September 7, 2014

[ROUND 5] DEISMO - THE REALM DESTROYING BATTLE!!

[Round 5] Deismo
"The Realm Destroying Battle!!"

Writtem by Overlord Hall

---

Walaupun Nolan telah memberikan sepercik harapan pada para peserta, suasana hati mereka masih tidak berubah, masih tenggelam dalam lautan kebingungan dan keputusasaan. Mereka semua terdiam hening sambil membuat keputusan dalam pikiran masing-masing, tidak ada yang berbicara, yang terdengar hanya langkah kaki mereka sendiri yang menggema dalam lorong.

Sementara Deismo, ia tidak tahu apakah ia bisa mempercayai Nolan, tapi dia juga tidak mau memberikan kepercayaannya pada Thurqk. Deismo tidak yakin masalah yang ia hadapi akan berakhir hanya dengan memenangkan turnamen ini.

Meski begitu, Deismo tidak keberatan melakukan satu atau dua pertarungan lagi, kalah atau menang tidak masalah jika saja yang dikatakan Nolan benar. Apapun yang terjadi, Deismo hanya ingin harapannya terkabul, kembali ke realm asalnya, menghabisi Duster dan kembali pada teman-temannya.


Langkah Deismo terhenti ketika nama "Duster" melintas di kepalanya. Ia penasaran sudah berapa lama ia meninggalkan dunianya? Bisa jadi waktu Paradox World berlalu lebih cepat dari waktu dunia serba merah ini, tidak menutup kemungkinan ketika Deismo kembali ke dunianya satu atau dua tahun terlewat.

Deismo juga teringat bahwa desa teman-temannya, "desa yang terbuang" terbakar ketika ia mengunjunginya di ronde pertama. Bisa saja Duster melihat asap yang dihasilkan api itu atau merasakan kehadiran sihir Thermokinesis Deismo ketika ia memadamkan api. Jika Duster menemukan lokasi teman-teman Deismo, apa dia akan diam saja?

Deismo menggelengkan kepalanya "Tidak... tidak ada gunanya memikirkan itu... aku harus secepatnya menyelesaikan turnamen ini dan kembali secepat mungkin."

 "A-A-AAWWWW!!" tiba-tiba Deismo menjerit kesakitan karena sebuah gigitan keras di tangannya yang maksa monster besar itu keluar dari alam pikirannya. Ia segera menyingsingkan lengan jubahnya, lalu mendapati sesosok klon kecil berjubah hijau yang terlihat cemberut sambil berpegangan di tangan Deismo.

"Heismo, apa yang kau lakukan?!" seru Deismo pada klon yang ia sembunyikan dibalik jubahnya, "Bukannya aku sudah menyuruhmu untuk diam dibalik jubahku!"

"Aku memanggilmu berkali-kali, tapi kau tidak menjawab jadi aku gigit saja!" jelas Heismo singkat.

"Uh... baiklah... maaf, aku memang memikirkan sesuatu."

"Ngomong-ngomong mana Seismo?" tanya Heismo sambil melihat ke atas kepala Deismo, tempat yang biasa diduduki Seismo, "Dia meminjam Ókedex milikku, katanya hanya sebentar, tapi sampai sekarang ia masih belum mengembalikannya."

"Oh, tadi Seismo bilang ingin berbicara dengan peserta lainnya. Aku mencoba menghentikannya karena takut ia akan berbuat macam-macam, tapi..."

"Dia mengancam dengan tamparannya?" potong Heismo, Deismo nampak terkejut karena tebakan klon hijau itu tepat pada sasaran.

"B-Benar sekali! Bagaimana bisa kau tahu?"

"Begitulah cara Seismo meminjam Ókedex-ku...," kata Heismo, tubuh kecilnya merinding ketakutan sama seperti Deismo, "...Bahkan ia menjanjikan tamparan sebagai tanda terima kasihnya... ha... ha... ha..."

"Keluar dari masalah Seismo, kenapa mereka bergerombol seperti itu?" Deismo segera mengganti topik pembicaraan karena melihat beberapa peserta berkumpul bersama, terlihat seperti mengerumuni sesuatu, "Mungkinkah Seismo..."

"ARGH!!! KEPARAT!! KEPARAT KAU!!" suara wanita yang tak asing bagi Deismo terdengar dari tengah kerumunan itu.

"A-AKU PUNYA PERASAAN BURUK!! Mari kita periksa!" kata Heismo dengan raut muka khawatir, Deismo mengangguk tanda setuju, keduanya berjalan segera mendekati kerumunan itu.

***

Begitu sampai di kerumunan itu, Deismo bisa langsung melihat melewati kerumunan peserta yang menghalanginya, terimakasih pada ukuran tubuhnya yang luar biasa tinggi. Di tengah kerumunan ini nampak Seismo sedang mencoba menampar seorang wanita berambut pelangi, namun tidak peduli berapa kali klon merah itu melayangkan tamparannya, Seismo selalu saja terpantul ke belakang sebelum bisa menentuh wajah si rambut pelangi.

Semua peserta disini terlihat menikmati aksi Seismo yang keras kepala ini, terutama seorang gadis berpakian kumuh yang tertawa terbahak-bahak melihat Seismo yang mulai kelelahan.

"Permisi, apa yang terjadi di sini?" tanya Deismo pada sesosok kerangka mirip kera dengan rambut kribo dan ekor yang terbuat dari api. Makhluk itu membalikkan badannya dan sedikit terkejut melihat kehadiran Deismo di belakangnya.

"Makluk kecil itu mengadakan taruhan, ia bilang benda yang dipegangnya itu mengetahui berbagai macam hal dan tidak pernah salah. Lawannya akan menanyakan sesuatu yang ia tahu, jika benda itu salah lawannya boleh memiliki benda itu, tapi jika lawannya kalah ia harus memilih ditampar atau menyerahkan benda miliknya," Si kerangka berbalik ke arah Deismo, lalu bertanya padanya "Dilihat dari bentuk kalian yang mirip... Apa dia temanmu?"

"Bisa dibilang begitu," jawab Deismo singkat.

"Tapi benda itu hebat sekali, lho! Sudah sepuluh kali ia bertaruh, tapi ia selalu menang, aku sendiri sudah kalah tiga kali," katanya sambil menunjukkan rahangnya yang terlihat agak retak karena tamparan Seismo.

"Cewek yang tertawa di sana itu, Nurin barusan ditampar oleh si merah mungil karena kalah bertaruh dengannya," kerangka monyet itu menunjuk seorang wanita kumuh yang masih menertawakan Seismo, "Mungkin karena tidak mau menerima kekalahannya, ia memanggil mba Irwin, si rambut pelangi yang ia temui di ronde sebelumnya untuk membalaskan dendamnya."

"Hm... itu menjelaskan kejadian aneh ini," Deismo menganguk-angguk tanda mengerti.

"A-Apa kau tidak baik-baik saja? Kau terlihat kelelahan," kata si rambut pelangi seraya mengulurkan tangannya pada Seismo untuk membantunya berdiri, ia mulai khawatir dengan Seismo yang sangat kelelahan karena tepantul dan menghantam tanah berkali-kali.

"Aku tidak butuh belas kasihanmu, kecoa!!" Seismo memalingkan wajahnya dari Mba Irwin.

"K-Kecoa?!"

"Ya! Kau sangat menggangu, tapi tidak peduli berapa kali aku memusnahkanmu, kau akan tetap hidup dan mengganguku! Satu-satunya serangga yang bisa menggambarkan dirimu adalah kecoa!"

"M-Maafkan aku karena terlah terlahir sebagai seekor kecoa..."

"Berikan saja barangmu padaku dan kita impas!"

Mba Irwin terkejut dengan perkataan Seismo karena ia tidak punya apa-apa untuk diberikan, bahkan sayur-sayuran di kepalanya sudah habis setelah ia gunakan di ronde-ronde sebelumnya, "M-Maaf... aku tidak memiliki apapun untuk diberikan..."

"APA?! Berani-beraninya kau mengikuti permainanku tanpa memberikan kompensasinya!"

"M-Maafkan aku!!"

"Cih! Maaf saja tidak cukup! Kau tahu yang harus dilakukan seorang pejudi ketika tidak bisa membayar taruhannya?"

"Maaf... Aku tidak pernah berjudi sebelumnya, jadi aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan..."

"LEPAS BAJUMU!!"

"M-Maaf? Mungkin aku salah dengar, bisa tolong ulangi perkataanmu?"

"Lepaskan bajumu dan berikan padaku, hanya itu satu-satunya barang yang kau miliki kan?"

"A-Ampuni aku! Aku akan memberikan apa saja, tapi jangan pakaianku!!" pinta Mba Irwin seraya berjalan mundur sampai punggungnya membentur tembok lorong.

"SUDAH TERLAMBAT UNTUK MUNDUR!!!" Seismo melompat dengan cepat dan mendarat di kepala Mba Irwin, lalu mulai menarik kerah kaos sang wanita berambut pelangi hingga pusar terlihat, tapi Mba Irwin tidak diam begitu saja dan menarik kaosnya kembali ke tempat sebelumnya.

"Bisa kau berhenti mempermainkan wanita itu?" seorang pria yang mengenakan jaket bangsawan berwarna putih dengan kerah tinggi mendadak memasuki kerumunan itu, namanya adalah Primo kehadirannya kemari dipicu oleh teriakan-teriakan minta tolong Mba Irwin.

Begitu Seismo menyadari tamu baru dalam kerumunannya, ia segera mengarahkan perhatiannya pada Primo, "Mau apa kau, hah?!"

"Kau hanya ingin melayangkan sebuah tamparan sebagai hukuman permainanmu kan?"

"Iya, kenapa? Apa kau ingin menggantikan wanita ini sebagai target tamparanku?"

"Iya, benar. Biarkan aku menggantikan wanita itu, maksudku aku tidak biss....!!" belum sempat sang pria bangsawan menyelesaikan kalimatnya, Seismo melompat ke arahnya dan melayangkan sebuah tamparan super bermuatan amarah yang terpendam sejak gagal menampar si rambut pelangi. Tamparan itu sangat keras, sampai-sampai Primo terkapar ditanah dengan beberapa gigi tanggal dari mulutnya.

"Coba kau bilang dari tadi, pasti aku tidak akan serepot ini!" dengan sebuah gerakan mulus Seismo mendarat di atas tanah dan memicingkan matanya kepada para penonton.

"Siapa selanjutnya?" tanya Seismo, namun tidak ada yang membalas ajakannya. Bola mata Seismo bergeliat kiri-kanan untuk mencari penantang baru, tiba-tiba Heismo, klon hijau Deismo mengangkat tangannya, meminta perhatian Seismo, "Apa? Katakan urusanmu dengan cepat, aku sedang sibuk disini."

"Aku juga mau main!!" seru Heismo.

"Oh? Benarkah? Sayangnya aku tidak mau bermain jika kau tidak membawa barang taruhan,"

"Aku bawa!! Coba lihat!!" Seismo menunjukkan gigi primo yang baru saja tanggal, bahkan masih ada gusi dan bercak darah padanya.

"S-Sialan!! Lancang sekali kau menggunakan benda itu untuk taruhan!"

"Hah? Kenapa? Apa tidak boleh?"

"BENDA ITU MENJIJIKKAN, DASAR MONYET!!"

"Menjijikkan?" tanya Heismo lugu.

"Apa otak monyetmu benar-benar begitu dungu sampai kau tidak mengerti bahasa sederhana seperti itu?!" balas Seismo dengan amarah melonjak-lonjak.

"Ini tidak sekotor yang kau kira! Coba lihat lebih dekat!" Heismo mendekatkan gigi tanggal itu pada si klon merah, namun Seismo dengan spontan berlari menjauhinya. Menyadari kelakuan aneh temannya ini, Heismo mengejar dengan gigi di tangannya untuk menakut-nakuti si klon merah.

Seismo mulai muak dengan permainan Heismo dan berlari ke arah kerumunan peserta, lalu menendang kaki Deismo untuk meluapkan amarahnya sebelum melanjutkan pelariannya. Deismo yang tengah lengah kehilangan keseimbangannya dan jatuh di wajahnya.

Tak disangka-sangka, ketika Heismo mendekati kerumunan peserta, wajah para peserta memucat. Mereka berbalik arah, lalu berlari secepat yang mereka bisa menjauhi Heismo.

"Yay! Semua orang ikut bermain kejar-kejaran!" kata Heismo riang.

Para peserta dan kedua klon Deismo telah berlari jauh, tetapi Deismo masih tersungkur di lantai karena tendangan Seismo tadi. Deismo mengangkat tubuhnya dan duduk bersila seraya melihat para peserta yang ikut berlarian. Dia jadi penasaran kenapa para peserta ikut lari.

Jawaban Deismo hendak terjawab, tapi dia terlalu lambat untuk menyadarinya. Sebuah Arus air yang sangat deras membanjiri lorong di belakang Deismo dan mengikis si hantu imitasi bersamaan dengan primo yang tengah pingsan.

"A-Apa yang....," Deismo baru tersadar akan arus air yang datang, tapi sudah terlambat. Arus itu begitu cepat sampai-sampai tak lama setelah arus itu menyapu Deismo, para peserta yang telah lari duluanpun terkena arus itu.

Deismo menyatukan kedua  telapak tangannya dan menggunakan Thermokinesisnya untuk membuat beberapa bongkahan es yang menahan arus air. Namun, arus ini begitu cepat sampai es Deismo lebih cepat terkikis dari pada terbentuk.

Deismo tidak mau menyerah, dia mencoba lagi dan lagi. Setelah tiga menit berusaha, arus air di sekitarnya semakin melambat karena air di depan Deismo telah membeku, sehingga Deismo bisa bernafas di balik bongkahan es yang ia ciptakan.

Tiba-tiba pandangan Deismo semakin memudar, begitu juga cahaya mata Deismo. Ia tak bisa menggerakan tubuhnya sehingga ia terjatuh, lalu terpeleset ke dalam arus air dan ikut terbawa arus.

Meski kerasnya arus air, Deismo masih sadar. Dengan susah payah ia berhasil menancapkan salah satu cakarnya ke lantai lorong dan bertahan di sana. Ia hendak membentuk balok es lagi, tapi kesadarannya hilang terlebih dahulu, sehingga cakarnya melepaskan lantai dan kembali terbawa arus.

***

Ketika Deismo kembali membuka matanya ia tidak lagi hanyut dalam arus kencang, melainkan disebuah tempat yang sangat asing baginya. Langit begitu gelap dengan gemerlap bulan dan bintang menghiasinya. Deismo terbaring disebuah jalan kota yang terbuat dari batu, deretan bangunan abad pertengahan berjajar di kanan dan kiri jalan.

"Dimana ini?" Deismo mengangkat tubuh besarnya lalu berdiri dengan kedua kakinya, ia terkejut dengan perubahan drastis pada pemandangan disekitarnya. Kedua klonnya masih terbaring tidak sadarkan diri pada pangkuan Deismo.

"Mungkinkah ronde kelima sudah dimulai?!" Deismo mendadak menjadi siaga, ia segera menggendong kedua klon kecilnya di tangan kanannya dan mulai melihat ke sekitar.

Cahaya lampu dari dalam bangunan-bangunan di dekatnya memberi penerangan pada Deismo, tapi itu saja belum cukup bagi mata Deismo untuk melihat di kegelapan kota. Hantu raksasa itu segera meninggalkan lokasi awalnya untuk mencari tempat yang lebih terang.

Tak lama sejak Deismo mulai berkeliling, ia melihat sekumpulan cahaya terang di sebuah tanah lapang. Dari lokasinya yang lebih tinggi, ia dapat melihat beberapa bangunan temporal seperti tenda atau stan di antara cahaya-cahaya itu.

Ketika Deismo sampai di lokasi itu, ia melihat bangunan-bangunan yang tadi dilihatnya berjejer seperti sebuah blok pasar. Bangunan dalam pasar itu terdiri atas berbagai macam bangunan temporal, tapi ada juga beberapa yang hanya berupa karpet yang di gelar di tanah. Cahaya yang ia lihat berasal dari lentera-lentera cantik dipajang di depan masing-masing bangunan.

Berbagai Suvenir, Ornamen, perhiasan, makanan dan berbagai benda lain yang wajar ditemui dalam sebuah pasar tersusun rapi di atas konter masing-masing bangunan. Meski banyaknya barang dagangan, tak seorangpun pembeli atau penjual terlihat.

"Apa kau datang untuk diramal?" terdengar suara wanita yang tak asing bagi Deismo.

Deismo langsung menoleh ke asal suara itu, ia melihat sebuah stan yang dijaga oleh seorang wanita bergaun ungu yang memakai topi lebar hingga menutup wajahnya. Rasa ingin tahu Deismo membuat dirinya berjalan mendekati stan wanita itu.

Ketika ia menginjakan kakinya di depan stan ramal itu, ia merasakan kehadiran wanita di depannya yang terasa familiar, tapi pada saat yang sama, juga terasa begitu asing.

"Selamat datang di stan ramal saya." kata si wanita penjaga stan, kemudian ia mengambil sebuah bola kristal dari bawah meja stannya dan menunjukkannya pada Deismo. "Saya percaya ini bukan pertama kalinya kita bertemu 'kan?"

"K-Kau...!" begitu melihat bola kristal itu, Deismo mengingat wanita ini. Namanya adalah Arcana, mereka bedua pernah bertemu sebelum ronde keempat, di dalam alam pikiran Deismo. Tidak hanya itu, ia juga muncul ketika Deismo bertarung dengan Kinnaras.

"Sebenarnya siapa dirimu?" tanya Deismo pada wanita itu.

"Bukannya saya sudah menjawab? Nama saya adalah Arcana," jawab Arcana dengan santai.

"Bukan itu yang kumaksud! Kau bukan peserta maupun panitia, tapi kau bisa muncul di ronde sebelumnya tanpa memancing perhatian dewa merah itu, bagaimana kau melakukannya?"

"Anda telah berjuang dengan baik di ronde sebelumnya, saya ucapkan..."

"Tolong jawab pertanyaanku!" bentak Deismo seraya menghantam konter stan sang peramal dengan tangannya.

"Saya yakin tahu maupun tidak tahu hasilnya akan sama saja, tuan Deismo."

Deismo terdiam. Tampaknya wanita ini tak mau memberikan informasi apapun mengenai dirinya selain namanya, Arcana. Jadi Deismo memutuskan untuk mendengarkan apa saja yang akan ia katakan.

"Saya akan menganggap anda telah mengerti," sang peramal mengibaskan tangannya di atas bola kristal ungunya, lalu mulai mengucapkan mantra sihirnya.

Tak lama, lima buah cahaya memancar keluar dari bola kristal itu dan membentuk dinding cahaya di antara Deismo dan Arcana. Sang peramal itu berkata "lima buah warna. Merah, biru, kuning, ungu dan hitam akan menghalangi jalanmu dalam ronde ini Beberapa dari mereka pernah kau temui, tapi sisanya tidak"

Kelima cahaya itu berkumpul pada lima titik yang mewakili setiap warnanya, lalu setiap kumpulan cahaya itu membentuk lima buah bentuk manusia. "Sang merah adalah pemburu, sang biru adalah perumpamaan laut, sang kuning adalah pembawa listrik, sang ungu adalah pemain pedang, tapi kau harus berhati-hati dengan si warna hitam. Dialah yang terkuat diantara semuanya"

"Sekian yang dapat saya sampaikan. Bersiaplah, pertarungan akan segera dimulai."

"T-Tunggu dulu!" teriak Deismo.

Arcana mengambil bola kristal yang ia letakan di meja, lalu memasukannya pada suatu kantong di balik badannya. Ia menoleh ke Deismo, tapi segera berbalik ke dalam stan, lalu berlari ke dalam. Deismo masih ingin tahu identitas Arcana, sehingga ia melompati meja konter stan itu dan mengejar sang peramal ke dalam stan.

Deismo melihat sekelebat siulet sang peramal keluar melalui sebuah pintu terbuka di ujung stan, lalu ia susul secepat mungkin. Namun, ketika ia sampai keluar, ia tak melihat wanita itu. Deismo memusatkan konsentrasinya dan memakai [Stationary Observation], tapi ia tak menemukan wanita itu, tidak satupun jejaknya terlihat dalam peta tiga dimensi di pikirannya.

"Bagaimana bisa..."

"Jangan bergerak," Deismo terperanjat ketika ia melihat sebuah benda hitam tajam terletak tidak jauh dari lehernya. Ia tidak tahu apa yang sedang mengancamnya saat ini, tapi sudah jelas, itu adalah suara dari Arcana, "Kalau kau mau tahu kelanjutannya, lanjutkan pertarunganmu sampai ronde terakhir"

Deismo mengepalkan tangannya. Ia segera berjongkok, lalu berbalik dan melancarkan sebuah pukulan uppercut kepada siluet di belakangnya, tapi ia tidak memukul apapun, siulet itu berhasil menghindar dan kembali ke dalam stan yang ia datangi sebelumnya.

Deismo menembakan sebuah bola api dari tangannya dan membakar stan itu. Akantetapi, sekarang malah terdengar suara Arcana yang tertawa cekikikan.

"Arcana! Tunjukan dirimu!" teriak Deismo.

"Ini bukan saatnya aku muncul... Kau tak ingin mengecewakan para penonton,bukan?"terdengar suara itu menggema di kepala Deismo.

"Penonton?"

Deismo mendengar beberapa serpihan batu jatuh dari ketinggian. ia tidak ingin berada di tempat ini lebih lama, apalagi karena lokasinya telah ditemukan. Ia segera bergegas berkeliling dan berharap dia dapat menemukan musuhnya sebelum mereka menyerangnya duluan.

Namun, dia tidak menyadari keberadaan dari seekor harimau merah gelap berloreng hitam di atas atap suatu bangunan yang masih tersisa,  memandang ke arah Deismo pergi. Harimau itu mendengus, lalu berjalan pelan ke sebuah ruangan di sisi lain bangunan itu.

***

Dua puluh menit telah berlalu, tetapi Deismo tidak menemukan satu orangpun. Langkah Deismo tiba-tiba terhenti, lalu ia berjalan lagi, tapi langkahnya sempoyongan. Semakin ia melangkah, semakin pudar pandangannya. Semakin ia bergerak, semakin tidak teratur nafasnya.

Akhirnya Deismo menyerah pada keanehan dalam dirinya dan menyandarkan dirinya di dinding bangunan terdekat. Deismo segera memeriksa seluruh tubuhnya, tapi tidak ada luka fisik sedikitpun, jadi tak mungkin racun atau serangan dari lawannya.

Tangan Deismo mulai tidak merespon, kemudian kakinya merasa lemas, setiap organ motorik dalam tubuhnya seakan tidak bekerja, sehingga seluruh tubuh Deismo jatuh dan terbaring tak berdaya. Termasuk tangan Deismo yang memegangi kedua klonnya, Seismo dan Heismo langsung menggelinding jatuh dari tangan Deismo dan mencium tanah kasar di bawahnya.

"Hei, sakit tahu!"

"Apa maksudmu menjatuhkanku ke tanah kotor ini, anjing?!"

Kedua klon itu marah karena dijatuhkan Deismo dan terpaksa keluar dari alam tidurnya, tapi mereka berdua langsung panik begitu menyadari keadaan Deismo yang kurang baik. Tidak lama kemudian, raksasa itu langsung tumbang dihadapan mereka berdua.

"H-Hoi?! Apa yang terjadi padamu, anjing? Apa kau sakit? Apa aku harus membawamu ke dokter hewan?" 

"Heeh?! Jadi kau bisa khawatir pada Deismo?!"

"Tentu saja, monyet! Mana ada pemilik yang akan membiarkan peliharaannya sakit!!"

Deismo bisa mendengar kekhawatiran kedua klonnya, tapi ia terlalu lelah untuk menjawab. Deismo tidak bisa merasakan energi kehidupan mengalir pada tubuhnya, tidak salah lagi Deismo telah kehabisan energi kehidupan.

"Akhirnya kutemukan kalian," Sesosok Hvyt turun dari langit, makhluk merah itu membawa sebuah botol kaca yang terisi penuh dengan cairan misterius berwarna hitam. "Maaf, kami terlambat membawakan barang ini."

"Benda apa itu? Terlihat seperti minuman bersoda, boleh aku minta?" tanya Heismo.

"Ini untuk kalian berdua," Hvyt mengambil dua botol kecil berisi cairan yang sama, Heismo langsung mengambil botolnya dan meneguk isinya tanpa ragu, tapi Seismo masih belum percaya pada makhluk merah itu.

"Bedebah! Apa yang kau rencanakan?!" Seismo segera siaga, ia tidak ingin siapapun melakukan sesuatu yang mencurigakan pada peliharaannya, "Aku tidak akan membiarkan kau bertindak semaumu sebelum kau memberitahu cairan apa itu."

"Hm? Bagaimana kalian bisa tidak tahu? Bukannya sudah jelas, inilah energi kehidupan kualitas rendah untuk makhluk rendahan ini," jelas Hvyt, Seismo dan Heismo terlihat kaget dengan penjelasan Hvyt, tanpa membuang waktu Hvyt menuangkan isi botol itu kedalam mulut Deismo. "Padahal peserta lain hanya perlu perbaikan peralatan atau pemulihan tubuh, tapi peserta ini perlu barang selangkah ini untuk bisa bertarung tiap rondenya."

"Oh...!! Jadi seperti ini energi kehidupan kami?" Heismo melihat takjub pada botol yang ia pegang, mulutnya mengecap-ngecap setelah mencicipi isi botol tadi, "Seismo, kau tidak mau? Boleh kuminum punyamu?"

"Oh? Jadi kau ingin meminum punyaku agar aku kehabisan energi dan mati, begitukah rencanamu?"

"B-Bukan!! A-A-Aku tidak bermaksud..."

Tak lama, pandangan Deismo mulai pulih, begitu pula denyut nadinya. Sekarang ia bisa menggerakan tangan dan kakinya seperti sedia kala. Sang raksasa bangkit dari tidurnya dan hendak berterima kasih pada sosok yang menyelamatkannya, "T-Terima kasih..."

"Tugas saya disini sudah selesai, saya akan segera meninggalkan tempat ini...," Hvyt segera mengepakkan sayap hitamnya dan lepas landas, dalam sekejap makhluk merah itu telah menghilang dari pandangan.

"Baiklah, kita harus bergegas menemukan lawan-lawan kita," Deismo segera berdiri dari posisi berbaringnya, begitu berdiri, ia mendengar suara langkah kaki di sekitarnya, tidak lama kemudian muncullah sesosok manusia di hadapa Deismo.

"Tidak perlu mencari kami," kata seorang pria berambut coklat, bermata biru dan memakai sebuah kaos coklat yang ditutupi oleh sebuah kemeja kotak-kotak.

"Namaku adalah Collin Burke, aku adalah satu dari lima peserta gugur yang harus kau lawan di ronde ini," kata pria itu, "tapi kedatanganku ke sini bukan untuk melawanmu, aku datang untuk bernegosiasi."

"Negosiasi?" Deismo menutup wajahnya dengan tangannya. Ia tidak mau menggila ketika pria ini berusaha menyelesaikan masalah dengan damai.

"Kami tahu kau adalah peserta yang telah lolos ke ronde ini... tapi kau tidak akan mendapat apapun dari menang di ronde ini selain "Kesempatan" hidup kembali,kan?"

"Ya... tapi aku masih ingin hidup kembali."

"Tapi kau tidak akan hidup kembali jika kau kalah di ronde berikutnya, bukan?"

Perkataan Collin itu sempat membuat Deismo tercenggang. Ia hendak berkata "Ya", tapi ada suatu perasaan dalam hatinya yang menahannya mengatakan itu.

"Kalaupun kau mati, rumah asalmu tidak akan musnah,kan?"tanya Collin lagi.

"Apa maksudmu dengan pertanyaan itu?"

"Begini... kami para peserta yang telah gugur harus membuatmu kalah... atau rumah asal kami... atau kalian menyebutnya "Realm" kami..." perkataan Collin terhenti. Ia tidak menatap wajah Deismo lagi, tapi menatap tanah di bawahnya. "... Realm kami akan dihancurkan. Karena itulah... tolong menyerahlah pada ronde ini"

Deismo tidak bisa berkata apa-apa. Ia tidak ingin Realm peserta lain menjadi tumbal untuk kepentingannya sendiri, tapi ia tidak bisa juga menyerah setelah membunuh begitu banyak peserta di jalannya ke ronde ini.

"Tolong pikirkan baik-baik permintaan kami jika kau masih punya hati nurani."pinta Collin.

"Tidak," sebuah jawaban singkat menggema di telinga Collin, tapi itu bukanlah jawaban dari Deismo, melainkan dari klon berjubah merah milik Deismo.

"A-A-A-A-Aku juga tidak mau menyerah!!" si klon hijau juga mengikuti, "A-A-Aku bukannya mengatakan ini karena diancam Seismo atau semacamnya!!"

"Cih, aktingmu jelek, padahal seharusnya monyet adalah aktor yang hebat."

"J-Jangan salahkan aku! Aku juga bingung dan kau mengancamku untuk setuju!!"

Kedua klon itu menghadap ke arah Deismo, menunggu jawaban darinya, "Jadi apa jawabanmu, anjing?"

"Aku... Tidak tahu...," Deismo menjawab dengan nada pelan, ia kebingungan dihadapkan dengan dua pilihan yang tidak mungkin ia jawab.

"Jawaban macam apa itu, anjing?!"

"Aku ingin kembali ke paradox world, tapi tidak dengan mengorbankan realm orang lain! Pasti masih ada jalan lain 'kan?"

"sayangnya kita tidak punya pilihan lain," kata Collin, sambil memegang dagunya, "Kau pasti sudah tahu kalau kita tidak bisa menentang si dewa merah itu, kita hanyalah bakteri-bakteri kecil yang menari di telapak tangannya."

"NEGOSIASI GAGAL!!!" suara Collin menggema di seluruh gang itu. Deismo dapat mendengar suara percikan listrik dari arah Collin. "DEMM!"

Collin memukulkan tinjunya ke arah Deismo. Listrik di tangannya menyambar bagaikan sebuah gelombang kejut searah dengan pukulannya. Sang raksasa tidak sempat menghindar dan terkena telak, tetapi perisai sihirnya mampu menahan serangan dari Collin.

"Clofer!"

Collin menyebarkan semua listrik itu ke seluruh bagian tubuhnya, menyelimuti tubuhnya dengan listrik bertegangan tinggi. Tanpa menunda lagi, Collin langsung menembakan Demm secara beruntun,"DEMM!! DEMM!! DEMM!! DEMM!!"

Serangan Demm beruntun dari Collin tidak memberikan satu celahpun bagi Deismo untuk bergerak. Deismo terpaksa mundur hingga punggungnya membentur tembok.

"Petra! Serang sekarang juga!" Collin memanggil  seorang temannya, Deismo tidak diberi kesempatan untuk berpikir. Dari ujung matanya, ia melihat seorang pria beryukata ungu menyabet cepat perisai Deismo menggunakan dua buah pedang yang menyala merah dan biru, diikuti dua buah benda tajam yang melayang-layang menghujam perisai Deismo mengikuti gerakan Petra, pria beryukata ungu itu.

"Emils, sekarang!!" Collin berseru, tiba-tiba sebuah benda cair berbentuk kerucut jatuh mengenai perisai sihir Deismo dari atas, benda kerucut itu berputar dan mengebor Perisai sihir Deismo yang menghalanginya.

"S-Sial!" Deismo menggunakan begitu banyak energi hanya untuk mempertahankan perisainya. Perlahan salah satu mata kuning Deismo semakin meredup, perisai Deismo mulai menunjukan retakan.

Dengan satu hantaman terakhir, orb milik Petra menembus perisai sihir Deismo. Secara refleks, Deismo melompat mundur, benda kerucut yang tadi diatasnya langsung mendarat dengan keras di tanah, melepaskan kepulan debu keudara.

Dari kepulan debu di depan Deismo, melesat dua orb melayang milik Petra. Orb pertama berhasil ditangkis dengan tangan kanan Deismo, orb kedua ditangkis dengan tangan kirinya, tapi bagaimana dengan pemilik kedua orb itu yang baru saja melompat keluar dari tabir debu?

"Tamatlah riwayatmu!!" seru Petra hendak mengayunkan pedangnya pada tubuh Deismo yang tidak terjaga, sayangnya Petra juga melupakan sisi bertahannya, ia tidak menduga kilatan berwarna merah akan melompat dari balik jubah Deismo dan mendarat dimuka Petra.

"Satu-satunya yang tamat disini adalah dirimu!!"

Sebuah kilatan merah keluar dari balik jubah Deismo, kilatan itu langsung menyambar kepala Petra dengan kuku tajamnya. Kilatan merah itu tidak lain adalah Seismo si klon merah, ia segera melompat kembali ke Deismo dengan tangan bersimbah darah.

"UAAGGHH!!! AAHH!! MATAKU!! MATAKU!!" Petra berteriak histeris.

Sang Samurai berlutut sambil memegangi kelopak matanya, ia bisa mencium bau dan pekatnya darah membasahi wajahnya, tapi ia tidak bisa melihatnya, yang dia lihat hanya kegelapan. Menyadari pengelihatannya telah direbut oleh kilatan merah tadi, Petra kembali menjerit kesakitan dan berguling-guling tidak teratur di tanah.

"Segera bunuh dia, anjingku!!" perintah Seismo, tanpa basa-basi lagi si hantu imitasi segera mengayunkan cakar tajamnya ke arah Petra, tapi belum sempat menyentuh Petra, sesosok makhluk berbentuk humanoid yang terbuat dari air muncul dari kepulan debu di belakang Petra dan langsung menghalau serangan Deismo dengan menyilangkan kedua pedang esnya.

"Tsch... kenapa aku harus menyelamatkan manusia?" kata Emils dengan mendesis. Slime ini memang memiliki kebencian terhadap manusia, tapi ia terpaksa bekerja sama dengan ras yang ia benci untuk menyelamatkan realm asalnya.

"Cepat urus manusia lemah itu!!" perintah makhluk cair itu, lalu ia melakukan sebuah salto kebelakang, kakinya menendang Deismo dan membuatnya terpental kebelakang, "Aku akan menahan monster ini!!"

"T-Terima kasih, emils!" Collin segera berlari ke arah Petra dan langsung memeriksa keadaannya, "Petra, apa kau baik-baik saja?!"

"Aku tidak bisa melihat...," kata Petra, Collin hendak mengalungkan tangan Petra di belakang lehernya untuk membantunya berdiri, tapi Petra langsung mendorong tangan Collin, menolak bantuannya, "Jangan khawatir, aku masih bisa bertarung... lagi pula, mana mungkin aku membiarkan dia bertarung sendirian?"

Emils sedang bertarung habis-habisan dengan Deismo, suara decingan antara cakar Deismo dan pedang es Emils terdengar begitu keras, sayangnya Emils memiliki teknik berpedang yang lebih hebat dari serangan acak Deismo.

Emils tersenyum karena mendapat lawan yang cukup tangguh, "Harus diakui bahwa kemampuanmu cukup hebat, jika saja aku masih hidup pasti aku akan menjadikanmu rekan seperjuanganku, tapi keadaan berkata lain untuk sekarang!!"

Deismo mengayunkan cakarnya pada Emils, tapi makhluk biru itu menunduk dengan cepat dan menghujamkan sebuah tusukan yang menembus perut Deismo, "Kena kau!!"

"AAAGGHH!!" Deismo mengerang kesakitan karena terkena serangan langsung dari Emils, lawannya itu hendak melayangkan satu lagi serangan, tapi Heismo tidak mau tinggal diam.

"Jangan sakiti Deismo!" terdengar sebuah teriakan dari dalam jubah Deismo. Sebuah kilatan berwarna hijau keluar dari balik jubah si raksasa dan menembus kumpulan cairan di depannya. Saat itu juga, semua cairan di sekitar Deismo termasuk tubuh Emils mengalir ke bawah dan menjadi genangan air biasa.

"Lepaskan aku, mahluk cebol!"

Di sebuah sisi jalan, Heismo tampak memegang sebuah bola berwarna biru gelap yang terus-menerus memberontak dari pegangan kedua tangan Heismo.

"A-Apa yang terjadi dengan mahluk cair itu?" tanya Petra khawatir, meski ia tidak tahu kondisi teman seperjuangannya saat ini.

"Jangan paksakan dirimu," seorang pria muncul di belakang mereka berdua, ia hanya memakai celana jeans hitam dan sebuah slayer hitam yang menutupi mulut dan hidungnya, "Aku akan menggantikan posisimu."

Pria itu mempersiapkan sebuah kuda-kuda aneh, kedua tangannya ditekuk, kemudian diposisikan ke depan sementara tubuh atasnya menjorok ke depan.

Pria berslayer hitam itu berlari ke arah Seismo. Ketika jarak mereka cukup dekat,  pria itu tiba-tiba menerjang Seismo. Seismo dengan mudahnya berlari melewati celah di antara kedua kakinya yang terbuka lebar, lalu berlari ke arah Collin yang berada di belakang pria itu.

Namun, tiba-tiba ada suatu benda bersisik yang melilit tubuh Heismo. Collin memanfaatkan kesempatan ini untuk membawa Petra kabur dari medan pertarungan.

Seismo tidak bisa bergerak karena lilitan dari benda bersisik yang melilitnya. Ia menengok ke pangkal  benda itu, lalu menemukan sebuah kadal hijau besar tepat di belakangnya, tapi setelah ia melihat baik-baik, hanya tubuh atasnya saja yang kadal, tubuh bagian bawahnya tetap bagian manusia.

"Dia berubah menjadi Kadal?!"

Pria itu... maaf, kadal itu mengerang sekeras-kerasnya, lalu ia berlari menuju Heismo yang sedang bermain-main dengan bola berwarna biru gelap dari tubuh Emils yang terus menerus berteriak.

Kadal itu berputar, lalu menggunakan ekornya seperti palu dan melempar kedua klon Deismo bersamaan. Heismo dan Seismo terpental ke Deismo yang sedang tak sadarkan diri, sedangkan bola biru yang ia mainkan tadi lepas dari tangannya, lalu bergelinding kembali ke genangan air di dekat Deismo.

"Akhirnya! Aku telah kembali!"

Genangan air di dekat Deismo itu segera membentuk bentuk yang sama dengan yang mereka lihat tadi, sebuah bentuk manusian cair. Dari tangan manusia cair itu, sebagian menjalar, lalu memipih di ujungnya, sehingga membentuk sebuah pedang.

"Ini berakhir di sini!"

Pedang Emils turun dan membelah Deismo. Atau paling tidak, begitulah yang ia harapkan. Namun kenyataan mengisahkan kisah lain, kisah dimana Deismo sendiri menahan pedang cair Emils. Deismo mulai memancarkan cahaya kehijauan, matanya pun berubah dari kuning menjadi hijau.

"T-Tunggu dulu! Bukannya kau sudah ditusuk di perutmu?!"

"Hei...," kata Deismo dengan suara berat. Emils terintimidasi dan segera menarik pedangnya, tapi cengkraman Deismo pada pedang itu lebih kuat dari perkiraannya dan mencegah Emils untuk kabur.

"APA KAU MAU BERMAIN BOLA?!" tiba-tiba suara Deismo berubah mejadi suara anak kecil.

"Eh? B-Bola?"

Jubah Deismo mulai berubah kehijauan. Tubuh bawah Deismo bercahaya kehijauan, lalu  membentuk sebuah bola besar dan terus membesar. Ketika cahaya kehijauan pada tubuh Deismo menghilang, Deismo telah digantikan oleh wujud Bhaine, mahluk humanoid berwarna hijau dengan bola mata kristal hitam dan tubuh bawah berbentuk bola kristal hijau berdiameter 3 meter.

"AAAYYOOOO MMMAAAIIINNN!!!!" seru Bhaine.

Bhaine menyusut ke dalam bola kristalnya, saat itu juga bola kristal Bhaine mulai berputar dan melindas Emils. Namun, melindas slime tidak pernah menyelesaikan masalah, sekarang malah Emils ikut terbawa dalam putaran bola kristal Bhaine. Sang mahluk bola kristal memutar arahnya, kemudian menerjang si manusia kadal.

"HEI! MAHLUK KADAL! LARILAH BODOH!" hardik Emils.

Sang manusia kadal yang menyaksikan seluruh kejadian itu bersiap untuk melawan Bhaine. Ia menyemburkan racun kehijauan dari mulutnya, lalu racun itu mengenai bola kristal Bhaine, tapi karena perputaran Bhaine yang begitu cepat, racun itu terlempar sebelum sempat bereaksi.

"Alvin! Mundurlah!" perintah Collin

Sang manusia kadal, Alvin menuruti perintah suara itu dan menghindari terjangan Bhaine. Sebuah tembakan listrik menyambar Bhaine dari atap salah satu bangunan, tapi serangan itu tidak efektif sama sekali.

"Kara! Mereka lebih kuat dari perkiraan kita!" teriak Collin pada pria di belakangnya.

Pria itu memakai sebuah helm tebal berwarna hitam, sebuah masker gas menutupi kepalanya dan sebuah jubah hitam yang menutupi seluruh peralatannya. Pria itu, Andhika, atau lebih sering dipanggil "Kara" mengeluarkan sebuah busur mekanis, kemudian menembakan anak panah tintanium dari mesin itu.

Anak panah Kara meluncur dengan kecepatan tinggi, ditambah dengan kerasnya tintanium, anak panah itu dapat menembus apapun. Namun, meski dengan kekuatan itu, perputaran Bhaine lebih cepat dari anak panah itu, sehingga anak panah itu terpental dengan mudah.

"Laksanakan rencana darurat B-03!" balas pria itu.

"T-tapi Alvin masih di sana!"

"Ah... aku tidak peduli"

Alvin tercenggang ketika mendengar kalimat yang keluar dari orang bernama "Kara" itu. Ia langsung berlari ke salah satu bangunan yang ada, tapi ia sudah terlambat. Sebuah Canister jatuh di tengah medan pertarungan, lalu meledak dasyat. Dari ledakan itu, sebuah lubang kegelapan terbentuk, lalu menyedot angin, batu, bahkan sisa-sisa bangunan di sekitarnya. Alvin tidak sempat berpegangan pada apapun, sehingga ia tersedot ke dalam lubang hitam itu dan menghilang.

"S-Sial! Aku harus kabur dari sini!"

Emils melepaskan bola biru tuanya, aka. "Inti"-nya, kemudian berguling sejauh yang ia bisa, tapi lubang hitam itu menyedot lebih cepat dari kecepatannya berguling. Untungnya, ada sebuah benda besar yang tersangkut di pintu lubang hitam itu, Bhaine.

Canister itu memang ditujukan untuk menghisap Bhaine, jadi dialah yang seharusnya tersedot sejak awal. Bhaine berusaha sebisanya untuk bergelinding menjauhi lubang hitam itu, tapi apa daya, diapun tersedot ke dalam lubang hitam itu. Hanya saja, lubang hitam itu terlalu kecil untuk menyedot Bhaine yang diameternya mencapai 3 meter.

Awalnya, Bhaine hanya menyangkut di pintu lubang hitam itu, tapi seiring berjalannya waktu, bola kristalnya meretak. Semakin lama Bhaine menetap di tempat itu, semakin banyak dan semakin besar retakan pada bola kristalnya.

Bhaine menampakan tubuh humanoidnya dari belakang bolanya, lalu ia melepas bola kristalnya dan berjalan sejauh yang ia bisa. Akhirnya, bola kristal Bhaine pecah menjadi beberapa bagian yang langsung tersedot ke dalam lubang hitam itu. Untungnya, karena lubang hitam itu sudah menyedot terlalu banyak benda, ukurannya mengecil, kemudian menghilang tanpa menyisakan apapun.

"Ah... H-Hampir saja aku tersedot..." Emils melepas nafas lega, tapi kelegaan Emils tidak bertahan lama karena sosok berjubah merah di belakangnya.

"Hei, lendir, aku penasaran, seberapa kuatkah kemampuan bertahan hidupmu?" tanya Seismo si klon merah.

Sang klon merah membawa bola biru gelap Emils, kemudian masuk ke bangunan terdekat. Ia mencari-cari di setiap sudut bangunan sampai ia menemukan sebuah petak berbentuk persegi yang memiliki sebuah lubang di dalamnya.

"I-Itu tempat dimana manusia biasa membilas sisa makanan mereka,kan? A-Apa yang..."

Dengan cepat Seismo memasukan bola biru itu ke dalam lubang itu, kemudian ia membilasnya sampai bola biru itu tidak terlihat lagi. Hanya tedengar sebuah kata "Tidak" yang sangat panjang dari dalam Wastafel itu. Seismo segera kembali kemana Bhaine berada.

"Kara! Apa yang kau lakukan? Apa kau tidak melihat Alvin masih di sana!" bentak Collin.

"Itu bukan salahku. Kadal bodoh itu yang gagal kabur, jadi itu bukan salahku!" balas Kara.

"Aku sudah muak! Aku tak akan menjadi mainan untuk dewa bangsat itu!" teriak Collin.

"Oh? Sudah mau pergi? Padahal pertunjukan baru akan dimulai, loh!" Kara dan Collin melihat ke asal suara itu, lalu keduanya membatu seakan baru saja melihat hantu. Di depan mereka, berdirilah sosok seorang humanoid berkulit merah dengan tato garis-garis hitam di sekujur tubuhnya.

Pria itu mirip seperti Hvyt, hanya saja dia memakai baju dan celana berwarna perak, memiliki rambut perak panjang yang ia kuncir menjadi dua dan sebuah pelindung kepala yang memiliki dua duri di atasnya. Tidak salah lagi, dialah Thurqk, "The God".

Kara dan Collin mematahkan ketakutan mereka dan melancarkan serangan mereka, Demm bagi Collin dan anak panah dari busur mekanisnya untuk Kara. Namun, kedua serangan Collin dan Kara menembus tubuh pria berkulit merah itu seakan dia tidak pernah berada di sana.

"Kau yakin mau keluar, Collin Burke?" tanya Thurqk.

Sang dewa merah mengangkat salah satu tangannya ke atas. Lima buah layar sihir raksasa terbentuk di atas dewa merah itu. Dari reaksi Collin dan Kara, sepertinya mereka tidak asing dengan gambar di dalam layar itu
Salah satu di antaranya menunjukan sebuah kota metropolitan dengan pecakar langit di dalamnya.
Layar kedua menunjukan suatu tempat dimana banyak manusia dan hewan berkeliaran, tapi yang paling menonjol adalah bangunan kerucut di tengah tempat itu.
Layar ketiga menunjukan gambar seorang gadis SMA yang sedang bersendau gurau dengan teman-temannya.
Layar keempat menunjukan sebuah kota bertema kejepangan
dan layat terakhir menunjukan kota hancur dimana mereka semua berada.

"Alvin Dzekov, "The Killer Nightmare" telah mati"

Thurqk menjentikan jarinya. Saat itu juga, sebuah kilatan cahaya merah membutakan layar kedua. Saat layar itu kembali seperti sediakala, pemandangan itu berubah menjadi daerah penuh mayat, bangunan-bangunan hancur dan api yang menyebar di mana-mana. Thurqk menjentikan jarinya untuk kedua kalinya, lalu layar menjadi hitam, tidak menunjukan gambar apapun.

Semua yang melihat itu; Kara, Collin, Seismo dan Bhaine membatu. Mereka tidak bergerak sama sekali, pandangan mereka kosong, tubuh mereka bergetar.

"Siapa berikutnya?" tanya Thurqk.

Collin dan Kara segera tersadar dari lamunan mereka, lalu mencari Bhaine. Namun sosok humanoid hijau setinggi tiga meter itu sudah tidak tampak lagi. Kedua pria itu bergegas meninggalkan tempat mereka, lalu berjalan ke sebuah tangga.

***

Deismo dan kedua klonnya bersembunyi di dalam saluran air yang baru mereka temukan. Tempat itu mirip seperti sebuah lorong dengan dinding terbuat dari logam, dilantainya air dangkal mengalir dengan pelan, sedangkan di langit-langitnya terdapat beberapa kristal penerangan yang menyala kebiruan.

Deismo begitu terkejut karena mendadak kehilangan kemampuan membuat klonnya dan sihir-sihirnya. Di tangan Deismo masih ada sedikit sobekan kain jubahnya, berkali-kali ia mencoba membuat klon, tapi usahanya selalu gagal. Setiap kali Deismo meniupkan energi kehidupannya, tidak berubah menjadi klon, melainkan hanya sebatas menjadi gumpalan sekenyal jely yang bercahaya kekuningan.

"Gagal..." Deismo mengela nafas kecewa, kehilangan salah satu kemampuan utamanya memang sesuatu yang berat bagi Deismo.

"Cairan hitam ini..." Seismo memperhatikan botol berisi cairan hitam yang dberikan Hvyt tadi, "...kata Hvyt, ini adalah enegi kehidupan berkualitas rendah."

"J-Jadi apa yang salah dengan Deismo?"

"Pasti energi kehidupan barunya tidak cocok untuk membuat klon."

"Maaf, Seismo... aku rasa aku akan menyerah di ronde ini...," perkataan Deismo membuat kedua klonnya terkejut, "Setelah aku melihat tayangan tadi aku sadar apa yang dimaksud orang tadi."

"Sudah seharusnya aku tidak bermain-main dengan kematian, jika aku mati seharusnya aku diam dengan tenang di kuburanku, bukannya mengikuti turnamen gila ini untuk hidup kembali," Deismo mengulang perkataan yang diucapkan Collin tadi, Seismo dan Heismo terlihat Shock mendengar perkataan perkataan si raksasa.

"K-K-K-Kau...," baru pertama kali ini Seismo berkata terbata-bata, klon merah yang selalu berbicara kasar itu sekarang membeku karena tidak percaya dengan kalimat yang baru saja terlontar dari mulut Deismo.

"Sejak awal aku memang bodoh, jika aku hidup kembali, akankah aku berani menceritakan tentang turnamen ini pada mereka?"

"Beranikah aku mengatakan bahwa aku membunuh banyak orang untuk bertemu kembali dengan mereka?"

"Beranikah aku mengisahkan bahwa aku melewati ronde ini dengan menghancurkan lima realm lain?"

"TIDAK! Aku tidak berani!! Mereka pasti akan menganggapku sebagai sebuah mesin pembunuh, lalu pergi menjauh dariku, meninggalkanku dalam kehampaan yang penuh dengan kesepian...!!"

"Aku... tidak mau kesepian lagi...," Deismo terus menerus mengatakan kekhawatirannya, hantu palsu itu takut dirinya tidak akan diterima kembali oleh teman-temannya di realm asalnya. Kekhawatirannya memang logis, tapi ada seseorang yang tidak setuju dengan Deismo.

PLAKKK!!

Tak bisa menahan amarahnya, Seismo melancarkan sebuah tamparan panas pada muka si hantu palsu, "Hei anjing bodoh, apa kau lupa? Sejak awal kau hanyalah sebuah mesin pembunuh yang menyeret mayat orang-orang yang tidak berdosa untuk tuanmu..."

"Tapi, para penduduk desa kotor itu menerimamu, mereka mencintaimu, mereka adalah keluargamu yang berani menerima seberapa rusaknya dirimu."
"Kau pikir menghancurkan satu, dua bahkan ribuan realm akan membuat mereka membencimu? Jangan mengkhayal, dasar anjing tolol! dungu! blo'on! idiot!!"

Setetes air mata kehitaman jatuh dari mata Deismo. Ia terdiam, terperanjat antara kaget dan bingung. Namun, ia tetap tidak bergerak, hanya menatap lantai berair lorong ini.

"Terserah kau mau menyerah atau tidak, tapi yang pasti aku tidak akan membiarkan kau mati, aku akan membunuh semua peserta dan memenangkan ronde ini untukmu...," Seismo berjalan menjauh dari Deismo, mereka berdua tidak berbicara lagi, keheningan menyebar di seluruh lorong air, bahkan Heismo tidak berani mengatakan apa-apa.

***

Petra berjalan sendirian di dalam terowongan air yang gelap ini, ia menjadi buta karena pertarungan sebelumnya, tapi itu tidak masalah karena ia masih memiliki insting, pendengaran, dan refleks yang hebat, bahkan Petra mengklaim sudah pengantisipasi kejadian seperti ini sejak lama dengan berlatih memanjat gunung dengan mata tertutup.

Petra berhenti ketika mendengar anomali dalam suara aliran air, seperti ada sesuatu yang besar duduk menghalangi aliran air.

"Tidak salah lagi, ini pasti dia," pikir Petra, ia berjalan mendekat ke arah tersebut, tapi ia menemukan sesuatu yang ganjil, "Kenapa dia tidak menyerangku?"

"Mungkinkah dia...?" Petra tersenyum kecil, ia sama sekali tidak merasakan hawa negatif dari sosok di depannya, dengan tenang ia duduk bersila di dekatnya. Ia terdiam beberapa saat sebelum memulai pembicaraan, "Tuan Deismo, iya 'kan?"

".....," sosok itu tidak menjawab pertanyaan Petra.

"Jadi anda memutuskan untuk menyerah, harus saya akui itu adalah keputusan yang sangat bijak."

"....," sekali lagi sosok yang ia ajak bicara tidak menjawab, Petra bisa memaklumi alasan kenapa lawan bicaranya diam tanpa suara, siapapun pasti akan seperti ini jika nasib banyak realm berada ditangannya.

"Kalau begitu izinkan saya memulainya, akan saya pastikan kematian anda cepat tanpa rasa sakit," Petra mencabut kedua pedangnya dari sarungnya, pijar merah dan biru menghiasi kedua pedang Petra yang siap menebas leher sosok di depannya.

Tanpa basa-basi lagi Petra mengayunkan pedangnya dengan keras, ia merasakan sesuatu mengenai pedangnya, tanda serangannya tidak meleset. Tiba-tiba Petra mendengar suara benda terjatuh ke dalam air, kemungkinan besar kepala yang baru ia penggal.

"Terima kasih, Tuan Deismo, kami tidak akan melupakan keberanianmu," Petra menyarungkan pedangnya dan membungkuk, memberi hormat pada lawan yang baru saja ia bunuh, "Sekarang mari kita berenam tidur dengan damai di alam kematian..."

"WAAAAA!!! GAWAT!! SALAH SATU DARI MEREKA DI SINI!!" Petra terkejut mendengar suara seorang anak kecil dari belakangnya.

"Jangan khawatir, aku tidak akan menyakitimu karena kawanmu ini meninggal dengan cepat tanpa rasa sakit," kata Petra sambil menunjuk ke arah sosok yang ia penggal barusan.

"Hah? Apa maksudmu? Bagaimana bisa gelondong kayu besar itu menjadi kawanku?" kata suara itu, kemudian Petra meraba sosok yang ia ajak bicara tadi, dan memang benar, dari struktur permukaannya bisa diperkirakan benda ini adalah kayu.

"AGHH!! JADI AKU MENGATAKAN SEMUA ITU PADA SEBUAH GELONDONG KAYU?!" Petra baru menyadari bahwa ia telah melakukan hal yang sia-sia, ia mencoba bertindak sopan untuk menghormati pengorbanan lawannya, tapi ternyata yang ia belah barusan hanyalah sebuah gelondong kayu.

"H-Heismo... Dimana kau?!" suara si hantu palsu terdengar menggema di seluruh lorong bersama dengan suara langkah kaki menginjak-nginjak air.

"Disana kau!!" Petra segera mengeluarkan kedua pedangnya dan melesat ke arah asal suara itu, Pedang Petra  langsung mengayun ke arah Deismo begitu raksasa itu sudah ada dalam jangkauan serangnya.

"A-APA?!" Deismo dikejutkan oleh serangan mendadak Petra, ia beruntung perisai sihirnya sudah pulih dan siap untuk menahan serangan lawannya. Petra melayangkan tiga buah sabetan ke perisai sihir Deismo, begitu ia sadar bahwa serangannya tidak mengenai targetnya ia mengambil beberapa langkah menjauh dari Deismo, mengambil jarak aman.

"Akhirnya aku menemukanmu!!" kata Petra, ia benar-benar yakin bahwa lawannya berdiri dihadapannya sekarang, "Sekarang aku mau bertanya untuk yang terakhir kalinya, akankah kau menyerah atau tidak?"

"Jawabannya tetap sama, tidak," kata Deismo singkat, ia menatap Petra dengan tatapan membunuh, ia benar-benar berniat untuk membunuh Petra, bahkan Petra bisa merasakan aura negatif menyelimuti seluruh tubuh Deismo.

"Aku memiliki tujuan tersendiri, aku tidak akan membiarkan siapapun menghalangiku, walaupun itu berarti aku harus menghancurkan realm kalian!!" Deismo menggerakkan tangannya perlahan, ia mulai menggunakan thermokenesisnya untuk mengendalikan energi panas dari lingkungan sekitarnya.

"Tidak akan kubiarkan kau menang!!" Petra memiliki firasat buruk, ia segera menghentakkan kakinya untuk berlari menyerang Deismo. Tiba-tiba uap panas menyembur Petra dari bawah, uap itu sangat panas hingga kulitnya memerah karena luka bakar.

"AAAHHH!! P-Panas sekali! Apa yang terjadi disini?!" Petra kembali mengambil langkah mundur, tapi mendadak ia terpeleset, jatuh membentur lantai yang keras dan dingin, "A-A-AHH!! Sekarang lantainya menjadi sangat dingin! Apa yang sebenarnya terjadi di sini?!"

"Aku hanya mengubah suhu air di yang mengalir di bawah kita, ketika aku mengambil energi panasnya air ini akan membeku dan jika aku beri panas air ini akan menguap," jelas Deismo tanpa ragu, bahkan ia mendemonstrasikan kekuatannya dengan membekukan banyak air di tempat Petra berdiri dan menciptakan tabir uap di hadapannya.

"Heh..!! Kau cukup sombong ya? Kau pikir kau bisa menang setelah memberitahukan dasar kekuatanmu pada musuhmu?" Petra melompat ke udara, lalu kedua orbnya berubah bentuk menjadi sebuah pijakan terbang untuk Petra. Dengan mudahnya ia terbang melewati lantai es yang diciptakan Deismo.

"Aku dapatkan kau!!" teriak Petra sambil mengayun-ngayunkan pedangnya ke arah Deismo untuk mengusir uap panas yang diciptakan hantu raksasa itu. Sayangnya, karena buta Petra tidak menyadari dinding keras yang sudah menunggunya.

Petra menabrak dinding itu dengan keras, walau begitu Petra memiliki tubuh yang kuat menabrak sebuah tembok tidak akan membuatnya mati sekejap, ia masih bisa berdiri dan bertarung, "S-Sial..."

"Aku masih belum selesai!!" Deismo menghujamkan tangan kananya ke tubuh Petra, lalu mendorongnya hingga menabrak dinding. Darah Petra menyembur kemana-mana, mengotori yukata ungunya. Petra telah memuntahkan banyak darah, tapi tangan kanan Petra masih bisa bergerak.

"Setidaknya... aku akan... melakukan ini!!" dengan semua tenaga yang ia miliki, Petra mengayunkan pedangnya untuk terakir kalinya dan memotong tangan kanan Deismo yang menusuk perutnya.

"AAAGGHH!! S-Sial... aku lengah..." tangan kanan Deismo jatuh ke tanah bersama dengan tubuh Petra, perisai sihirnya tidak aktif karena ia gunakan energinya  untuk meningkatkan kekuatan thermokenesisnya beberapa saat lalu. 

"Aku... masih belum kalah... aku... masih bisa..." kini Petra benar-benar telah berhenti bergerak, tiba-tiba sebuah layar hologram muncul di dekat  Deismo, menampilkan wajah Thurqk yang duduk santai di sofa mewah sambil memegang gelas berisi minuman merah. Tentunya layar hologram ini juga muncul di berbagai tempat di arena pertarungan ini.

***

"Pom pom pom pom!! Telah ditemukan sesosok mayat yang di identifikasi sebagai Petra Arcadia, menurut prosedur kalian harusnya diberikan waktu untuk menginvestigasi kematian si korban sebelum melakukan class trial, tapi semua itu terlalu rumit dan membosankan, jadi mari kita lewati semua itu dan langsung memainkan eksekusinya!!"

Tak lama, sebuah layar hologram menunjukan realm dengan nuasa kejepangan. Collin memalingkan wajahnya dari layar, ia tahu persis apa yang akan terjadi berikutnya. Suara tangisan dapat ia dengar, suara teriakan dapat ia dengar, suara ledakan dapat ia dengar, tapi dia tak bisa mengangkat tangan.

"Aku harap kalian tidak mengecewakanku," kata Thurqk sebelum suara itu memudar.

"Collin, rencana kita telah gagal, sekarang kita harus..."

Collin mengangkat tangannya, lalu melepaskan sebuah pukulan ke wajah Kara hingga ia terlempar ke sebuah tembok di belakangnya. Jari tangan kanan Collin yang telah memukul wajah Kara meneteskan darah segar, kulit yang meneteskan darah itu mulai berubah menjadi keabu-abuan.

"Gagal? Kalau rencana  gagal itu sudah biasa, tapi kita juga kehilangan teman kita, Kara!" bentak Collin.

Sang pemburu bangkit kembali. Ia segera membersihkan jubahnya dari debu dan sisa bangunan yang mendarat di jubahnya. Kara menunjuk Collin dengan jari telunjuknya, lalu berkata "Sekarang, hanya tinggal kau dan aku. Mau tidak mau kita harus bekerja sama"

Collin mendegus, kemudian membalikan badannya. Ia ingin sekali melampiaskan kemarahannya pada rencana pria itu, tapi ia tidak bisa melukai pria itu tanpa memakai listriknya dan jika ia memakai listriknya, maka pria itu akan mati.

"Lagipula... seharusnya Petra membawa lawan kita keluar dari saluran pembuangan, bukan melawan mereka, jadi sebagian adalah salahnya sendiri!!"

"Bagaimana orang buta bisa memancing sebuahseukuran  raksasa tiga meter keluar?! Kau sudah gila, Kara!"

"Yang berlalu biarlah berlalu, realm asal kita akan hancur jika kita tetap bertengkar di sini."

Kara dan Collin mendengar sebuah auman dari Eza, harimau merah berbelang merah milik Kara. Mereka segera menyudahi perkelahian mereka dan berjalan menuju sang harimau merah. Harimau itu menunjuk pada pintu masuk saluran air, tanda bahwa lawan mereka akan segera datang. Kara segera menaiki harimau merah itu, kemudian mempersiapkan busurnya.

"Collin, naiklah ke atas Kara!"

"Dia akan kelebihan beban kalau aku ikut naik"

"Aku bukan harimau biasa, jadi membawa kantong ringan seperti kalian tidak masalah," kata Eza.

Collin sempat tersentak, tapi ini bukan pertama kalinya ia melihat harimau itu berbicara. Dia pernah beberapa kali melihat harimau itu berbicara saat kelima peserta yang telah gugur merencanakan semua rencana ini, semua rencana yang telah gagal.

Namun, apa boleh buat. Ia tidak punya waktu lagi, sehingga ia segera naik ke atas punggung sang harimau, beberapa senti di belakang Kara.

***

Deismo menoleh keluar dari moncong lorong saluran air. Ia menengok ke segala arah, meski bulan purnama bersinar di langit, tapi ia tidak melihat siapapun di sekitarnya, hanya bangunan-bangunan tinggi yang menjulang ke angkasa.

Deismo dan klon hijaunya keluar dari lorong saluran pembuangan yang telah mereka jelajahi, tapi pada saat itu juga, sebuah panah tintanium melesat melewati pundak Deismo. Sang hantu imitasi menengok ke arah tembakan itu berasal dan menemukan Kara dan Collin mengendarai Eza yang sedang melayang. Ya, tidak salah, harimau itu melayang tanpa sayap atau alat apapun, bahkan kakinya seolah-olah berpijak pada tanah.

"D-Deismo! M-Macan itu terbang! Dia terbang beneran, bukan seperti macan-macanan dalam sinetron!" pekik Heismo. Tiba-tiba rentetan anak panah dan sambaran listrik melesat ke arah Deismo, ia hendak berlari masuk ke dalam saluran air tadi untuk berlindung, sayangnya sebuah semburan air misterius mendorong Deismo keluar dari mulut saluran pembuangan.

"A-Apa itu barusan?!" Deismo menoleh ke arah semburan air itu muncul, air disana bergerak-gerak lalu membentuk sesosok humanoid, dia adalah Emils yang dibilas di wastafel beberapa saat lalu. Deismo kembali berdiri setelah terkena semburan air Emils.

"HAAA!!!" Deismo mengarahkan badannya pada Emils dan bermaksud menyerangnya dengan thermokenesisnya, tapi sebuah anak panah api hitam menusuk Deismo dari belakang, diikuti oleh setruman listrik bertubi-tubi.

"S-SIAL!! SIAL!!" Deismo segera berbalik untuk mengantisipasi serang Kara dan Collin, namun usahanya itu justru membuka celah menyerang yang lebar bagi Emils. Dalam sekali tebas, ia memotong kedua kaki Deismo.

Tanpa kedua kakinya Deismo ambruk di tanah, Emils langsung menghunguskan pedang esnya di leher Deismo. Karena merasa aman, Collin dan Kara turun di dekat Emils dan mengepung Deismo dari segala penjuru.

"Menyerahlah, apakah kau sebegitu pasrahnya ingin memenangkan pertandingan ini?!" tanya Emils, ia mengacungkan pedang esnya ke arah Deismo untuk menunjukkan betapa seriusnya dirinya.

"Ya... kau bisa bilang begitu...," kata Deismo pelan, "Tekatku sudah bulat, aku akan kembali ke realm asalku apapun yang terjadi."

"Aku telah berjuang sejauh ini... Aku tidak akan menyerah begitu saja...!!" Desmo mencoba berdiri dengan tangan kirinya, tapi Emils menendang kepalanya, membuat Deismo kembali terjatuh di tanah.

"Dasar Keparat!!" Emils mengangkat tinggi pedangnya, tiba-tiba Heismo melompat keluar dari balik jubah Deismo, dan membentangkan tubuhnya untuk melindungi Deismo dari pedang Emils.

"Jangan sakiti Deismo!!" kata Heismo dengan tatapan penuh benci, Emils terpaksa menghentikan pedangnya karena tidak mau menyakiti makhluk hijau mungil itu.

"Oi, menyingkirlah, jika kau tidak menyingkir aku akan membunuhmu...,"

"Tidak mau!! Aku akan melindungi Deismo walau nyawaku menjadi taruhanny-!!" belum sempat Heismo menyelesaikan kalimatnya, Eza menarik jubah Heismo dengan mulutnya, menyingkirkan makhluk hijau itu dari Deismo.

"Lepaskan! Lepaskan aku!!" pinta Heismo, tapi tentunya tidak ada yang mau mendengarkannya.

"Sekarang matilah!!" Emils kembali mengangkat pedangnya, bersiap untuk mengeksekusi Deismo, tiba-tiba sesuatu melayang masuk kedalam tubuh Emils membuatnya mundur beberapa langkah sebelum, benda itu mengeluarkan listrik bertegangan tinggi, membuat inti Emils terganggu, tubuh cairnya langsung kembali tidak berupa. Dengan membantingkan tinjunya, Deismo berhasil membunuh inti Emils.

"A-Apa yang terjadi?!" Kara kebingungan melihat tubuh Emils yang langsung meleleh, memanfaatkan kebingungan ini, Deismo menguapkan air di sekitarnya menggunakan thermokenesis-nya, menciptakan tabir uap yang menutupi tubuh besarnya.

"Akhirnya kau menentukan pilihanmu, anjing," Seismo muncul dari belakang Deismo, ia melihat ke arah raksasa itu dengan tersenyum karena tekad Deismo sudah mantap, tidak ada lagi keraguan membunuh dalam hati Deismo.

"S-Seismo!!" Heismo muncul dari balik tirai uap, ia melepaskan diri dari Eza dengan melepas jubah hijaunya, "Kemana saja kau?"

"Oh, Heismo, maaf aku melemparkan Ókedex milikmu kedalam makhluk biru itu," kata Seismo, tapi memang benar benda yang dilempar ke tubuh Emils itu adalah Ókedex Heismo.

"Heeh?! Kejam sekali kau!!"

"Kita bicarakan itu nanti, Sekarang kita masih dalam bahaya," kata Deismo mengingatkan kembali keadaan yang mereka alami.

"Hah... baiklah... Aku akan membantumu kali ini, mari gunakan sihir yang kita dapat dari ronde lalu," kata Seismo, tentunya sihir yang ia maksud adalah sihir penggabungan milik Kinnaras.

Sementara itu, Collin dan Kara kesusahan mencari Deismo dalam kabut uap yang tebal, "Sial.. kemana ia pergi..."

Tiba-tiba dari dalam kabut itu muncul kepompong seukuran manusia yang diselimuti oleh rantai-rantai merah yang menyala-nyala dengan dua belas rantai yang mencuat keluar dari dalam kepompong ini, rantai-rantai itu meraih-raih seakan-akan mencari Collin dan Kara.

"AHH!! Kara, tolong aku!!" Collin secara tidak sengaja tertangkap oleh salah satu rantai itu, kemudian beberapa rantai lainnya ikut melilit, salah satunya mencekik Collin membuatnya tidak bisa bernafas.

"I-Itu salahmu karena tertangkap!!" Kara berteriak kencang, lalu ia hendak berlari menjauh dari sosok mengerikan itu, sayangnya ia gagal, rantai itu menangkapnya dan mencekiknya hingga mati.

Kedua peserta itu mati, sebuah layar hologram muncul di tengah arena, menampilkan sesosok Hvyt yang berkata, "Deismo berhasil memenangkan ronde ini."

Setelah itu, kepompong itu berubah kembali menjadi sosok sebenarnya. Deismo dan kedua klonnya langsung ambruk di tanah karena kelelahan, ronde ini mereka menangkan, tapi sebenarnya sesuatu yang buruk menanti mereka.

"Hm... sepertinya dia mulai mendapatkan kembali insting membunuhnya...," bisik Arcana yang bersembunyi di balik sebuah pohon, melihat Deismo dari jauh, "Kalau begitu, ini hanya masalah waktu hingga dia akan mencapai potensi maksimalnya."

"Hmhmhm... aku akan sangat menanti kelahiran kembali sang Deismo...," Arcana tertawa lembut sambil berjalan meninggalkan Deismo dengan penuh misteri.

***

Karakter yang muncul:

- Alvin Dzekernov
- Andhika karang
- Collin Burke
- Emils
- Petra Arcadia

Lokasi pertarungan: Clockwork Town – Realm asal Emils.



5 comments:

  1. Akhirnya fokus ke Deismo lagi...dan sekarang pertarungannya pake taruhan dunia. Saya cukup suka ngeliat pilihan lawan Deismo, kayak Emils/Alvin/Collin yang ternyata muncul lagi. Kasian juga ya, di sini lawannya mesti pake diancam" segala biar bertarung padahal udah gugur, entah kenapa bikin Thurqk keliatan kurang kerjaan tapi terlalu berkuasa di saat yang sama - sampe bisa ngancurin dunia asal peserta. Arcana siapa nih? Bikin hint buat poin baru di canon Deismo kayanya

    ReplyDelete
  2. Ursario : Pemilihan musuh-musuh yang medioker sekali, bura :v
    Ursula : Uhuhum, tapi tetap seru. Mengingat pertaruhannya adalah dunia mereka masing-masing.
    Ursario : Di sini nampak si Thurqkey kuat, burgh! T-tapi kurasa itu cuman trik sulap saja.
    ...
    Elle : Clockwork Town, nom. Apa di sini Elle bisa beli macam-macam gear yang unik nom?
    Baikai : Membingungkan. Sebenarnya Deismo ini semacam Demon atau bukan?
    Reeh : Hamba kira lebih daripada itu.
    Rex : Seperti Golem dari tempatku. Nenekku bilang, `Kalau kita zolim pada Golem, maka Golem itu akan mendatangkan marabahaya buat kita.`
    Nema : Nenekmu pasti tukang reparasi Golem, bisa tahu hal seperti itu.
    Rex : ...
    ...
    Yvika : Sebenarnya aku nggak mau mengakui ini, tetapi dari tadi kulihat ... si Kara memiliki persenjataan yang mengerikan.
    Zany : Bisa bikin black hole Lo
    Cheril : Tapi macannya lucu, hehehe :D
    Lucia : Lebih pintar dari tuannya.
    ..
    Leon : *menghampiri Arcana* Neng, coba dong ramal masa depan cinta kita berdua.
    *Arcana langsung melemparkan bola kristal ke muka si mesum Leon*
    Leon : Gagal maning, gagal maning, rek T_T

    ReplyDelete
  3. Sekarang saya baru mengerti mengapa di "dasar-dasar" menulis cerita, jangan pernah kasih nama karakter mirip. susah membayangkan perbedaanya, walau sudah disebut.

    saya harus berhenti mengidentifikasi karakter mana yang sedang ngapain.

    Tidak hanya sisi Protagonist, Banyak sekali Pharagraf "Abrupt" di sisi lawan yang membuat kisah ini langsung terkesan meloncati karakter

    Contoh
    ========
    Anak panah Kara meluncur dengan kecepatan tinggi, ditambah dengan kerasnya tintanium, anak panah itu dapat menembus apapun. Namun, meski dengan kekuatan itu, perputaran Bhaine lebih cepat dari anak panah itu, sehingga anak panah itu terpental dengan mudah.

    "Laksanakan rencana darurat B-03!" balas pria itu.

    "T-tapi Alvin masih di sana!"

    "Ah... aku tidak peduli"

    Alvin tercenggang ketika mendengar kalimat yang keluar dari orang bernama "Kara" itu. Ia langsung berlari ke salah satu bangunan yang ada, tapi ia sudah terlambat. Sebuah Canister jatuh di tengah medan pertarungan, lalu meledak dasyat. Dari ledakan itu, sebuah lubang kegelapan terbentuk, lalu menyedot angin, batu, bahkan sisa-sisa bangunan di sekitarnya. Alvin tidak sempat berpegangan pada apapun, sehingga ia tersedot ke dalam lubang hitam itu dan menghilang.

    "S-Sial! Aku harus kabur dari sini!"

    Emils melepaskan bola biru tuanya, aka. "Inti"-nya, kemudian berguling sejauh yang ia bisa, tapi lubang hitam itu menyedot lebih cepat dari kecepatannya berguling. Untungnya, ada sebuah benda besar yang tersangkut di pintu lubang hitam itu, Bhaine.
    =========


    ini dari kara abrupt ke Alvin Abrupt ke Emils.
    jadi setiap pharagraf baru dimana saya masih mikirin action karakter lama, saya sudah dijejalkan aksi karakter lain.

    Catatan: saya ngasih nilainya berdasarkan urutan Favor
    Nilai Anda
    ursario - 9
    claudia - 8.7
    Nurin - 8.4
    Yvika - 8.1
    Sjena - 7.8
    Sil - 7.5
    Stalza - 7.2
    Lazu - 6.9
    Salvatore - 6.6
    deismo - 6.3

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -