June 7, 2014

[ROUND 3 - K2] URSARIO - BEARY WATERY DUELLY

[Round 3–K2] Ursario vs Reeh Al Sahr'a
"Beary Watery Duelly"

Written by Heru S. Zainurma

---

-I-
Percaya atau tidak,
dulunya dia adalah Demonlord Ursario ...

Halo, halo, halo semuanya!

Selamat datang kembali di kisah si boneka beruang. Terima kasih telah menjadi pembaca setia sampai detik ini.

Sekarang, akulah yang akan menjadi narator menggantikan si dia yang bertugas di ronde sebelumnya. Eits, jangan kecewa dulu. Gaya kami mungkin berbeda, tetapi itu bukan masalah. Tenang saja. Akan kuusahakan yang terbaik dalam menyajikan kisah ronde ketiga ini. Atau setidaknya, begitulah niatanku...

Oke, tak perlu berlama-lama. Langsung saja kita temui si tokoh utama. Siapa lagi kalau bukan Ursario, sang Demonlord dari Ursa-Regalheim? Paling tidak, itulah jabatannya sampai sekitar dua tahun lalu. Sekarang, dia tak lebih dari seekor boneka beruang terkutuk yang ... well, kata sejumlah orang sih 'lucu' dan 'menggemaskan'.

Aku sendiri tidak mengerti bagian mananya dari boneka-iblis-penghisap-jiwa itu yang 'lucu' dan 'menggemaskan'. Sepertinya banyak yang tertipu oleh penampilannya, ataupun oleh gaya bicaranya yang sok unyu.

T-tunggu, mengapa aku malah menjelek-jelekkan Ursario? Oh tidak. Padahal aku disewa untuk mengantarkan si beliau, beruang mungil itu, agar lolos ke babak selanjutnya. Maaf, sekali lagi maaf.

Mari kita mulai kisah ini dengan mengamati dia yang sedang tertidur. Kelelahan sepertinya, meskipun aku tidak tahu pertempuran seperti apa dihadapinya di ronde yang lalu. Hei, aku orang baru di sini. Ingat?

Si Ursario, dia bersantai di dahan pohon merah, tersembunyi oleh lebatnya dedaunan yang juga merah warnanya. Pokoknya, ini adalah tempat yang semuanya merah. Mungkin kalian lebih tahu tentang tempat ini daripada aku.

Posisi tidurnya tengkurap di tengah dahan, dengan kedua tangan dan kaki menjuntai ke bawah. Topi lebarnya menutupi wajah, ditambah kacamata gelap itu ... namun semua itu tak mampu menyembunyikan ekspresinya. Ya, jangan protes. Boneka beruang juga punya mimik wajah.

"....buraaaaah....maafkan aku.....urrrghh..."

Oh, dia mengigau?

Ini adalah momen penting, saudara-saudara. Kurasa kita akan segera menyaksikan masa lalu si boneka. Percayalah pada naluriku.

Sudah siap? Oke. Mari kita masuki alam mimpi dari Ursario.

...

...

"Hidup Yang Mulia Ursario, penguasa dari seluruh Ursa-Regalheim! Pewaris takhta dari Demonlord Ursula!"
"Hidup Demonlord Ursario!"
"Hidup Paduka!"
"Jayalah Ursa-Regalheim!"

Tuh, 'kan? Tebakanku benar! Kita sekarang berada di masa lalu si boneka. Yang kita saksikan sekarang sepertinya adalah momen penobatan Ursario sebagai Demonlord. Ah, dia bahkan belum menjadi boneka beruang.

Aku tidak percaya kalau dulunya dia begitu ... berbeda? Postur yang tinggi kekar itu, mahkota bertakhtakan emas dan permata, singgasana megah, lalu jubah kebesaran yang mewah ... tak pernah kulihat beruang segagah itu.

Ah iya, soal tempat. Kurasa kita sekarang sedang berada di ruang takhta, di Kastil Ursus. Penjelasan tentang geografi dan sejarah Ursa-Regalheim beserta Netherwold Neda akan kusimpan pada lain kesempatan.

Sekarang mari kita lanjutkan cerita. Coba perhatikan beruang tua berjubah kaku dengan hiasan yang tampaknya religius itu. Mungkin dia semacam pendeta di negeri ini.

"Sekarang silahkan setiap perwakilan dari suku-suku Ursa Demon untuk memberikan persembahan kalian kepada Demonlord kita yang baru," kata si beruang pendeta.

Sosok yang pertama menghadap adalah beruang hitam legam yang badannya menjulang tinggi. Sangat macho, sangar, dan berotot. Dan sepertinya bulu beruang itu tidak sepenuhnya hitam, ada sedikit aksen putih di bagian torsonya.

Beruang kedua jauh lebih ramping, dan pendek. Dengan warna yang lebih terang pula, yakni coklat muda. Diikuti oleh beruang lain dengan badan yang teramat gendut.

Astaga! Makan apa sih beruang itu sampai bisa segempal itu? Bahkan langkah kakinya menimbulkan gempa kecil.

Namun sedikit koreksi dariku. Daripada menyebutnya sebagai beruang, mungkin lebih tepat dikatakan sebagai panda. Ya, aku yakin dia adalah panda. Pola hitam-putih itu mengatakan segalanya.

Dan masih ada beruang terakhir. Kali ini, langsung saja kita sebut sebagai beruang kutub. Gayanya tampak sangat cool, bahkan elegan. Atau ... itu hanyalah pengaruh hawa dingin yang dipancarkan bulu putihnya?

"Hamba adalah Nerobearo, beruang terkeji dari suku Orsoneridia! BROAHAHAHA!" si beruang hitam mengaku-ngaku. Suaranya garang dan penuh semangat. "Hamba akan menghadiahkan keunggulan fisik suku Orsoneridia kepada Paduka!"

"Lalu hamba, Poohan dari suku Mielmagista," ungkap beruang coklat-ramping. Nada bicaranya lembut. "Bukan kekuatan fisik yang hamba persembahkan, melainkan segala pengetahuan sihir alam yang mungkin berguna bagi Paduka."

Kemudian giliran si panda-gembrot tiba. Ah, gaya bicara bahkan sangat lambat. "Gordo .... kokoh ... seperti ... karang ... seperti ... suku ... Pandori ... entis."

"Hamba yang terakhir. Zweiss nama hamba," kata si beruang kutub. "Suku hamba, Papelbaer, adalah perpaduan seimbang antara ketangguhan fisik dan sihir salju yang memukau. Pergunakan kekuatan dari suku hamba dengan bijak, Paduka."


Setelah beres dengan perkenalan diri, keempat beruang itu serentak berlutut. Kemudian mereka mengangkat tangan kanan tinggi-tinggi dengan sikap penuh khidmat, seraya merapal semacam mantra. Seketika, cahaya yang berbeda rupa serta berlainan warna pun memancar dari keempatnya.

Semua cahaya itu langsung saja meliputi sang raja beruang.

Dan tibalah giliran si beruang pendeta untuk menyampaikan kata-kata saktinya. "Sebagai Demonlord pemegang kekuasan tertinggi di negeri ini, Paduka akan diberkahi dengan kekuatan dari semua suku Ursa Demon. Maukah Paduka meneruskan kepemimpinan Lady Ursula dan membawa Ursa-Regalheim pada kejayaannya?"

"Baiklah, Bearnandez," jawab Ursario dengan suara yang dalam dan berwibawa. "Aku berjanji!"

...

...

Oh, apa yang terjadi? Tiba-tiba kilasan mimpi Ursario berubah! Tahu-tahu saja, dia sudah menjadi gumpalan jiwa yang terombang-ambing di perbatasan dimensi Netherworld Neda—Nedagia.

Ah, sial! Sungguh malang bagi kita. Sepertinya kita melewatkan momen epik pertempuran Demonlord Ursario melawan musuh bebuyutannya, Mag-Lumina, Demonlordess pimpinan Luxa Demon. Yang kita tahu hanyalah hasil akhirnya.

Mungkin ini saat yang tepat bagi kita untuk berempati kepada sang Demonlord. Dia menyaksikan begitu banyak mayat kaumnya yang bergelimpangan di sejumlah penjuru Ursa-Regalheim. Semua gugur di medan tempur. Jelas kalau ini adalah kekalahan telak bagi bangsa Ursa Demon dalam peperangan melawan Luxa Demon.

Beberapa petarung tangguh yang tertangkap lawan, mungkin akan menerima nasib yang lebih buruk daripada kematian. Yaitu menjadi budak abadi para Luxa Demon. Adapun beberapa Ursa Demon yang selamat dari semua itu, kuperkirakan jumlahnya sangat sedikit, mungkin hanya bisa bersembunyi di gua. Mereka meringkuk ketakutan, menanti pertolongan yang tak akan pernah datang.

"M-maafkan aku ... saudara-saudaraku ... tapi aku pasti akan kembali ke sini! Untuk membuat segala perhitungan dengan Mag-Lumina dan kaum Luxa Demon sialan itu!!"

Terbayanglah olehnya sosok Mag-Lumina, sang ratu cahaya. Daripada Demon, menurutku penampilannya benar-benar lebih layak disebut sebagai Angel. Bersayap delapan, putih menyilaukan, dengan zirah dan mahkota yang begitu indah. Apakah kalian setuju dengan pendapatku?

Dan sungguh sangat bodoh, jika Ursario mengingatnya. Andai saja dia lebih bijak dalam mengatur strategi peperangan melawan kaum Luxa Demon. Pertempuran frontal justru membawanya dan kaumnya pada malapetaka.

...

...

...

"BANGUNLAH, BONEKA!!"

"Buraaaaa?!!"

Sontak, Ursario terbangun ... seiring dengan rasa sakit di sekujur tubuh, plus debu-debu yang berterbangan di sekitarnya. Di hadapan boneka itu, tampaklah sosok malaikat merah berambut mohawk—Hvyt sebutannya—tengah berjongkok sambil melemparkan tatapan tajam.

Ah, sungguh kontras, kalau boleh kubilang. Tubuh si malaikat mungkin sekitar 4-5 kali lebih besar daripada Ursario. Pastinya selisih ukuran itu sedikit banyak akan mengintimidasi si boneka. Ditambah, muka Hvyt itu ditekuk begitu rupa, menunjukkan kekesalannya.

Oke, mungkin ada kejadian yang kita lewatkan sewaktu kita sedang asyik menelusuri masa lalu Ursario. Tetapi tenang saja, aku sudah menemukan saksi mata yang siap memberikan keterangan mendetail.

Saksi mata yang enggan disebutkan namanya itu berkata kalau Hvyt sudah meneriaki si boneka untuk bangun. Tak ada reaksi. Ursario tetap pulas. Kemudian ditendanginya boneka itu, ditusuk-tusuk dengan tombak, dibenturkan berkali-kali ke batang pohon, dan sebagai penutup adalah smash keras yang langsung menghunjamkan badan mungil boneka itu ke permukaan tanah.

Sepertinya mengasyikkan. Andai saja aku bisa ikut memukuli boneka sok imut itu, ahahaha.

Dan singkat cerita, Ursario pun terbangun.

"Burrraahhh .... kenapa tubuhku compang-camping begini?" protes si boneka. "Dan kacamataku retak? Senapanku penyok!! Apa-apaan ini, Mohawky Demony?!"

Nah, itulah yang kusebut sebagai sok imut. Ke mana perginya suara berat dan berwibawa yang tadi? Tidak ada lagi kegagahan yang tersisa dari sosok yang dulunya adalah Demonlord. Dan apa pula maksud dari 'bura' dan 'akhiran -y' itu? Tidak bisakah dia berbicara dengan lebih wajar??

Oh, tidak. Aku melakukannya lagi. Mestinya aku tidak banyak protes. Maaf beribu maaf. Lebih baik kita lanjut saja, fokus ke cerita.

"Ronde ketiga sudah dimulai," jawab Hvyt itu datar. "Lawan Anda sudah menunggu di arena."

"Haa—?"

Tanpa menunggu jawaban, Hvyt itu sudah menarik kaki si boneka. Dengan paksaan, Ursario pun dibawa pergi.

Yes, bagus! Seret saja dia, ahahaha!



-II-
Nama arena itu adalah ...


Nah, sekarang kita telah sampai di tempat yang dimaksud. Cukup ramai rupanya. Lihat. Jiwa-jiwa tak berbentuk, jumlahnya mungkin ribuan, tampak bergumul memadati 'tempat duduk' di sekitar arena, seperti penonton pertandingan olahraga. Mereka begitu riuh dan gaduh. Semarak itu akan membuat neraka menjadi lebih hangat, sudah barang tentu.

Ini adalah Ythana Khauri, di dasar Devasche Vadhi. Dan arena itu disebut sebagai Khmaranaka, dengan kode nomor 02. Astaga, nama-nama yang sulit untuk dieja!

Pokoknya, ini adalah tempat untuk menonton pertunjukan barbar. Jiwa-jiwa yang malang akan dipaksa bertempur mati-matian, sembari berpacu dengan waktu.

Mari kita simak spesifikasi arena yang satu ini.

Ruangan itu berukuran sekitar 10 x 10 meter, dengan tinggi ... well, anggap saja 10 meter juga. Sisi kanan-kiri-depan-belakang adalah kerangkeng baja dengan tembok berupa kaca tebal untuk memandang. Paduan kedua bahan ini amat kokoh. Mustahil untuk dihancurkan, kecuali mungkin oleh kekuatan sang Dewa sendiri.

Tak ada langit biru indah nan cerah yang bisa dipandang sewaktu kepala menengadah. Sebab kalian tahu sendiri, ini adalah di bawah tanah! Dan bicara soal permukaan tanah, lihatlah lubang-lubang kecil yang tersebar di lantai arena. Itu ... yang akan membuat semuanya semakin menarik.

Tapi yah ... secara umum arena ini lebih mirip aquarium.

"Kyaaaaaa!! Tuan Reeh! I love you full!!"
"HUUUUU!!! Mati saja kau, pria pesolek!"

Reeh Al-Sahr'a—nama sosok memesona itu—tengah duduk santai di kursi kayu yang sederhana, mengabaikan semua sorakan penonton kepadanya. Dia asyik memainkan kecapi unik yang entah didapatnya dari mana.

 
Mata teduhnya adalah kemilau zamrud yang memukau kaum hawa, yang terlengkapi oleh senyum selembut embun pagi.

Errh ... aku sebenarnya jengah juga mendeskripsikan hal seperti ini. Tetapi apa boleh buat? Lanjut...

Senjatanya adalah shamsir, pedang berlengkung indah, yang saat ini masih tersemat aman di pinggangnya. Namun yang paling khas dari penampilannya adalah jubah coklat dan sorban elok bermotifkan bunga.

Dialah sang musafir dari padang pasir. Dan dia akhirnya melambaikan satu tangannya ke arah penonton, menyapa mereka.

"Kyaaaahhhn! Jadikan aku istri keempatmu, Tuan Reeh Sayang!"
"Huh! Kembali saja ke gurunmu, sana! Main pasir sepuasmu, bareng sama bocah-bocah ingusan yang lain!"

Tak bisa dipercaya! Wanita-wanita itu, sekalipun sudah jadi arwah, tetap tidak kehilangan kenorakan mereka. Mengelu-elukan sampai seperti itu, apa mereka tak ada kerjaan lain? Aku lebih mendukung para lelaki. Ayo hujat terus si pesolek itu!

Ah, lupakan soal itu. Sebab, kita akan menyambut kedatangan sang tokoh utama.

Dimulai dengan munculnya pintu merah di sisi kiri arena secara tiba-tiba. Sewaktu pintu membuka, sosok Ursario terlempar masuk. Dia berguling-guling tak karuan di lantai arena, mengarah ke posisi Reeh.

Sang musafir pun dengan santai—masih sambil duduk—menendang balik boneka itu.

Walhasil, Ursario malah meluncur membentur dinding, untuk kemudian tersungkur kembali di lantai.

Ini ... kalau gaya kemunculannya serampangan begitu, bagaimana aku bisa mendukungnya?

"Buraaaaah .... apa-apaan ini?!"

Masih sambil kesakitan, Ursario menengok sekeliling. Dan begitu terkejutnya dia sewaktu melihat kalau pintu merah yang tadi dimasukinya ternyata sudah menghilang begitu saja.

"Reddy Doory-nya? T-tipuan licik apa ini?!"

Setelah jumlah kontestan telah lengkap, muncul sesosok Hvyt di tengah keduanya. Dari penampilannya, jelas dia berbeda dengan Hvyt yang lain. Hvyt ini mengenakan kemeja bergaris hitam-putih vertikal, plus topi bertuliskan 'le wasit'.

Tak perlu acara tebak-tebakan. Sudah jelas kalau Hvyt ini sangat ambisius untuk memegang peran sebagai wasit. Menemani Hvyt yang ini adalah rekan sejawatnya, sesama Hvyt, yang tampak bersiap di luar arena dengan lonceng dan sejumlah tuas.

"Kyaaaaan! Boneka yang lucu. Dijual di mana boneka beruang yang seperti itu?"
"Cih! Itu cuma boneka beruang jelek! Jadi kita harus menyaksikan dia bertarung? Bisa apa dia?"

Penonton kembali bersorak, berseru, dan memaki. Namun untuk kali ini, aku tak akan berkomentar.

"Baiklah hadirin semua! Sekaranglah saat yang kita nantikan!" seru wasit itu, dengan gaya pembawa acara tinju. "Dari sudut biru adalah Reeh 'The Wind of Deseeeeert' Al-Sahr'aaaaaaaa!! Lawannya, dari sudut merah adalah Ursaaa—'The Notteddy Beaaaaaryyy"—riooooo!!"

Sang wasit memberikan jeda, agar penonton bisa menyemangati jagoan mereka.

"Jadi nama boneka imut itu adalah Ursa-chan? Lucunyaaaaa!"
"Mati saja kau, Ursa!! Tempat pembuangan sampah lebih cocok untukmu!"
"Ursario...?? M-mustahil, nama itu sama dengan ...."

Kemudian sang wasit meneruskan, "Keduanya akan bertaruh nyawa dalam pertempuran 8 babak, masing-masing 3 menit, dengan jeda istirahat tiap babak 45 detik! Siapakah yang akan bertahan? Siapakah yang akan mati?! Kuberikan kepada kalian suguhan terbaik! Aqua Death Match!!"

Penonton semakin bergemuruh.

"Ingat," lanjut wasit itu, menatap kedua peserta bergantian, "sekali masuk ke arena ini, kalian tak akan bisa keluar sebelum menghabisi lawan. Pintu keluar hanya akan muncul sewaktu ada salah satu kontestan yang mati! Kalian siap?"

Reeh hanya membalas dengan helaan nafas. Sementara Ursario, di sisi lain, tampak masih mencerna situasi. Saat itulah sang wasit menyadari kondisi boneka beruang tersebut sudah begitu berantakan, bahkan sebelum pertandingan dimulai.

"Tunggu sebentar," kata wasit itu, menatap Ursario. "Mau kupanggilkan tim medis untuk menyembuhkanmu?"

"Tidak perlu, buraa!" balas Ursario. "Aku bisa sendiri."

Heh, dasar boneka yang sombong. Ditawari pengobatan gratis malah menolak? Tapi bukan tanpa alasan, sih. Lihat saja sendiri.

Dari sekujur badannya, memancarlah semacam aura kegelapan. Tidak begitu pekat. Kemudian pelan-pelan, sejumlah robekan di kulit boneka itu pun menutup. Sungguh ajaib.

Lalu bagaimana dengan senapannya yang penyok? Rupanya Ursario meluruskan kembali laras senjata itu dengan kekuatan otot lengan. Cara yang primitif, memang. Namun setidaknya senapan itu bisa menembak lurus sekarang.

"Sekarang aku siap," lagak si beruang. "Ayo mulai. Akan kuhabisi si Flowery Turbany itu!"

Reeh hanya merespon tantangan lawannya dengan senyuman ringan.

"Baiklah. Walaupun tampaknya pakaianmu masih compang-camping, setidaknya tubuhmu sudah sembuh, 'kan?" ujar sang wasit, sekedar memastikan. "Kalau begitu, saatnya kalian beraksi!"

Lonceng bergema nyaring, dibunyikan oleh Hvyt yang berada di luar arena. Diiringi riuh-gemuruh para penonton, babak pertama pun dimulai.

Ursario si boneka beruang penghisap jiwa menantang Reeh Al-Sahr'a sang musafir dari padang pasir. Mana yang akan berjaya?

Mari kita saksikan!



-III-
Babak 1

Hvyt wasit mengepakkan sayap hitamnya, kemudian melayang tinggi. Setelah itu, dia mengubah wujudnya menjadi kelelawar merah, yang anehnya, masih memakai kemeja hitam-putih dan topi.

Well, mungkin banyak yang lupa atau bahkan tidak tahu. Tetapi kuyakinkan kalian, Hvyt memang bisa melakukan itu. Mereka bisa berubah menjadi siapapun dan apapun, mengikuti trend.

Dan Hvyt-kelelawar itu berseru, "Fight!"


Langsung saja Ursario menodongkan senapan. Sebaliknya sang lawan, Reeh, masih saja duduk santai di kursinya sembari memainkan dawai kecapi.

"Salam, Tuan Boneka," sapa Reeh. "Nama hamba adalah seperti yang Tuan Wasit tadi sebutkan. Anda bisa memanggil hamba Re—"

...senapan Ursario sudah meletup, mengarah ke muka sang musafir.

Namun yang terjadi selanjutnya tidaklah diperkirakan oleh Ursario. Peluru itu tiba-tiba melenceng, hanya sejengkal saja di samping wajah Reeh. Boneka beruang itu jelas kebingungan.

"Bura? B-bidikanku mestinya tepat ...."

Ursario kembali melepaskan dua tembakan beruntun. Dan lagi-lagi, keduanya juga meleset. Tak mampu mengenai sasaran. Apa yang terjadi sebenarnya?

Di sinilah indera si beruang bekerja. Dia merasakan pergerakan udara yang tak wajar di sekeliling tubuh sang musafir. Sungguh aneh.

"Itu ... angin?"

Reeh tersenyum mendengar itu. "Bisa membau angin. Hidung Anda cukup tajam rupanya, Tuan Boneka? Tak perlu kiranya terkejut begitu. Angin dan hamba telah lama berkarib."

"Berteman dengan angin, katamu?? Apa kau gila?!"

"Belum segila Anda, wahai Tuan Boneka," balas Reeh. "Hamba sudah banyak mendengar kabar tentang Anda, yang sayangnya ... tidaklah seindah yang hamba bayangkan."

"A-apa yang kau bicarakan?"

"Berapa banyak?" Mata zamrud Reeh menatap tajam lawan bicaranya. "Berapa banyak jiwa malang yang terkurung di dalam tubuh Anda?"

Ursario jelas tersentak. "Da..dari mana kau ...."

"Dari kabar angin, tentu."

Selanjutnya, Reeh malah terus memetik kecapinya. Tampak sangat santai. Seolah dia lupa kalau ini adalah arena pertempuran hidup-mati.

Tingkah aneh Reeh ini tentu saja membuat Ursario terheran sendiri. Dia bertanya-tanya di dalam hati, sebenarnya apa yang dimau oleh si musafir?

"Yang hamba inginkan," ungkap Reeh, "hanyalah membuka tabir, mengetahui rahasia semesta."

Oke, sekarang Ursario benar-benar terbengong. Bahkan aku pun, sebagai narator, tak mengerti apa maksud ocehan si pria padang pasir itu.

"Apa yang Tuan Boneka tahu tentang tempat ini? Tentang Nanthara, Devasche Vadhi, Kepulauan Satha Praghatak. Lalu tentang Ythana Khauri ini. Benarkah sejatinya ini semua adalah alam kematian? Bagaimana menurut Anda, wahai Tuan Boneka?" bukannya menutup mulut, Reeh malah terus membombardir si boneka dengan segudang pertanyaan.

"Bura? Kau tanya pendapatku?" Ursario terheran. Namun dia menjawab juga, "B-bukankah ini hanyalah semacam Netherworldy?"

"Alam gaib, ya?" balas Reeh, seolah mengerti. "Pemikiran yang menarik. Kalau memang demikian, siapa gerangan Hvyt yang mengaku sebagai kaum malaikat itu? Dan pertanyaan selanjutnya, benarkah sejatinya sosok Thurqk itu adalah ... Tuhan?"

Reeh seperti tak kehabisan pertanyaan. Dan Ursario pun tak mau kalah. Dia merasa harus bisa menjawab itu.

"Mohawky Demony itu adalah ... tentu saja Demony! Dan pimpinan mereka, si Goddy Thurqkey, pasti sejenis Demonlordy. Atau, lebih kuat dari itu. Overlordy, mungkin?" pendapat si boneka. "T-tapi tunggu!! Mau apa kau tanya-tanya begini, Turbany?!"

Reeh mengabaikan pertanyaan balasan dari Ursario. Sebab, musafir itu masih punya pertanyaan pamungkas.

"Jadi sesungguhnya Hvyt dan Thurqk hanyalah golongan jin? Sudah hamba duga. Sosok Tuhan yang sejati, seperti yang hamba kenal, tidaklah se'rendah' Dewa Merah itu. Tuhan hamba memiliki 99 nama yang mulia. Tapi...," Reeh memberi jeda, sebelum masuk ke bagian terpenting, "...tersisa satu misteri terbesar. Mengapa kiranya 'Tuhan Palsu' seperti Thurqk memiliki kuasa menggenggam jiwa, layaknya sang Pencipta—"

"Buraaaaah! Bawel kau!" potong Ursario. "Jangan banyak omong. Ayo lawan aku, Turbany!"

Namun lonceng telah berbunyi, menyudahi babak ini.

Heh, mengecewakan! Babak pertama berakhir begitu saja tanpa ada aksi sama sekali. Kenapa sih mereka menghabiskan waktu yang berharga itu untuk mengobrol?

Dengar. Penonton pun sama kecewanya.

"Huuuuuuuuuuu! Membosankan!!"
"Pria pesolek dan boneka butut! Kalian tidak didatangkan ke arena ini untuk merenung! Kami mau melihat pertumpahan darah!!"
"P-paduka Ursario?"
"Huuuuuuuu! Boneka lemah! Buang saja boneka seperti itu ke comberan!!"
 "Aiiih, jangan bully Tuan Reeh, dong! Dan juga boneka itu. Kan kasihan..."
"Tenggelamkan mereka semua!!"

Yang bereaksi atas perkataan mereka adalah Ursario. Seperti biasa, boneka itu menghentak-hentakkan kakinya ke lantai, penuh kemurkaan. Dari kepalanya pun muncul kepulan asap.

"Buraaaaah! Berisik sekali kalian!" omelnya. "Andai saja aku tidak terkurung di sini, sudah kulahap habis jiwa-jiwa busuk seperti kalian!!"

Hvyt-kelelawar pun turun.

"Break," katanya dengan nada kesal. "Silahkan kembali ke sudut masing-masing."

"Kembali? Namun hamba tak pernah beranjak dari sini," ledek Reeh.

"Dengar," balas Hvyt itu, "kalau di babak selanjutnya kamu tetap tidak bertarung, terpaksa aku mendiskualifikasi!"

<<break>>

Ursario geram.

Kenapa dia malah meladeni perkataan Reeh dan terjebak dalam obrolan tak berujung seperti tadi? Mengecewakan. Tetapi yang lebih mengesalkan bagi boneka itu ... adalah tembakannya yang terus meleset.

"...Paduka...Ursario...."

Samar-samar, boneka beruang itu mendengar ada yang memanggil namanya. Dia menoleh kanan-kiri, mencari sumber suara di antara kerumunan jiwa tak berbentuk.

"Buraaah ... b-bau ini?" hidung Ursario mencium aroma yang tak asing. "Jangan-jangan ...."

Lonceng sudah kembali berdentang. Babak kedua dimulai.



-IV-
Babak 2

"Mungkin ini bisa memaksa kalian agar segera bertarung," kata Hvyt-kelelawar, seraya memberi kode kepada Hvyt di luar arena.

Tuas pun ditarik.

Dan ini yang tadi kubilang menarik. Dari lubang-lubang kecil di lantai, air merembes masuk menggenangi arena. Belum apa-apa, Ursario sudah tenggelam setengah badan. Salah sendiri tubuhnya mungil begitu. Di sisi lain, kursi kayu Reeh pun ikut tergenang.

Bagus. Tenggelamkan saja mereka!

"Buraaaah?! Aiirr....??" si boneka hanya bisa menjerit panik. Seketika matanya beralih menatap si lawan. "Kau, Flowery Turbany! Sekarang aku tahu kenapa tadi kau mengajakku bicara. Kau ingin mengulur waktu untuk memanfaatkan trik arena ini, 'kan?! Tipuan licik, seperti Luxa Demony!"

Reeh mengangkat kedua bahu. "Jauhi prasangka buruk. Hamba pun tidak tahu apa-apa tentang ini. Sungguh."

Berbeda dengan lawannya yang panik, Reeh masih tampak tenang. Padahal air sudah setinggi lututnya, membuat duduknya tidak lagi nyaman.

"Oke, fight!!" seru Hvyt-kelelawar.

Reeh menghela nafas panjang. Dia tidak suka dipaksa bertempur seperti ini. Namun yah ... dia tidak bisa menolak takdir buruknya.

"Baiklah, Tuan Boneka," katanya kepada Ursario. "Hamba akan menjawab tantangan Anda. Dengan satu syarat."

"Buraaaah! Di saat seperti ini masih meminta syarat?!"

"Bukan hal yang rumit," Reeh tersenyum kecil. "Sekiranya hamba kalah, silahkan jiwa hamba ini untuk Tuan kuasai sepenuh hati. Tetapi ...."

"Tetapi apa, bura?!"

"Hamba meminta kebaikan Tuan Boneka untuk membebaskan semua jiwa malang yang terkurung di sana," Reeh menunjuk tubuh Ursario. "Itu sekiranya hamba yang memenangkan pertarungan ini."

Ursario berpikir sejenak kemudian mengangguk sekali. "T-tak masalah, buraa. Kalau aku mati, semua jiwa itu akan terlepas dengan sendirinya."

Reeh tersenyum lebar, puas dengan jawaban itu. Kini sorot matanya berubah, begitu serius. Sikap tubuhnya memang masih tampak santai, duduk di kursi sambil memainkan kecapi. Namun hawa kehadiran yang menekan itu ....

Ursario spontan melangkah mundur, meningkatkan kewaspadaannya. Tidak ada main-main lagi. Dia harus menyerang lebih dulu!

Untuk sekedar memastikan, Ursario menjajal tembakannya lagi. Tak mengejutkan, hasilnya sama saja seperti tadi. Semua peluru yang disemburkan senapannya tak ada yang mengenai sasaran.

"Damny Windy!!" maki si boneka.

Kini giliran Reeh yang beraksi. Dia memetik dawai-dawai kecapinya dalam suatu rangkaian nada.

"Wahai Pawana, angin yang mendiami Ythana Khauri," ujarnya. "Mengalunlah!"

Seketika, angin di ruangan itu menderu dan meraung-raung. Sungguh aneh. Suaranya seolah mengikuti irama kecapi yang dimainkan Reeh.

"Bersiaplah, Tuan Boneka," kata Reeh. "Lantunan pertama, irama Sikah."

Sikah adalah nada-nada cinta. Penuh perasaan. Lembut, namun terkadang menghanyutkan. Dan seperti itulah Ursario dipermainkan oleh sang angin.

"BuraaaaAAAHHH!!"

Boneka mungil itu mudah sekali diterbangkan Pawana, sang angin. Mula-mula Ursario diangkat dengan pelan, lalu tiba-tiba tubuhnya dibenturkan begitu kencang ke tembok.

Ursario berupaya untuk berontak, tetapi hasilnya nihil.

Badan ringannya kembali terbawa berayun-ayun di udara. Sesekali dia terseret menyusur permukaan air, menghasilkan percikan, sebelum akhirnya kembali menghantam tembok.

Dia pun tercebur, tepat di pojok arena.

"Buraaaah! Sialan!"

Kepala Ursario mencuat dari air. Si boneka mencuri kesempatan untuk menembak. Pikirnya, angin bertipe menyerang seperti ini pasti akan melemahkan penjagaan di sekeliling tubuh Reeh. Mungkin bisa kena.

Namun perkiraan Ursario salah besar.

Peluru yang dilontarkan senapannya malah menari-nari di udara, jauh sebelum mengenai Reeh. Dan alangkah terkejutnya boneka itu sewaktu sang angin membalikkan arah peluru itu.

Kepala Ursario berlubang, ditembus pelurunya sendiri. Dia tumbang dan tenggelam di genangan air.

Hvyt-luar-arena sudah membunyikan lonceng, menandakan akhir babak kedua.

Reeh tersenyum kaku, "Suara jiwanya masih terdengar jelas. Sepertinya Tuan Boneka tidak bisa dikalahkan sesederhana itu, ya?"

Hvyt-kelelawar berseru, "Break! Kembali ke sudut kalian!"

<<break>>

Oke, ini semakin mengecewakan. Mengapa Ursario tak berkutik di hadapan pria pesolek bernama Reeh itu? Hei, boneka beruang! Kau itu tokoh utama. Berjuanglah!

Dan seolah menyambut dukungan semangat dariku, Ursario ternyata sudah bertindak. Sewaktu dia terbaring di dalam air, lubang menganga di dahinya mulai menutup. Rupanya dia memanfaatkan jeda istirahat ini untuk meregenerasi robekan tubuhnya. Baguslah.

Sementara itu, sesosok jiwa di antara kerumunan penonton tampak gelisah. Dia berusaha menerobos sela-sela penonton lain, hanya untuk mendekat ke sisi Ursario.

"Paduka!" seru jiwa itu. "Paduka Ursario!"



-V-
Babak 3

Babak ketiga dimulai dengan bertambah tingginya permukaan air. Lebih tinggi dari Ursario, sekalipun boneka itu berdiri.

Merasa lawannya belum juga muncul dari dalam air, Reeh langsung mengubah gaya petikan kecapinya. Kali ini nadanya murung.

"Irama kedua adalah Shoba," kata Reeh. "Lepaskan gejolakmu."

Shoba melambangkan duka dan penderitaan. Peratapan nasib seringkali membawa pada pemberontakan. Namun derita nasib adalah ironi ketika pemberontakan itu justru menambah kedukaan. Inilah lingkaran setan yang terus berulang. Siklus yang penuh gelora.

Oh my goodness! Apa yang barusan kunarasikan itu? Bahkan aku pun tidak mengerti apa maksud dari semua itu. Hei, jangan protes padaku! Tugasku cuma membacakan narasi. Aku bukan ahli permusikan padang pasir!

Ah, daripada bicara melantur begini, lebih baik kita saksikan saja perubahan apakah yang terjadi di arena.

Pertama adalah deruan angin, terdengar sangat berbeda. Banyak sekali tekanan nada yang tak beraturan, namun penuh emosi. Ini mirip badai. Permukaan air sudah seperti lautan yang bergelora, dihiasi ombak-ombak yang mengacak segalanya.

"Buraaah?!"

Ursario tak bisa mengelak ketika sang angin menariknya keluar dari persembunyian. Tubuh si boneka tertahan di udara. Kemudian siksaan angin itu datang.

Bertubi-tubi percikan air diterbangkan angin untuk menghantam Ursario. Dari kiri, kanan, depan, belakang, dan bawah. Semakin lama, percikan air itu semakin besar dan kuat.

Hingga datang satu hempasan ombak yang kuat, menyeret Ursario ke belakang.

"Buraaaaaah!!!!!"

Diperlakukan seperti ini, Ursario semakin murka. Dia tidak peduli kalau tembakannya tak ada yang kena sekalipun. Pokoknya dia harus membalas!

Masih dalam posisi mengambang di permukaan air, boneka beruang itu menembak membabi-buta.

Dan kembali dia memaki ketika serangan kali ini pun sia-sia. Semua peluru yang disemburkan senapannya malah tertelan gelombang air, tak mampu menembusnya.

Sang angin balas menyerang.

Dia membawa satu ombak yang tinggi, meliputi seluruh lebar ruangan. Kembali Ursario harus merasakan tubuhnya diterjang tekanan air yang begitu dahsyat.

Untung bagi Ursario, bunyi lonceng menyelamatkannya.

"Break!" seru Hvyt-kelelawar. Sebenarnya dari tadi dirinya kelimpungan juga menghindari amukan angin dan ombak di dalam arena.

Ursario tampak mengambang tak berdaya di pojokan. "Brengsek!" makinya.

<<break>>

Reeh tampak tenang-tenang saja di pojok yang lain. Dia duduk bersila, membiarkan kursinya mengapung seperti perahu.

Bagaimana dengan si boneka beruang?

Okelah, dia sudah sedikit berusaha di babak ketiga ini. Tetapi usaha yang sedikit itu, menurutku sih belum cukup. Kalian setuju? Ursario harus memikirkan strategi yang lebih canggih. Hei, lawannya bahkan belum tampak serius sama sekali! Setidaknya Ursario harus memaksa Reeh untuk turun dari kursinya.

Dan seperti tadi, sesosok jiwa di antara penonton terus saja memanggil-manggil Ursario.

"Paduka Ursario!"

Kali ini, mata Ursario berhasil menangkap sosok jiwa itu. Dan betapa terkejutnya si boneka sewaktu mengetahui siapa sebenarnya jiwa itu.

"Bura? K-kau ...?!"



-VI-
Babak 4

"Huuuuuuuu!! Pertandingan yang berat sebelah! Membosankan!"
"Sudahlah, pria pesolek! Cepat akhiri pertempuran ini! Robek-robek saja boneka butut itu!"

Cemo'ohan penonton mengawali permulaan babak ini. Tetapi Ursario cuek. Sebab, dia sudah memikirkan satu taktik.

"Baiklah," gumamnya pelan, "akan kuberi kau sedikit pelajaran, Turbany."

Tanpa diduga Reeh, Ursario membuang senapannya tepat di tengah arena. Senapan itu langsung tenggelam, tak terlihat lagi.

"Tuan Boneka," ujar Reeh. "Jangan salahkan senapan Tuan kalau Tuan tak bisa menembak hamba."

"Hei, Flowery Turbany!" seru Ursario, mengabaikan ejekan Reeh. "Kali ini kau mau memainkan apa?!"

Mendenar itu, Reeh tertawa ringan. "Hahaha, menarik. Kalau begitu, akan hamba persembahkan alunan Bayyati kepada Anda!"

Semangat, kegembiraan, dan keceriaan adalah warna dari irama Bayyati. Seraya Reeh mengubah nada petikan kecapinya, sang angin pun menurut. Badai telah sirna. Berganti angin sepoi-sepoi yang berayun kesana-kemari dengan riang.

Ursario tak mau menunggu pergerakan sang angin. Boneka itu sudah bersiap untuk mengawali rangkaian serangannya sendiri.

"BUROOOAAAAWWWRRR! Bangkitlah jiwa petarung Tanah Bataky di dalam tubuhku!!"

Bagus, inilah yang dari tadi kunantikan! Seharusnya si beruang kecil itu serius saja sejak awal!

Lihat aura kegelapan yang menyelimuti seluruh tubuhnya itu. Awalnya pekat dan kuat, namun lama-lama menipis seperti lapisan membran. Tipis, tapi stabil.

Itu membuat si boneka tampak lebih kuat, kukatakan saja.

Ursario mulai memanjat tembok kerangkeng, keluar dari air yang kini sudah semakin tinggi. Setelah memantapkan pijakan, boneka beruang itu pun melompat gesit dengan menjadikan tembok sebagai tolakan.

"Buraaaaah!!"

Melayang di udara dan mengarah ke Reeh, Ursario melancarkan tendangan terbang.

Tetapi sang musafir telah bersiap.

"Wahai Pawana, sang angin," katanya, "menarilah dalam riang irama Bayyati Shuri!"

Seketika, pergerakan angin berubah drastis. Di tengah-tengah arena, terbentuklah semacam pusaran angin. Bukan hanya itu, tornado kecil itu ikut menarik sejumlah besar air. Ini sudah seperti badai siklon saja!

Dan malangnya, Ursario terjebak di badai itu.

"BuraaAAAAHHHH!! A-aku tidak akan menyerah!"

Meskipun sambil terombang-ambing di tengah pusaran badai, Ursario masih bisa melakukan sesuatu. Dia menggerakkan tangannya perlahan, mengarah ke Reeh.

Si pria bersorban tak menyadari gerakan itu karena pandangannya terhalang tembok air yang diciptakannya sendiri. Dan saat itu, terdengarlah suara muncratan air, tepat dari belakang Reeh.

Refleks, dia menoleh. Dan betapa kagetnya Reeh sewaktu mendapati senapan mungil Ursario sudah melayang di udara, mengarahkan moncongnya ke wajah si musafir.

"I-ini?"

Senapan itu meletus beberapa kali.

Dan berbeda dengan babak sebelumnya, sang angin terlambat bereaksi untuk melindungi Reeh. Namun pria bersorban itu masih berusaha untuk mengelak. Hasilnya, peluru-peluru itu hanya menyerempet pundaknya, sedangkan posisi duduk Reeh sudah sangat goyah.

Saat itulah sosok Ursario melesat menembus kurungan badai yang sepertinya melemah karena suatu sebab.

Tendangan terbang si boneka kembali mengancam Reeh, dan kali ini tak ada lagi ampun.


"Burachachachachachachaaaaa!!!"

Satu, dua, tiga ... sepuluh! Ursario melancarkan sepuluh tendangan beruntun dengan kedua kakinya, masih sambil melayang di udara. Ya, tepat sekali. Inilah teknik tendangan tanpa bayangan yang termahsyur itu!

Reeh hanya bisa mencoba untuk menepis dengan satu tangannya—sementara tangan yang lain masih menggenggam kecapi. Tentu saja itu jauh dari pertahanan yang sempurna untuk menangkal rentetan tendangan berkecepatan tinggi itu. Berulang kali badan Reeh dihantam serbuan kaki Ursario tanpa bisa tertahankan.

"Buratchaaaah!!!!"

Satu tendangan penutup dilesatkan Ursario dengan sepenuh hati, telak menerjang muka Reeh.

"Urrgh!"

Reeh terpental dari kursinya, meluncur deras membentur tembok arena di sisi yang jauh. Dan akhirnya, dia tercebur juga ke kolam air. Sementara itu, kecapinya tertinggal di kursi.

Kursi terapungnya kini diambil alih oleh Ursario. Diinjak-injaklah kecapi Reeh oleh si boneka sampai alat musik itu hancur berkeping-keping.

"Buryeaaah!!" seru boneka itu penuh kemenangan.

Dia merentangkan satu tangannya ke samping, lalu senapan yang tadinya melayang di udara kini kembali ke tangannya.

Lonceng berbunyi, diikuti oleh Hvyt-kelelawar yang berteriak, "Break! Kembali ke sudut masing-masing."

<<break>>

Sosok Reeh mencuat keluar dari permukaan air. Dia melayang di udara dengan bantuan angin. Darah segar menetes dari sela mulut maupun lubang hidungnya. Juga dari pundaknya yang tadi terserempet peluru.

Dan untuk pertama kalinya di pertarungan ini, Reeh mencabut pedang shamshirnya. Dia mulai serius.

Sementara itu, Ursario tengah mengayuhkan senapannya seperti dayung agar kursi yang dinaikinya bisa bergerak di permukaan air layaknya perahu. Yap, dia tetap mematuhi perintah sang wasit untuk kembali ke posisi semula di sudut merah.

Dari raut wajahnya sih, boneka beruang itu mulai tampak menikmati pertarungan ini.

Kali ini penonton terkesima.

"M-mustahil...! Boneka itu ternyata bisa bertarung juga ...."
"Tendangan apa itu tadi??"
"T-tapi lawannya, si pria pesolek, masih belum kalah. Lihat, dia sekarang menghunus pedang anehnya itu."
"Ini semua ... baru saja dimulai ...."



-VII-
Babak 5

"Maafkan hamba, wahai Pawana. Untuk kali ini, hamba tidak mampu mengiringi Anda dengan petikan kecapi," ujar Reeh, berbicara pada sang angin. "Namun berikan hamba kekuatan. Tolong perkuat hamba dengan nada-nada Nahawand yang memukau."

Ciri Nahawand adalah iramanya yang mendayu-dayu. Angin menderu dalam suara tinggi, sedang, rendah, lalu kembali ke suara tinggi, terus-menerus berulang.

Waw, angin yang benar-benar aneh.

Sosok Reeh masih melayang di udara, namun dengan selubung angin yang lebih kuat.

Reeh menatap lawannya seraya tersenyum. "Baiklah, Tuan Boneka," katanya. "Hamba salut atas kegigihan Anda yang berhasil memaksa hamba agar bertarung sungguh-sungguh."

"Heh! Jangan sombong dulu, Turbany!" balas Ursario. "Kalau berani, maju saja sini!"

Hvyt-kelelawar mulai terbang setinggi-tingginya setelah berteriak, "Oke, fight...!!!"

Tanpa peringatan, Reeh sudah melesat begitu cepat seolah menaiki topan. Tahu-tahu, dia sudah berada tepat di depan Ursario, bersiap dengan sabetan pedangnya.

"Buraa?!"

Nyaring metal saling beradu. Reeh mengayunkan pedangnya bertubi-tubi. Ursario, meskipun dengan panik, mampu menangkis semua serangan itu dengan bilah senapannya. Di saat itulah Reeh menambah kekuatan sabetannya.

"Bagaimana dengan ini, Tuan Boneka?!"

Ursario sudah menahan ayunan pedang Reeh seperti tadi, namun kali ini hasilnya berbeda. Dari bilah pedang melengkung itu, menyemburlah angin yang begitu kuat hingga mampu mendorong badan mungil si boneka.

Terhempaslah Ursario ke udara.

Boneka itu bersalto ke belakang untuk mengurangi daya dorong dari hempasan angin Reeh. Ursario pun mendarat mulus pada tembok dan berpegangan erat di kerangka baja tembok itu. Bukan hanya itu, dia balas menembak berkali-kali sampai seluruh peluru senapannya habis.

"Buraaaaah!! Mati kau, Turbany!!"

"Tidak semudah itu, Tuan Boneka!"

Hujan peluru Ursario seolah tak ada artinya. Reeh menepis semua itu dengan ayunan pedang. Malah, musafir itu tampak begitu gemulai menarikan jurus pedangnya. Semua peluru itu tertangkis sempurna.

"Grrrghh!!!"

Ursario hanya bisa menggeram kesal. Saking kesalnya, senapan mungil yang sudah tak berpeluru itu pun ditimpukkannya ke arah Reeh.

Reeh tersenyum lebar, merasa lawannya sudah kehilangan akal. Akan tetapi, sewaktu pria itu berniat menebas senapan yang dilemparkan Ursario, ternyata senapan itu berubah arah di udara secara ajaib.

"A-apa?!"

Sabetan Reeh tak mengenai apa-apa. Senapan itu menukik indah, memutar ke belakang tubuhnya, sebelum akhirnya menghantam tengkuk pria itu dengan keras.

Reeh terjungkal, kembali tercebur ke kolam air. Senapan mungil Ursario, sebaliknya, sudah kembali ke tangan tuannya.

"Burahahaha! Rasakan itu!"

Well, Ursario boleh tertawa, namun tawa segera sirna begitu sosok Reeh kembali muncul ke udara. Bahkan dia sudah mengambil ancang-ancang seperti pelempar tombak.

Ya, kali ini gantian Reeh yang melemparkan senjatanya!

Dengan bantuan angin, kecepatan lemparan Reeh sungguh di luar akal sehat. Beruntung, Ursario masih bisa memiringkan kepalanya sebelum pedang Reeh menancap tak jauh di samping mukanya.

"Bahaya, bahaya, buraaah!!"

"Jangan lengah, Tuan Boneka!"

Ursario baru sadar kalau Reeh ternyata sudah melesat dan menerjang dari depan. Ternyata pria itu juga lihai dalam melancarkan jurus tendangan terbang!

"Anggap saja ini balasan untuk yang tadi!" seru Reeh.


Muka si boneka seperti amblas sewaktu sol sepatu Reeh menghunjam keras di sana. Kacamata keren Ursario langsung pecah berkeping-keping.

Dalam posisi yang masih melayang itu, Reeh mencabut kembali pedangnya yang menancap di tembok. Dari sorot matanya tampak jelas kalau dirinya sudah begitu bernafsu untuk merobek-robek tubuh si boneka terkutuk.

Tapi Ursario tak mau tinggal diam. Dengan mengerahkan seluruh kekuatannya di kedua tangan, dia pun melayangkan tinju ganda ke dada Reeh.

Tidak terlalu telak, tetapi setidaknya cukup untuk mendorong Reeh beberapa meter ke belakang. Tak hanya sampai di situ, Ursario melanjutkan serangannya. Dia meluncurkan tubuhnya seperti roket, memperagakan jurus sundulan terbang.

"BURAAAAH!!!"

Sundulan Ursario tepat mengena ulu hati Reeh, membuat pria itu semakin terdorong jauh. Kemudian si boneka bersalto indah ke belakang untuk mendarat mulus di kursi yang tadi ditinggalnya.

"Bonekaaa.....!!"

Reeh mulai geram. Dia mengayunkan sebelah tangannya, menimbulkan hempasan angin yang dahsyat.

Ursario terpental bersama kursinya sekaligus. Kursi itu hancur, tak kuat menerjang kokohnya dinding. Bagaimanapun, Ursario masih sempat berpegangan di kerangka baja, tepat setelah badannya membentur tembok.

Dan saat itulah lonceng berbunyi, memotong pertandingan yang seru ini.

Kali ini penonton terdiam, menahan nafas. Mereka mendapatkan pertunjukan yang mereka harapkan. Bahkan mungkin, pertarungan akan semakin ganas di babak selanjutnya.

<<break>>

"Paduka Ursario! Sudah hamba duga, ternyata si boneka beruang memanglah Paduka!"

Ursario terkejut begitu mengetahui kalau sosok jiwa yang sejak tadi memanggil-manggilnya kini sudah berada tepat di seberang tembok. Dan di sinilah kita akan mengetahui siapakah sebenarnya jiwa itu.

"A-apa yang terjadi pada tubuh Paduka? Mengapa Paduka bisa terjebak di Netherworld Nanthara? Suara dan gaya bicara Paduka memang jauh berbeda daripada dulu, tetapi ini benar-benar Paduka, 'kan?"

Ursario pun membalas, "Buraaah! Bawel sekali kau, Bearnandez!"

Jiwa itu tersentak begitu Ursario memanggilnya dengan nama Bearnandez.

"P-Paduka bisa mengenal hamba walaupun wujud hamba hanya gumpalan roh begini?" sahut Bearnandez. "H-hamba sangat terharu."

"Ya, sekilas mukamu tampak di gumpalan jiwamu itu," jawab Ursario. "Meskipun sudah jadi boneka, mataku tetap tajam. Dan kau sendiri, mengapa bisa berada di sini?"

"H-hei, hamba yang terlebih dulu menanyakan hal itu kepada Paduka ...."

Ursario mendesah, "Bearnandez .... kita lanjutkan obrolan ini nanti saja. Babak keenam segera dimulai, dan Flowery Turbany itu harus segera kubereskan."



-VIII-
Babak 6

Kini air sudah menutupi lebih dari setengah ruangan. Merasa tak ada ruang lagi untuk manuver terbangnya, Hvyt-kelelawar pun kembali mengganti wujudnya. Dan tebak jadi apa? Dia berubah menjadi ikan. Ikan bersayap.

"...blbbb...Fight!!" seru Hvyt-ikan itu, sambil berenang di air.

Reeh melayang-layang, terdiam sendiri di pojokan. Angin bernada Nahawand masih setia menemaninya.

Di sisi lain, Ursario malah tampak bersemangat. Terlalu bersemangat, bahkan. Dia mengumpulkan segenap energi jiwa di dalam tubuhnya, seraya meraung keras.

"BurrraaAAHHH! Mielmagista, suku Ursa Demony terbijak, pinjamkan aku kekuatan sihir kalian!!"

Hanya dalam waktu sekejap, aura kegelapan yang menyelimuti Ursario menjadi berkali lipat lebih pekat. Namun hanya sebentar. Ketika semua cahaya hitam itu lenyap, yang kalian dapati adalah boneka beruang madu yang bahkan lebih mungil daripada wujud normal Ursario.

"Bukan cuma kau yang bisa main angin, Turbany."

Mata Reeh melotot sewaktu menyaksikan sosok Ursario juga melayang di udara, sama seperti dirinya. Bahkan tekniknya pun sama, yakni memanfaatkan angin!

"M-mustahil!" seru Reeh. "Tuan Boneka itu memunculkan angin lain di ruangan ini, dan itu adalah angin yang sama sekali tidak hamba kenal??"

Ya, angin yang dimantra Ursario berkilau agak gelap. Membuatnya kontras dengan Pawana, angin yang membantu Reeh.

"Buraaaaa!!"

Ursario mengirimkan anginnya untuk menyapa Reeh. Pria itu menebas-nebas panik. Namun angin gelap itu terlalu banyak. Tahu-tahu, Reeh merasakan badannya ditarik dengan begitu kuat.

Reeh terlempar ke depan, dibawa oleh angin iblis.

Sesampainya di tengah, Ursario langsung memerintahkan anginnya untuk mengurung sang lawan. Kini Reeh terpenjara dalam kubah angin kegelapan. Saat itulah si boneka memberikan instruksi selanjutnya.

"Sayat tubuh si Flowery Turbany itu!"

Dalam sekejap, kubah angin itu sudah berputar sangat cepat. Setiap terpaan mengoyak jubah Reeh, sekaligus dengan kulitnya. Semakin lama, semakin banyak sayatan tercipta, memercikkan begitu banyak darah.

"Urrghhh...!! Pawana!!" seru Reeh, yang sudah habis kesabaran. "Berikan nada Rasyt! Kalahkan angin iblis ini...!!!"

Kemudian semuanya terjadi begitu tiba-tiba.

Rasyt, irama yang meledak-ledak, jika dibawakan oleh sang angin akan menciptakan satu letusan udara yang teramat dahsyat.

Seluruh arena bergetar kencang. Berpusat pada Reeh, ledakan Rasyt melenyapkan seluruh angin iblis yang dimantra Ursario. Tepatnya, memurnikan. Sehingga kini di dalam ruangan itu hanya tersisa angin yang tunduk pada kemauan Reeh semata.

Tubuh mungil Ursario terlontar hebat, tanpa ada angin iblis yang bisa melindunginya. Permukaan air menyambut jatuhnya si boneka. Dengan badan yang setengah mengambang di air, Ursario bisa melihat sosok lawannya.

Sorban dan jubah elok Reeh telah berganti warna, berlumuran merahnya darah. Tetapi sorotan mata pria itu tetap jernih seperti zamrud yang tak ternoda. Di sekelilingnya, angin bertiup riang, seolah menyiratkan kemenangan yang akan segera diraih.

Well, kelihatannya Ursario akan kalah. Tetapi aku tahu, boneka beruang itu adalah tipe yang keras kepala.

Dilepasnya topi dan jaket yang sudah tak berguna. Kemudian dia mencoba lagi apa yang tadi dilakukannya.

"S-suku Papalbaer, bawa aku pada kejayaan!! BurooaAAWWRR!!!"

Sekali lagi, wujud Ursario berganti. Kini seluruh bulunya memutih tanpa terkecuali. Boneka beruang kutub, itulah dirinya saat ini.

Ursario seperti sudah kehilangan akal.

Dia melompat keluar dari air, kemudian mengerahkan seluruh energi yang dimilikinya untuk menciptakan badai salju. Hawa dingin langsung menusuk ke segala penjuru ruangan.

"Astaga!" seru Reeh. "Tubuh semungil itu ternyata menyimpan begitu banyak misteri ...!"

Kini, air yang menggenangi arena sudah membeku seluruhnya. Ursario maupun Reeh mendapatkan lantai es yang bisa dipijak.

Dan bunyi lonceng akhir babak keenam berbunyi!

Namun ....

Namun Ursario tak peduli! Dia malah melesat menerjang Reeh. Tak ada wasit yang bisa menghentikannya. Sebab, Hvyt-ikan yang bertugas sebagai wasit telah ikut membeku di dalam air.

Hvyt-luar-arena langsung mengambil tindakan. Dia segera membunyikan lonceng tanda dimulainya babak ketujuh.

***

"Pa-Paduka Ursario! Paduka terlalu memaksakan diri!" seru jiwa Bearnandez panik. "Seharusnya Paduka lebih mengoptimalkan teknik pengendalian jiwa! Padukaa...!!"



-IX-
Babak 7

Ursario menerkam membabi-buta, sangat frontal. Dia mencoba menancapkan taringnya di tubuh lawan, ataupun mencabik-cabik dengan cakar.

Namun Reeh, sekalipun sudah terluka cukup parah, masih bisa tenang mengatasi serbuan si boneka. Pria bersorban itu tahu kalau musuhnya kini tak ubahnya seperti binatang buas yang kehilangan akal sehat. Dengan mudah Reeh membaca setiap gerakan Ursario, kemudian mengelak dengan efektif.

"Buurrrrrhhhh ...!!"


Kali ini Ursario menyemburkan hawa kutub dari sela mulutnya. Maksudnya adalah untuk membekukan lawan. Tetapi apa daya? Mudah bagi Reeh untuk menghindari itu dengan melompat.

Kemudian pria itu mendarat di belakang Ursario, untuk langsung mengambil ancang-ancang tendangan.

Satu sepakan kencang Reeh menerbangkan tubuh mungil si boneka beruang kutub. Boneka itu menghantam langit-langit, lalu memantul ke tembok kaca, sebelum akhirnya terseret dan berguling-guling di lantai es.

Waw, itu pasti bukan tendangan normal! Aku yakin Reeh memanfaatkan angin untuk menambah kekuatan sepakannya itu.

Ursario langsung terbaring lemah di sudut arena. Wujudnya kembali menjadi boneka beruang coklat.

"Tuan Boneka, mari kita akhiri ini," kata Reeh. "Sebagai penutup, akan hamba persembahkan alunan nada yang paling mewakili irama padang pasir. Hijaz."

Benar saja, seketika angin berseru-seru layaknya musik gurun.

Reeh mengangkat pedang shamshirnya, mulai mengambil pose. Kemudian seperti seorang penari, Reeh memutar-mutar badannya seraya menyabetkan pedang, menyesuaikan dengan irama yang dibawa sang angin.

"Hijaz Kur!"

Dari ayunan pedang itu, meluncurlah gelombang angin horizontal yang melaju lurus di atas permukaan es. Gelombang itu terus mengarah mengincar Ursario.

Si boneka berusaha bangkit melawan segala letih. Dia mencoba mengelak dengan melompat, tetapi tidak sempurna. Kaki kirinya terpotong.

"BuraaaAAHH!! Sialan!"

Namun Reeh tak mengendurkan serangannya.

"Hijaz Kur! Hijaz Kar!"

Datanglah lesatan angin selanjutnya, dua sekaligus. Dan kali ini, Ursario tak berdaya menghindarinya. Satu tebasan angin horizontal memotong badan boneka itu menjadi dua, bagian atas dan bawah. Satu tebasan lain, gelombang angin vertikal, memutuskan tangan kanan dan kaki kanan boneka itu sekaligus.

Badan Ursario tercerai-berai, tetapi dia belum mati.

Dan Reeh masih melakukan gerakan penutup pada rangkaian tarian pedangnya. Kali ini dia memusatkan anginnya pada bilah shamshir itu.

"Hijaz Kar-Kur!!"

Dan pedang itu pun ditancapkannya ke lantai es dengan sekuat tenaga.


Astaga!

Lantai es itu meretak dan terbelah ke segala arah, diikuti gemuruh yang menggelegar. Kalian masih bisa melihat gelora angin di setiap retakan es itu. Setelah itu, seluruh es itu hancur. Sebagian besar kembali mencair, menyisakan sedikit saja kepingan es yang masih bisa dipijak.

Reeh menarik nafas panjang, sedikit menyesali tindakannya yang mungkin berlebihan. Dia memandang ke arah lawannya. Badan bagian atas boneka itu rupanya masih bergerak-gerak.

"Masih belum selesai, rupanya," keluh Reeh.

Baru saja dia bergegas mengakhiri semuanya, ketika lonceng akhir babak ketujuh terdengar.

Kemudian seekor ikan melompat keluar dari air sambil berteriak, "Breeaak!!" Dan ikan itu turun lagi ke air.


<<last break>>

"Paduka Ursariooooo.....!! Anda tidak apa-apa??!" seru jiwa Bearnandez sepanik-paniknya.

Pertanyaan yang bodoh, tentu saja. Apa jiwa tua itu tidak melihat betapa berantakan tubuh Ursario saat ini? Namun seperti yang tadi kukatakan, boneka itu belum mati.

Badan bagian atas si boneka, yakni kepala dan dada, terus merangkak-rangkak dibantu tangan kirinya yang masih menempel. Ursario mati-matian mengumpulkan potongan tubuhnya, berusaha menyatukan lagi semuanya mengandalkan teknik regenerasi.

Heh! Payah sekali kau, Teddy Bear!

Ursario mendengar sesuatu. "Bura? Suara siapa itu??"

Masa' kamu lupa sama salah satu jiwa yang sudah kamu mangsa? Hahaha. Kebangetan, deh.

"Imaginey Girly??" ucap Ursario pelan, masih tak yakin.

Jangan menyerah semudah itu dong, Teddy Bear! Dan aku kecewa, terus terang saja, teknik regenerasimu itu masih jauh di bawah levelku. Sini, biar kuajari cara yang benar.

Tiba-tiba pendaran cahaya prisma menguar, membuat proses penyambungan anggota badan si boneka berlangsung secara instan.

".....??!"

Ursario benar-benar terkejut. Ternyata jiwa-jiwa di dalam tubuhnya masih hidup dan memiliki kesadarannya sendiri? Siapa yang bisa menduga hal seperti itu?

Dan untuk kali ini, gimana kalau aku ikut membantumu dalam pertarungan? Yang kubutuhkan hanya izinmu saja, Teddy Bear.

Masih sambil terhuyung-huyung, Ursario bangkit dengan bertumpu pada tembok di belakangnya. Kepingan es yang menjadi pijakannya bergoyang-goyang di permukaan air, membuat semuanya lebih sulit.

Sosok pria bersorban, di sisi yang lain ... dia hanya bisa terpana.

"Luar biasa," puji Reeh. "Rupanya Tuan Boneka belum bisa mati kecuali dengan dibuat hancur tak bersisa, ya?"

Reeh tersenyum, gabungan antara ngeri dan kagum. Namun dia masih bisa melihat harapan untuk menang, melihat kondisi musuhnya yang tampak begitu kepayahan.

Andai saja Reeh tahu soal itu.



-X-
Babak Terakhir

"Baiklah, Imaginey Girly! Bantu aku!"

Cukup satu kalimat setuju untuk membuat jiwa itu keluar dari dalam tubuh Ursario. Jiwa itu berkilau seperti warna pelangi, kemudian pelan-pelan mewujud menjadi suatu bentuk fisik.

Muncullah seekor boneka beruang lain, yang sepertinya adalah beruang betina?


Pakaiannya jauh lebih trendi daripada Ursario. Paduan antara warna merah dan hitam. Tetapi yang paling unik adalah boneka beruang itu memiliki rambut putih dan mata yang bergradasi seperti pelangi.

"Ara?? Kenapa wujudku jadi begini? Hilang sudah keseksianku," kata boneka itu. "Tapi biarlah. Ini sudah lumayan."

Kini Reeh benar-benar kehabisan kata pujian. Dia hanya bisa berucap, "Siapa Anda?"

"Aku?" balas si boneka. "Karena wujudku begini, berarti panggil aku Zany Beary, hai pria tampan! Hehehe."

Reeh tak mau berkata-kata lagi. Dia kembali menghunus pedangnya.

Zany berjalan perlahan, memungut senapan mungil yang kebetulan tak jauh dari posisinya berdiri. Dia melemparkan senapan itu kembali ke Ursario.

"Teddy Bear! Ayo kita kalahkan si tampan itu!"

Setelah menangkap senapannya, Ursario bergegas menuju jaketnya—yang tadi terlepas—untuk mencari amunisi cadangan. Yap, dengan energi jiwa yang sudah hampir habis, yang bisa diandalkan Ursario hanyalah senjata jarak jauhnya.

"Kalau begitu," kata Zany, "aku yang akan maju duluan!"

Seperti apa yang dikatakannya, Zany langsung melesat, melompati kepingan-kepingan es dengan lincah.

"Urggh! Hijaz Kar!"

Reeh mengulangi teknik angin pemotongnya. Namun Zany sudah mematerialisasi tameng baja untuk menahan angin itu. Segera setelah menyelesaikan fungsinya, tameng itu menghilang.

Kini di kedua tangan Zany, sudah muncul sepasang pistol yang keduanya sudah terarah pada Reeh.

"B-Bayyati Shuri!"

Reeh memunculkan tornado kecil pada saat yang bersamaan dengan Zany menembakkan kedua pistolnya. Pusaran angin itu mampu mementahkan semua peluru dari pistol ganda Zany.

Dan Reeh sudah tidak punya banyak waktu. Dia harus membereskan boneka pengganggu ini secepat mungkin.

"Angin ledakan, Ra—!"

Tepat sebelum Reeh memerintahkan irama Rasyt kepada sang angin, bahunya sudah ditembus peluru dari arah lain.

Reeh menoleh dan melihat Ursario di sana.

Konsentrasi Reeh benar-benar terpecah. Dia dikepung dari dua arah! Belum sempat pria itu berpikir, Zany sudah melompat menerjangnya. Kali ini, sebilah katana telah tergenggam erat di kedua tangan boneka itu.

"Buryaaahh!!"

Zany menebaskan katana, yang sayangnya masih bisa ditepis sempurna oleh pedang Reeh. Kemudian keduanya beradu pedang, begitu tangkas. Berkali-kali percikan api tercipta akibat benturan dua bilah metal itu.

Dan lagi-lagi Ursario mengganggu. Sungguh licik, dia hanya bisa menembak dari jauh.

Semakin repotlah Reeh menghadapi gempuran dua makhluk mungil itu. Semakin berdarahlah badannya diberondong sejumlah peluru. Semakin tersulutlah emosinya.

"Shoba!!" teriaknya.

Seperti tadi, angin dalam lantunan Shoba adalah kekacauan. Namun menghadapi dua musuh sekaligus, serangan random Shoba justru efektif. Angin menyambar kesana-kemari. Senapan Ursario terlepas akibat terjangan angin. Badan mungil Zany pun terhempas ke udara.

Reeh melompat, menyusul Zany.

Disabetkannya pedang ke arah si boneka. Berhasil ditahan oleh katana Zany, tetapi tubuh si boneka justru terdorong oleh tenaga ayunan pedang Reeh. Dan itulah yang diincar pria itu.

Zany terlontar membentur Ursario. Kedua boneka beruang itu bertabrakan dan tumbang.

Sungguh pintar, Reeh! Lawan yang terpencar memang lebih baik dikumpulkan saja di satu tempat.

Reeh langsung melesat, mendekat ke arah dua lawannya. Namun Zany langsung bangkit sembari merampas senapan Ursario yang tadi terjatuh.

"Bura? I-itu senapanku!" protes Ursario.

"Pinjam dulu, Teddy Beary," balas Zany. "Sebagai gantinya, kuberi kau senjata yang lebih baik. Dengar ...."

Zany membisikkan sesuatu kepada Ursario, sebentar saja. Sebab, Reeh kini sudah tiba di hadapan kedua boneka itu.

"Nahawand Al-Jawab!"

Pawana, sang Angin, langsung saja memperkuat fisik Reeh sampai batas tertinggi. Sayangnya, belum sempat pria itu mengayunkan pedangnya, Zany dan Ursario sudah melompat ke samping untuk menyeburkan diri ke air.

Reeh mengumpat kesal di dalam hatinya. Taktiknya gagal.

Dia semakin tertekan. Nafasnya sudah tak karuan lagi. Jelas Reeh sudah sangat lelah. Darah pun tak berhenti mengalir dari setiap luka di tubuhnya.

Sekarang apa?

Haruskah dia ikut menyelam dengan tubuh penuh luka seperti ini?

Belum sempat Reeh berpikir, ternyata kedua boneka tadi sudah melompat keluar dari permukaan air. Mereka ada di dua sisi yang berbeda. Ursario di kiri, Zany di kanan.

Sekilas Reeh memerhatikan. Ursario tidak memegang senjata apapun, sementara Zany sudah menodongkan senapan mungil. Pria itu langsung memilih prioritas. Musnahkan Zany lebih dulu!

Tadinya Reeh ingin menebas Zany dari jauh, namun pria itu teringat teknik Hijaz-nya barusan begitu mudah dimentahkan Zany. Akhirnya Reeh memutuskan untuk meladeni Zany dari jarak dekat.

Reeh terbang menuju boneka wanita itu. Zany balas menembak beberapa kali yang langsung ditepis semuanya oleh pedang Reeh.

"Heh! Mengapa memakai senapan kecil itu?" sindir Reeh. Kemudian dia balas menantang, "Bukankah Anda bisa 'menciptakan' yang lebih baik?"

Zany tersenyum. "Aku SUDAH menciptakan senjata yang bagus, kok," katanya, "tetapi bukan untukku."

"...?!!"

Saat itulah Reeh menyadari kesalahannya. Spontan, dia menoleh ke belakang. Ursario, yang tadinya tidak memegang apa-apa, kini sudah menekan pelatuk bazooka-nya.

Ya. Sebuah bazooka!


Mata Reeh mendelik.

Misil dari bazooka itu sudah meluncur begitu cepat ke arahnya. Reeh tak sempat menghindar. Itu pun bukan misil yang bisa ditahan hanya dengan kekuatan Nahawand. Reeh harus menciptakan pelindung yang jauh lebih kuat.

Angin ... angin ... dia harus memerintah Pawana, sang angin ....

"Jiharkah!!"

Jiharkah adalah irama angin Reeh yang ketujuh—yang terakhir. Irama sendu ini mampu melindungi siapapun yang dia inginkan. Sebuah pertahanan absolut.

Angin mulai berkumpul tepat di hadapan Reeh untuk membentuk tembok udara.

Namun semuanya terlambat ....

Tembok udara itu tak tercipta dengan sempurna akibat kurangnya waktu. Reeh hanya mampu membuat arah roket bazooka menjadi sedikit menukik.

Tepat mengarah ke badan Reeh bagian bawah.

...

...

...

Setelah mengedipkan mata pelanginya, Zany Beary kembali berubah menjadi gumpalan jiwa yang kemudian dengan sukarela masuk ke tubuh Ursario.

Bagaimana nasib Reeh?

Well, dia terhindar dari kematian seketika. Tetapi kurasa dia tak akan bertahan lama.

Dia terbaring tak berdaya, menyandar di tembok. Badan bagian atas, dari kepala sampai perut, masih utuh. Namun sisanya telah hancur berkeping-keping.

"...hhhhh.....hhhhhhhhhhh..... rghhhh...."

Nafasnya kian memburu. Tak terbayangkan bagaimana menderitanya dia. Genangan darah terus membanjir.

Saat itulah Ursario datang menghampirinya.

"Sesuai janji, Turbany," kata si boneka, "jiwamu akan jadi milikku."

Reeh melemparkan senyuman penghabisannya. Di saat terakhir, dia masih bisa berkata, "Teruslah...menang....dan....bawa....hamba.... hhh ... ke.... rahasia............."

Tak ada lagi kata yang terucap.

"Rahasia semesta, hah? Kalau memang itu maumu," balas Ursario, "kau bisa menyaksikan sendiri dari dalam tubuhku, buraaa..."



-XI-
Epilog

Penonton bersorak begitu rupa, mengelu-elukan kemenangan si boneka. Cih, padahal tadinya mereka semua mencemo'oh, bukan?

Air di dalam arena mulai surut, tetapi dengan perlahan.

Ursario memanfaatkan waktu menunggu dengan meneruskan percakapannya bersama jiwa Bearnandez.

"Hamba sendiri tidak menyangka ada teknik penggunaan jiwa seperti itu," kata jiwa tua itu. "Bisa memunculkan kembali jiwa yang diserap ... hal itu bahkan tak ada di catatan Lady Ursula."

"Aku juga tidak menduga itu, buraa," sahut Ursario. "Si Granny Beary memang mengajariku segala macam mantra licik yang berkaitan dengan manipulasi jiwa, tetapi yang tadi itu muncul begitu saja ...."

"P-Paduka. Jangan mengatai Lady Ursula, Demonlord terdahulu, sebagai nenek tua!"

"M-maaf, mulutku memang jadi aneh setelah aku terkurung di tubuh boneka ini," Ursario beralasan.

"Tetapi teknik Paduka masih jauh dari sempurna. Kalau sempat, kembalilah ke Ursa-Regalheim dan kunjungi Ursus Cemetary. Temui Lady Ursula di sana. Beliau akan membantu Paduka ...."

"Bura? Bukannya Granny Beary itu sudah mati karena sakit??"

Namun percakapan itu harus terhenti sampai di situ. Air telah surut sepenuhnya, menyisakan beberapa kepingan es yang juga sudah mulai mencair. Hvyt wasit—yang telah kembali ke wujud normalnya—langsung mengumumkan kemenangan Ursario.

"Inilah juara kita!" Hvyt itu menunjuk si boneka. "Ursaaaaaaa—"The Notteddy Beary—rioooooooo!!!!"

Setelah 30 menit yang terasa sangat panjang itu, pintu yang terjanjikan pun muncul.

Ah, pintu merah yang sederhana.



Ursario - Beary Watery Duelly—SELESAI

17 comments:

  1. pertarungan yang epic. waktu tiga puluh menit dibagi jadi delapan ronde itu membuat pertarungannya pendek-pendek dan mudah diikuti. reeh nya pun digambarkan dengan keren. tak tahu lagi lah aku harus berkata apa. mungkin sama, kalau reeh kalah di sini, Ursario harus terus menang sampai jadi juara!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih sudah jadi pembaca pertama. Sekalian saya minta maaf karena sudah seenaknya memodifikasi tekniknya Reeh >.<

      Delete
  2. Akhirnya sampe juga ke poin canon utama dari Ursario. Saya udah nunggu"dari ronde dua karena keliatannya Ursa ini kandidat powerhouse dari background dan aksinya nyerrp lawan terus, dan syukurlah ternyata Ursa bukan karakter kosong tanpa sesuatu di belakangnya yang cukup worth buat ngedorong dia terus maju

    Sejujurnya saya sempet ngerasa rada off sama gaya narator yang udah bukan dongeng lagi, tapi kayak seolah nyuapin pembaca dengan cerita. Cuma karena ini udah jadi style penulis sendiri, meski bukan preferensi saya, saya ga akan nganggep hal ini poin minus

    Tapi battlenya cukup apik. Kerasa banget bales"an serangannya, apalagi posisi Reeh yang di awal" serasa di atas angin (no pun intended) di akhir bisa jadi terdesak gitu. Saya sempet sedikit mengernyitkan mata juga pas liat 'Wut? Kenapa tiba" ada Zany Beary segala?', tapi milih ga ngehirauin itu dulu sampe liat perkembangan Ursario ke depannya.

    Shared score dari impression K-2 : 7,7
    Polarization -/+ 0,8
    Karena saya lebih suka entri Ursa, jadi entri ini saya kasih +0,8

    Final score : 8,5

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya menyiapkan pasukan untuk Ursario, kalau-kalau dia beneran terus lolos dan bakal ketemu Thurqk.

      Di R4, sekiranya berhasil menumbangkan Reeh di sini, si little Beary baru menyadari kalau teknik penyerapan jiwa miliknya ternyata sangat jauh berbeda dengan yang diajarkan oleh Lady Ursula, Demonlord terdahulu. Di satu sisi, teknik serap jiwanya tidak sempurna, namun di sisi lain memunculkan potensi baru.

      Tentu saja ada kelemahannya~

      Anyways, thanks untuk komentar dan krisarnya, juga sumbangan poinnya >.<

      Delete
  3. Anonymous11/6/14 15:29

    Po:

    Dari plusnya, plotnya rapi dan pertarungannya cukup berganti2 suasana. Ursa mengerahkan kekuatan maksimal bahkan sampai kepayahan mencari cara utk melawan Reeh. Bahkan dua jenis perubahan wujud Ursa belum sanggup mengalahkan Reeh dengan telak.

    Reeh sendiri tampil dengan konsep yang sangat baik di sini. Yang paling hebat tentang Reeh dari Mas Heru menurutku adalah penamaan jurus yang mantap, etnik dan menggambarkan manuver variatif dari Reeh sendiri.

    Minusnya:

    "Tendangan terbang si boneka kembali mengancam Reeh, dan kali ini tak ada lagi ampun.

    "Burachachachachachachaaaaa!!!"

    Satu, dua, tiga ... sepuluh! Ursario melancarkan sepuluh tendangan beruntun dengan kedua kakinya, masih sambil melayang di udara. Ya, tepat sekali. Inilah teknik tendangan tanpa bayangan yang termahsyur itu!"

    "Shoba melambangkan duka dan penderitaan. Peratapan nasib seringkali membawa pada pemberontakan. Namun derita nasib adalah ironi ketika pemberontakan itu justru menambah kedukaan. Inilah lingkaran setan yang terus berulang. Siklus yang penuh gelora.

    Oh my goodness! Apa yang barusan kunarasikan itu? Bahkan aku pun tidak mengerti apa maksud dari semua itu. Hei, jangan protes padaku! Tugasku cuma membacakan narasi. Aku bukan ahli permusikan padang pasir!"

    "Ciri Nahawand adalah iramanya yang mendayu-dayu. Angin menderu dalam suara tinggi, sedang, rendah, lalu kembali ke suara tinggi, terus-menerus berulang.

    Waw, angin yang benar-benar aneh."

    "Lantai es itu meretak dan terbelah ke segala arah, diikuti gemuruh yang menggelegar. Kalian masih bisa melihat gelora angin di setiap retakan es itu. Setelah itu, seluruh es itu hancur. Sebagian besar kembali mencair, menyisakan sedikit saja kepingan es yang masih bisa dipijak."

    Menurutku pribadi, dalam membangun kesan sebuah adegan dibutuhkan penggambaran dan/atau narasi yang baik. Dan menurutku Mas Heru udah menguasai itu dengan berciri khas. Tapi yg kuliat di contoh2 ini, si narator justru jadi mengganggu kesan yang udah dibangun dengan transisi yang kaku, seolah2 pembaca udah terhanyut dengan kesan yg dibawa oleh angin pawana, tapi kemudian tensi atau melankolianya itu dijatuhkan krn ujaran si narator yg memaksa suasana. Atau udah ada ledakan, gemuruh, dsb akibat jurus Hijaz Kar-Kur, tapi kemudian ada kata2 "kalian bisa melihat angin dsb" yg kesannya itu menyuruh pembaca melihat itu sehingga jadinya justru nggak maksimal membawa pembaca ke kesan dahsyat itu.

    Dan kemunculan Zany sendiri, secara aneh ngebuat aku agak ilfil sama kemampuan Ursa. Emang Ursa ini bisa menyerap jiwa. Tapi kalo kemampuannya adalah memunculkan klon lawan versi beruang, yang kemampuannya sama persis (krn memiliki jiwanya si orang yg disummon itu), kyknya nggak ada inovasinya sebagai nilai orisinalitas. Kurasa meski bisa ngesummon, bakal lebih kerasa segar kalau kemampuan Zany yg imagyn itu diutak utik sehingga ada ciri khas Ursa di dalamnya, misalnya cuma bisa bikin pintu gerbang tapi gerbangnya itu gerbang mejik yg bisa ngeluarin cakar beruang raksasa gitu. Kalau persis Imagyn gini agak bikin jengah juga dan menurunkan kesan kreativitas kemampuan Ursa sendiri.

    Dengan semua plus dan minus, nilai dariku 7!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oke, makasih untuk ulasan dan krisarnya, Mas Po. Saya memang sedang banyak bereksperimen untuk BOR4 ini. Entah itu di narasi, jurus, dan lain-lain. Niatnya sih setiap ronde punya gaya yang berbeda-beda, kemudian saya akan melihat reaksi ataupun feedback dari pembaca. Jadinya yah ... tentu saja tulisan saya masih banyak kekurangan di sana-sini. Tapi itu adalah pengalaman yang ingin saya tempuh.

      Tetapi saya mengerti poin-poin yang dimaksud Mas Po, kok.

      Soal kemampuan summoning Ursario, nanti akan saya bahas dengan lebih mendetail di ronde selanjutnya (kalau saya lolos). Itu akan jadi plot penting di canon Ursario kok, bukan sekedar tambalan saja.

      Saran Mas Po pun akan saya catat~

      Sekali lagi terima kasih banyak.

      Delete
  4. APAAAAAA?! NARATORNYA GANTI? SIAPA INI, KAU PASTI PALSU? OM HERU YANG ASLI KE MANA HAAAH?!

    *ehem*

    awawawawa, ngeri sekali entry ini, Reehnya jadi lebih ganteng daripada Ariel peter pan, dan juga lebih puitis wakakakaka.

    ternyata ada juga yang bikin arenanya sebagai tempat yang rame penonton, saya kira cuma saya yang bikin gituan, tapi kl saya bikin ala gladiator, di sini jadi ala pertandingan tinju, sampai ada 'Le wasit' segala awawawawawaw.

    Bahkan pemotongan bagian2 pertarungannya juga mirip, dan ini bikin bacanya gak ngebut, dan hal ini juga yang membedakan dengan entry Reeh yang agak sulit diikuti, tapi di akhir kenapa tiba-tiba jadi keroyokan 2 lawan 1? Huh rasanya tidak adil kalau sampai main keroyokan cuma buat lawan pria pesolek #plakk

    nilai 8,5/10 dari saya

    ReplyDelete
    Replies
    1. T-tapi Reeh itu bukan cuma pria pesolek biasa >.<
      Kalau Zany Beary nggak membantu, Ursario bisa kalah di ronde ini.

      Tapi jadi kepikiran juga, untuk R4 (kalau lolos) saya mesti merancang sesuatu yang berbeda dengan entri R4-nya Rex (kalau Rex juga lolos). Nanti di ronde selanjutnya, akan saya ajari si Ursario tentang fairplay deh~

      Shankyuuh untuk review-nya :*

      Delete
  5. BURARARARARARA

    suka banget sama reeh disini, kharismanya MAXXX

    lalu soal nama2 skillnya itu keren banget, jadi berasa aura timur tengahnya reeh

    btw, meskipun development ursa (absorbing power) itu udah dipersiapkan dari awal, buatku malah ngerasa battle scenenya semakin berkurang rasa 'struggle'nya ursa
    sekarang dia bisa summon jiwa yg ia serap, lengkap dgn kekuatannya
    kemampuan regenerasi yg super cepat, telekinesis, dan seabrek kemampuan lain yg membuatnya susah dikalahkan

    tapi terlepas dari itu, gaya bahasa author tetaplah top tier, masih bermain dengan tema fairytale, namun kali ini narator berganti persona menjadi sedikit agak menyebalkan (dan cukup familiar :p )
    utk gaya bahasa, aku rasa nggak perlu dikomentari

    tapi setidaknya ada yg masih membuat ursa (sebagai karakter) menarik utk diikuti, yaitu cerita masa lalunya, berbeda hal dgn sjena yang memang karakter kosongan-dadakan-buat ikutan BoR (dan cerita masa lalunya pun udah diposting di FB)

    entah kenapa unyuitas ursa berkurang karena dia udah hebat sekarang :'D

    dariku 8/10

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tenang saja. Di babak selanjutnya Ursa akan lebih menderita~

      Makasih sudah membaca dan berkrisar

      Delete
  6. Sebenernya saya lebih suka ini daripada canon Reeh, tapi bagian Zany Beary bikin perjuangan Ursa sampai babak belur terkesan sia-sia karena mendadak imba.

    Score 8

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih komen dan krisarnya.

      Nantikan entri Ursario selanjutnya~

      Delete
  7. bang Hewan... mohon maaf. ini salah satu entry yang gw baca skip2. gw ngerasa ga terlalu banyak yang bisa gw ambil di sini alias... dragging. pergantian naratornya somehow agak ganggu penceritaan Ursa yang lugas namun tetap komedik.

    tapi dari segi plot dan kreativitas, Ursa emang tetap top (y). gw suka pemanfaatan ruang dan kondisi pertarungan yang ampe jadi seperti itu. well, mgkn naratornya juga sengaja diganti demi menambah unsur komedik.
    penggunaan gambar IMO sangat cerdas dan bisa membuat inti cerita lebih mudah dicerna. tapi di sisi lain, jadi pedang bermata dua karena, jujur aja, gw akhirnya cma nyari gambarnya aja. bukan narasinya. jaid gaya narasi maw sekeren apapun akan useless kalo dah tahu ceritanya. (dan jujur, akhirnya misteri si anak buah Ursa itu ga kebaca gara2 itu :v ). dan oh iya, anak buah itu juga bikin gw ga fokus ngebacanya. jadi serasa ada dua tema dalam satu cerita :/

    karakterisasi Reeh di sini bagus. belum lagi dia dikasi banyak nama jurus. jadi lebih berkesan Battle Manga-ish :D


    Zany beary, ini keren! tapi tapi tapi ini bikin Ursa jadi imba. gw agak mixed feeling pas bagian terakhir.
    nilai:
    8.2
    niatnya tadi 8.5 tapi akhirnya drop gara2 turunnya mood baca akibat alasan yang telah dijelaskan... gomen T^T

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih komen dan krisarnya~

      Mungkin memang terlihat imba, karena di sini Zany sukarela membantu. Well, tapi tenang saja. Di ronde selanjutnya--sedikit spoiler--akan ada pemberontakan dari jiwa-jiwa malang itu. Anggap saja kemunculan Zany Beary di sini sekedar intro untuk itu.

      Dan soal gambar ... yah, sudah saya duga sih ... bakal mengurangi peran narasi. Tapi tetap saya cantumkan ilustrasi itu, karena saya memang mau latihan menggambar untuk naskah saya sendiri~

      Sekali lagi makasih ;)

      Delete
  8. Entri ketujuh…
    Dan ursa sang beruang… oh beruang…
    Sebelumnya, saya mau ucapin salut, selamat, dan makasih karena udah komentar hampir di seluruh entri. Yey \ :v /
    Lanjut…
    Dan nggak ada yg bisa dilanjutkan. Hampir seluruh unsur intristik dan ekstrinsik yg saya baca sudah bagus. Saya ga bakal komentar di sini. kalau boleh ngasih masukan, mungkin soal humornya. Kalau boleh jujur kak, saya emang fansnya Key, dan saya juga suka dengan humor. Bedanya, mereka bikin komedi itu buat memperkuat karakternya, tetapi yg saya dapat, komedi di sini cuma fokus buat menarik minat pembaca. Nggak ada yg salah sih sebenernya kak, tapi yg saya khawatirkan nanti kalau ursa bener2 jadi badut, dan saya ga suka dengan hal itu.
    Kecuali kalau kakak emang pengen bikin Ursa kayak gitu :3
    yey :3
    Untuk nilai, saya ngasih: 8.0
    Semangat kak :3

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ng ... mungkin saya kuper, tapi siapa itu Key?

      Ursa jadi kayak badut, yak? Padahal dia serius bertarungnya, lho >.<

      Btw, terima kasih Karina telah jadi komentator terakhir di lapak ini. Krisar-nya akan saya catat di hati~

      Delete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -