Banyak yang mengatakan bahwa tragedi dapat disulap menjadi sebuah komedi -bila tragedi tersebut disuguhkan dalam nampan yang benar. Banyak yang mengatakan bahwa butuh sebuah sirkus agar manusia mau memperhatikan kehidupan orang lain. Maka tak jarang manusia menertawakan jatuh bangunnya seseorang –baik tawa senang maupun gelak canda. Hidup Peace Maker pun tak jauh berbeda.
Tidak ada yang lebih menarik dibanding menyaksikan kejatuhan seorang tokoh super. Manusia yang penasaran akan terus mengikuti kehidupannya. Tentu ada pula yang berharap cerita belum berakhir, ada yang berharap kejatuhan berarti selesainya hidup. Begitupun Peace Maker.
Saat ini Mba Irwin, sang Peace Maker, menatap tingginya lubang. Ia menghela napas dan hanya bisa mengangkat tangannya, berusaha menggapai angkasa yang terlihat jauh. Tak tergenggam, tak tergapai.
Mba Irwin. Perempuan pahlawan perang yang memiliki wajah tak tersembunyi di balik topeng. Rambut pelangi penghancur terror adalah nama yang sempat disematkan korban perang. Tapi Malaikat Penghancur berbaju hitam juga disematkan oleh para pengabdi perang. Ia memiliki wajah yang dinilai berbeda bagi tiap kubu.
Perempuan itu sekali lagi menghela napas. Tak pernah terbayang baginya situasi seperti ini. Berada di sebuah jurang yang rapat lagi dalam. Semua hanya karena memercayai perkataan dan rencana satu orang bernama Nolan.
Buah kepercayaannya berujung pada menghilangnya Hvyt putih. Itu pun bila ingatannya tidak salah. Air matanya hampir meleleh tatkala mengingat kembali kejadian tewasnya Hvyt putih. Ia merasa bersalah. Karena dirinya, sebuah nyawa kembali melayang. Dan ia terus mengulang memori tersebut untuk sekedar menyayat hatinya sendiri.
Mba menurunkan tangannya dan meraba dinding jurang yang licin lagi lembab. Ia juga teringat banyak situasi di mana memercayai satu kubu dalam peperangan biasanya berakhir sia-sia –layaknya memanjat dinding curam yang licin. Peace Maker tidak mengambil kubu dan berjuang hanya demi kedamaian, bukan dominasi. Dan selalu saja, ia tidak pernah belajar dari kesalahan –selalu jatuh di lubang yang sama.
Tapi tidak segala hal yang buruk adalah sia-sia. Itulah yang Mba tahu, sekilas senyum terlukis di wajah perempuan ini. Ya, oa merasa perbuatannya tidak sia-sia. Setidaknya ia berhasil menyelamatkan seorang satu nyawa. Mba memandang ke bawah.
Di dekat kaki Mba terlelap seorang gadis mungil berambut ikal merah. Berkali-kali ingus cair turun dari hidung sang gadis. Mba tersenyum lembut lalu duduk bersimpuh dan mengusap ingus tersebut dengan tangannya. Sang gadis kecil beringsut, hampir terbangun, tapi justru mengigau.
"Mommy~... nom nom..."
Richella Eleanor. Gadis kecil berambut merah ikal dengan baju montir tersebut sebenarnya adalah lawan Mba pada turnamen ini, turnamen Battle of Realms. Jerawat merah-merah Elle mengingatkan Mba pada sosok dewa penguasa penyelenggara turnamen ini.
Thurqk, dewa berkulit merah bertanduk dua. Dewa yang kejam. Dewa yang tega mencabut nyawa tanpa pandang bulu. Dewa yang membuat hati Mba tergetar setiap kali beradu pandang. Ia merasa eksistensi dirinya ditelanjangi bahkan diperkosa saat berhadapan dengannya.
Mba tanpa sadar menyengkram keras rambut Elle kala mengingat Thurqk. Akibatnya Elle dibuat tersentak kaget. Terkesiaplah Mba akan tindakannya. Ia menenangkan gadis itu dengan suaranya seraya terus mengusap rambut Elle, lebih lembut.
"Antakaba..." desis Mba. Air matanya mengalir melewati pipinya yang mulai cekung. Terbayang bagaimana bahagianya seorang perempuan yang memiliki seorang anak. Sayup-sayup terdengar suara tawa bayi mungil yang ceria. Terbayang pula bagaimana senangnya mengasuh anak bersama pujaan hati tercinta. Tapi itu semua hanyalah angan... Mba hanya bisa menangisi ketidakmungkinan yang sudah terjadi.
Mba mengusap perutnya sekali. Ia menggigit bibir, berusaha menyangkal ukuran perutnya yang membesar. Masih jelas ingatannya perkataan Elle sehari lalu.
"Mommy akan punya anak, nom. Elle akan punya adik. Senangnya~ nom."
Ia pun masih mengingat bagaimana dirinya hampir histeris. Ia menyangkal dan terus menyangkal. Tapi emosi tidak bisa menyangkal fakta. Tubuh sudah menunjukkan lebih. Mulai dari mual sampai berubahnya fisik sudah dirasakannya.
Mual. Ketidaktahuan akan ayah dari bayi ini membuatnya tersiksa. Andai memang bayiini adalah buah hati sang suami maka ia akan gembira tiada tara. Tapi bila bukan? Dan memang waktunya bercengkrama dengan Antakaba hanya sehari. Setelah itu mereka meninggal bersama.
Mba masih menyangkal asumsi lain yang terus menari di kepalanya. Lebih baik tidak mengetahui daripada menyesal. Hanya saja, rasa penasaran yang menggigit kepala selalu bisa turun ke hati dan merusak perut. Akibatnya saat ini Mba tidak tahu yang mana mual karena mengandung atau tersiksa batin.
Beruntunglah ia masih bisa terselamatkan setiap kali melihat wajah Elle. Mba mengecup kening gadis itu. Ia suka dengan bau tubuh Elle yang mirip dengan susu. Ia hanya berharap tidak akan ada lagi hal-hal yang mengerikan terjadi setelah ini. Mba lantas menatap kembali ke angkasa.
"Antakaba..." bisiknya seraya menitikkan air mata.
***
Seorang pria duduk di kursi dengan sebuah monitor di dekatnya. Ia merapikan kemeja putih dan dasinya. Ia mludah ke tangan untuk merapikan rambutnya yang hitam berantakan. Berkali-kali ia menekan kacamatanya pada pangkal hidung, memastikan untuk terpasang rapih dan tak mengganggu pandangan.
Pria itu kemudian duduk dan menyalakan laptopnya. Ia menghidupkan aplikasi yang terhubung dengan kamera. Selagi menunggu berubahnya layar, Nolan memasang headset.
"Tes... Tes... ini Nolan Collard Fambrough. Video tes 821. Oke sepertinya sudah aktif. Ehem... Nolan Collard Fambrough menjalankan wasiat terakhir dari... seorang teman bernama Antakaba Bardus. Dia memintaku untuk membacakan seluruh surat yang dibuatnya saat event turnamen Battle of Realms berlangsung," ujarnya seraya mengangkat tumpukan surat di tangannya.
"Tapi sebelum itu, aku di sini hanya sebagai pewarta saja, tak lebih. Sebelum menjalankan wasiat ini, aku ingin menyampaikan beberapa hal. Pertama, banyak sekali hal yang tidak kumengerti dari permintaan temanku ini. Dia tidak pernah menceritakan padaku alasan ia melakukannya, hanya memaksaku dengan sedikit alasan menggunakan nama Thurqk. Jadi apabila kalian yang mendengar atau melihat event ini merasa tidak mengerti, maka kurasa kita dapat menganalisis kejanggalan ini bersama-sama."
"Kedua. Aku tak tahu kubu Antakaba. Sebagai Hvyt, ia seharusnya berada di kubu Thurqk. Tapi dalam beberapa situasi, aku melihat sepertinya ia bertindak bebas terlalu bebas. Mungkin hal itu ada kaitannya dengan status dirinya yang bersayap putih. Mungkin ia menjadi malaikat, atau setan bagi para abdi Thurqk, yang diijinkan bertindak bebas. Tapi itulah yang membuatku bingung, mengapa sepertinya ia hanya memberi perhatian khusus pada Mba Irwin."
Nolan mengambil surat pertama "Sekarang akan kubacakan wasiat dari Antakaba Bardus."
Hari pertama. Siapa yang pernah menyangka bahwa ada kehidupan setelah kematian. Semua yang diajarkan dalam kesatuan buyar begitu aku membuka mata dan menyadari diriku sedang mengantri masuk akhirat. Entah sudah berapa kali kucubit pipiku untuk membuang ilusi. Tapi fakta memang begitu adanya.
Dari intel yang kudapat, antrian ini masih sepanjang 10 trilyun umat lagi. Penjaga akhirat mengaku kesal karena dunia sedang menuju akhir zaman. Perang akan terus menerus terjadi di berbagai belahan semesta sampai kiamat semesta terjadi. Artinya mereka akan sangat sibuk sampai seluruh umat selesai disensus. Lucu bagiku mendengarnya tapi intel tersebut mengaku tahu seluruh kehidupanku.
Bagian yang paling menarik dari intel tersebut adalah pernyataan bahwa aku bisa hidup kembali. Ia bahkan menawarkan hal itu, sebagai balasan karena telah mendengar keluhannya.
Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan dan keluar dari antrian saat itu juga.Selamat tinggal 10 trilyun umat.
Nolan mengambil "Surat kedua. Di surat ini tercantum angka lima," ujar Nolan seraya menunjukkan sebuah angka yang tertera di kiri atas amplop "Tidak seperti surat pertama yang berangka satu," tambahnya. "Kemungkinan besar angka ini adalah jumlah hari atau urutan darisurat. Antakaba pernah mengatakan ia menyukai sesuatu yang berurutan. Katanya agar memudahkan dalam proses administrasi yang merepotkan."
Hari ke enam. Sesuai dugaanku, setelah menunggu lima hari di Cafe Antar Dimensi, kami dibawa untuk saling bertarung satu sama lain.
Di sinilah aku baru menyadari bahwa dunia itu memang luas. Terlalu banyak makhluk unik yang memiliki kemampuan misterius dan unik bahkan kekuatan yang mengerikan. Tema pertarungan ronde pertama adalah menghadapi fatal five ways. Intinya pada hari ini kami diharuskan untuk saling tawuran. Hanya ada satu pemenang yang akan selamat dari ronde ini.
Aku bisa mengatakan bahwa aku beruntung. Kalau Escathon Espee-ku tidak memantul dan menembus kepala Ravgas maka mungkin saja kepalaku yang sudah melayang. Peserta yang bisa mengendalikan cahaya dan menjadikannya cermin itu sangat mengerikan. Semua tebasan pedang dari jarak dekat akan dikembalikan (untunglah aku pernah melawan Peace Maker).
Perodiksik juga hampir membunuhku. Harus kuakui, lidah yang bisa membelah dimensi bukanlah organ sembarang punya. Ah ya sempat juga sih terpikir bagiku kemungkinan dia bisa memenggal Peace Maker. Haha justru itu yang akhirnya membuatku bengong dan nyaris terbunuh, padahal dia lemah. Tidak seperti Adamman yang bisa mengeraskan tubuh sampai sekeras permata.
Pertarungan ini menyulutkan api kegembiraanku. Sudah lama sekali tidak merasakan sensasi berada di depan pintu kematian. Segarnya percikan darah lawan juga tidak boleh dilupakan. Terutama yang mampu membuat karat di pedang.
Nolan menggelengkan kepala "Memang di tempat ini isinya orang gila perang semua. Maaf, akan kulanjutkan lagi pembacaan surat wasiat ini. Sekarang kita masuk ke surat... seratus dua," Nolan menaikkan alis, tidak menyangka angkanya naik drastis.
Hari ke seratus tiga. Seharusnya aku tidak mengikuti event keparat ini. Aku dan ribuan petarung dari berbagai jagat semesta ternyata diadu demi sebuah rencana busuk si bangsat itu, Thurqk. Pria merah yang mengaku dewa itu, yang sepertinya inferior, sedang merencanakan sesuatu di balik event ini. Aku pernah melihatnya melakukan sesuatu yang mengerikan. Ia memakan peserta yang dikalahkan olehnya, hidup-hidup.
Ia sepertinya tambah kuat setelah memakan korbannya. Ronelle yang terkuat, yang kalah karena menyelamatkan gadis kecil tak bersalah, ditebas putus dalam satu serangan setelah ia memakan Elsell.
Kebiadabannya mirip dengan kaum kanibal. Tapi yang lebih mengerikan bagiku adalah... ia memunculkan makhluk seperti manusia dari mulutnya. Rambutnya seperti sapu ijuk merah, memiliki sayap hitam dan tatapan mata yang kosong. Pantas saja makhluk ini bertambah setiap ronde. Ternyata memang ia diciptakan oleh keparat satu itu.
Aku benci kemunafikan karena itulah aku mencoba melawan Thurqk. Makhluk itu kuat. Hanya satu tepisan saja kakiku sudah dibuat patah olehnya. Tapi ia tidak membunuhku saat itu, ia berkata bahwa akan lebih seru bila aku mati dalam ajang adu tampar.
"Surat ini membuatku bergidik. Jadi sebenarnya memang ada hubungan khusus antara Hvyt dan Thurqk. Saat ini aku hanya mengerti bahwa Hvyt merupakan kesatuan program yang dikomando oleh Thurqk selaku menara kontrol. Sebagai sebuah program, berarti harus ada struktur sistem yang mengaturnya. Dan aku yakin sebenarnya Hvyt tidak diciptakan begitu saja dari ketiadaan. Hmm, kurasa kita akan menemukan jawaban baru atas hipotesis lainnya di surat berikutnya, surat seratus tiga."
Hari ke seratus empat. Aku kalah dalam pertandingan adu tampar. Pijakan kakiku goyah dan tidak bisa menampar keras. Aku dikembalikan ke tenda-ku untuk menunggu waktunya penghukuman. Tapi aku tidak akan menyerah.
Aku mencoba membicarakan ini dengan Helvett. Pria bermata tajam ini mengaku tak suka dengan segala acara 'bangkit kembali' yang mengharuskannya saling membunuh sesama makhluk. Secara pribadi pula, dialah yang paling menjunjung tinggi prinsip keadilan. Jadi aku yakin sekali bahwa dialah orang yang tepat.
Helvett tidak membuang waktu. Ia langsung mengumpulkan seluruh peserta di cafe dan mengatakan semua yang baru saja kuutarakan.
Seharusnya aku tahu, walaupun Helvett adalah pria yang jujur dan memiliki jiwa keadilan tinggi, ucapannya tidak didengar. Banyak peserta yang mengikuti event ini dengan segenap hati. Kekasih, dendam tak terbalaskan, keluarga bahkan mengganti masa lalu telah menjadi benteng motivasi mereka. Peringatanku dan Helvett justru dianggap angin lalu dan racauan pecundang.
Maka tidak ada contoh yang lebih baik dari bukti fisik. Besok aku akan membuktikannya pada mereka.
Ah... mengapa di saat begini aku justru teringat akan dia. Peace Maker.
Mba Irwin. Hahaha. Sayang dia tidak ada di sini. Seharusnya dia bisa jadi contoh kelakuan busuk Thurqk.
Tapi itu tidak mungkin. Aku tidak mau melihatnya berubah alih-alih dikalahkan. Apalagi aku dan dia sudah bersumpah sehidup semati.
"Jadi dari sini kurasa kita sudah tahu bahwa Antakaba Bardus mengenali Mba Irwin. Dan ia berkata sumpah sehidup semati. Berarti seharusnya mereka sudah menikah. Lantas mengapa ia yang pertama kali memintaku untuk memasukkan Mba dalam ajang gila ini?" Nolan berdehem. "Mungkin ini harus kuakui pula, aku yang mengganti entry peserta. Nama Mba Irwin tidak ada dalam daftar peserta. Ia menggantikan seseorang bernama Prof Crash Tine. Tunggu sebentar, kurasa aku masih ada salinan data peserta asli."
Nolan kemudian merangsek tumpukan kertas di dekatnya. Ia kemudian melambaikan empat helai kertas lalu mencari sedert nama. "Ini, Prof Crash Tine seharusnya masuk di Blok K bersama Sjena, Rafa, Anette dan Re'eh," ujarnya seraya menunjuk sebuah nama. "Tapi Hvyt bersayap putih... maksudku Antakaba, memaksaku untuk memasukkan nama Mba. Ia mengaku diperintahkan oleh Thurqk. Belakangan baru kuketahui bahwa ia berbohong padaku. Mungkin di surat-surat berikutnya ia akan menjelaskan. Kuharap begitu."
Nolan mengambil surat berikutnya. Angka yang tertera adalah seratus empat.
Aku tidak tahu apa yang terjadi. Selepas hukuman, aku hanya sadar bahwa hari sudah gelap. Tapi tidak seperti malam biasanya. Angkasa terlihat lebih merah. Aku yakin bukan karena pandangan mataku hanya peka warna tersebut, buktinya aku masih bisa melihat berbagai warna lain. Berarti memang jelas bahwa langit memerah.
Hal lain yang kulihat adalah sayap hitamku. Warna kulit memerah. Rambut yang norak. Cukup jelas fakta bahwa aku dijadikan kacung. Hvyt. Cih, nama yang menjijikkan. Andai bisa ingin kurebus saja Yang Maha Kuasa Thurqk itu.
Nolan berhenti sebentar dan mengerenyitkan kening.
"Tunggu, berarti Hvyt juga diijinkan memiliki kebebasan berpikir?" Nolan kemudian membekap mulutnya dengan tangan kanan. Sikunya menahan kepalanya yang terus terpancang tegas pada surat di tangannya. "Ah maaf, akan kembali kulanjutkan."
Tahu satu hal... di dalam kepalaku terus bergaung ucapan dari Yang Maha Kuasa Thurqk bangsat itu. Tapi sebagai Hvyt, aku hanya bisa mengatakan namanya sebagai Yang Maha Kuasa Thurqk. Lihat saja bagaimana tulisanku bahkan mendikteku. Aku tidak bisa mengatakan nama Yang Maha Kuasa Thurqk bangsat itu begitu saja.
Nolan kembali berhenti. "Yah, kurasa aku tidak perlu berkomentar akan hal ini."
Bahkan saat aku hendak mengganti namanya jadi Yang Maha Kuasa Tuhuruk. Atau Yang Maha Kuasa Turki. Atau Yang Maha Kuasa TUTTURU! Begitu niat menyebut terbersit, otomatis titel KUNYUK itu menempel.
Nolan hampir tertawa membacanya. Nada suaranya tersendat sampai akhirnya ia minta waktu sebentar sebelum melanjutkan.
Catat, di hari pertama aku menjadi ayam-ayaman ini, aku akan memberontak. Dan tahu apa yang terjadi? Aku tidak ingat apa-apa. Tiba-tiba gelap dan hari sudah berganti pagi. Sumpah? Demi apa hari bisa berganti sekedip pandang saja?
Nolan mengedipkan mata berkali-kali. "Menarik. Rasanya ia akan menceritakan bagaimana kehidupan Hvyt sehari-hari. Setidaknya sampai event ini selesai. Ah, rupanya surat ini tidak ada lanjutannya. Berarti sudah saatnya kita pindah ke surat ke seratus lima."
Ini menyedihkan!
Aku tidak memiliki ingatan apapun selama siang hari. Malamnya aku baru sadar bahwa tanganku dipenuhi darah. Aku terbiasa melihat darah, hanya bila aku sadar apa yang kulakukan. Sekarang aku dibuat lupa seperti ini? Tunggu saja kau Yang Maha Kuasa Thurqk bedebah.
Tapi terlepas dari itu, mengapa hanya malam hari aku sadar?
"Ini surat terpendek sampai saat ini. Kurasa ia tidak bisa menulis banyak," ujar Nolan, separuh kecewa. "Kita lanjut ke... surat seratus... delapan puluh lima?"
Nolan menggaruk kepalanya. "Apa ia tidak bermaksud memberi tahu bagaimana perkembangan pertandingan ini sebelumnya?"
Akhirnya aku tahu apa yang direncanakan Yang Maha Kuasa Thurqk kerempeng. Siapa sangka dia ingin revolusi terhadap sistem kemahadewaan di seluruh semesta. Atau dengan kata lain, memberontak.
"Hmmm, aku jadi teringat Ragnarok atau perang akhir jaman dari mitologi Nordik. Kurasa beberapa bagian di belahan dunia juga memiliki mite seperti ini," ia menghela napas lalu memandang tangannya "Yah, kurasa manusia kadang hanya bisa memilih untuk percaya atau ditakdirkan untuk mengimani sesuatu sampai akhirnya mereka melihat buktinya sendiri. Akan kulanjutkan..." ujar Nolan dalam nada lemah.
Seluruh peserta yang telah 'dimakan' oleh Yang Maha Kuasa Thurqk cupu itu dikumpulkan di sebuah lapangan besar. Ia berkata bahwa pada hari ini seluruh kemampuan akan dikembalikan begitu juga kesadaran. Benar saja, seluruh senjata atau identitas setiap Hvyt dimunculkan di depan mata mereka.
Herannya, Yang Maha Kuasa Thurqk memberikan pilihan pada kami untuk ikut atau tidak dalam perang. Ya, ia mempersilakan siapapun untuk mundur bila tidak mau.
Tapi jelas bohong. Dia sudah tahu apa isi kepala seluruh Hvyt. Bila tidak, bagaimana mungkin ia bisa tiba-tiba mengajak ngobrol tentang hal yang hanya-satu-Hvyt-tertentu ketahui.
Nolan menelan ludah. "Tunggu sebentar. Jadi Thurqk tahu setiap pikiran Hvyt? Berarti ia seharusnya tahu kemana aku pergi saat ronde tiga berlangsung..." Nolan menggaruk kepalanya berkali-kali dengan wajah cemas. "...Akan kulanjutkan..."
Ia membunuh satu persatu Hvyt yang mengatakan tidak. Lalu membangkitkannya. Lalu membunuhnya lagi. Terus berulang sampai Hvyt tersebut patuh. Aku pernah mendengar Ylfyrio berkata itulah esensi siksa kekal di neraka. Ia benar. Kami kekal karena dihidupkan kembali untuk dapat dibunuh kapan saja.
Aku malas untuk menuliskan cerita perang kali ini. Hanya satu poin saja yang penting. Kami menang melawan Dia. Ya sebut saja Dia. Hvyt tidak diperkenankan untuk menyebut namanya, sama seperti julukan yang otomatis keluar setiap menyebut nama Yang Maha Kuasa Thurqk.
Aku malas pula untuk menuliskan bagaimana Yang Maha Kuasa Thurqk menceramahi Dia. Isinya jelas-jelas kesombongan. Yang pasti, si Dia dibuat sulit menolak. Si Dia dibuat lebih banyak diam. Walau bagiku aneh karena si Dia ini justru tersenyum saja mendengar omong kosong Yang Maha Kuasa Thurqk.
Satu yang pasti, seperti para Hvyt, si Dia ditelan Yang Maha Kuasa Thurqk. Secara bulat-bulat. Dan setelahnya kami melihat kertas yang tak terhitung jumlahnya masuk ke dalam tubuhnya. Ia puas, sangat puas.
Itu mungkin yang terlihat. Tapi aku sempat melihat wajahnya kecewa. Bahkan sempat pula kudengar dengusannya. Sayang ia menolak berbicara dan hanya pergi. Yang Maha Kuasa Thurqk sendirilah yang membuat kemenangan berbaur darah ini jadi terasa hambar.
"Hmm... sepertinya cerita berakhir anti-klimaks. Agak disayangkan."
Nolan terkesiap. "Mengapa aku jadi berpikir bahwa cerita ini harus berakhir menyenangkan atau tidak," Berkali-kali Nolan menggelengkan kepala sampai akhirnya dengan gagap ia melanjutkan. "Kita pindah ke surat selanjutnya. Sekarang surat ke... dua ratus delapan lima... loncatnya jauh sekali."
Dear, Peace Maker. Istriku. Maafkan aku. Thurqk tahu tentang dirimu dan Dia yang namanya tak boleh disebut.
Nolan serius mengerenyitkan kening membaca paragrah pertama surat. "Rasanya aku akan mendapat berita tidak menyenangkan..."
***
Mba terbangun dan mendusin. Ia merasa lapar. Sayur-sayuran di kepalanya sudah habis begitupun lumut di dinding. Ia melirik Elle.
Gadis mungil itu masih tertidur pulas. Sesekali ia mengigau menyebut Mba.
Mendadak liur Mba menetes.
***
Singgasana Thurqk. Ruang yang angker lagi seram karena ditempati oleh sang dewa merah Thurqk. Walaupun suhu ruangan ini panas, makhluk yang berada di sini justru menggigil akibat menatap sosok yang sedang duduk di kursi setinggi sepuluh kaki.
Sang dewa merah tersenyum lebar memandangi belasan layar yang mengapung di udara. Layar tersebut menampilkan kiprah para peserta pertandingan yang masih selamat. Di belakang layar terdapat ribuan Hvyt yang melingkari sang dewa merah. Masing-masing membawa sebuah lilin di tangan.
Thurqk bersiul senang. Satu nada tinggi memecah kepala satu Hvyt pria. Satu siulan rendah memecah kepala satu Hvyt perempuan. Tak pelak, darah mengotori permadani dan mematikan lilin. Naik turunnya nada tersebut menjadi simfoni penghubung peristiwa yang terjadi di belasan layar tersebut. Tangisan, tawa dan amarah peserta di layar bercampur dalam siul senang Thurqk.
Lalu begitu seluruh Hvyt di ruangan itu mati, Thurqk kembali membangkitkan mereka dengan jentikan. Lilin yang sudah padam kembali menyala. Peristiwa tersebut berlangsung sampai dua putaran.
"Yang Maha Kuasa sepertinya sedang gembira," ujar salah satu Hvyt.
"Tentu saja. Sudah lama sekali aku tidak menemukan mainan," jawabnya dengan seringai.
"Mba Irwin?" tanya salah satu Hvyt perempuan yang menyungutkan alisnya saat menyebut nama tersebut.
"BANYAK!" jawab Thurqk senang. Ia terkekeh "Hanya tinggal sentuhan terakhir saja."
Thurqk berdiri dari singgasana-nya. Ia melenyapkan seluruh lilin di tangan seluruh Hvyt. "Apa yang mulia bosan?" tanya Hvyt dengan nada hati-hati.
Thurqk menyeringai. "Tidak, Javiar."
Jawaban Thurqk membuat beberapa Hvyt saling memandang. Mereka tidak menyangka nama mereka disebut.
"Jangan heran begitu. Tidak ada yang salah bila kusebut nama asli kalian bukan?"
Memang tidak salah. Beliau adalah dewa. Tapi bagi Hvyt, nama mereka sudah tak lagi terjangkau memori. Pun, mereka kembali terbengong saat Thurqk memunculkan beragam benda familiar di hadapan mereka.
"Ambil kembali kenangan kalian, hari ini aku ingin memanggil kalian berdasarkan nama."
Tapi tak ada Hvyt yang bergerak. Semua hanya saling pandang. Saling sangsi kalau kali ini sang dewa merah sedang ingin dipuaskan.
Thurqk menunjuk ke salah satu Hvyt perempuan "Elsell, ambil."
Hvyt perempuan yang ditunjuk memandangi mantel hitam yang melayang di hadapannya. Sejenak ia ragu. "Elsell," ucapan Thurqk membuat Hvyt tersebut bersegera mengenakan mantel yang ditawarkan.
Mata Hvyt perempuan tersebut berubah menjadi biru cemerlang. Pupil matanya sesekali menerbitkan binar keemasan yang menggoda. Mantel hitam yang dikenakannya sesekali menebar percik kuning yang panas. Wajahnya memerah senja saat bertatapan mata dengan Thurqk. Gadis itu melipat tangannya di belakang pinggang dan mengetukkan kaki kanannya ke tanah berkali-kali.
"Pintar. Tidak salah kalau kau menjadi yang pertama mempercayaiku," ujar Thurqk seraya mengangkat dagu sang gadis dan mengecup bibirnya. Hvyt yang lain tak mengedipkan mata. Mereka menyaksikan dan mendengar desahan senang dari Hvyt yang dahulu bernama Elsell itu. Tentu saja sang dewa tak berhenti di sana, kehendaknya turut turun mengikuti nafsu membuat erangan Elsell makin manis di kuping (para pria).
Suara gemerincing rantai memutus perhatian para Hvyt. Mereka mengalihkan pandangan pada seorang Hvyt pria berbadan besar. Mereka menyaksikan bagaimana rantai besar itu membungkus seluruh tubuh Hvyt, menjadikannya seperti bola rantai yang berdiri di atas dua kaki. Hawa pembunuh yang dahsyat segera menguar dari tubuhnya.
Thurqk yang melihat ini segera menghempaskan Elsell begitu saja ke tanah –tapi Elsell justru kejang-kejang puas dan meracau nama Thurqk. Thurqk lantas merentangkan tangannya menyambut kehadiran sosok Hvyt yang telah berubah tersebut.
"Ronell. Ronell. Ronell. Peserta terganas dan terkuat. Ironis bahwa kematian dan kekalahanmu ternyata bersumber dari hal yang sama. Kuyakin menjadi Hvyt tidak membuatmu lupa akan impian menciptakan surga bidadari mungil."
"Aku tidak ingin mendengar itu darimu, Yang Maha Kuasa Thurqk," nada dingin lagi berat meluncur dari Hvyt yang bernama Ronelle. Thurqk tertawa keras mendengarnya.
"Aku juga masih ada urusan yang harus kuselesaikan denganmu, Yang Maha Kuasa Thurqk kurang ajar." Nada keras ini membuat Thurqk menyeringai. Suara beradunya logam terdengar keras, memekakkan telinga. Tanpa menoleh Thurqk pun berujar.
"Antakaba Bardus. Ya ya ya, tanpamu acara ini akan jadi sangat membosankan."
Seorang Hvyt dengan tiga pedang berbeda ukuran berkali-kali mendentangkan sesama logam yang memercikkan gelombang merah darah. Sayapnya tidaklah hitam, melainkan putih. Bila diperhatikan dengan jelas, terlihat urat hijau menyembul di pelipis kanannya.
Desir angin keras mengibas rambut abu-abunya. "Helvatt. Sejak kapan kau suka membokong?"
"Yang barusan itu peringatan, Yang Maha Kuasa Thurqk. Lagipula, serangan barusan tidak akan berarti kalau Yang Maha Kuasa tidak mengijinkan," ujar Hvyt yang bersuara lembut. Hvyt satu ini mengenakan topi koboi dan membidikkan jari tengahnya pada Thurqk. Bola angin sebesar kepala manusia terus berputar dan terarah pada Thurqk.
Lantas Thurqk tertawa keras. "Bagus! Bagus! Ayo ambil semua kesadaran kalian! Yang punya dendam, yang merasa dizalimi, yang sampah dan yang jawara!" Tantang Thurqk seraya membuka tangannya. "Hari ini kita akan menuntaskan segalanya. Sama seperti saat Perang Terakhir!"
***
Nolan berkeringat dingin membaca surat selan jutnya, Surat berangka 345. Narasinya saat membaca surat terdengar penuh getaran, sesekali ia berhenti untuk menggeretakkan gigi.
Jadi, Thurqk bahkan mempersiapkan sebuah plot dimana Mba Irwin (istriku) dan Elle akan kembali bersama. Ia juga mengamanatkan agar Mba Irwin dipertemukan dengan Raksasha.
Dan di saat itulah...
Nolan terdiam saat hendak membaca lanjutannya. Dengan segera ia menutup program video recording laptopnya dan berpindah ke program dengan nama 'retas kamera'. Pandangan Nolan bergeser dari kamera ke kamera demi mencari objek yang diinginkannya. Keringat dinginnya mengucur deras. Dan sampailah ia di kamera berkode MBL -01.
Gambar pertama yang didapatinya adalah genangan darah. Tergesa-gesalah Nolan menggeser fokus kamera. Ia berharap mendapat gambaran lebih jelas, lebih dari sekedar genangan darah. Tapi yang didapati selanjutnya bukanlah gambaran melainkan teriakan.
"TIDAAK!! MOMMY!!"
Jeritan pilu Elle terdengar. Nolan menggandakan jumlah kamera yang diretasnya. Kali ini kamera MBL -02 diretas.
Pandangan selanjutnya adalah sebuah benda panjang yang terlihat lembek. Nolan memicingkan mata, mencoba mengenali objek yang sepertinya familiar. Nolan mendadak mual begitu mengenali objek tersebut.
"U-usus..."
"MOMMY, SAKIT MOMMY!!"
Lengking jeritan itu membuat hipotesis di kepala Nolan berteriak. Asumsi akan segera meledak menjadi kesimpulan.
"Ja-jangan..."
Nolan meretas satu kamera lagi. MBL -03. Dan ia menyesal telah mengikuti rasa penasarannya. Ia melihat Mba yang sedang memakan tangan Elle. Sang gadis mungil meronta dan hanya bisa menangis keras saja mendapati tangannya digerogoti perlahan. Pun teriakan itu semakin lemah seiring berkurangnya kucuran darah dari tubuh Elle yang digerogoti. Lenyap sudah merah wajah dari Elle.
Pandangan memuakkan itu membuat Nolan menderitkan gigi. Ia kembali pada surat yang terbuka di mejanya.
Dengan mengalahkan Rakshasa maka istriku seharusnya menjadi makhluk tak terkalahkan. Ia akan mengambil kemampuan kanibal dari makhluk tersebut. Yang tersisa selanjutnya adalah melihat apakah Kekuatan Jahat yang berada dalam Elle juga ikut berpindah.
Nolan memicingkan mata "Berpindah? Kekuatan Jahat?" Nolan tidak habis pikir. Ia mengambil kertas character profile darisetiap peserta turnamen. Ia mencoba membaca character profile Elle tapi tak menemukan ada satu katapun tertuang tentang kuasa kejahatan tersebut. Berarti Antakaba tidak memberitahukan informasi ini padanya. Hanya satu orang tersisa saja yang mungkin tahu tentang masalah ini.
"Hey, Nolan! Datanglah ke singgasanaku. Sekarang!" suara yang bergaung di ruangannya itu membuat Nolan serta merta mematik kekesalannya.
"Thurqk..." desis Nolan.
***
Singgasana Thurqk. Benar-benar menjadi tempat yang membuat bulu kuduk berdiri. Kali ini bukan hanya dari keberadaan Thurqk melainkan juga dari keberadaan bangkai-bangkai mayat yang bertumpuk di ruangan ini. Di atas tumpukan tersebut duduk Thurqk.
Nolan mendapati Thurqk sedang asyik mengeluarkan kerat daging yang terselip di giginya. Begitu sang dewa melihat Nolan barulah suasana hening terputus.
"Jangan heran dengan segala situasi ini, Nolan. Bila kau berada di atas sini akan mengerti."
Thurqk kemudian mengangkat jari telunjuknya, mengajak Nolan ke atas.
Thurqk kemudian mengangkat jari telunjuknya, mengajak Nolan ke atas.
"Tidak mau."
Biasanya Thurqk akan marah bila keinginannya ditentang tapi kali ini ia justru tertawa terbahak-bahak.
"Memang sudah kepastian bahwa manusia akan menentang tuhan. Kepatuhan pun pada dasarnya hanyalah usaha untuk menjadi tuhan bagi dirinya sendiri. Hanya upaya memuaskan hasrat penguasaan yang terpendam."
"Itu tidak benar."
"Kalau begitu, mengapa kalian bertanya keputusan tuhan bila kalian patuh?" gelak Thurqk. "Kalian hanya butuh objek untuk bersandar dan dituding. Dan bila kalian berkata itu adalah hak kalian maka bukankah kalian menganggap diri kalian lebih baik dari yang memutus?"
Nolan tak percaya kalimat itu meluncur dari mulut Thurqk. Ia terdiam.
"Hey, Nolan. Menurutmu, apa arti tuhan?"
"Jawablah," decak Thurqk. "Semua manusia pasti punya keyakinan dan panduan terhadap sebuah penguasaan atau penguasanya itu sendiri. Ada yang mengharapkan tuhan mereka pengasih, penyayang. Ada pula yang mengharapkan mereka kejam dan suka membalas dendam. Atau bahkan gabungan di antara semuanya sehingga wujud atau jumlah tuhan berlipat ganda. Semua itu adalah projeksi dari keinginan mereka, apa yang mereka idealkan dalam memandang sesuatu yang sakral lagi tinggi."
"Kau sudah menjawab pertanyaanmu sendiri, Thurqk."
"Karena begitulah manusia. Tak bisa menjawab pertanyaan tuhan. Maka tuhan sendirilah yang harus menjawab. Manusia akan mendapatkan jawabannya dari dalam diri mereka sendiri, setelah kebingungan. Seperti kau saat ini, terheran akan kelakuanku padahal sebenarnya sedang menjawab sendiri kebingunganmu."
Nolan mulai malas berargumen dengan Thurqk. Ia merasa dirinya sedang dibodohi alih-alih diuji.
"Karena itu, naiklah. Aku memanggilmu karena tahu kau sudah membaca seluruh wasiat dari Antakaba. Seluruh pertanyaanmu akan terjawab."
Nolan tidak bergerak dari posisinya. "Terserahmu sajalah. Toh, pada akhirnya kau tidak bisa mengelak dari kenyataan dan kebenaran," ujar Thurqk yang menguap bosan.
"Kenyataan bahwa kau yang menggerakkan Antakaba untuk merekayasa lokasi pertarungan Mba Irwin, sang Peace Maker?" sungut Nolan. "Kenyataan dimana kau sengaja memberi Mba berbagai pengalaman yang akan membangkitkan naluri Peace Maker-nya melalui berbagai tragedi? Yang diakhiri dengan kematian Antakaba Bardus dan Elle? Kegilaan apalagi yang hendak kau tawarkan, Thurqk?"
Bara api mendadak muncul dari bawah kaki Nolan. Dengan cepat pria berkacamata itu meloncat menjauh. "Masih kurang, ayo jabarkan lagi! Kau kupilih karena spesial, Nolan. Apalagi yang kau dapat dari keseluruhan wasiat tersebut?" ujar Thurqk yang mulai menyunggingkan seringai. "Jabarkan padaku!" Perintah Thurqk sembari melempar bola-bola api pada Nolan layaknya meminta mainan baru.
"Ronde pertama, kau ingin memperlihatkan kembali nuansa peperangan pada Mba. Maka kau meniupkan pesan untuk membuat kekacauan pada Hvyt yang bertugas mengantar Sjena Reinhilder. Tapi pada ronde ini, kau tidak menyangka bahwa Rafa menghilangkan ingatan Mba. Pria itu mungkin telah membaca adanya niatan jahat dari kehadiran Mba Irwin. Ah tidak, lebih tepatnya, ia bisa membaca pikiran jahatmu yang kau timpakan padanya. Tapi ini hanya asumsiku saja karena bisa jadi Rafa merasa kasihan pada Mba,"
Thurqk menyeringai. "Lanjutkan."
"Ronde dua, kau memintaku untuk mengubah desain lokasi pulau THVR. Kau bahkan memintaku untuk menjadikan Tommy Vessel sebagai game master dari pulau tersebut. Dan saat itu kau datang menghancurkan desain yang kubuat sebagai bentuk perkenalan dirimu pada Mba."
"Cerita menarik. Tapi aku tak pernah memintamu," balas Thurqk seraya menjentikkan kotoran kukunya.
"Melalui Antakaba... sang Hvyt bersayap putih yang kau eksploit. Kau terus membuatnya menyarankan padaku tentang bagaimana agar tidak terjadi hal-hal berbahaya tapi tetap memuaskanmu. Dan bodohnya aku baru sadar itu sekarang," ujar Nolan.
"Ronde tiga?"
"Di sinilah kau pertama kali mengenalkannya dengan Elle. Kau membuatku mengadu Elle dengan Mba. Dan pada saat itu, aku membuat sebuah setup dimana ruangan Elle akan terhubung dengan ruang harta milikmu."
"Dan untuk apa mereka dimasukkan ke sana?"
"Tadinya kupikir untuk membawakan salah satu pedang Antakaba. Karena Hvyt adalah budakmu yang akan kembali ingatan dan kesadarannya setelah mereka memegang kembali memento mereka. Tapi ternyata bukan itu..."
"Kau mengharap Mba untuk membawa sebuah pedang... pedang seorang yang sangat penting..."
Thurqk menaikkan alisnya.
"Alasanmu berkata itu?" tanya Thurqk yang mulai menguap.
"Kau adalah penguasa di sini, Thurqk. Kau bisa mematerikan benda, apapun itu, menggunakan api. Lantas mengapa harus ada ruang harta? Berarti di tempat itu tersimpan sebuah benda yang tidak terjangkau oleh kuasamu."
Thurqk tergelak.
"Ronde 4. Ceritamu mulai menarik. Terutama cara penyampaian misteri yang kau ungkapkan. Ayo teruskan."
"Kau sengaja membuat Mba bertemu dengan Raksasha. Lalu kau memaksakan sebuah kemampuan... kanibal padanya. Dan pada akhirnya, kau membuat pedang tersebut hancur. Sampai sini aku tidak mengerti korelasi mengapa pedang tersebut harus dihancurkan. Karena itulah asumsiku tentang pedang itu agak buyar walau sempat kulihat Hvyt berubah menjadi Antakaba, tidak hanya sebagian tapi keseluruhan. Anggapan terbaikku adalah bahwa pedang itu menetralisir seluruh kuasamu. Tapi aku tidak punya bukti..."
Thurqk menyeringai.
"Ada lagi yang mau kau sampaikan?" tanya Thurqk.
"Tapi aku tak mengerti mengapa kau harus membuat Mba hamil... kau hanya membuat Antakaba marah karenanya. Di surat lain ia bahkan memakimu sampai empat ratus paragraf. Dia frustasi karena tidak bisa berbuat apa-apa..."
Thurqk menelengkan kepalanya sebelum balik bertanya "Kau mengerti mengidam?"
Nolan mengangguk.
"Kau mengerti egois?"
Nolan mengerenyitkan alis lalu mengangguk.
"Kau mengerti melindungi?"
"Tak biasanya kau berputar-putar seperti ini, Thurqk."
"Jawab saja. Ya atau tidak?" decak Thurqk.
"Ya. Aku mengerti."
"Kau mengerti apa yang dimakan akan menjadi bagian dari dirimu?"
Nolan terdiam "Oh ayolah, kau dengan keyakinanmu itu melarang untuk memakan beberapa hewan dengan alasan menyedihkan. Kalau kau tidak bisa menjawabnya berarti keyakinanmu hanyalah sebatas pentol korek," sundut Thurqk. Nolan lantas menganggukkan kepala.
"Kalau kau mengerti, mengapa tidak tahu apa yang kulakukan terhadap Mba Irwin?"
Nolan masih termenung.
"Biar kau puas, lihatlah ini! Agar kau mengerti."
Sebuah layar muncul di belakang Nolan. Begitu melihat apa yang disana barulah Nolan mendapatkan keping terakhir dari seluruh pertanyaannya.
***
Planet Gliese 518g. Andai Peace Maker masih bisa mengingat maka mungkin ia akan histeris. Realms yang identik dengan menara katai merah ini menjadi tempat pertama dimana keberadaannya justru menjadikan beberapa orang terbunuh. Baik sengaja ataupun tidak disengaja.
Di sinilah seorang Peace Maker kembali hadir. Tapi bukan lagi bertopeng Mba Irwin yang penakut lagi polos. Wajah perempuan itu telah mengelam. Darah mengucur dari pelipisnya yang dibebat oleh sayur-sayuran yang membusuk.
Peace Maker berdarah? Bagi yang mengenalnya, mungkin akan merasa heran mendapati ini. Perempuan satu hanya berteman dengan butiran debu dan tidak pernah tergores.
Hal pertama yang dilakukan Peace Maker saat menjejakkan kaki adalah berpindah tempat ke daerah konflik. Lokasi pertikaian antara pemerintahan dan oposisi dijadikan tempat pendaratan.
Seperti biasanya, ia menghalangi lajur serangan di antara dua kubu. Selayaknya pula, serangan fisik dan magis yang mengenainya akan diredam atau dipantulkan. Tapi kali ini berbeda, Mba bergerak layaknya menari. Setiap gerakan lembut lagi pelannya membuat siapapun yang berada di dekatnya terpelanting. Tidak hanya itu, yang memiliki nafsu menyerang akan terhisap masuk dalam gerakan tarian Peace Maker. Maka sang penyerang akan tanpa ampun terlontar untuk kembali dihisap dan dipentalkan lagi sampai seluruh nafsu menyerangnya luluh lantak.
Dua kubu pun rata bergelimpangan di tanah. Lalu datanglah kubu ketiga. Kubu yang jelas-jelas membawa aura permusuhan pada Peace Maker. Syarat permusuhan ini membuat Peace Maker dapat mengaktifkan kemampuannya untuk berpindah tempat. Ia memilih lawan pertamanya tanpa tedeng aling.
-lawan pertama-
Ksatria berjubah perak?
Tidak penting. Mulutnya terlanjur disumpal pedangnya sendiri sebelum sempat mengucap satu baris kalimat yang dianggap menyebalkan bagi Peace Maker. Sebagai bonus, Peace Maker menjatuhkannya (dengan lembut) dari puncak menara katai. Remuk redamlah seorang (yang seharusnya) pahlawan di bumi
-lawan selanjutnya-
Menciptakan senjata dari kehampaan?
Tidak penting. Jeda waktu selalu berbicara lebih cepat. Keterkejutan membawa kematian. Hilangnya konsentrasi membuat buyar semua imaji yang tertuang di kepala. Yang tersisa hanyalah lontaran bahasa-bahasa yang tidak dimengerti. Dan tentu saja, beradu lawak dengan tukang pantomim bukanlah hal yang biasa dilakukan Peace Maker.
Kecuali bila badut tersebut masih bisa melawak saat lehernya patah.
- lawan selanjutnya-
Pemilik Senapan laser?
ini lagi. mau ditembakkan sebanyak apapun juga tetap saja jadi angin segar bagi Peace Maker. paling-paling hanya membuat dekorasi bunga di kepala perempuan itu hancur.
Andai lawan masih bisa terkejut, mungkin ia hanya tertegun menyadari matanya melihat lubang besar di perut. Andai ia bisa menalar, mungkin ia akan meringis mendapati laser itu dipentalbalikkan.
-lawan selanjutnya-
Pengendali Angin?
Segar. Tidak lebih menyegarkan saat melihat sirup merah menghias tanah. Yah, kasihan juga sih menyadari kenyataan bahwa Angin tidak bisa menahan tembakan laser dari peserta sebelumnya.
-lawan selanjutnya-
Peluru lagi?
Ternyata AI tidak lebih baik dari manusia yang bersimulasi jatuh ke lubang yang sama.
Yah, penembaknya harus siap dengan konsekuensi patah rusuk. beruntunglah Peace Maker tidak merusak wajah cantik si penembak.
-lawan selanjutnya-
Pembawa baton ini mungkin bisa dianggap sebagai karakter dengan perilaku tidak menyenangkan –setidaknya bagi Mba Irwin. Tapi bagi Peace Maker, perilaku tidak relevan, yang ada hanyalah: lawan atau kawan atau netral. Sabetan baton ke arah muka Peace Maker menjadi bukti bahwa pengguna baton ini adalah lawan. Dan nasibnya cukup baik, setidaknya patah leher akibat terpuntir melayang dan menghantam tanah tidak membuatnya cepat mati.
Siapa lagi? masih ada banyak. Peace Maker mendatangi mereka satu persatu. Bisik halus suaranya yang berat terdengar mencekam. Kali ini hawa pembunuh ganti menguar dari tubuh Peace Maker. Sudah datang saatnya dimana kedamaian didapat dari represi dan opresi.
Beberapa yang menyadari perbedaan kekuatan sudah bersiap angkat kaki, berpindah afiliasi menjadi netral. Peace Maker dahulu akan membiarkan dan bernapas lega (karena perang telah usai). Tapi tidak untuk yang sekarang.
Sebuah kabut hitam menguar di atas kepala Peace Maker. Kabut tersebut seolah memiliki wajah bengis dengan seringai panjang. Kabut tersebut meresap masuk dalam kepala Peace Maker dan membuat seluruh kulitnya menghitam lagi memerah.
Geram Peace Maker mengguruh, membuat lapisan demi lapisan menara katai merah merengkah. "HANCUR HANCUR HANCUR!!" Jeritan keras kembali menggetarkan menara katai merah. Dan setelahnya hanya ada kata netral.
***
Nolan bergidik melihat tampilan di layar. Lain lagi bagi Thurqk yang justru terkekeh senang.
"Esensi Chaoss... dan Peace Maker..."
"Keseimbangan. Dua-duanya menciptakan anomali. Dan saat Anomali bergabung dengan Anomali, yang tercipta adalah keseimbangan... yang sempurna. Peace Maker yang mencipta kedamaian di kala perang, dan Chaoss yang membakar perang di masa damai."
"Kau menyebut ini sempurna? Kau Gila Thurqk!"
Thurqk tertawa keras. "Kau mempertanyakan standar tuhan? Itu adalah bukti kau hendak menjadi tuhan juga, manusia!"
Nolan menggeretakkan gigi. Thurqk kemudian menjentikkan jarinya. Bersamaan dengan itu, tubuh Nolan terangkat dan terbungkus oleh bola padat berwarna biru. Ratusan kertas muncul dari ketiadaan dan membungkus bola tersebut. Jerit kesakitan Nolan terdengar.
Thurqk terbahak-bahak. "Bagaimana rasanya disempali segala pengetahuan di semesta ini, Nolan?! Pastinya nikmat!"
Nolan terus menjerit mendapati derasnya informasi yang masuk ke kepalanya. Darah tak henti mengalir dari hidungnya. Berkali-kali ia memukul bola tersebut dari dalam. Tapi yang ada hanyalah rasa sakit yang teralihkan, bukan terhentikan.Semenit kemudian, tidak terdengar lagi jeritan Nolan. Thurqk kemudian turun dari bukit mayat para Hvyt.
"Thurqk... jangan bilang kalau kau..." ujar Nolan di tengah keheningan.
"Hey, Nolan. Kau tentu tahu kalau jagat dimensi sangatlah banyak dan berlapis. Pada dimensi ini, aku membuatmu mematuhi segala perintahku. Aku hanya membiarkan faktor anomali berjalan di luar sistem. Kau menyebutnya sebagai bug," potong Thurqk.
"Ah ya, sesuatu memang harus selalu diakhiri bukan? Kalau kau sudah menyadari isi surat Antakaba, seharusnya kau tahu apa peranmu di dunia ini. Ah tidak, di dunia yang lain juga. Kau di dunia ini hanyalah pion. Tapi dengan ini, kau bisa menjadi oposisi yang lebih kuat dari saat ini," ujar Thurqk. Saat kakinya menjejak tanah, saat itu pula sesosok tubuh termaterikan tepat di depan wajah Thurqk.
Tamparan!
Thurqk yang Maha Kuasa itu terdorong satu langkah. Pipinya yang merah makin merah. Ia meludah cairan merah hangat. Sebelum Peace Maker sempat kembali merangsek, Thurqk terlebih dahulu mengangkat tangannya dan mementalkan perempuan itu jauh sampai menabrak tembok. Tapi percuma saja, perempuan itu kembali berdiri layaknya tak terluka.
"Lebih cepat dari yang kuduga. Artinya tebakanku tentangmu tepat, hey produk si Dia. Sampai bisa masuk dalam Absolute Territory tanpa usaha."
Peace Maker tidak menjawab. Ia hanya menggeram dan menundukkan pandangan. Tapi perempuan berambut pelangi itu kemudian terkekeh. Suaranya yang berat makin memberat dan terdengar berlapis, menggaung di ruangan dan menggetarkan tumpukan bangkai Hvyt.
Thurqk merespon dengan menjentikkan jarinya. Dari bawah lantai mendadak muncul sesosok perempuan mungil dengan pita besar di rambut hitamnya. Ia terlihat cemberut saat melihat Thurqk dan juga Peace Maker.
"Jadi selesainya begini saja?" keluhnya.
"Enak saja. Temani Nolan sana."
Abby cemberut dan mengeluarkan gunting dari belakang pinggangnya. Ia kemudian terbang berputar sekali di antara Thurqk dan menggores udara dengan guntingnya. Sebuah celah tercipta di udara layaknya gunting memotong kertas.
"Lain kali kalau mau memanggil jangan pakai cara seperti itu. Nggak sopan tahu," komentar Abby, ketus.
"Bocah rewel. Lakukan tugasmu kali ini dengan becus baru kau boleh mengomentariku, Abby. Ingat, kawal Nolan dan peserta lain di sana."
Setelah ucapan itu, Abby lantas terbang dan membelah dimensi layaknya membelah kertas menjadi dua bagian. Merah untuk Thurqk dan putih untuk Nolan. Keduanya terpisah layaknya jeda panel komik.
"Hey Nolan, setelah ini aku ingin kau titip salam untuk diriku yang lain di sana. Kau punya sesuatu yang tidak Nolan lain miliki sekarang. Bergembiralah, menjadi oposisi tuhan itu menyenangkan."
Layaknya komik, jarak antara panel Nolan dan Thurqk semakin menjauh. Sampai akhirnya mereka terpisah oleh halaman yang berbeda. Sekarang yang tersisa hanyalah Thurqk dan Peace Maker.
***
Thurqk berdiri tegak. Tak jauh dari posisinya terlihat Peace Maker. Keduanya sama-sama memiliki luka panjang di pelipis. Darah mengucur tapi keduanya tidak peduli. Saat keduanya bertolak maka saat itulah keras beradu lembut.
Tidak ada teritori absolut. Peace Maker selalu bisa berpindah seketika ke hadapan Thurqk. Maka yang tersisa adalah baku hantam dari dua elemen yang jauh berbeda.
Tamparan pelan yang dapat memuntir kepala Thurqk.
Tinju berelemen api-perusak-dimensi yang menghantam pipi Peace Maker. Ledakan keras yang mengguncang membuat Peace Maker terpental.
Tanpa basa-basi Thurqk melemparkan api besar, seukuran ruangannya, ke arah Peace Maker yang masih menabrak tembok.
Sayang Peace Maker sudah terlanjur berpindah tempat. Ia muncul di belakang Thurqk. Kakinya bergerak pelan, menyapu poros mata kaki Thurqk. Tak ayal sang dewa merah terpelanting. Sebelum Thurqk sempat menyentuh tanah, telapak tangan Peace Maker menyentuh pusar Thurqk.
Maka menembus lantai-lah Thurqk. Satu, dua, tiga, lima, tujuh, sepuluh dan masih belum berhenti. Kalahkah sang dewa merah?
Belum. Ia justru menyeringai senang dan kembali menyerang, kali ini dalam bentuk laser pelangi. Lagi-lagi Peace Maker menghilang dan muncul di hadapan Thurqk. Tapi kali ini Thurqk telah siap. Helai lembut tamparan Peace Maker ditangkisnya begitu saja.
Jari jemari Thurqk membuka dan mencengkram rambut pelangi Peace Maker. Dengan seketika api membara muncul dan membakar tubuh perempuan itu. Jeritan keras terdengar.
Thurqk melepaskan cengkramannya dan menjatuhkan Peace Maker di tanah. Ia memperlihatkan rona kecewa. Perempuan yang kulitnya memperlihatkan luka bakar itu teronggok lemas.
"Mungkin tidak akan ada yang tahu, betapa hampanya hidup ketika tidak ada lagi yang sepadan dalam hidup. Dan kalian mungkin tidak akan mengerti senangnya ditatap dengan penuh kebencian saat menawarkan sebuah pembebasan, atau sebaliknya," ujar Thurqk. Ia menatap langit yang merah.
"Hey, Peace Maker... aku tahu kau adalah prajurit bentukan Dia. Ciptaan terakhirnya yang tidak pernah tersentuh. Jangan kecewakan aku di sini. Aku sudah sengaja menghancurkan pedang Dia agar esensi utuhnya kembali ke tubuhmu,"
Racauan Thurqk dibalas Peace Maker dengan sebuah sapuan tangan ke kaki. Masih belum selesai. Duel ini belum berakhir. Selagi Thurqk goyah, sapuan tangan lain bergerak menghantam punggung. Tak pelak gantilah Thurqk yang terpelanting begitu saja dan menghantam tembok.
Peace Maker mengambil napas panjang. Udara yang berada di sekelilingnya merapat seiring dengan terangkatnya kedua tangan perempuan itu ke udara.
"Tarian Deis Inferno! Tarian Memuja Neraka! Ternyata benar Dia kembali ke tubuhmu, Mba Irwin!"
"Inilah yang kutunggu! Tidak sia-sia aku memanggilmu dari peraduan-Nya. Seekor macan jantan membutuhkan temain main betina yang sesuai. Pasangan yang tidak akan remuk begitu saja begitu diajak bermain," ujar Thurqk dengan binar mata senang layaknya anak kecil mendapat mainan.
"Nah Peace Maker... mari kita bermain!"
Thurqk meloncat mengejar dengan kedua tangan terbungkus api pelangi. Dan dimulailah ronde kedua dari perseteruan di antara keduanya.
- End?
n Epilogue
Nolan terbangun di mejanya. Ia masih mendapati laptopnya menyala dan susunan dokumen masih rapih. Layar laptopnya menampilkan gambar para peserta sedang saling berjibaku di ruangan tertutup. Setiap ruangan memiliki kekhasan tersendiri, misalnya ada yang memiliki blender besar, air yang terus mengisi ruangan sampai penuh dan juga ruangan yang dindingnya dipenuhi dengan ragam senjata.
Nolan menggeretakkan gigi. Resolusinya utuh bersama dengan utuhnya kesadaran dirinya,
"Ini harus dihentikan... Thurqk harus dihentikan!"
--END—
Afterword:
ReplyDeleteIni pengalaman pertama gw ngampak cerita sendiri. yeah, Gw jamin pasti kalian ada yang ngerenyitin alis kalo baca ini. plotnya jujur banyak banget yang gw paksain. Bahkan gw dah seenak jidatnya ngelangkahin canon panitia.
Karena itu, bila di antara kalian ada yang kecewa, gw mohon maaf banget. gw dah cerita ke beberapa orang kalo canon Mba itu dah kedistorsi setelah R1. gw lost track terhadap ideal cerita ini. it suppose to be romance. tapi di tengah cerita mendadak pengen macem2 dan akhirnya hancur.
tambah lagi, IC nendang gw ke jurang dan bikin gw ga bisa liat cahaya yang ada di canon ini. Tambah lagi, gw sempet menolak masuk ke karakter Mba (dengan alasan yang gw ga ngerti) sehingga esensi yang ingin gw ceritakan akhirnya juga bias gitu aja.
gw doakan yang terbaik bagi kalian para peserta agar lolos ke ronde selanjutnya, keep up the spirit and keep it burn :D
buat pembaca (setia atau tidak) Mba Irwin, kalau kalian ngerasa ga puas, mungkin kalian bisa bantu gw untuk remake this again. yeah, gw berencana untuk remake dia. karena itulah gw kasi ending dimana Nolan kembali ke R3 (dan tentu aja masih banyak alasan lain).
mungkin hanya itu aja yang bisa gw sampaikan selaku penulis dari Mba Irwin. kalau kalian kecewa, so do i. i want to make it better and perhaps need a shed of light for this :D
salam, [.Re]
Karena ini entri tutup buku, mungkin saya ga perlu komentar banyak. Penulis sendiri udah nyebutin kekecewaannya terhadap tulisan sendiri, dan saya rasa ga perlu nambahin itu. Sekalipun sayang juga entri tutup buku ini ternyata malah dibikin gantung tanpa resolve, dan sempet heran juga karena rasanya entri ini beneran ga ngikutin aturan r5 dan fokus ke vs thurqk, tapi ya sudahlah
ReplyDeleteNilai awal 6
DeleteKarena penulis forfeit di sini, saya bantu memastikan ga lolosnya dengan minus 5
Nilai akhir 1
(Mohon jangan dianggap merendahkan; angka satu itu normatif, bukan penilaian subjektif saya atas cerita ini secara keseluruhan)
Elle : Mommyy noooom~! Kenapa Elle dimakan, nom? T_T
ReplyDeleteNema : Mungkin daging Gnome memang enak?
Lucia : Tambah bir pasti makin enak.
Elle : Nuooooooooom! Nema dan Lucy jahat, nom! T___T
..
Ursula : Jadi mereka berdua ternyata setingkat Overlord.
Ursario : Baunya, bura. Wierdy Rainbowy Hairy itu dari Heavenworld, kurasa.
Baikai : Pertarungan yang seru *ngemut lolipop* sayang dipotong di tengah-tengah.
..
Reeh : Penguakan misteri yang sungguh apik. Setidaknya dari satu sisi pandang. Ah, dan hamba muncul sekilas di sini ... dan langsunglah tiada.
Sal : Ini kisah yang mengharukan. Saatnya memainkan lagu balada.
Leon : Mba. Belum sempet ketemuan. Padahal kayaknya asyik kalau kugodain dikit <3 <3
...
Yvika : Ayo kita berangkat. Masih ada lapak lain yang mesti kita kunjungi (Hhh ... kenapa harus aku yang selalu mengingatkan ini?)
.
ReplyDelete