July 30, 2014

[ROUND 4 - KINNARAS] DEISMO - DEISMO, SEISMO AND HEISMO.

[Round 4] Deismo vs Kinnaras
"Deismo, Seismo, and Heismo"

Written by Overlord Hall

---

Kegelapan Mutlak adalah sebutan yang cocok untuk kondisi Deismo saat ini. Ia telah sadarkan diri, tapi yang ia lihat hanya kegelapan. Deismo mencoba menggerakan tangannya, ia masih dapat merasakan pergerakan tangannya, jadi dia pasti masih hidup.

Namun, Ia tak dapat mendengar suara pergerakan tangannya. Sebenarnya bukan hanya itu, bahkan ia tak mendegar denyut organnya sendiri. Jika ia tak bisa mendengar denyut organ regulasinya, berarti dia telah mati.

Deismo menggelengkan kepalanya. Mungkin pikirannya sedang kacau karena keletihan dari penggunaan mode gilanya pada ronde ke tiga. Satu menit, dua menit, tiga menit.... sepuluh menit telah berlalu, tapi ia tetap tidak bisa menangkap apa yang sedang terjadi, bahkan ia tak tahu apakah ia telah mati atau belum.

Rasa kesal Deismo akan kehampaan yang ia rasakan memuncak, sampai-sampai ia hendak berteriak sekeras-kerasnya. Namun, suaranya tidak keluar. Ia mencoba berteriak  lagi, meski mimik mulutnya mengikuti, tapi suaranya tetap tidak keluar.

"Sebenarnya... apa yang terjadi?" tanya Deismo dalam pikirannya.

Tiba-tiba sekumpulan kabut tebal muncul di hadapannya, membuat Deismo kaget dan melompat mundur secara refleks. Kabut itu tidak bertahan lama, tapi begitu lenyap ia meninggalkan sebuah pintu misterius yang tingginya sama dengan Deismo.


Deismo menjadi was-was karena kehadiran pintu aneh ini, tapi melihat keadaannya sekarang ia tidak memiliki pilihan selain mengecek apa yang ada di balik pintu ini. Deismo memegang ganggang pintunya dan mendorongnya, ia segera mengintip ke dalamnya.

Di balik pintu ini terdapat sebuah ruangan yang sangat luas dan dipenuhi perabotan-perabotan kuno yang dihiasi dengan berbagai ornamen aneh. Di tengah ruangan ini terdapat sebuah bola kristal berukuran raksasa yang melayang-layang dengan sendirinya, ia juga memancarkan cahaya keunguan yang mengusir kegelapan ruangan itu.

"Selamat datang di rumah ramal saya," suara seorang wanita terdengar menggema dalam ruangan. Deismo hendak menutup pintu itu dan lari, sayangnya, sebuah kursi menabraknya dari belakang, memaksa Deismo duduk di atasnya, lalu kursi itu mengantarkannya ke dekat bola kristal di tengah ruangan.

Semua cahaya bola kristal itu berkumpul pada satu titik dalam bola itu dan menampilkan gambar yang buram seperti layar televisi yang sedang mencari sinyal. Setelah beberapa detik, bola kristal itu mulai membentuk sosok seorang wanita memakai gaun yang indah, sayangnya wanita ini tertutup oleh topi carthwheel berwarna ungu di kepalanya.

Sosok itu tertawa ringan melihat Deismo yang terkejut dengan kejadian yang ia alami. Deismo mencoba menanyakan apa yang terjadi di sini pada sosok itu, tapi tidak peduli berapa kali ia mencoba, suaranya tidak mau keluar.

Mereka berdua tidak bersuara selama beberapa saat hingga akhirnya wanita itu memperkenalkan dirinya pada Deismo. "Namaku adalah Arcana, seorang peramal. Senang bisa menjadi kenalan anda."

"Meski saya adalah seorang peramal, tidak berarti saya bisa meramal masa depan siapapun," kata Arcana sambil menyandarkan dagunya pada kedua tangannya. "Ramalan saya memiliki ketepatan 100%, tetapi hanya bisa melihat masa depan orang-orang yang akan mengalami kejadian luar biasa."

"Beberapa hari lalu saya mendapat ramalan tentang masa depan anda, sebuah masa depan yang hebat telah menanti anda," katanya dengan tenang. "Oleh karena itu, saya akan menemani perjalan anda untuk melihat dengan mata kepala saya sendiri masa depan tersebut."

"Mari saya tunjukkan pada anda ramalan yang saya lihat," gambar dalam bola kristal itu berganti menjadi sebuah mangkuk batu yang berisi air jernih, karena sebuah lubang kecil di dasarnya, air di dalam mangkuk ini selalu berkurang perlahan tiap detiknya. Tiap kali air mangkuk ini mau habis sesosok siluet biru mengisinya kembali dengan air yang jernih.

Kemudian air di mangkuk ini habis, dan siluet biru itu tidak lagi mengisi kembali mangkuk ini. Setelah sekian lama kosong, sesosok siluet merah mengisi mangkuk kosong ini dengan air yang keruh.

Setiap kali air dalam mangkuk ini akan habis, siluet merah itu selalu mengisinya kembali dengan air keruh, hingga akhirnya tercipta endapan batu di dalam mangkuk ini. Dari endapan batu ini terpancar dua buah warna yang indah, merah dan hijau.

"Sang merah api, dalam hati ia ingin menghangatkanmu, tapi justru ia membuatmu terbakar."

"Sang hijau daun, ia suka ketika menjadi satu dengan angin, terbang bebas dan tanpa arah"

"Sang mangkuk diberikan pilihan, akankah ia menerima kedua endapan ini? Atau hanya menerima salah satu dari mereka? Atau mungkin menolak endapan ini?"

"Aku akan menanti jawaban si mangkuk yang akan kau ceritakan di kunjunganmu selanjutnya, hingga saat itu tiba, berhati-hatilah," tepat setelah Arcana mengakhiri kalimatnya, bola kristal itu berhenti memancarkan cahaya ungu, sekali lagi mengurung Deismo di dalam kegelapan.

***

"Wahai anjing pemalas! Atas perintahku, BANGUNLAH!!"

PLAKK!!

Deismo merasakan suatu hantaman panas di wajahnya yang langsung membangunkan Deismo dari tidurnya. Bersamaan dengan kembalinya kesadaran Deismo, cahaya kekuningan mata Deismo kembali menyala dan menerangi sekitarnya.

Begitu ia membuka matanya, Deismo melihat sesosok makhluk kecil setinggi 50 cm berdiri di perutnya sambil meletakkan kedua tanganya di pinggangnya. Makhluk mungil ini hampir mirip dengan klon Deismo, hanya saja mata dan jubahnya berwarna merah.

"Yaaay! Akhirnya kau bangun juga!" seru satu lagi makhluk mungil dengan mata dan jubah berwarna hijau terang yang berdiri di samping Deismo, dengan penuh semangat ia melompat-lompat kegirangan.

"Dasar anjing! Berani-beraninya kau membuatku melakukan pekerjaan berat!" kata klon merah yang berdiri di perut Deismo, ia segera turun dari perut Deismo dan menatapnya dengan mata tajam.

Deismo mulai merasa aneh dengan kehadiran dua sosok makhluk yang menyerupai klonnya sendiri. Ia segera mengangkat badannya, lalu duduk bersila sambil menamati dua klon kecil itu. "Uh... Apakah kalian adalah klonku?"

"Ya tapi tidak!"  seru si hijau dengan keras. "Kami tercipta karena sesuatu yang sangat ruuuumit terjadi dalam tubuhmu."

"Maksudmu?" tanya Deismo keheranan.

"Setiap sebuah ronde berakhir si dewa keparat itu selalu mengisi ulang energi kehidupanmu kan?" tanya klon merah dengan serius.

"Iya, benar"

"Sepertinya formula yang digunakan olehnya berbeda dengan yang digunakan oleh Duster, sehingga terjadi pembakaran energi yang tidak efektif di dalam tubuhmu, akibatnya residu hasil pembakaran menumpuk dalam tubuhmu."

"Residu itu terus bertumpuk hingga akhirnya bercampur dengan beberapa energi kehidupanmu, lalu akhirnya menciptakan kepribadian lain dalam aliran energimu, itulah kami, tapi jangan berani-beraninya kau memanggilku sampah, anjing sampah!" jelas si klon merah

"Kami merangkak keluar dari dalam tubuhmu karena di dalam sana terlalu seempit! Di sini aku bisa berlari kemanapun aku mau!" jelas si klon hijau, seraya berlari memutari si klon merah untuk menunjukkan betapa bahagianya dia bisa keluar dari tubuh Deismo.  

"Aku suka mengurung orang di tempat sempit, tapi tidak suka dikurung di tempat kecil, dasar anjing!" kata klon merah dengan kasar, lalu ia melompat dan melayangkan sebuah tamparan ke muka Deismo.

PLAKKK!!

"Aduh! Untuk apa kau menamparku?!" tanya Deismo dengan sedikit marah, meski berukuran kecil, tamparan klon itu cukup untuk membuat Deismo kesakitan. Deismo mulai kebingungan menghadapi sifat kedua klonnya yang berbeda dengan sifatnya sendiri, terutama klon merahnya yang berperilaku kasar.

"Untungnya si dewa bajingan itu tidak memusnahkan kami, ia justru memberikan kami jubah berwarna ini."

"Namaku adalah Seismo. Walaupun aku adalah klonmu, bukan berarti aku akan menurutimu, anjing!" sekali lagi kata-kata kasar keluar dari mulut kotor Seismo. "Aku tuannya, kau anjingnya, mengerti?"

"Apa?! Deismo jadi anjing? Kalau begitu aku mau jadi singa!" seru si klon hijau tanpa mengetahui makna hinaan di balik perkataan Seismo.

"Hmph! Keparat hiperaktif sepertimu paling bagus hanya bisa jadi monyet," kata Seismo pada si klon hijau, ia memang tidak suka meladeni klon hijau yang tidak mengerti makna negatif yang dia katakan.

"Awww... Pelit...," kata klon hijau dengan kecewa, lalu ia menatap ke arah Deismo dan tersenyum. "Ngomong-ngomong, namaku Heismo, senang berkenalan denganmu!"

"Iya, senang berkenalan denganmu," balas Deismo sambil tersenyum, baru kali ini ia merasakan percakapan yang berbeda ketika bicara dengan klonnya.

Selama ini jika Deismo bicara dengan klonnya, ia selalu bisa menebak apa yang akan dikatakan klonnya karena jalan pikiran mereka sama, tapi kali ini klonnya memiliki kepribadian, jalan pikir, bahkan suara yang berbeda. Suara Seismo lebih terdengar seperti suara wanita dan suara Heismo terdengar seperti anak kecil.

Sementara mereka asyik bercakap-cakap sesosok malaikat merah di dekat mereka terlihat jengkel karena diabaikan oleh mereka bertiga. "Hey, kalian dengar tidak? Aku memanggil kalian dari tadi,"

"Ronde berikutnya akan dimulai, segera ikuti aku." Hvyt itu segera berbalik dan memandu mereka ke lokasi pertarungan selanjutnya, tapi sebelum Deismo sempat mengambil langkah maju Seismo menghalangi jalannya dan menunjuk-nunjuk tanah, memberinya isyarat bagi Deismo untuk menunduk.

"Sekarang menunduklah dan biarkan aku naik ke atas kepalamu, berterima kasihlah karena aku memberimu kehormatan untuk menjadi kendaraanku!"

"Heeh?! Kenapa kau dikepalanya? Aku juga mau di kepalanya!" kata Heismo, sayangnya ia mendapat sebuah jawaban yang sangat mengejutkan, sebuah tamparan yang sangat keras di mukanya.

PLAKK!!

Sejenak suasana menjadi gelap, Heismo sepertinya shock karena mendapat jawaban yang begitu mengejutkan baginya."K-Kenap-!"

Belum sempat mengatakan apa-apa Seismo menarik jubah Heismo dan menatapnya dengan tajam menggunakan dua matanya yang bersinar merah bagaikan seekor iblis. "Dengar monyet, aku adalah tipe orang yang suka menginjak orang lain, tapi tidak mau di injak ataupun berdiri di pijakan yang sama dengan orang lain."

"Jika kau mengerti apa yang ku katakan maka diamlah dan bersikaplah seperti seharusnya, monyet!" satu lagi tamparan keras dilayangkan oleh Seismo, membuat Heismo terkapar di tanah.

Klon hijau itu perlahan berdiri tanpa melihat ke arah Seismo, samar-samar Heismo mengatakan sesuatu. "...hat..."

Seismo berjalan ke belakang Heismo, tentunya untuk melayangkan tamparan selanjutnya jika Heismo menentangnya. "Apa yang kau katakan barusan? Jika kau ingin bicara katakanlah dengan-!"

"SEISMO JAHAT!!" secepat kilat Heismo membenturkan kepalanya pada Seismo, membuat si klon merah terjatuh di tanah. Tanpa berkata lagi, Heismo langsung berlari berlawanan arah dengan petunjuk Hvyt.

"H-Heismo! Bukan ke arah sana!" teriak Deismo yang khawatir pada klonnya, sayangnya Heismo tidak bisa mendengar panggilan Deismo, ia sudah terlalu jauh darinya. Kecepatan larinya luar biasa, dalam sekejap ia sudah hilang dari pandangan. "Apa yang sebenarnya kau lakukan?!"

"Jangan khawatir," kata Seismo dengan tenang, ia berdiri dari tanah dan membersihkan debu dari jubahnya tanpa rasa bersalah sedikitpun. "Beginilah caraku menyatakan cintaku."

"Hah? Apa maksudmu?"

"Semua hinaan dan tamparanku selalu aku lakukan dengan seluruh cintaku, semakin keras, semakin kuat cintaku," jelas Seismo, tapi memang begitulah kenyataanya. Tamparan Seismo tidak merusak wajah Deismo yang rapuh, hanya memberi  -sedikit-  efek sakit dan  panas. "Lihat saja wajahnya yang merah merona karena merasakan cintaku!"

"Tidak, aku yakin ia wajahnya memerah karena tamparanmu sangat panas, bahkan aku masih bisa merasakan panasnya tamparanmu tadi," kata Deismo sambil memegangi pipinya yang masih panas karena tamparan Seismo.

"Arara? Mungkinkah kau ingin lagi? Tapi kita tidak punya banyak waktu, jadi mari kita buat perjanjian, jika kau menjadi kendaraan yang baik di ronde ini, aku akan menamparmu sebanyak-banyaknya, setuju?" kata Seismo dengan nada menggoda.

"Tidak, tidak, itu justru membuatku tidak mau menggendongmu di atas kepalaku."

"Oh? Jadi kau menentangku? Minta ditampar ya?" ancam Seismo, tentu saja ini pilihan mati, maju mundur sama saja. Ia tak mau membuang banyak waktu, maka Deismo memutuskan untuk mengangkat Seismo ke atas kepalanya dan membiarkannya duduk di sana, sementara Seismo tersenyum atas kemenangan mutlaknya.

"Hvyt, bisa tolong kau carikan klonku yang lari tadi?" pinta Deismo pada Hvyt.

"Jika itu akan membuat kalian berjalan, baiklah akan aku hubungi Hvyt yang lain untuk mencarinya," kata Hvyt yang sejak tadi menguping pembicaraan mereka. Akhirnya, setelah membuat persetujuan Deismo berjalan menuju tempat pertarungan mereka dengan Seismo di atas kepalanya.

***

Deismo dan Hvyt yang mengawalnya telah tiba di sebuah pintu besi yang tingginya dua kali tinggi Deismo sendiri. Hvyt menekan sebuah tombol di sisi kanan pintu itu, tak lama pintu itu terbuka, lalu Hvyt memerintahkan Deismo masuk ke dalamnya.

Ketika di dalam, Deismo menemukan beberapa wajah yang pernah ia temui sebelumnya. Sebuah boneka Tedy bear yang dengan santainya bersandar di sebelah pintu masuk, seorang Humanoid cair yang duduk bersebelahan dengan seorang gadis berambut perak dengan sebuah Sniper di belakangnya, seorang wanita berpakaian lusuh dan kotor yang duduk sendirian di pojok ruangan dan masih banyak lagi.

"Hmph! Lihatlah wajah-wajah madesu yang membuat mual itu! Aku heran kenapa mereka bisa hidup dengan wajah suram seperti itu," hina Seismo pada semua peserta di dalam ruang tunggu ini, ia sengaja mengeraskan suaranya agar mereka mendengarnya.

Beberapa peserta langsung menoleh ke arah Seismo dan melototinya, bahkan beberapa dari mereka sudah mengambil senjatanya untuk menghajarnya. "Oh, ya ampun? Kalian mau cari masalah? Baiklah, akan aku ladeni, tapi biarku peringatkan."

"Anjingku yang kunaiki ini... suka melahap orang asing," gertak Seismo, tentu saja mereka semua langsung mengurungkan niatnya setelah melihat wujud Deismo yang tinggi dan menyeramkan.

"Hei, jangan cari masalah! apa kau mau membuat kita mati sebelum memasuki arena pertarungan?" ujar Deismo pada Seismo yang duduk santai di atas kepalanya..

"Diam kau! Anjing seharusnya tidak bicara dan berjalan dengan 4 kaki! Ayo, bertingkahlah seperti anjing sesungguhnya!" perintah Seismo seraya menginjak-inajakkan kakinya pada Deismo.

"Jangan mencoba menekan kesabaranku," balas Deismo dengan kesal, lalu ia melihat ke sekitar untuk memastikan Heismo sudah berada disini, sayangnya ia tidak ada.

"Peserta Deismo," panggil salah satu Hvyt penjaga. "Rekan kami telah menemukan klon anda, mereka akan mengantarnya kemari dalam beberapa menit."

"Syukurlah ia selamat..." kata Deismo lega, kemudian ia duduk di dekat pintu masuk, menunggu Hvyt yang menemukan klonnya.

"DEISMO! DEISMO! DEISMO! DEISMO!" suara Heismo terdengar dari pintu masuk, tanpa disadari sekarang Heismo sudah kembali di dekat Deismo.

"Darimana saja kau?" tanya Deismo pada klonnya.

"Aku bertemu orang yang mencurigakan! Dia memberiku permen supaya aku menuruti Hvyt ke sini!" katanya sambil mengeluarkan 3 batang lolipop dari dalam jubahnya. Lalu menyodorkan salah satunya pada raksasa besar di hadapannya. "Deismo boleh ambil satu! TAPI SEISMO TIDAK BOLEH AMBIL!!"

"Hmph! Tidak usah repot-repot! Aku tidak mau makan makanan anjing seperti itu," kata Seismo dengan senyum sombongnya.

Tanpa menghiraukan perkataan Seismo, Deismo mengambil lolipop di tangan Heismo. Permen itu berbentuk bulat, berwarna-warni dan masih terbungkus dengan plastik. Deismo tersenyum dan menyimpan permen itu di dalam jubahnya. "Terimakasih"

"Oh, iya! Aku juga dapat benda ini dari orang yang mencurigakan itu, kalau tidak salah namanya..." Heismo berpikir sebentar. "...Ogrelord Vall! Ya! Aku yakin itu namanya!"

"Bukan Ogrelord Vall, Overlord HALL!" tiba-tiba sebuah suara misterius menggema dalam ruangan itu, membuat semua peserta kaget karenanya.

"Benda apa itu?" tanya Deismo heran melihat Heismo memasukan tangan kecilnya ke dalam jubahnya dan menarik sebuah benda balok berwarna merah dengan sebuah kamera kecil di salah satu sisinya dan sebuah layar komputer di sisi satunya.

"Namanya Ókedex, benda ini sangat keren!!"

"Ókedex?"

"Coba lihat!" Heismo mengarahkan Ókedexnya pada Hvyt yang mengantarnya, lalu menekan sebuah tombol di sisi Ókedex. Dalam sekejap benda itu menembakkan cahaya laser berwarna merah, mengenai Hvyt itu. Tidak lama kemudian sebuah suara elektronik terdengar dari benda itu.

"Hvyt nomor 129.019.330, Hvyt yang telah melayani Thurqk dalam rentang waktu yang lama. Makanan kesukaannya adalah Mysterious Food X" Mendengar penjelasan mencurigakan dari mesin itu, Deismo langsung takjub dengan kehebatan alat ini, ia tidak menyangka Heismo bisa mendapatkan benda sehebat itu.

Hvyt yang tadi terkena laser langsung memberi kesaksian atas pernyataan Ókedex "Memang benar aku adalah Hvyt nomor 129.019.330, tapi aku baru saja diciptakan sebulan lalu, dan apa itu Mysterious Food X? Aku tidak pernah mendengarnya?"

"Heeeh?!" teriak Heismo karena terkejut. "K-Kok bisa? S-Seharusnya informasi dari benda ini 50%  benar!"

"Lima puluh persen? Bukannya itu berarti tingkat kebenarannya satu banding dua?"

"Hmhmhm... mempercayai benda yang bahkan tidak kau ketahui asal usulnya, kau memerankan peranmu dengan sempurna, monyet," sindir Seismo.

"T-Tidak mungkin...!"

TING TUNG TING TUNG!

Tiba-tiba terdengar suara bel dari speaker ruangan, lalu turun sosok Hvyt berkacamata yang memegang sebuah buku dari langit, "Ehem!  Baiklah, karena semua peserta telah berkumpul di sini mari kita mulai ronde ke empat!"

"Heismo, untuk sekarang jangan pakai benda itu, oke?" Heismo mengangguk, tanda setuju. Ketiganya berjalan menuju Hvyt itu dan berkumpul dengan enam belas peserta lainnya.

"Di ronde kali ini. Kalian akan memasuki salah satu dari keenam belas pintu yang akan mengantar kalian ke dalam Vishala Rashta, labirin yang ditinggali oleh makhluk-makhluk neraka. Di dalam labirin ini kalian diharuskan membunuh makhluk neraka yang telah dipersiapkan oleh dewa Thurqk, yang berhasil membunuh makhluk neraka ini akan mendapatkan satu dari kekuatannya!"

Setelah mendengarkan penjelasan Hvyt, beberapa peserta langsung berlarian memilih pintu yang akan mereka masuki. Namun, beberapa peserta tetap mendengarkan, termasuk Deismo.

"Kalian bebas memilih pintu mana saja. Segera tentukan pintu pilihan kalian dan tunggulah di depannya. Pintu baru akan dibuka setelah 15 menit, gunakan waktu kalian untuk memikirkan pilihan yang terbaik," lanjut Hvyt. Hvyt itu menutup buku yang ia pegang, lalu merentangkan sayapnya dan lepas landas.

Segera setelah Hvyt tadi pergi, Deismo langsung berjalan mendekati para peserta yang sedang berkumpul. Tiba-tiba Seismo menarik-narik kerudungnya, membuat Deismo menghentikan langkahnya. "Ada apa?"

Begitu Deismo berhenti, Seismo memanfaatkan kesempatan ini untuk turun dari kepala ke pundak makhluk besar yang ia tumpangi. Tentu saja Deismo menoleh secara refleks ke arah Seismo turun, namun tanpa ia sadari sebuah tamparan keras telah menantinya.

PLAKKK!!

"Aww!! Sekarang apa alasanmu menamparku?!" tanya Deismo dengan nada marah, ia sudah bosan menjadi sasaran untuk tamparan Seismo.

"Cih! Kau tidak cukup peka untuk seekor anjing, ya?"

"Apa maksudmu?"

"Tidak sadarkah kau jika monyet itu berjalan ke arah berlawanan denganmu, anjing?" kata Siesmo sambil menunjuk ke suatu arah.

Disana ia melihat Heismo sedang berjalan dengan sambil membawa selembar kertas, ia terlihat mencari-cari sesuatu. Kemudian Heismo berhenti di depan sebuah pintu, lalu masuk ke dalamnya. Padahal belum waktunya pintu dibuka, tapi entah mengapa pintu yang dimasuki Heismo sudah terbuka dan Hvyt yang menjaga pintu itu terkapar tidak berdaya di tanah.

"Lihat sendiri?"

"AGH!!! Kenapa kau tidak mengatakan hal ini dari tadi?!"

Tanpa berpikir panjang Deismo berlari secepatnya menuju ke dalam gerbang yang dimasuki Heismo, sialnya, sebelum Deismo berhasil mencapai gerbang itu Hvyt penjaga lainnya menyadari keanehan yang terjadi pada pintu ini dan mereka segera menutup pintunya. Sekarang, untuk membuka kembali gerbang ini dan menemukan Heismo, ia harus memilih gerbang ini, tidak ada jalan lain.

***

Deismo dan kedua klonnya menunggu di depan sebuah pintu besar berukiran dua orang manusia bertubuh merak, satu berwarna merah dan satunya berwarna biru, keduanya saling berpegangan tangan, tapi terpisah karena celah pintu di tengahnya.

Di depan pintu itu terdapat seorang Hvyt yang akan menjelaskan peraturan bagi mereka yang tidak mendengarkan. Hvyt itu menunggu sinyal untuk dimulainya ronde ke-4, begitu pula Deismo yang masih berharap ada peserta lain yang akan masuk ke pintu ini.

"Selamat datang di Salty Spiiton, seberapa kuatkah dirimu?" tanya Hvyt.

"Salty Spiton? Aku kira nama tempat ini Vishala Rashta," tanya balIk Deismo karena mendengar nama yang asing baginya.

Hvyt itu teridam sejenak, lalu mengambil secarik kertas dari kantong celananya dan membacanya. "Maaf, salah dialog."

"Selamat datang di Vishala Rashta, labirin raksasa yang dihuni oleh makluk-makhluk neraka" kata Hvyt di depan pintu dengan tiba-tiba. Deismo menghela nafas. Tampaknya tidak ada peserta lain yang akan memasuki pintu nomor 5 ini.

"Untuk memenangkan ronde ini, kau harus mengalahkan makhluk itu, Kinnaras" kata hvyt sambil menunjuk ukiran di pintu gerbang.

"Kinnaras adalah makhluk setengah manusia dan setengah merak yang selalu memainkan musik untuk sang dewa," seiring dengan penjelasan Hvyt, pintu terbuka perlahan sampai akhirnya menggaga terbuka dan menunjukan isi dari labirin itu yang juga gelap gulita.

"Kalahkan Kinnaras, lalu pergilah ke tengah labirin. Kemenanganmu hanya di akui begitu kau mencapai tempat itu," kata Hvyt. Tanpa basa basi Deismo berjalan melewati pintu gerbang itu dengan tenang.

Seketika Deismo masuk ke dalamnya, terdengar suara gerbang besar menutup di belakang Deismo. Cahaya dari ruangan sebelumnya mulai berkurang seiring dengan pergerakan pintu, lalu ketika pintu itu tertutup penuh, tak ada lagi cahaya menerangi ruangan.

Deismo mengerutkan keningnya. Lagi, semuanya menjadi gelap gulita tanpa ada cahaya sedikitpun. Deismo sudah mulai terbiasa dengan suasana gelap yang selalu menemaninya akhir-akhir ini, tapi akan sangat merugikan baginya jika dia diserang di tempat yang tidak memiliki pencahayaan ini.

Untungnya, ia tak akan bertarung dalam kegelapan total. Sebuah kilauan cahaya bersinar di bawah kakinya dan cahayanya mulai menyebar ke seluruh penjuru labirin.

Deismo segera memeriksa benda bercahaya di kakinya dan menemukan sebuah jamur bercahaya. Meski cahaya dari jamur itu redup, tapi karena jumlah jamurnya yang begitu banyak, ruangan ini jadi cukup terang.

Deismo melangkah masuk ke dalam labirin dan menemui lebih banyak jamur bercahaya di lantai dan dinding labirin, juga dalam berbagai ukuran mulai dari sekecil jempol kaki sampai yang sebesar Deismo sendiri, sehingga jika dilihat dari jauh, maka kumpulan jamur ini akan tampak seperti sebuah hutan.

"Woooiii~! DEEIISSMOO!!" suara Heismo terdengar dari kejauhan, Deismo segera menoleh ke asal suara itu dan mendapati Heismo melambaikan tangannya dari beberapa meter di depan Deismo.

"Disini kau rupanya, Heismo!" kata Deismo sambil melepas nafas lega, lalu ia berjalan mendekati klon hijau itu. "Kenapa kau masuk ke pintu ini? Kau membuat kami khawatir."

"Aku ditipu..."

"Hah? Apa maksudmu?"

"Aku bertemu lagi dengan orang asing yang memberiku permen tadi, katanya ada permen tersembunyi di balik pintu nomor lima seperti di peta ini, tapi aku tidak menemukannya..." kata Heismo dengan sedih.

"Tertangkap~!"

"HWAA!! S-Seismo!!" teriak Heismo kaget karena mendadak ia dipeluk oleh Seismo dari belakang. Klon hijau itu terlihat begitu ketakutan, sementara Seismo dengan tenangnya meraba-raba tubuh Heismo.

"Kasihan sekali monyetku ini, tersesat ke tempat seperti ini karena ditipu orang," bisiknya di kepala Heismo "Tapi jangan khawatir, majikanmu ini tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi..."

"Lepaskan aku!!" teriak Heismo sambil memutar tubuhnya, membuat Seismo melepaskan kunciannya. Begitu terlepas dari Seismo, kloh hijau itu hendak berlari, tapi ia baru menyadari bahwa tubuhnya dililit oleh sebuah tali tambang. "Heeeh?! Apa yang terjadi padaku?!"

"Arere? Mencoba kabur?" tanya Seismo, lalu ia menarik tali di tangannya yang terhubung dengan Heismo, ia memeluk Heismo hanya untuk memasangkan tali ini padanya. "Sayang sekali, aku cukup mahir bermain tali, menangkap dan mengikat monyet yang mencoba kabur bukan masalah bagiku!"

"Hwaa!! Kebebasanku!!"

"Ngomong-ngomong Heismo, coba kau periksa jamur-jamur ini menggunakan Ókedex, apa jamur ini berbahaya atau tidak," minta Deismo, dengan muka sedih Heismo mengarahkan alatnya pada jamur di sekitar mereka dan Ókedex mulai mengeluarkan penjelasan tentang jamur itu.

"Jamur arwah, jamur yang tumbuh di berbagai realm dengan pencahayaan yang kurang. Jika payung jamurnya rusak, sporanya akan  menyembur keluar dalam jumlah besar. Sporanya tidak berbahaya, berbau sedap, bahkan ada beberapa sub spesies yang sporanya digunakan sebagai bumbu masakan," jelas Ókedex yang dipegang Heismo.

"Hm... itu berarti jamur ini tidak berbahaya.." gumam Deismo, kemudian ia mencoba bertanya lagi pada Heismo. "Apa kau punya peta untuk tempat ini?"

"Tentu, Ókedex punya segalanya!" Heismo segera mengotak-atik Ókedexnya, lalu ia melihat ke sekitar. "Pertama-tama kita berjalan lurus sekitar 100 meter."

"Baiklah, ayo jalan!"

Mereka bertiga berjalan mengikuti arahan dari alat  yang dipegang oleh Heismo. Deismo selalu waspada pada sekelilingnya, ia tidak tahu kapan atau dimana lawannya akan menyerang. Beberapa jam berlalu, tapi mereka tidak menjumpai sosok yang diceritakan Hvyt.

Perjalanan mereka berlangsung dengan aman dan tenang, tapi itu semua berakhir ketika mereka hampir mencapai sebuah tempat dengan suasana yang begitu berbeda. Selama ini perjalanan mereka ditemani oleh jamur-jamur yang memancarkan cahaya warna-warni, namun kali ini yang ada di sekitar mereka hanya ada tanaman aneh semi-transparan yang memancarkan cahaya putih.

Sekilas tanaman ini mirip jamur kecil berpayung, tapi di atasnya tumbuh sulur-sulur panjang yang meraih-raih ke udara seperti sebuah rumput laut. Dinding-dinding yang berada di samping dan langit-langit 200 meter di atas mereka berubah menjadi berwarna putih karena ditumbuhi tanaman ini, sehingga tempat ini terlihat seperti sebuah ruangan putih.

"D-Deismo! di depan sana buntu!" seru Heismo. Menurut Ókedex yang dipegangnya, seharusnya di depan sana ada jalan, tapi menurut pengelihatan mereka, di depan sana hanya ada dinding yang terbuat tanaman aneh itu.

"Ya... jangan salahkan benda itu, bukannya ketepatan benarnya hanya satu banding dua?" tanya Deismo, mengingat kelemahan besar dari benda mencurigakan yang dibawa klonnya.

"Sejak awal benda itu memang tidak bisa dipercaya, segera buang benda itu, monyet!" perintah

"TIDAK MAU!!!" jerit Seismo dengan keras, bahkan Deismo kaget karena reaksi tak terduga itu. Seismo segera melompat turun dari pundak Deismo lalu menjauh darinya sambil memeluk erat Ókedexnya. "Ókedex ini punyaku!! Aku akan percaya padanya walaupun aku harus mati karenanya!"

Klon kecil itu menatap Deismo dengan muka setengah menangis seperti anak kecil yang handphonenya mau diambil oleh orangtuanya. Melihat Seismo yang begitu sayang pada alat itu, akhirnya Deismo menyerah. "Baiklah... kau boleh simpan benda itu."

"B-Benarkah?"

"Iya, tapi jagalah dengan baik."

"YAY!!" seru Seismo dengan riang, secara tidak sengaja ia mengaktifkan fitur scanning Ókedexnya. Sebuah sinar laser memancar dari Ókedex, mengenai tanaman putih misterius di dekat mereka. Tiba-tiba benda itu membuka intraface hasil scan dan menjelaskan tentang tanaman putih tersebut.

"Jamur lidah putih, jamur yang diduga telah punah. Jamur ini adalah parasit yang dengan cepat menghisap jiwa makhluk hidup, Mana atau sumber sihir lain melalui sulurnya. Penelitian membuktikan bahwa jamur ini memancarkan gelombang cahaya yang menggangu kestabilan energi sihir, sehingga sihir akan menjadi kacau dalam radius 15 meter dari jamur ini, dalam radius itu pula, sulurnya akan melilit dan menghisap jika mendeteksi penggunaan sihir"

"Selain itu, tanaman ini memiliki ketahanan hebat terhadap suhu ekstrim, diperlukan sebuah fungisida khusus untuk membasminya. Karena reputasinya yang buruk inilah semua jamur lidah putih dan korbannya dimusnahkan oleh organisasi satuan antar realm, jika melihat jamur ini harap melapor ke pos satuan antar realm terdekat"

Sesudah mendengar penjelasan Ókedex tadi, Heismo dan Deismo terbujur kaku. Keduanya menoleh sekelilingnya yang dipenuhi oleh jamur-jamur lidah putih itu. Tampaknya beberapa sulur menyadari keberadaan Deismo, sehingga mereka agak mencondongkan diri ke "calon" mangsa mereka.

"D-Deismo, a-ayo keluar dari sini. Kita cari jalan memutar saja!"

"O-Oh, i-iya! I-Ide bagus, lagipula kita tidak bisa menebas atau membakar sulur tanaman aneh itu! mana bisa kita bisa melewati dinding yang terbuat dari tanaman aneh itu"

"Hmph! Hewan pengecut, bisa-bisanya kalian percaya pada benda mencurigakan itu."

"Oh? Kalian mau pergi? Padahal kalian sudah di jalur yang benar, loh" suara seorang wanita terdengar di belakang mereka berdua. Dengan serentak Deismo dan Seismo menoleh ke asal suara tadi, tapi mereka tidak melihat siapapun di sana.

"S-Siapa disana?"

"Ya, ampun. Kalian benar-benar harus periksa mata di dokter mata, loh" sekali lagi suara itu terdengar, namun mata Deismo tidak bisa menangkap sosok lawan yang berbicara dengannya. Deismo segera menenangkan dirinya dan mencoba menggunakan Stationary Observation untuk menemukan sosok yang bicara dengannya.

Sayangnya, ada sebuah keanehan. Sihir pengamat ruangnya tidak bekerja, gambaran 3D yang ia dapat dari sihirnya berbentuk abstrak, sama sekali tidak bisa dijelaskan. Tidak salah lagi, ini adalah ulah jamur itu.

"S-Sial... kita tidak bisa melihat wujudnya..."

"Hoi, dungu. Aku di sini, kalau kau masih pura-pura tidak melihat aku tebas, loh," kali ini suara itu terdengar kesal atas perlakuan Deismo, ia pikir Deismo mencoba mempermainkannya. Deismo mulai panik dan berusaha menemukan lawan bicaranya secepat mungkin.

"Oh!! Deismo, dia disana! Disana!" tunjuk Heismo, awalnya Deismo tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Klonnya, tapi setelah mengamati lebih jelas memang benar yang dikatakan olehnya.

Di tempat yang ditunjuk oleh Heismo, berdirilah seorang wanita yang mengenakan baju putih berlengan panjang, tangannya memakai sepasang sarung tangan putih, rambut putihnya dikepang panjang dan wajahnya ia tutupi dengan topeng putih yang mirip angsa. Ia membawa veena, sebuah alat musik mirip gitar terkalung di badannya.

Tubuh bagian bawahnya berwujud angsa raksasa dengan bulu putih yang indah. Dia memakai sejenis sepatu besi berwarna putih yang menutupi kaki angsanya. Tubuh wanitanya berukuran sama dengan manusia normal, tapi tubuh angsanya sangat besar, jika ditotal tingginya mungkin mencapai 4 meter, satu meter lebih tinggi dari Deismo.

"B-Besar sekali!!"

"Toh, ternyata kalian bisa melihatku," kata wanita itu, sepertinya amarahnya surut setelah mengetahui Deismo bisa melihatnya. Tapi tentunya dengan pakaian serba putih itu, ia akan sulit dilihat di tempat yang putih seperti saat ini.

"Baguslah kalau kalian bisa melihatku, aku takut jika lawanku kali ini buta...," sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, wanita itu melompat ke udara dan mengembangkan sayap angsanya. "...karena orang buta bisa merasakan keberadaanku lebih baik daripada mereka yang bergantung pada pengelihatan"

Wanita itu langsung mengepakkan sayapnya dan terbang menjauhi Deismo, Ditambah dengan kemampuan kamuflasennya dengan lingkungan sekitarnya, wanita setengah angsa raksasa itu berhasil kabur dari pandangan Deismo.

"I-Ini gawat!" seru Heismo.

"Akulah lawan kalian di ronde ini, namaku adalah Kinnari!!" bersama dengan seruannya tadi, terdengar suara petikan senar dari kejauhan. Petikan-petikan itu membentuk alunan nada yang bersemangat, seakan-akan mengajak yang mendengarnya menari.

"Hmph! Dia pasi sudah merencanakan sesuatu, berhati hatilah, anjingku!" kata Seismo.

"Aku tidak bisa melihatnya!!" kata Deismo yang memutar-mutar kepalanya untuk menemukan Kinnari. "Dia benar-benar menjadi satu dengan lingkungan sekitar"

Tiba-tiba sebuah bola api melesat ke arah mereka, tapi Deismo sempat melihat percikan api Kinnari di pojok kiri matanya, sehingga ia tahu darimana dan bagaimana jalur bola api itu. Dengan mudahnya ia melangkah ke samping dan menghindari bola api itu. Namun, bola api itu berbalik dan kembali menerjang Deismo ketika keluar dari pandangannya.

"Awas! Lompat ke kiri!" seru Heismo yang sempat melihat bola tadi melesat kembali ke arahnya, tanpa ragu Deismo mengikuti arahannya dan segera melompat jauh ke kiri. Sayangnya, ia justru menghantam bola api  yang diperingatkan Heismo, sehingga sekarang ia terkapar di lantai

"M-Maaf, Maksudku kiriku!" koreksi Heismo.

"Lain kali pakai kiri-kananku saja, Heismo" kata Deismo seraya bangkit dari serangan tadi. Kalau saja bukan karena perisai sihir dari jubahnya, Deismo pasti sudah mati sekarang.

"D-Deismo B-Bagaimana caranya aku bilang serangan dari banyak arah?" tanya Heismo panik.

Deismo melihat sekelilingnya dan terkejut menemukan belasan bola api dari segala arah. Bahkan dengan perisai sihirnya, ia tak akan bisa bertahan dari semua bola api itu.

"Cih! Anjing, cepat lepas jubahmu! Percuma kau menghindar kalau kau memakainya! Jubahmu itu magnet sihir,ingat?!" kata Seismo dan sekali lagi menendang kepala Deismo.

"Apa maksudmu tadi itu serangan sihir? bukannya jamur-jamur disini menggangu sihir?"

"Itu sihir, aku yakin. Kalau tidak, maka bola api pertama tadi tak akan kembali lagi,bukan? Lagipula... bukannya jubahmu akan menarik semua bola api itu?"jelas Seismo.

"Benar juga... Mari kita buktikan!"

Deismo melempar jubahnya ke udara dan sesuai perkataan Seismo, semua bola api Kinnari mengarah ke jubah Deismo, meledak, lalu menciptakan kepulan asap yang tebal. Deismo memanfaatkan kesempatan ini dan menghilang dari pandangan Kinnari.

***

"Sial! Kemana mereka pergi?!" tanya Kinnari pada dirinya sendiri, ia baru menyadari bahwa jubah yang telah ia tembaki bukanlah lawannya. Karena Deismo melepas jubahnya, ia tidak tahu dimana lokasi mereka sekarang. Akhirnya ia memutuskan untuk berjalan di tanah, jika terbang ia akan mengeluarkan suara yang memberitahukan lokasinya.

"Arara? Mau pergi? Padahal kami baru saja sampai." Kata Seismo yang tiba-tiba muncul di punggung angsa Kinnari. "Kau telah membuat kami kesusahan di sana, sekarang giliran kami!!"

"H-Hah? Hei! A-Apa yang kau lakukan?" tanya Kinnari, merasakan sesuatu menggeliat-geliat masuk ke dalam bajunya.

"Umm... Memasukkan monyet ke dalam pakaian seorang gadis?"

"Ahh, tempat apa ini? Di sini gelap dan empuk Hahahaha!!"

"A-AAHH!! J-Jangan bergeliat-gelitu di dalam bajuku! Dasar makhluk mesum!"

"Hahaha! Disini sangat empuk! SUPER empuk!"

"Ya, sementara kau sibuk dengan yang disana aku akan melakukan ini..." Seismo memetik sebuah bulu angsa dari tubuh angsa Kinnari, lalu dengan bulu itu ia mengelitik bagian perut Kinnari.

"H-Hei berhenti menggelitikku!!"

"Ah... tolong hentikan.... perutku sakit..."

Tak kuat menahan gelitikan dari klon Deismo, Kinnari kehilangan keseimbangannya dan jatuh ke tanah. Sedikit-demi sedikit energi Kinnari terkuras untuk tertawa dan usaha sia-sia melepas klon Deismo dari tubuhnya hingga ia terbujur lemas. Namun, para klon Deismo tetap menggelitiknya tak peduli  seberapa sering Kinnari meminta.

"Deismo! Sekarang serang dia!" teriak Heismo.

Namun, tak ada jawaban. Hanya suara Kinnari yang tertawa mengkikik terdengar di seluruh labirin.

"Anjing! Cepatlah! Kau pikir dia akan berdiam selamanya?"

Meski tubuhnya sudah kelelahan, Kinnari memaksakan tubuhnya untuk berdiri. Ia tak mau lengah dan digelitik kedua klon itu lagi. Namun, Seismo lebih tanggap akan situasi tiba-tiba. Ia membekukan bulu yang telah ia cabut, lalu ia lemparkan bagai sebuah pisau dan menghujam kaki angsa Kinnari, sehingga sang angsa tak bisa berdiri tegak.

"Oh? Ternyata aku masih bisa membekukan dengan sihir?" gumam Seismo.

"Seismo! Awas!"

Heismo mendorong Seismo dari tempatnya. Seismo hendak mengutuk, tapi ia melihat alasan kenapa Heismo mendorongnya, sebuah sulur yang mengarah padanya dan mulai melilit Heismo.

"Monyet! Apa yang kau lakukan!"

"Tolong aku, Seismo!" rengek Heismo. Heismo tidak berhenti merengek sekali, Ia merengek terus-menerus, membuat Seismo semakin jengkel.

Seismo mendesis. Kenapa dia harus menyelamatkan klon menyebalkan itu? lagi pula, bukannya akan lebih mudah kalau dia menghabisi Kinnari sekarang juga. Namun, ada sebuah  rasa tak enak dalam hatinya. Kalau Heismo tidak mendorongnya, dialah yang akan dalam jeratan itu dan jika itu terjadi, maka apa yang akan Heismo lakukan?

"Ah! Persetan!"

Seismo berlari secepatnya ke Kinnari yang susah payah mempertahankan posisinya yang berlutut karena pisau yang menancap pada kakinya. Namun, Kinnari tak mau menyerah begitu saja, ia mencabut beberapa bulunya dan melemparkannya pada Seismo.

Seismo tak bisa menggunakan sihirnya sekarang atau sulur jamur akan menjeratnya sama seperti yang telah terjadi sebelumnya. Karena itu, ia berusaha sebisanya untuk menghindari terjangan bulu Kinnari. Semakin ia mendekat, semakin akurat lemparan Kinnari.

Sebuah bulu menusuk sebagian jubah merah Seismo, tapi itu tak akan cukup untuk menghentikan klon merah ini. Dengan menahan rasa sakit, Seismo langsung melompat ke kaki si manusia angsa dan menarik bulu beku yang menancap di kaki Kinnari.

Kini kaki Kinnarilah yang bergerak. Meski ia merasa kesakitan, tapi Kinnari memaksa tubuh angsanya untuk menginjak-nginjak klon di bawahnya. Dengan mudahnya Seismo menghindari injakan kaki Kinnari karena ia tak bisa melihat dari balik tubuh angsanya yang begitu besar. Seismo keluar dari bawah kaki Kinnari dan menatap tajam mata si  wanita setengah angsa itu.

"Ini akan berakhir di sini!" teriak Seismo.

Kinnari menarik alat musiknya dan mulai memainkannya. Para sulur ikut bergerak seakan mereka menikmati keindahan alat musik itu. Beberapa sulur menerjang Seismo, tapi dengan mudahnya ia menghindar dan memotong sulur- sulur yang menerjangnya seakan bulu beku itu menjadi sebuah pisau. Atau paling tidak sebuah pedang karena ukuran Seismo.

"Jadi benda itulah yang mengendalikan sulur-sulur tanaman ini!" pikir Seismo.

Bulu beku itu dilemparkan oleh Seismo dan memotong semua yang berada di jalannya. Kinnari terkejut akan seberapa tangguhnya bulu beku Seismo, tapi yang paling terkejut adalah Heismo yang terbebas dari sulur yang menjeratnya.

"Berhenti merengek dan cepat lemparkan pisau itu monyet!" teriak Seismo sambil menghindari serangan sulur jamur putih.

"B-Baik!"

Heismo segera mencabut bulu beku itu dari tanah dan melemparkannya ke Kinnari. Meski jarak keduanya cukup jauh, tapi Kinnari terlalu lelah untuk menggerakkan badannya. Ia berusaha melindungi dirinya dengan Veena di tangannya, tapi bulu beku itu ternyata lebih kuat dari perkiraan Kinnari dan merusak Veenanya.

Saat Kinnari berpikir dia akan mati, sulur-sulur lidah putih membentuk sebuah dinding tebal yang membenamkan bulu beku itu.

Tanpa sepengetahuan para klon, beberapa sulur tanaman jamur lidah putih mulai menjalar ke Kinnari. Sulur-sulur itu tiba-tiba memanjang dengan cepat dan menerjang kedua klon Deismo. Seismo dan Heismo terkena terjangan sulur-sulur itu dan terjatuh dari tubuh Kinnari.

"S-Seismo, kenapa sulur-sulur itu menyerang kita?"

"Mana aku tahu, monyet!"

"Aduh... Aduh... Kinnari... Bisa-bisanya kau menikmati gelitikan dari lawanmu..."

Kedua klon Deismo menoleh ke asal suara itu dan menemukan sosok manusia angsa seperti Kinnari. Hanya saja, manusia angsa ini adalah seorang pria bertelanjang dada yang memagang veena seperti Kinnari.

"Jujur saja, sebagai kekasihmu aku menjadi cemburu... " lanjut pria angsa itu.

"I-Ini tidak seperti kelihatannya!" sahut Kinnari yang masih terbaring lemas di tanah, mukanya langsung memerah dan ia segera memalingkan wajahnya dari pria itu.

"S-Seismo, A-ada dua manusia angsa!" teriak Heismo panik.

"Tsch... ternyata benar dugaanku. Huruf s terakhir dari kata Kinnaras adalah bentuk jamak untuk sebuah ras. Itu juga menjelaskan ukiran dua mahluk di gerbang masuk labirin..." jelas Seismo.

"Tidak" sang pria angsa, Kinnara mulai memetik Veenanya. Musik indah mulai terdengar, tanaman di sekitarnya juga mulai bergerak. "Hanya satu yang bernama 'Kinnara' dan itu adalah aku"

"Ngomong-ngomong...." Kinnarana memetik salah satu senarnya, sekumpulan sulur mulai terangkat di belakangnya dan dari kumpulan Sulur itu, suatu sosok raksasa keluar. Raksasa tiga meter yang seluruh tubuhnya berwarna hitam dengan sebuah cahaya kuning redup di kepalanya. "...apa dia teman kalian?"

"D-Deismo!" pekik Heismo.

"Anjing! Jadi ini alasannya kau tidak muncul ketika menyergap Kinnari!"

Deismo terdiam, tak memberi jawaban.

"Jadi benar ini teman kalian? Dia cukup pemarah ya?" tanya Kinnara sambil melihat ke arah Deismo yang tidak sadarkan diri.

"Padahal tadi aku bisa bicara baik-baik dengannya, tapi tiba-tiba ia mau membunuhku gara-gara aku bilang ada upil di wajahnya," tentu saja ia diserang Deismo karena melihat wajah Deismo bisa melepaskan sihir yang akan membuatnya mengamuk.

"Hei... Sebaiknya kau lepaskan anjingku secepatnya!" teriak Seismo, ia menatap Kinnara dengan tatapan membunuh. Sebelumnya ia hanya main-main dengan tamparan dan kata-kata kotornya, tapi sekarang jiwa jahat miliknya mulai terlihat.

"Anjingmu? Oh... apa berarti yang di sebelahmu itu juga peliharaanmu?"

"Ya, mereka adalah peliharaanku yang sangat aku cintai."

"Hm... jadi intinya kau adalah peserta turnamen ini dan mereka hanya alatmu?"

"Ya, aku adalah pesertanya, tapi mereka bukan alatku, mereka adalah peliharaanku yang imut," kata Seismo, berbohong pada si pria angsa.

"Aku mengerti," katanya sambil mengangguk, ia tidak sadar kalau Seismo berbohong padanya. Lalu ia melihat ke arah Kinnari. "Sepertinya ini akan menjadi tawaran yang bagus. Biarkan Kinnari pergi, maka aku akan melepas mahluk ini,"

"Hm.. baiklah, tapi jika kau melakukan sesuatu yang aneh, kau bisa mati."

"S-Seismo! J-Jangan bicara sembarangan!"

"Tampaknya teman kecilmu lebih mengerti situasi kalian saat ini"

Seismo mendesis lagi, tapi ia tak ingin dilenyapkan karena Deismo kalah dalam ronde ini. Ia melompat turun dari Kinnari, lalu menagih janji Kinnara. Kinnari bangkit, lalu mengangkat salah satu kakinya dan menjatuhkannya pada Seismo.

Seismo telah mengira Kinnari tak bisa melakukan apapun, sehingga ia sempat lengah. Namun, sama seperti sebelumnya, Kinnari tak bisa melihat Seismo yang berada di bawah tubuh angsanya, sehingga ia meleset.

"Ho... Jadi angsa ini masih mau bermain,hah? Tidak... Kau bukan angsa, kau hanyalah anak ayam!"

Seismo melempar senjatanya, bulu besi dan menusuk kaki Kinnari. Sang klon merah hendak menabutnya dan menyiksa si manusia angsa sampai mati, tapi beberapa sulur tanaman mulai bergerak dan membentuk sebuah tembok sulur di antara keduanya.

"Kinnari! Mundur! kau sudah terluka parah!"

"Tidak! Kinnara! Kau akan mati kalau kau..."

Belum sempat Kinnari menyelesaikan kalimatnya, tembok sulur yang menghalangi Seismo dan Kinnari menyebar, lalu mengurung Kinnari dalam sebuah ruang tanpa celah yang terbuat dari sulur jamur putih.

Bersamaan dengan itu, Sulur yang mengikat Deismo berkurang dan mengendur. Heismo memanfaatkan kesempatan ini untuk menarik Deismo keluar dari kumpulan sulur Kinnarana. Meski berhasil mengeluarkan Deismo, tapi karena tubuhnya yang kecil, ia tak dapat membawa Deismo pergi.

"Deismo! Bangun!" ujar Heismo.

Mata Deismo mulai bercahaya terang, tanda kesadaran Deismo telah kembali. Namun, belum sempat ia menangkap apa yang terjadi, Kinnarana mencabut bulunya dan memakainya sebagai sebuah pisau dan menerjang Deismo.

Deismo dapat merasakan niat membunuh Kinnarana dan segera berguling menghindari serangan pisau Kinnarana, lalu berdiri dan membalas dengan cakar tajamnya. Salah satu cakar tangan kiri Deismo terlepas, begitu pula dengan Kinnarana, bulu tajamnya terlepas dari genggaman tangannya.

Kinnarana menyadari bahaya yang akan datang. Cakar Deismo yang satunya hendak membelah tubuhnya, tapi Kinnaranas mengepakan sayap tubuh angsanya dan mendorong Kinnarana hingga terbang, sekaligus menjatuhkan Deismo ke tanah, sehingga beberapa kilauan cahaya kuning memancar dari tubuh Deismo.

Tampaknya Deismo sudah terluka berat dalam pertarungan sebelumnya melawan Kinnarana. Tampak puluhan goresan di seluruh tubuhnya berkilau dengan warna kuning, tanda kalau energi kehidupannya merembes keluar.

Kinnara memetik Veenanya. Lagu yang keluar dari Veenanya adalah lagu bertempo cepat yang penuh amarah. Sulur-sulur jamur lidah putih di sekitar Deismo dan klonnya semakin tak terkendali. Sulur-sulur itu menghantam apapun di sekitarnya, batu, dinding, lantai, bahkan sesama tanaman sendiri.

Beberapa sulurpun menerjang Deismo dan Heismo. Dengan tubuh kecilnya, Heismo mencoba menahan beberapa sulur, terutama karena dia masih memiliki jubah dengan perisai sihirnya. Meski jumlah sulurnya terlalu banyak untuk dihadang oleh mahluk dengan tubuh sekecil Heismo, tapi ia tetap bersikeras menghadang semua sulur itu.

"Itu semua percuma. Matilah kalian dalam kemarahan hutan ini!" kata Kinnara.

Tiba-tiba sebuah bola api mendarat di tubuh angsa Kinnarana dan membakar bulunya, tapi dengan mudahnya Kinnarana menyapu api kecil itu sekali dengan sayap angsanya hingga padam. Kinnarana menengok ke arah tembakan itu dan menemukan sekumpulan bola-bola api kecil lainnya yang ditembakan oleh Seismo.

"Enak saja, ayam! Kau pikir aku akan menuruti keinginanmu!"

"Seismo! Jangan! Kalau kau memakai sihir..."

"DIAM, MONYET!" Seismo memotong kalimat Heismo dengan teriakan itu.

Heismo terdiam mendengar perkataan Seismo. Bagai kehilangan penyangga hidupnya, Heismo berlutut. Suara tangisan terdengar dari balik jubah Heismo. Ia tak bisa menghentikan sulur yang hendak menghancurkan Deismo, Seismopun tak mau menolong. Apa yang dapat dia lakukan sekarang?

Sulur-sulur jamur lidah putih mulai bergerak memutar dan mengelilingi Deismo dan Heismo, lalu menerjang bersamaan. Inilah akhir dari perjuangan Heismo.

Atau begitulah yang ia kira. Ketika ia membuka matanya, sulur-sulur itu berhenti, lalu bergerak ke arah lain, arah dimana Seismo berada. Sulur-sulur itu seperti hewan buas yang kelaparan, mereka menyerang Seismo tanpa memberinya celah untuk beristirahat.

Akantetapi, Seismo tidak berhenti menembakan bola api nya meski ia tahu serangan macam itu tak berguna. Meski semakin banyak sulur menyerang Seismo dan dia berusaha menghindari semuanya, tapi ia tak henti-hentinya menembakan bola api ke Kinnarana. Sialnya, pergerakan semua sulur itu semakin cepat tiap detiknya. Akhirnya, Seismo lengah dan tertangkap oleh salah satu sulur.

"S-Seismo!"jerit Heismo

Seismo tak menjawab.

Heismo tak pernah mendapat jawaban atas semua tindakan Seismo yang selalu bertindak kasar, alasan dia tidak mau kalah, alasan dia keras kepala tapi yang paling membuatnya penasaan adalah alasan dibalik tindakan yang membunuh dirinya sendiri.

"Sampai kapan kau ingin berbaring di sana... Deismo..."

Deismo tidak menjawab.

"Apa kau yakin kau ingin semua ini berakhir seperti ini, Deismo?!"

Deismo masih tidak menjawab.

"Tidak bisakah kau melihat klonmu disana berjuang mati-matian untuk memenangkan ronde ini?!"

Deismo masih terdiam, tidak menjawab.

"Kenapa kau enak-enakan berbaring di sini selagi klonmu berjuang sekuat tenaga?!"

Deismo masih terdiam, tidak menjawab. Heismo mulai kesal karena raksasa itu masih terdiam

"Bangun Deismo!!"  rasa kesal Heismo semakin memuncak, tanpa disadari tangannya bergerak sendiri melayangkan sebuah tamparan di muka Deismo.

PLAKK!!

"Kejam..." terdengar suara pelan dari Deismo. Heismo kaget karena mendengar suara Deismo. "...apa kau mulai belajar menampar seperti Seismo?"

"D-Deismo!!" Heismo meneteskan air mata bahagia, sosok besar yang ia sanyangi ternyata masih bisa berdiri dengan tegak. Raksasa itu melihat ke tempat pertarungan Kinnara.

"Heismo, Ókedex -mu memiliki presentase kesalahan 50%,kan?" tanya Deismo sambil mencoba berdiri.

"Ini bukan saatnya menanyakan itu... tapi... ya. Benar, Deismo"

"Kurasa aku akan mencoba beberapa hal..."

Sebuah api muncul di tangan Deismo, lalu ia lempar api itu ke kumpulan sulur yang menjerat Seismo. Bola api itu meledak dan menghasilkan asap yang sangat tebal. Ketika asap itu sudah menipis, tampak Seismo yang terkapar tak berdaya di tanah dan beberapa sulur yang terpanggang habis.

"Heismo, sulur tanaman itu tidak tahan terhadap suhu ekstrim! Mereka tak akan bertahan jika kita membakarnya!"

"T-Tapi bukannya tanaman itu memancarkan cahaya yang mengganggu sihir?"

"Memang benar cahaya itu mengganggu sihir, tapi itu bukan berarti kita tak dapat menggunakan sihir!"

Sulur-sulur lidah putih di sekitar Deismo merasakan sihir yang dilepas oleh Deismo dan mulai menjalar ke arah Deismo. Sang raksasa membuat api di kedua tangannya, lalu berlanjut memotong sulur-sulur yang mendatanginya bagaikan pisau panas mengiris keju.

"Heismo, jangan gunakan sihir! sulur-sulur itu tak akan menyerangmu jika kau tidak menggunakan sihir!" perintah Deismo.

"L-Lalu apa yang harus kulakukan?!"

"Bawalah Seismo ke tempat yang aman!"

"Seismo?! Kenapa?! Dia selalu bicara kasar terhadap siapapun, bahkan dirimu! Kenapa kita harus menolongnya!"

"Heismo... Dia mungkin tidak pernah memberi tahumu, tapi ia bilang kelakuan kasarnya adalah caranya untuk menyatakan seberapa cintanya dia pada seseorang."

"Heeh?! Memangnya bisa seperti itu?!"

"Tentu saja tidak, tapi aku tidak peduli seberapa buruknya kepribadian klonku.

"Tapi, tidak peduli seburuk apapun kepribadiannya, dia pasti mencintai kita. Walaupun aku tidak pernah melihatnya, tapi dia pasti pernah menyelamatkanmu, kan?"

Perkataan Deismo membuat Heismo tertegun. Heismo teringat ketika dirinya terjerat, seharusnya Seismo bisa menghabisi Kinnari saat itu juga, tapi tidak ia lakukan dan malah menolong dirinya yang terjerat.

Tiba-tiba terdengar gema suara Seismo di dalam kepala Heismo. "Ya, mereka adalah peliharaanku yang sangat aku cintai."

"Iya, benar juga. Kita semua sama, walaupun berbeda kepirbadian, dasarnya kita adalah Deismo," Heismo berdiri di dekat Deismo.

Deismo merasakan kedatangan sulur-sulur lainnya. Ia memberi aba-aba untuk bersiap. Ketika sulur-sulur itu datang, Deismo menggerang sekeras-kerasnya seakan dia berubah ke mode gilanya. Heismo tahu itu adalah tanda yang dimaksud Deismo, jadi dia segera berlari secepat yang ia bisa.

"Seeismoo!! Aku akan menyelamatkanmu!!"

***

"Sial! Kenapa kalian tidak menuruti perintahku?!" kata Kinnara kesal.

Semenjak Deismo menggunakan sihirnya, tak peduli seberapa indah lagu yang ia lantunkan, sulur-sulur itu tak mengindahkan perintahnya. Kinnara semakin kesal dan membanting instrumen yang ia pegang.

"Nyawa Kinnari sekarang dalam bahaya..." Kinnara mencabut bulu-bulunya dan memasangnya di setiap jari tangannya. "...aku tak boleh kalah di sini!"

Dari atas langit Kinnara menerjang Deismo yang sibuk memotong sulur-sulur dengan cakar apinya. Deismo tak menyadari kedatangan Kinnara sampai detik terakhir, ia terlambat menghindar, sehingga pinggangnya tergores oleh terjangan Kinnara.

"Kau tak akan berhasil! Aku akan melindungi Kinnari meski nyawaku taruhannya!" kata Kinnara.

Kinnarana kembali mengudara, lalu kembali menerjang Deismo dengan cara yang sama dan berhasil memotong bahu kiri Deismo, lalu mengudara lagi.

Namun, Kinnara membuat satu kesalahan. Deismo tahu pola serangan udara Kinnara hanya dari serangan pertamanya dan berhasil memprediksi alur penerbangannya, sehingga ketika Kinnara menyerangnya, ia berhasil memanjat tubuh angsa raksasa Kinnara dengan bergelantung di kaki angsanya.

"Hei! Turun dari tubuhku!" perintah Kinnara.

"Kurasa sebagai sesama pemilik tubuh raksasa, kita semua tahu bahwa tubuh besar selalu membawa banyak masalah, terutama dalam penerbangan,bukan?" kata Deismo.

Meski ia tak bisa menggunakan tangan kirinya, Deismo masih memiliki cakar di kedua kakinya. Dengan sebuah gerakan salto di udara, Deismo memotong sayap kiri tubuh angsa Kinnarana.

Kinnara kehilangan sayap kirinya dan keseimbangan penerbangannya, sehingga ia membentur tanah dengan keras sementara Deismo perlahan melayang turun dari ketinggian. Namun, Kinnara masih bisa bangun dari kejatuhannya dan bersiap melawan Deismo di atas tanah.

Ketika Deismo sampai di tanah, ia menyerang habis-habisan dengan cakar kanan dan kedua kakinya yang masih tersisa. Ia mulai dengan melumpuhkan tubuh angsa Kinnarana yang begitu besar mulai dari kaki, sayap dan sebagai serangan penutup ia menendang Kinnara tepat di wajahnya.

"Cih... sial.." Kinnara meludahkan giginya yang tanggal karena tendangan Deismo, sekarang ia benar kalah melawan Deismo. "Ahaha... baiklah... aku kalah... silahkan bunuh aku..."

"Ada permintaan terakhir?" tanya Deismo pada Kinnara.

Kinnara terdiam sejenak, lalu ia menatap Deismo dan berkata. "Mungkin ini agak merepotkan, tapi bisa tolong panggilkan kekasihku ke sini? Aku yakin kau tidak akan bisa membawa tubuhku yang besar ini kepadanya."

"Baiklah, tunggu di sini" kata Deismo, meninggalkan Kinnara yang sudah hampir mati di tempat ia terbaring. Deismo segera berjalan ke arah dinding tanaman tempat Kinnari dikurung.

***

Heismo dengan cepat berlari mendekati tubuh Seismo yang terbaring di tanah, ia segera meniupkan sedikit energi kehidupannya padanya."Seismo, bangunlah!"

"Diamlah, monyet... kau tidak berhak memberiku perintah," kata Seismo lemas, ia melayangkan sebuah tamparan pada Heismo, tapi Heismo hanya tertawa karena tamparannya terlalu lemah.

Heismo segera menompang tubuh Seismo, lalu berjalan menjauh dari tempat pertarungan Deismo dan Kinnara. Dari jauh mereka melihat tubuh besar Kinnara terbaring di tanah, mereka mengambil nafas lega karena lawan mereka telah kalah. Tiba-tiba mereka berdua bertemu dengan Deismo yang menuntun Kinnari ke tempat Kinnara.

"Hei, anjing! Hanya karena pacarnya mati, bukan berarti kau bisa mengambil kekasihnya," kata Seismo dengan lemas.

"Aku hanya mengantarnya pada kekasihnya, ayo kalian juga ikut," ajak Deismo. Sepertinya Seismo ingin menolak ajakan Deismo, tapi ia terlalu lemas untuk mengatakan sapapun. Kinnari hanya terdiam menunggu hingga kakinya mengantarnya ke kekasihnya yang sekarat.

***

Mereka berempat sampai di tempat Kinnara terbaring, Kinnari terlihat hampir menangis mendapati kekasihnya terluka begitu parah. Ia segera mendekati Kinnara dan menangis di dekatnya.

Deismo dan klonnya memutuskan untuk membiarkan kedua kekasih itu lebih lama lagi, ia hendak menjauh untuk membiarkan mereka melakukan apapun yang mereka mau di akhir hidupnya, tapi sebelum Deismo berjalan pergi ia menengar Kinnari membisikkan sesuatu yang aneh.

"Apa yang ia lakukan?" pikir Deismo, ia melihat kembali pada mereka berdua, hingga akhirnya ia menyadari sesuatu. "M-Mungkinkah ia akan menggunakan sihir penyembuh?!"

"Hei! APA YANG KAU LAKUKAN?!" teriak Deismo, tapi Kinnari tidak berhenti mengucapkan mantranya, ia bahkan sempat menoleh pada Deismo dengan tatapan kebencian.

"Kami tidak akan kalah melawan kalian!!" teriaknya, tiba-tiba sebuah lingkaran sihir terbentuk di bawah kedua kekasih itu. Deismo menerjang mendekati keduanya, tapi sebuah hembusan angin yang kuat membuatnya terdorong ke belakang.

"H-Hei! Apa yang terjadi?!" tanya Heismo pada Deismo yang terjatuh di dekatnya.

"Kalian melakukan kesalahan besar dengan membiarkanku mendekatinya, karena..." tubuh Kinnara dan Kinnari berubah menjadi debu berwarna putih yang terkumpul di tengah lingkaran sihir. Kemudian debu itu membesar, terus membesar hingga ketinggian 5 meter.

Setelah itu, debu-debu itu ditiup angin, menampakkan sesosok makhluk raksasa setinggi 5 meter yang bersembunyi dibalik debu tadi. Makhluk itu berbentuk humanoid, tangan dan kakinya mirip dengan cakar elang, tubuhnya diselimuti bulu hitam dan memiliki dua kepala, yang satu berwajah Kinnara dan yang satu berwajah Kinnari.

"Kami adalah Kinnaras, kami akan mengalahkan kalian!!"

***

"B-Besar sekali!!!" seru Heismo ketakutan. "A-Apa yang harus kita lakukan?!"

"K-Kita harus lari!" kata Deismo, ia segera meraih kedua klonnya dengan tangannya yang tersisa dan mulai berlari. Namun, Kinnaras tidak membiarkannya kabur, hanya dengan sebuah hentakkan di tanah ia menciptakan angint topan mengelilingi mereka, tidak membiarkan mereka bertiga kabur.

"K-Kita tamat!!" teriak Heismo dengan panik.

"S-Sial!!"

"Deismo..." tiba-tiba Deismo mendengar suara seorang wanita yang pernah ia dengar dalam mimpinya. Deismo segera menoleh ke arah suara itu, dan disana ia melihat wanita itu, Arcana. Walaupun angin kencang meniup Deismo, wanita itu berdiri dengan tenang seperti tidak ada yang terjadi.

"Deismo, jangan biarkan dia membuatmu takut... Jangan biarkan usahamu berhenti disini..."

"Benar... Aku... Aku akan memenangkan pertandingan ini!!" teriak Deismo, ia segera berlari menerjang wujud penggabungan Kinnaras tanpa rasa takut karena sosok besarnya itu justru yang membuatnya menjadi target yang mudah.

Sosok besar itu menghantamkan kepalan tangannya, pada Deismo. Sayangnya Deismo menggunakan thermokenesisnya, ia membekukan tangan raksasa itu, membuatnya menempel di tanah.

"S-Sialan! Lepaskan! Lepaskan!" Kinnaras hendak menggunakan tangan satunya untuk menangkap Deismo, lalu melemparnya ke tanah, tapi diluar dugaan mereka, Deismo bergerak cepat melewati lengan mereka.

"Inilah Akhirnya!!" teriak Deismo, ia langsung melompat pada wajah Kinnaras dan menusukkan kuku tajamnya pada mata besar Kinnaras.

"ARGH!!" teriak Kinnaras kesakitan, tapi Deismo belum selesai, ia segera menancapkan kukunya pada mata lain Kinnaras, lalu melompat pada wajah satunya.

"T-Tunggu! Tolong jangan lakukan ini!" pinta Kinnaras pada Deismo.

"Maaf, tapi aku tidak bisa membiarkan usahaku selama ini terbuang percuma!" Deismo menancapkan tangan kanannya pada dahi Kinnaras.

"AGH!!!" Kinnaras berteriak dengan keras, lalu tubuhnya meledak menjadi kepulan bulu. Tiba-tiba semua jamur lidah iblis di tempat ini juga berubah menjadi bulu-bulu putih yang melayang-layang di udara.  Deismo jatuh ke tanah bersama bulu-bulu itu setelah sosok Kinnaras menghilang.

"Deismo! Kau berhasil!" Heismo yang daritadi menunggu Deismo bersama Seismo segera berlari dan memeluknya dengan erat.

Tiba-tiba dari bulu-bulu itu terbentuk sosok kedua Kinnaras yang mereka lawan tadi. Mereka terlihat kecewa dengan kekalahan mereka sendiri. "Kami mengakui kekalahan kami."

"Kekuatan apa yang ingin kalian dapatkan dari kami?" tanya mereka berdua.

"Oh!! Aku mau yang terakhir itu! Yang berubah menjadi raksasa!" seru Heismo. Deismo juga mengangguk, menurutnya kekuatan itu terlihat paling hebat diantara kekuatan lainnya.

"Baiklah... Ambillah kekuatan ini," sosok mereka berdua berubah menjadi sebuah bola cahaya. Bola cahaya itu masuk kedalam tubuh Deismo.

"Nama dari kekuatan itu adalah Monster Fusion. Kekuatan itu mengizinkanmu untuk bergabung dengan makhluk lain membentuk makhluk yang lebih kuat."

"Tapi kalian hanya punya waktu 10 menit paling banyak, jika kalian menggunakannya lebih dari 10 menit, kalian akan menjadi sosok itu untuk sisa hidup kalian."

"Untuk menggunakannya kalian harus mempertemukan kedua telapak tangan dan mengucapkan Fuse."

"Itu saja yang dapat kami sampaikan," setelah menjelaskan kekuatan itu pada Deismo, kedua sosok itu menghilang dari pandangan.

Heismo menarik jubahnya, Deismo segera berjongkok untuk mendengar apa yang ingin ia katakan. "Deismo, ayo kita coba kekuatan itu!"

"Ah... tapi aku terlalu lelah, kita coba jika ada waktu lagi," kata Deismo. Heismo tampak kecewa, tapi ia harus memaklumi kelelahan Deismo. Kemudian Deismo berjalan menuju titik akhir dengan perasaan tenang. Sayangnya, mereka tidak tahu jika seseorang mengawasi mereka.

***

"Hm.. sepertinya mereka akan sampai di tempat ini beberapa saat lagi," kata Nolan yang telah mengawasi Deismo sejak pertandingan dimulai. "Aku akan segera menyambut mereka..."

4 comments:

  1. Hmm....
    Ceritanya menarik, tapi entah ini cuma perasaan saya atau ada beberapa paragraf yang "Hilang", jadi membuat beberapa paragraf dan paragraf sesudahnya kurang konsisten.

    Saya juga menemukan beberapa kesalahan nama Seismo dan Heismo yang tertukar ketika Heismo (tertulis sebagai Seismo) berusaha mempertahankan Okedex-nya setelah menemui jalan buntu.

    Saya suka dengan kemunculan kedua karakter Seismo dan Heismo ini, apalagi dengan kekuatan baru Deismo yang membuatnya bisa bergabung dengan mahluk lain... Tapi entah mengapa saya rasa posisi karakter utama Deismo terancam diambil alih oleh klonnya sendiri :v

    Nilai dari saya 8,25.
    Kalau saja paragrafnya lebih konsisten, saya sudah pasti kasih nilai 9.

    ReplyDelete
  2. Baca entri ini agak ngebingungin karena banyak nama yang serupa tapi tak sama. Saya juga make nama yang mirip" (Eligor/Abigor/Eligos), tapi di entri ini demon lawan beneran agak susah diidentifikasi dalem cerita. Btw, kemunculan Seismo-Heismo ini lagi" mencuri spotlight dari Deismo kayak minion...maksud saya klon Deismo di dua ronde sebelumnya. Dan selama 3 ronde terakhir, impresi saya ke Deismo sebagai karakter yang mestinya cheerable malah memudar karena...entah, dia jadi berasa bukan yang penting di cerita dia sendiri.

    Nilai 7

    ReplyDelete
  3. Heismo, Deismo, Seismo, ketiga nama itu cukup membingungkan, sama membingungkannya seperti ketika saya baca tentang keponakannya Donald Duck (Louie, Huey, Dewey).

    Selain itu soal karakterisasinya, kenapa pemeran pembantu (para klon) malah mencuri spotlight dari pemeran utama? Juga mengenai Seismo yang bentar-bentar nampar, I must say that I was bothered by that little dude...

    Dari segi battle sendiri hanya satu ganjalan sama adegan Deismo dapat bisika gaib Arcana~ XD

    Score 7,5

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -