BATTLE OF REALMS 4 : AFTERLIFE
ROUND 6 - RESTRAINED
Written by Glen Tripollo (aka. Field Cat)
---
“Jangan sentuh aku, Hvyt!” bentak Nolan saat salah satu Hvyt mendorongnya dengan keras. Tatapannya tajam. “Apa sih yang kaulakukan? Seharusnya aku tetap berada di ruang kontrol dan mengatur pertarungannya agar menjadi lebih menarik!”
“Diamlah, Nolan! Setelah Abby menceritakan segala akal bulusmu dalam menyiapkan misi pemberontakan terhadap Thurqk, kami terpaksa berimprovisasi,” jawab Hvyt dengan ekspresi datar. Pandangan Nolan beralih kepada Abby yang melayang-layang dengan riang di sampingnya. “Kau suka atau tidak, kau ikut kami ke lokasi pertarungan yang telah kausiapkan sendiri. Selanjutnya, biar dewa kami yang memutuskan akan melakukan apa terhadap dirimu.”
“Sebagai boneka Thurqk, rasanya kini kau semakin banyak bicara, Hvyt,” ujar Nolan kesal. “Dan kenapa juga hantu nakal ini harus mengikutiku! Tidak puaskah kau sudah menghianatiku?”
Abby cekikikan geli. “Bukan salahku, Nolan. Kau yang bodoh menceritakan semuanya kepada gadis manis dan lugu sepertiku.”
Nolan memutar bola matanya dan menghela napas. Sementara perjalanan mereka terhenti di sebuah balkon di mana Thurqk tengah duduk di atas singgasana tulangnya. Nolan membelalak.
“Dewa …,” kata Hvyt seraya membungkukkan tubuh memberi hormat dan memaksa Nolan untuk turut serta. Nolan yang tak sanggup menahan kekuatan Hvyt pun terpaksa melakukannya.
“Le-lepaskan!” Namun dorongan yang diterima malah semakin keras hingga nyaris membuat Nolan tak mampu bergerak.
“Kenapa kaubawa Nolan dan Abby ke sini? Bukankah mereka seharusnya menjalankan tugas masing-masing?” tanya Thurqk dengan suara lirih, samar-samar Nolan mampu merasakan amarah yang saat ini sedang dipendam oleh Thurqk.
“Nolan diam-diam merencanakan pemberontakan … Abby yang mengatakan semuanya kepadaku,” jawab Hvyt. Sementara Nolan mulai mengertakan gigi di dalam mulutnya. Menahan diri untuk tidak mengucapkan sesuatu.
Thurqk bangkit dari singgasananya dan berbalik menatap Nolan. “Benar begitu, Nolan?”
Nolan bertahan untuk diam, namun rasa kesalnya terhadap makhluk merah di hadapannya itu membuatnya segera membuka mulut. “Kau kan dewa. Tak bisakah kau mengetahuinya sendiri?”
Thurqk tersenyum sinis, kemudian menciptakan tiang pancang yang terbuat dari tulang, tak jauh dari singgasananya. “Apapun yang kaulakukan, tampaknya kali ini aku tak bisa lagi mengambil resiko.” Dengan satu jentikan jemarinya, tubuh Nolan pun melayang di udara, menghantarkannya langsung ke tiang pancang, dan puluhan sulur-sulur kemerahan muncul dari tiang, membelit tubuh Nolan dengan kuat, terkecuali wajah dan kedua telapak tangannya.
Nolan menggeram. “Inikah cara kerja dewa? Membawa kenistaan pada makhluk ciptaannya?”
Thurqk terkekeh, namun tak menjawab pertanyaan Nolan. Dia memutuskan untuk kembali duduk di singgasananya dan membiarkan Abby mendekatinya. “Kuharap kamu tidak pergi ke mana-mana lagi, Abby, karena mulai sekarang pertarungannya akan semakin seru …,” Thurqk melirik ke arah Nolan dan melanjutkan perkataannya, “walaupun sesungguhnya aku merasa janggal dengan dirimu yang membuat Devasche Vadhi ini sebagai arena pertarungan.”
Nolan menelan ludah.
“Apa … yang sebenarnya kaurencanakan, Nolan? Tak perlu kaujawab. Apapun itu ketahuilah, kau tak akan bisa melakukannya, karena aku akan mengawasimu mulai sekarang. Pertama-tama, diam dan lihat saja pertarungan dari tiang tersebut.”
Tiba-tiba balkon tempat Thurqk, Nolan, Abby, dan Hvyt berada bergetar dan bergerak naik ke atas, melewati lantai demi lantai dan melayang di udara. Bagian lantai yang semula padat mendadak berubah transparan. Thurqk tersenyum seraya bertopang dagu pada pegangan singgasananya.
Sebuah selubung transparan membentuk kubah raksasa tercipta di bawah balkon. Keringat dingin mengalir melalu pori-pori kulit keningnya yang sudah semakin membusuk. Bukan karena ketegangan yang dirasakannya karena berada beberapa meter dari Thurqk dalam posisi terikat, melainkan keadaan arena pertarungan yang berbeda dari apa yang telah disiapkannya.
“Kenapa, Nolan?” tanya Thurqk dengan nada mengejek. “Aneh dengan kondisi arenanya?”
Nolan menatap Thurqk dalam diam.
Thurqk mengambil sesuatu dari balik jubah panjangnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Sebuah benda kecil berkilau dengan sepasang lensa yang telah retak parah. Nolan mengenalinya sebagai kacamata miliknya yang hilang saat dirinya tengah berusaha kembali dari penyelinapannya ke labirin di bawah tanah.
Nolan membelalak. Thurqk tertawa puas.
“Baiklah, kita mulai saja pertarungan pertamanya.”
Terdengar bunyi kerangkeng besi yang memilukan di kejauhan, tak lama kemudian dua Hvyt masuk ke dalam arena dengan membawa dua orang dalam keadaan tak sadarkan diri. Dua orang yang dikenali Nolan sebagai Claudia dan juga Sjena. Sesaat setelah kedua Hvyt tersebut meletakkan kedua peserta di tengah-tengah arena, mereka pergi secepat cahaya, disusul dengan suara-suara aneh yang amat mengganggu dari berbagai penjuru.
“Jadi mereka berdua termasuk yang selamat,” gumam Nolan dalam hati, setidaknya ada rasa kelegaan terpancar di dalam hatinya. “Tapi, selubung ini …,”
“Aku ingin salah satu di antara mereka berdua mati,” kata Thurqk tiba-tiba.
“A-apa?” Nolan menoleh cepat ke arah Thurqk. “Kau tidak bisa melakukannya! Terlalu cepat untuk menyingkirkan salah satunya!”
Tak lama kemudian, Claudia dan Sjena telah mendapatkan kesadarannya kembali. Secara bersamaan mereka menatap keadaan di sekelilingnya hingga akhirnya menengadahkan kepala menatap balkon yang melayang-layang di udara dan juga kubah transparan yang membatasi mereka.
Claudia dan Sjena bertatapan.
“Wahai, para peserta. Selamat datang di dalam istanaku, Devasche Vadhi,” sambut Thurqk dengan suara yang menggelegar. “Kupersembahkan sebuah tantangan menarik bagi kalian. Yang menang akan semakin dekat pada kesempatan kehidupan kedua yang kalian idam-idamkan, yang kalah ... hmm … hanya kematian yang pantas baginya. Ada banyak ruangan di setiap lantai yang yang dapat kalian masuki, aku sudah mempersiapkan segalanya dan mungkin saja bisa kalian manfaatkan. Tapi, jangan sesekali kalian menyentuh selubung yang kuciptakan atau kesempatan kalian akan berakhir saat itu juga. Empat jam waktu yang kusiapkan bagi kalian berdua untuk saling membunuh. Bila tidak, ketahuilah bahwa siksaku sangat pedih.”
Thurqk menjentikkan jemarinya seraya tersenyum penuh semangat. Tanda pertarungan pertama di babak enam telah dimulai.
“Diamlah, Nolan! Setelah Abby menceritakan segala akal bulusmu dalam menyiapkan misi pemberontakan terhadap Thurqk, kami terpaksa berimprovisasi,” jawab Hvyt dengan ekspresi datar. Pandangan Nolan beralih kepada Abby yang melayang-layang dengan riang di sampingnya. “Kau suka atau tidak, kau ikut kami ke lokasi pertarungan yang telah kausiapkan sendiri. Selanjutnya, biar dewa kami yang memutuskan akan melakukan apa terhadap dirimu.”
“Sebagai boneka Thurqk, rasanya kini kau semakin banyak bicara, Hvyt,” ujar Nolan kesal. “Dan kenapa juga hantu nakal ini harus mengikutiku! Tidak puaskah kau sudah menghianatiku?”
Abby cekikikan geli. “Bukan salahku, Nolan. Kau yang bodoh menceritakan semuanya kepada gadis manis dan lugu sepertiku.”
Nolan memutar bola matanya dan menghela napas. Sementara perjalanan mereka terhenti di sebuah balkon di mana Thurqk tengah duduk di atas singgasana tulangnya. Nolan membelalak.
“Dewa …,” kata Hvyt seraya membungkukkan tubuh memberi hormat dan memaksa Nolan untuk turut serta. Nolan yang tak sanggup menahan kekuatan Hvyt pun terpaksa melakukannya.
“Le-lepaskan!” Namun dorongan yang diterima malah semakin keras hingga nyaris membuat Nolan tak mampu bergerak.
“Kenapa kaubawa Nolan dan Abby ke sini? Bukankah mereka seharusnya menjalankan tugas masing-masing?” tanya Thurqk dengan suara lirih, samar-samar Nolan mampu merasakan amarah yang saat ini sedang dipendam oleh Thurqk.
“Nolan diam-diam merencanakan pemberontakan … Abby yang mengatakan semuanya kepadaku,” jawab Hvyt. Sementara Nolan mulai mengertakan gigi di dalam mulutnya. Menahan diri untuk tidak mengucapkan sesuatu.
Thurqk bangkit dari singgasananya dan berbalik menatap Nolan. “Benar begitu, Nolan?”
Nolan bertahan untuk diam, namun rasa kesalnya terhadap makhluk merah di hadapannya itu membuatnya segera membuka mulut. “Kau kan dewa. Tak bisakah kau mengetahuinya sendiri?”
Thurqk tersenyum sinis, kemudian menciptakan tiang pancang yang terbuat dari tulang, tak jauh dari singgasananya. “Apapun yang kaulakukan, tampaknya kali ini aku tak bisa lagi mengambil resiko.” Dengan satu jentikan jemarinya, tubuh Nolan pun melayang di udara, menghantarkannya langsung ke tiang pancang, dan puluhan sulur-sulur kemerahan muncul dari tiang, membelit tubuh Nolan dengan kuat, terkecuali wajah dan kedua telapak tangannya.
Nolan menggeram. “Inikah cara kerja dewa? Membawa kenistaan pada makhluk ciptaannya?”
Thurqk terkekeh, namun tak menjawab pertanyaan Nolan. Dia memutuskan untuk kembali duduk di singgasananya dan membiarkan Abby mendekatinya. “Kuharap kamu tidak pergi ke mana-mana lagi, Abby, karena mulai sekarang pertarungannya akan semakin seru …,” Thurqk melirik ke arah Nolan dan melanjutkan perkataannya, “walaupun sesungguhnya aku merasa janggal dengan dirimu yang membuat Devasche Vadhi ini sebagai arena pertarungan.”
Nolan menelan ludah.
“Apa … yang sebenarnya kaurencanakan, Nolan? Tak perlu kaujawab. Apapun itu ketahuilah, kau tak akan bisa melakukannya, karena aku akan mengawasimu mulai sekarang. Pertama-tama, diam dan lihat saja pertarungan dari tiang tersebut.”
Tiba-tiba balkon tempat Thurqk, Nolan, Abby, dan Hvyt berada bergetar dan bergerak naik ke atas, melewati lantai demi lantai dan melayang di udara. Bagian lantai yang semula padat mendadak berubah transparan. Thurqk tersenyum seraya bertopang dagu pada pegangan singgasananya.
Sebuah selubung transparan membentuk kubah raksasa tercipta di bawah balkon. Keringat dingin mengalir melalu pori-pori kulit keningnya yang sudah semakin membusuk. Bukan karena ketegangan yang dirasakannya karena berada beberapa meter dari Thurqk dalam posisi terikat, melainkan keadaan arena pertarungan yang berbeda dari apa yang telah disiapkannya.
“Kenapa, Nolan?” tanya Thurqk dengan nada mengejek. “Aneh dengan kondisi arenanya?”
Nolan menatap Thurqk dalam diam.
Thurqk mengambil sesuatu dari balik jubah panjangnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Sebuah benda kecil berkilau dengan sepasang lensa yang telah retak parah. Nolan mengenalinya sebagai kacamata miliknya yang hilang saat dirinya tengah berusaha kembali dari penyelinapannya ke labirin di bawah tanah.
Nolan membelalak. Thurqk tertawa puas.
“Baiklah, kita mulai saja pertarungan pertamanya.”
Terdengar bunyi kerangkeng besi yang memilukan di kejauhan, tak lama kemudian dua Hvyt masuk ke dalam arena dengan membawa dua orang dalam keadaan tak sadarkan diri. Dua orang yang dikenali Nolan sebagai Claudia dan juga Sjena. Sesaat setelah kedua Hvyt tersebut meletakkan kedua peserta di tengah-tengah arena, mereka pergi secepat cahaya, disusul dengan suara-suara aneh yang amat mengganggu dari berbagai penjuru.
“Jadi mereka berdua termasuk yang selamat,” gumam Nolan dalam hati, setidaknya ada rasa kelegaan terpancar di dalam hatinya. “Tapi, selubung ini …,”
“Aku ingin salah satu di antara mereka berdua mati,” kata Thurqk tiba-tiba.
“A-apa?” Nolan menoleh cepat ke arah Thurqk. “Kau tidak bisa melakukannya! Terlalu cepat untuk menyingkirkan salah satunya!”
Tak lama kemudian, Claudia dan Sjena telah mendapatkan kesadarannya kembali. Secara bersamaan mereka menatap keadaan di sekelilingnya hingga akhirnya menengadahkan kepala menatap balkon yang melayang-layang di udara dan juga kubah transparan yang membatasi mereka.
Claudia dan Sjena bertatapan.
“Wahai, para peserta. Selamat datang di dalam istanaku, Devasche Vadhi,” sambut Thurqk dengan suara yang menggelegar. “Kupersembahkan sebuah tantangan menarik bagi kalian. Yang menang akan semakin dekat pada kesempatan kehidupan kedua yang kalian idam-idamkan, yang kalah ... hmm … hanya kematian yang pantas baginya. Ada banyak ruangan di setiap lantai yang yang dapat kalian masuki, aku sudah mempersiapkan segalanya dan mungkin saja bisa kalian manfaatkan. Tapi, jangan sesekali kalian menyentuh selubung yang kuciptakan atau kesempatan kalian akan berakhir saat itu juga. Empat jam waktu yang kusiapkan bagi kalian berdua untuk saling membunuh. Bila tidak, ketahuilah bahwa siksaku sangat pedih.”
Thurqk menjentikkan jemarinya seraya tersenyum penuh semangat. Tanda pertarungan pertama di babak enam telah dimulai.
TO BE CONTINUED
---
SYARAT & KETENTUAN:
- Kalahkan lawan (hibur Thurqk) dalam waktu maks. 4 jam
- Selubung merah itu solid, transparan, ga bisa ditembus, dan bersifat menghancurkan "soul" berkeping2 (your OC's real form di mata panitia) sekejap mata. Jadi jangan sampai menyentuhnya.
- Selubung berlaku di dalam ruangan juga, jadi misal ada ruangan yg kebetulan sebagiannya dilewati batas selubung, berhati-hatilah.
- Semua OC panitia akan berkumpul di balkon yang melayang2 di udara tersebut. Jadi peserta bebas kalo mau bikin interaksi antar OC panitia dan peserta, hanya saja saya akan kasih nilai 0 bila membuat narasi penyerangan terhadap OC panitia di ronde ini. Sabar and take it slowly... belom saatnya final fight~ lagipula tak ada yang bisa menembus selubung.
- Deadline adalah 1 bulan terhitung sejak hari di mana post ini tayang di blog
- Format Subjek: [ROUND 6] OC kamu vs OC lawan - Sub-Judul
No comments:
Post a Comment
Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.
- The Creator -