiran itu memang ada.

    Kedua, perlu dicatat pula kalau saya barangkali tidak dalam kondisi prima. Saya tidak berada dalam kondisi sehat, memaksa menulis ini tengah pagi buta, jadi barangkali tulisan ini akan sangat berat sekali unsur subjektivitasnya. Akan tetapi, dalam membahas hal ini saya rasa saya juga perlu berdiri di garis batas pembeda antara subjektivitas dan objektivitas. Dan, saya juga mengakui dalam beberapa kesempatan nanti akan menggunakan prejudis atau bahkan su’uzhon. Ini semata-mata karena saya belum mengenal Bayee, sehingga mungkin boleh kiranya saya meminta sedikit kesudian dari yang bersangkutan untuk memaklumi hal ini.

    Ketiga, saya dalam posisi ragu pada diri sendiri. Sebenarnya saya selalu merasa saya ini tipe penulis dan pembaca yang hampir mirip dengan Sam (self-claim) dan barangkali dalam beberapa kesempatan mirip dengan Sunoto (also self claim due to my admiration upon them). Jadi, sewaktu saya mengetahui mereka memberi nilai yang tinggi, saya mulai meragukan diri saya sendiri mengapai saya tidak menikmati canon ini. Padahal, canon ini punya banyak hal yang saya sukai. Edginess, stylish, free spirit. But somehow, it feels like there’s a little stone that hits my head and I can’t appreciate it. Saya berusaha untuk mencari tahu, memikirkannya sampai berjam-jam, dan berakhir pada kesimpulan kalau sebenarnya saya menikmati unsur-unsur intrinsik ceritanya namun terganggu dengan unsur ekstrinsiknya, dan barangkali unsur tersebut yang akan saya bahas.

    Karena terus terang saja, teknik penulisan canon ini bagus. Begitu pula dengan Sjena. Buat saya, dia adalah OC yang sukses menimbulkan sensasi love to hate and hate to love. Jenis OC yang sebenarnya ingin saya idamkan lewat OC saya tahun lalu, Infidel, namun gagal saya garap sebaik Sjena karena tidak memiliki banyak kesempatan. Dan, tolong jangan salah sangka, saya tidak pernah merasa marah pada sosok Sjena sebagai OC. Saya justru marah pada Bayee Azaeeb—atau siapa pun nama aslimu—sebagai author.

    Bayee sebagai author sudah memiliki gaya yang khas dan teknik penulisan yang baik. Tapi, saya marah karena dia sengaja “menghancurkan dirinya sendiri” yang sengaja memasukkan troll untuk membuat pembaca marah. Oh, tolong jangan salah sangka, saya menikmati cerita-cerita yang selalu sukses membuat saya terombang-ambing dalam ketidakpastian emosi, entah karena plotnya atau karena karakternya. Buat saya, author yang sukses membuat saya merasakan sensasi seperti itu adalah author yang telah bekerja keras mempersembahkan seluruh kemampuan mereka demi pembaca. Dan, saya juga suka dengan metode breaking the forth wall di mana saya bisa tertawa bersama si tokoh bahkan authornya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anonymous7/5/14 04:51

      Akan tetapi, yang saya sesalkan di sini adalah metode troll yang diterapkan Bayee bukanlah untuk kepentingan cerita (unsur intrinsiknya). Semata karena ini “kemauan suka-suka” penulisnya dalam bernarasi. Juga, saya mendapat kesan di mana saya tidak tertawa bersama si tokoh atau authornya, melainkan ditertawakan oleh mereka. Di sini, saya perlu akui kalau pernyataan saya tersebut murni kesan pribadi saya, sehingga apabila terkesan su’uzon atau berburuk sangka itu karena ketidaktahuan saya akan intensi Bayee sebagai penulis. Bisa saja dia tidak memiliki intensi buruk namun dengan penyampaiannya yang berikut, intensi semacam itulah yang saya dapatkan.

      Lalu sebisa mungkin saya berusaha mencari tahu intensi penulis. Kalau saya hanya berpatokan pada judulnya “You Mad Bro”, atau trolling-nya dalam breaking the forth wall (baik di canon pertama maupun canon kedua), maka prejudis saya bisa saja dijustifikasi. Pada poin ini bolehlah saya katakan kalau Bayee itu tipe yang semau gue dan tidak peduli pada pembaca (sekali lagi, ini adalah impresi sementara dari saya).

      Akan tetapi saya berusaha menggali lebih, dengan memerhatikan komentar-komentar Bayee—yang bolehlah saya anggap sebagai kupas-tuntas behind the scene dari canonnya. Saya kutip dari reply Bayee atas komentar Ivan “8lackz” Ranpengan di atas:

      “anyway, aku bukan healthy chef yg bakal ngasi kalian sebuah makanan yg bergizi, mengenyangkan, dan memuaskan,
      tapi rasa..
      kalian bakal tahu "oh ini rasa dari chef itu"
      bahkan dengan lihat bentuknya saja kalian sudah tahu makanan itu siapa yg buat

      rasa nya mungkin tidak enak, mungkin abis makan bisa langsung mencret xD
      mungkin buat beberapa orang, rasanya enak..buat orang lain rasanya aneh, balik ke pribadi masing2 aja
      utk nutrisi, sih nggak ada..mengenyangkan? apalagi
      kecanduan? nggak jamin ya..

      tapi itulah yang aku tonjolkan disini,
      sebuah originalitas dalam rasa”

      Dari sana, sepertinya saya bisa simpulkan kalau impresi awal saya—arguably—benar. Lalu saya juga sempat ingat balasan-balasan komentar Bayee soal gaya narasinya di grup Battle of Realms di Facebook (tapi kali ini saya mohon maaf saya tidak bisa berikan link-nya karena lupa chat itu di mana). Intinya—seingat saya—Bayee merasa lebih nyaman sebagai penulis “selfpublish” di mana dia bisa menulis sekena hatinya, tidak peduli dengan pembaca. Jadi, tidak masalah apabila dia menerbitkan buku atau tidak. Pernyataan tersebut silakan disanggah karena saya sendiri tidak bisa memberi link sumber dan mengutip pernyataannya langsung.

      Delete
    2. Anonymous7/5/14 04:52

      Kendati demikian, dari kedua komentar itu saja, saya merasa yakin kalau memang itulah intensi serta kemauan Bayee. Menjadi penulis yang tidak peduli dengan pembacanya. Menjadi chef yang tidak peduli dengan konsumennya. Peduli amat jika mereka mencret atau tidak, peduli amat mereka sehat atau keracunan, yang penting bisa mengejar kepuasan pribadi. Dan inilah yang saya sesalkan dari seorang Bayee.

      Saya sendiri adalah penulis yang hobi bereksperimen, juga seringkali tidak peduli dengan feedback pembaca. Jika mereka bilang bagus, Alhamdulillah. Jika mereka tidak suka, ya tidak apa-apa. Namun, “tidak peduli dengan feedback pembaca” berbeda dengan “tidak peduli dengan pembaca”. Bagi saya sebagai penulis, pembaca adalah komponen yang paling krusial. Saya menulis apa yang saya senangi tapi saya peduli dengan pembaca. Makanya saya selalu belajar untuk memperbaiki teknik menulis saya, belajar memperbaiki deskripsi cerita, bersusah payah memahami praktik “show”, dan menempatkan diri saya sebagai pembaca juga. Saya bekerja keras untuk pembaca saya. Saya senang mengajak pembaca tertawa bersama. Tapi saya tidak pernah menertawakan pembaca apalagi dalam tulisan-tulisan saya.

      Tapi, tentu saja itu adalah saya. Saya tidak tahu dengan Bayee. Jika memang itu keinginan Bayee, silakan saja, monggo dilanjutkan. Dan jika memang demikian keinginannya, saya doakan supaya keinginan tersebut tetap terkabul. Semoga Bayee tetap bisa mengeksplorasi “rasa” sesuka hatinya, menjadi penulis “selfpublish” yang membebaskan dirinya sebebas-bebasnya. Semoga demikian adanya, sebab saya merasa tidaklah adil bagi para editor yang menghabiskan puluhan jam waktu mereka, bagi penerbit yang menghabiskan puluhan juta uang mereka, juga terutama bagi pembaca yang menyisihkan uang makan mereka untuk membeli karya Bayee—yang barangkali uangnya bisa mereka gunakan untuk makan seharian—kalau pada akhirnya Bayee tidak peduli pada mereka.

      Toh Bayee sepertinya hanya mengejar “originalitas dalam rasa” di mana yang saya dapatkan sekarang adalah ignorance flavor dari seorang Bayee. For someone, it might tingling their taste bud; for some surprisingly-conventional-jerk like me, it tastes… well, perplexing in bad way.

      Tapi, kalaupun seandainya Tuhan berkata lain—terlebih doa yang buruk itu tidak akan didengar—dan Bayee mendapat kesempatan untuk mempublikasikan karyanya secara komersial dan luas (again, if he wants it to), saya harap kesempatan itu datang pada saat Bayee sudah jauh lebih adil. Karena kesempatan emas seperti itu begitu didambakan jutaan orang, termasuk barangkali Sam, Sunoto, dan Manikmaya. So, I wish all the best for you, for all of us.

      Delete
    3. Anonymous7/5/14 04:53

      Tentu saja saya tidak meminta Bayee untuk mengubah apa yang dia percaya, apalagi mengorbankan api idealismenya dalam bercerita (lagipula, siapa gue?). Saya hanya bisa berharap Bayee bisa bersikap lebih adil pada dirinya sendiri. Dengan bakat menulis yang Bayee punya sekarang, sepertinya sayang sekali kalau satu-satunya intensi yang Bayee inginkan adalah untuk membuat pembaca kesal pada sesuatu yang sebenarnya bukan merupakan substance melainkan style belaka. Terus terang, Bayee sukses membuat orang kesal seperti yang diinginkan. Tapi, apa kesuksesan itu worth it for every minutes that you spend to write it? Apa kesuksesan itu memang baik buat Bayee? Saya tidak tahu.

      Oke, sepertinya saya terlalu banyak meracau dan azan subuh udah tiba. Terakhir, soal nilai, sepertinya untuk kali ini saya tidak akan memberikan nilai, murni karena alasan ketiga yang saya sampaikan di awal tulisan. Saya tidak pada kondisi di mana saya bisa menilai seobjektif mungkin dan saya memarahi diri saya sendiri akan hal ini. Mudah-mudahan, jika Sjena lolos, saya bisa memberikan nilai pada canon selanjutnya jika memang Bayee memberikan “rasa”-nya pada subtansi cerita bukan sekadar style belaka.

      All the best for you. Terakhir, saya berikan emoticon, bukan supaya saya terlihat akrab atau terkesan ramah tapi merupakan salah satu cara virtual untuk menyampaikan ekspresi saya di sini :)

      Good luck.

      “Sebuah karya tidak akan mati saat dikritik atau dicaci maki, tapi saat diabaikan dan tidak dipedulikan oleh penikmatnya” – Anonymous

      Sincerely yours,


      Adham T. Fusama

      Delete
    4. Anonymous7/5/14 04:54

      P.S. So sorry if a lil bit harsh or "lebay". This is the prove that a little impact can cause such massive result :v

      Delete
    5. Anonymous7/5/14 05:00

      Oh, ini sekalian merangkum unek2 saya akan canon R1 juga. :v

      Okay, that's it. I'm out, I promise :v

      Delete
    6. I was in awe.
      As expected from our professional editor. I really love a comment like this, even though it wasn't meant for me

      Delete
    7. Adham, beraninya kau menyama-nyamakan diri denganku! #plak
      Tapi sebenarnya saya merasa terhormat namanya disebut #hahaha
      Dan kayaknya penilaian saya di sini ga jauh beda.

      Saya juga ga gitu ngerti, dan baru ngeh setelah baca komen Adham. Alasan saya ngasih nilai bagus mungkin karena saya berusaha untuk nilai dari unsur intrinsiknya aja seperti karakterisasi dan teknik penulisan, agar nilai seobjektif mungkin. Dan lagi saudara bayee juga sudah terang-terangan mengatakan 'nulis semau gue', jadi ya mau apa dikata, itu adalah hak masing-masing kan.

      Cuman satu hal yang pasti, jika sistem penilaiannya bukan seperti ini melainkan pakai VOTE, kemungkinan besarnya sih saya ga akan vote Sjena. Karena menurutku sistem VOTE itu harus lebih subjektif daripada sistem nilai. >_<

      Delete
    8. LOL tentunya aku nggak marah, aku malah seneng lho ada yg bersedia meluangkan waktu memberikan review yg sangat panjang dan mendetail buatku.
      Harsh is ok for me, even sarcasm is ok for me xD

      Anyway, aku minta maap sih udah ngetroll, tapi.. Tapi gimana aku mau peduli sama orang kalo sama diriku sendiri aku nggak peduli?
      Aku nggak mau tahu hari esok, aku nggak mau tahu apa yg terjadi bulan depan. Aku hidup di hari ini dan aku senang..I love the way i am now.

      Maafkan aku yg nggak bisa jadi orang lain, aku nggak bisa jadi apa yg orang lain inginkan.

      Mendengarkan saran pembaca, tentu akan aku dengarkan dan turuti. Saran2 secara teknis tentu akan jadi sebuah masukan yg baik buatku.

      Aku menghargai pendapatmu kok, aku nggak marah, dan tiap orang punya hak utk menilai karya seseorang. Suka/nggaknya seseorang bukanlah suatu paksaan, dan meskipun orang2 nggak mau baca karyaku, aku sendiri nggak masalah. Aku nggak ngejar publisitas, cuma kepuasan.
      Egois memang, tapi aku sendiri masih nggak nemu reason kenapa aku harus berubah. Kalopun ada, harus alasan yang sangat-sangat kuat, dan aku minta maaf banget soal itu :(

      Soal trolling, akan aku usahakan utk ngurangin, i dunno how but at least i'll try.

      Jadi aku harus berhenti muncul ditengah cerita, berhenti mengacaukan timeline cerita, dan berhenti membawa cerita ke arah yg menjebak kalian?
      Baiklah..kalau itu yang kalian semua mau.

      Next round aku coba utk lepas dari persona ini xD
      Doakan aku bisa, kawan2

      Delete
    9. Anyway, aku udah sukses jadi villain macam Kefka FF VI, yang bunuh orang cuma karena dia pengen bunuh orang.
      Is it worth for me?
      Yes, it is

      Jadi inget postingan di grup soal "How to win a crowd is to make them laugh"
      Kali ini unsur 'laugh'nya ada, tapi pembaca nggak dapet. Dan itu emang tujuanku. Win the crowd. But not in a good way.

      Dan aku akui aku udah kelewatan buat kalian. Dan aku nggak nyangka ternyata reaksinya bakal sejauh ini, bahkan bikin seseorang nggak bisa tidur krn aku.

      Dan maaf soal tingkat kepedulianku yang nggak bisa ditawar, tapi bukan berarti aku nggak merasakan simpati, apalagi ada seseorang yg bersedia meluangkan waktunya yg sempit, dgn kondisi badan yg buruk, utk menuangkan uneg2 yg telah mengganggu pikirannya bbrp hari ini krn disebabkan olehku.

      Dan ini membuatku berpikir..
      Aku sejauh ini berani bermain api, nggak semua orang berani. Dan aku sangat bangga dengan kemampuanku bermain api
      Tapi api itu berbalik membakar diriku sendiri, dan aku masih mempertontonkan diriku yg overheat di depan penonton. Yang sampai pada penonton bukan lagi api semangat tentunya.

      Menuliskan ini pun rasanya lega, saat mengetahui alasan seseorang benci denganku, bukan sekedar "aku benci kamu atau ceritamu nggak bisa dicerna" tapi nggak ada poin2 penjelas dibaliknya, dan opini2 yg kurang poin seperti itulah yg membuatku makin terbakar dan semakin ingin menang dari pembaca dalam ceritaku sendiri. Opini2 seperti itulah yg membuat egoku (yg basic statnya udah tinggi) semakin terbakar dan berharap kalian jadi korban selanjutnya dalam ceritaku

      This enlighten my day. Awalnya aku sedikit nge-heat (sedikit, nggak sampe marah, dan aku nggak marah kok), tapi setelah aku baca 2-3 kali, aku mulai merasakan intensi baik dari sang penulis opini. Bagaimana seharusnya aku memperlakukan pembaca - yang notabene seorang manusia, dan juga punya perasaan. Yang tentunya nggak mau perasaannya dibawa naik turun nggak jelas, lalu ditertawakan orang lain.

      (mungkin ini ada hubungannya sama masalah pribadiku, sehingga kekesalan di dunia nyata jadi kebawa ke tulisan, tapi ya masalah pribadi is masalah pribadi, nggak seharusnya aku jadiin pembaca sebagai pelampiasan, bukan?)

      In real world, im just a lonely person. Di dalam hati aku selalu bilang "Hey look at me! Im here!" tapi nyatanya nggak. Dan senpai never notices me. Perasaan negatif itulah yang terlampiaskan ke dalam ceritaku, perasaan ingin dilihat, ingin diperhatikan, dan ingin dicintai (kok jadi curhat LOL)
      But not in a good way. Ini bisa dilihat sebagai balas dendam orang yang ingin diperhatikan namun ketika diperhatikan, ia menendang orang tsb satu persatu. In the name of revenge.

      Dan sayangnya, hanya itu satu2nya api pembakar yg ada di dalam, perasaan2 negatif itulah yg membuatku bisa melahirkan banyak tulisan, yg nggak jauh2 dari sedih, marah, sarkas dan juga kematian. Dari ratusan cerita yg aku buat nggak ada satupun yg bahagia.

      Pada akhirnya, para villain lah yang paling butuh pertolongan. Dibalik topeng jahat yang membuat sosok mereka seolah superior, mereka hanyalah sosok lemah yg bersembunyi dibalik kekuatan mereka.

      Makasi udah menyentuh hati sang villain. Opini terjujurmu membuat aku sadar klo aku udah berbuat salah..
      Dan maaf udah ngetroll selama ini. Aku nggak yakin bisa lepas dari trolling, krn aku sendiri nggak bisa lepas dari kekesalan di dunia nyata, tapi at least i'll try, i dunno how, but i'll just try.

      Delete
    10. LOL ini perkenalan antar author ter-epik

      Aku nggak suka musti ngelepas topeng ini, tapi hey..aku udah lepas, dan kalian sekarang tahu ternyata dibalik villain ini hanya ada sosok lemah dan alasan mengapa dia menjadi jahat..

      Andai saja pemberi opini cuma bilang "ceritamu nggak bisa dicerna" wah dijamin ronde selanjutnya aku akan makin jahat lagi, jangankan gitu..bales komennya pun aku pasti bakal egois banget, dan aku nggak peduli tanggapan orang soal keegoisanku.
      Tapi kejujuran pemberi opini pantas dibayar dengan kejujuran dariku. Ini intensiku, ini motivasiku, dan ini aku.

      Ini berasa kayak dialog protag pas nyadarin villain sampe akhirnya si villain sadar dan masuk party utk ngelawan musuh sebenarnya. Magus Chrono Trigger, anyone?

      [Congratulation! Bayee - The Unreliable Narrator has joined your party!]

      Delete
    11. dan feel free utk bilang motivasi menulisku emo dan lebay :v (y)

      Delete
  6. -wow.. awal cerita dibuka dengan sudut pandang setiap tokoh.. ini keren menurut saya.. apalagi sampai copas beberapa adegan dari canon tiap2 tokoh.. XD
    -err, jujur, saya agak bingung pas ngebaca karena alurnya mutar2 (bolak-balik).. tapi pas baca FAQ, saya jadi ngerti.. entah, ini bisa disebut ciri khas yg unik atau jadi nilai minus atau emang karena saya bego gak terlalu banyak tau model2 penulisan kayak gini.. XD yg ini saya fifty-fifty aja dah, anggap emang gaya author yg nulisnya emang kayak gini..
    -poin di atas barusan juga ternyata mempengaruhi adrenalin saya dalam membaca. awalnya tegang pas battle, mundur jadi datar gara2 adegannya balik menceritakan OC lain..
    -Di luar beberapa poin di atas, DEMIGOD, battle ini canon keren banget.. kemampuan tiap tokoh bisa "dimunculkan" dengan baik.. emosi OC lain juga tertata rapi dan semakin penuh amarah..
    -ah ya, saya suka Peterpan Band (fans malahan), jadi suka aja adegan pas lagu Kukatakan Dengan Indah itu.. lagu saya buat Ucup di canon saya juga dari Peterpan.. XD *gak ada yg nanya woi*

    ini murni penilaian saya sebagai pembaca, bukan karena kita rival.. saya tetap akan memberi nilai..

    jadi....

    -----
    8/10
    -----

    ReplyDelete
    Replies
    1. hmm begitu ya..jadi ketegangannya jadi nurun gara2 plot jump
      hmm i see i see

      jadi unik itu nggak berarti bagus, tapi pasti kontroversial xD xD
      tapi aku emang dari dulu terkenal kontroversial sih fufufufu

      aaaaa fans peterpan juga #brofist
      jadi penasaran disana Ucup pake lagu apa
      lagu peterpan keren2 sih

      Delete
    2. hmm begitu ya..jadi ketegangannya jadi nurun gara2 plot jump
      hmm i see i see

      jadi unik itu nggak berarti bagus, tapi pasti kontroversial xD xD
      tapi aku emang dari dulu terkenal kontroversial sih fufufufu

      aaaaa fans peterpan juga #brofist
      jadi penasaran disana Ucup pake lagu apa
      lagu peterpan keren2 sih

      Delete
  7. Oke, saya suka dengan canon ini.....
    tapi sayang, breaking the 4th wall-nya terkesan menghancurkan....
    FAQ-nya mengganggu.....
    dan seperti yang mas Adham bilang, ada suatu wall yang mengganjal saya untuk memberi nilai lebih (mungkin karena sifat penulis yang suka-suka?)
    anyway, ini sudah pantas diberi apresisasi dan hal yang kurang mungkin pembawaan cerita........

    7.8/10

    ReplyDelete
    Replies
    1. -1 utk FAQ

      Namanya juga sifat, susah ngubahnya :(
      Tapi utk style, masih bisa diubah kok.

      Breaking the 4th wall emang hal yg kontroversial dari dulu. Ini bisa membuat cerita jadi bagus atau jadi hancur, pedang bermata dua.
      Tapi setidaknya, dengan kekacauan ini, aku bisa menegaskan identitasku sbg individu. Dan itu tujuan awalku memang..

      Anyway semakin orang nggak suka aku malah semakin pengen bikin orang ngerasa benci lho
      #deritaseorangmaso

      Tapi kayaknya ini udah more than enough ya. Sebenernya aku masih pengen meneror pembaca tapi..aku ngalah deh kali ini xD

      Makasi feedbacknya yo

      Delete
  8. warning, seluruh komentar ini adalah subjektif, jadi nggak ada nilai yang akan tersirat di dalamnya.
    ---------------

    wakakakakak, kampret iseng banget itu si Sjena.
    XD

    Well done, karakter Leon begitu digali dengan dalam di sini. Ane sebagai authornya sendiri malah nggak pernah kepikiran buat bikin flashback pembangkit amarah macam begitu. Dan uh... kata-kata Primo sama leon itu benar-benar menancap di kokoro...
    (Maklum, si Leon itu selfinsert soal na. Dan Fia emang beneran ada di real life)

    -------------------------------------------
    Komentar subjektif dihentikan :
    Story ini terdiri dari beberapa sub judul ya?
    and Kiss Me If I'm Wrong, bukannya si Leon udah mokad di awal tadi sama si Primo? Kenapa dia muncul lagi sambil nyari2 gunblade?
    Atau emang ane yang emang gagal paham karena baca story di jam 3 pagi hari?
    @,@

    ----edit : setelah baca2 komentar.
    Oh, jadi ini timeline na diacak ya...
    ._.



    Woooogh, ada si Mbak dimention di sini.
    :D

    ReplyDelete
  9. Umi bingung mau komen apa =.= udah ada yang koen panjang lebar dan Umi cuma bisa picing mata *orz

    Karena itu Umi akan komen bagian bagusnya yaa... *ah alasan aja itu Umi, kan dirimu emang mau komen bagusnya doang -_- * ehehehhe

    Jadi Umi suka Bagian narator yang sebal sama Sjenanya >.< berasa gimana gitu, dan entah kenapa Leon yang dilempar ke laut itu bikin Umi bahagia banget. Dendem kesumat sama Leon di R1. Selain itu, kata-kata *piiippp* yang biasa di ucapkan Sjena juga udah berkurang banget disini >.<

    Jadi Umi kasih nilai 7/10 yaaa
    S

    ReplyDelete
  10. entri keempat dan still going strong :3

    awalnya, saya baca R1 sjena pas disaranin kak sam dan saya nemuin satu kalimat yg pas buat deskripsiinnya: what the hell is it? --> ga cocok ya kalo cewek ngomong kayak gini >///<

    nah, pas R2 saya paham, kenapa cerita ini bisa jadi kontroversi.

    semua berubah sejak kak bayee memproklamirkan dirinya sebagai "troll yang baik hati." pas itu, saya belum baca ceritanya, gara2 masih ujian. tapi, satu notifikasi muncul di FB dan bilang:

    "lebih seru baca komennya ketimbang ceritanya."
    "siapa?"
    "sjena."

    dan perasan saya langsung jadi nano2 pas baca komentarnya kak adham. sampai-sampai 2 orang tersangka yg disebutin di komentar itu sampai harus memberikan klarifikasi atas kejahatan yg tidak pernah mereka lakukan sebelumnya #plak. kalau saya sih ga mau ngutak atik atau ngomentarin soal kak bayee yg pengen jadi chef dan bikin resep original (ngalahin KFC dong..). terserah kakak mau jadi penulis yg kayak gimana...

    dan setelah itu, saya ngelanjutin baca ceritanya di sore hari.

    narasinya bagus, timelinenya ngacak, battlenya "kacau". nah, khusus ngacaknya ini, awalnya saya bisa ngikutin, tapi akhirnya gagal dan tersesat. sama kayak OC2 yg keperangkap labirin pulau. dan pola pikir saya gagal ngikutin pola pikir kak bayee dalam nyusun timeline. kalo nggak ada faq, mungkin saya udah nyasar ke laut kali ya :3. untuk breaking the 4th wallnya, maaf kak, entah kenapa saya nggak terlalu suka.

    overall, saya ngasih nilai 7.8. semangat kak >_<

    ReplyDelete
  11. What the Faq?!

    Ok, saya setuju dengan komentator sebelumnya, faq ga perlu. Ini bisa dimengerti kok, tapi bagiku tanda [] sangat mengganggu baca. Secara keseluruhan ini bagus, walau pengaruh wrath terkesan numpang lewat doang di sini.

    Score 8

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -