January 7, 2015

[ROUND 7] LAZUARDI - BATAS

[Round 7] Lazuardi vs Ursario
"Batas"

Written by Po

---

1
Perpisahan


Getaran hebat berulang kali melanda istana belulang Thurqk Iylich. Sepasang kekasih menyaksikan kematian bunuh diri sosok gadis penyulam bayangan. Wanita berseragam militer dijemput oleh kakeknya yang bersayap api dan membawa berbatalion pasukan tempur. Di sisi timur, makhluk-makhluk elemental menjadi barikade bagi lelaki berjubah perak yang berusaha menyerbu Sang Dewa. Peperangan semakin kacau.

Dan seorang gadis bergaun putih tergeletak tanpa nyawa. Wajahnya hancur tercincang. Hantu peliharaan Thurqk telah membunuhnya. Dia adalah Safirem, insan tak tergantikan bagi Lazuardi, yang menemui ajal mengenaskan.

Di tengah riuh ledakan api serta hilangnya kewarasannya sendiri, Lazuardi merasakan tubuhnya dipanggul oleh makhluk yang ia tak ketahui apa rupanya. Sempat sekilas dilihatnya cakar makhluk itu merobek-robek sejumlah pasukan malaikat merah yang mengepung. Sosok besar itu mengeluarkan raungan penuh nafsu membunuh, bahkan para Hvyt menggigil ketakutan dibuatnya.

Tanpa bisa dihalangi, siluet besar membopong Lazu seraya mendobrak sebuah pintu besar di sudut. Pemandangan di sekitar mereka berubah menjadi lorong menyempit dengan sinar terang di ujungnya. Langkah demi langkah makhluk itu menggema di pendengaran Si Matoi, sampai mereka masuk ke dalam pintu cahaya.

---


Pada awalnya, Lazu adalah makhluk humanoid dengan tubuh sekenyal puding. Tidak adanya organ dalam membuatnya sulit dilukai secara fisik.

Namun pada suatu titik di Nanthara, Lazu menyerap energi yang telah lama terpisah darinya, energi yang berasal dari keberadaan bernama Khatea yang sangat berkuasa. Penyatuan energi membungkus Si Matoi dalam metamorfosis sehingga terbentuklah tulang dan otot serupa manusia, menghilangkan elastisitas fisiknya.

Transformasi terjadi pula pada kemampuan Lazu untuk bertahan hidup. Selain dapat mengubah fungsi tubuhnya menjadi parasit kapan saja, Si Matoi kehilangan sejumlah fungsi tubuhnya untuk mendapat kemampuan anugerah Khatea:

Kinetika. Kendali total energi kinetik, yang dalam bahasa planet Aspemina disebut juga dengan Momentis. Kemampuan kosmik itulah yang kini bersemayam dalam tubuh Si Matoi. Dengan potensi sebesar itu, bahkan Thurqk pun tak bisa lagi memandang Lazu dengan sebelah mata.

Hanya saja, bagaimanakah Lazu akan hidup setelah kematian Safirem mengguncang jiwanya? Bagaimanakah mental dan tubuh Lazu akan bertahan, setelah kehilangan satu-satunya figur yang memberi arti untuknya?


---


2
Kristal

Daratan itu menghampar luas dengan padang rumputnya yang seperti darah. Lazu duduk lemah, menatap daratan tersebut, jenis-jenis ekspresi seakan hilang dari wajahnya.

"Bagaimana kondisimu?" sebuah suara bertanya, nyaringnya seperti anak kecil berandalan. Lazu melirik, di sebelahnya ada sebuah boneka beruang coklat, bermantel dan berkacamata hitam.

Boneka beruang itu berbicara padanya.

"Aku melihatmu di koloseum tadi, Buuraaa," lanjut si boneka sambil berdiri dan melihat sekeliling, "Gadis hantu berpita biru...dia sungguh biadab. Bahkan bangsa iblis beruang sekalipun takkan merendahkan diri dengan berlaku licik seperti itu."

Lazu diam saja. Sorot matanya tak memiliki keinginan.

Hanya saja, sesuatu mulai terjadi.

Sebuah kristal raksasa mengarungi udara, kilaunya biru angker menakutkan. Pusat strukturnya mulai berpendar terang, dan ada suara melengking yang menyertai kilau sinar itu. Sesuatu dalam diri Lazu mendadak berdegup ngeri luar biasa.

Seakan keberadaan kristal tersebut, hanya untuk melenyapkan dirinya dari muka bumi.

"Menunduk, Bluey!" tiba-tiba wajah Lazu menerima tendangan kuat yang membuatnya terpental sejauh tiga meter, nyeri yang mendadak membuatnya tersentak. Sesaat kemudian sebuah pilar cahaya biru melesat lurus.

Nyaris saja tubuh Lazu hancur tanpa sisa dilebur pilar cahaya, jika saja ia tak terpental oleh tendangan si boneka. Bebatuan besar yang ada di jalur tembakan itu hancur dalam ledak beruntun, menjadi parit panjang sedalam puluhan meter.

Hantaman kaki dari si boneka barusan membuat pandangannya berpusing, namun juga menyadarkan Si Matoi akan sinyal ancaman yang datang.

"Hei!" Lazu berteriak gusar, "Kau menyuruhku menunduk tapi kenapa sambil sekalian menendangku!? Ucapan dan perbuatanmu tidak sinkron sama sekali!"

Bagian dalam kristal itu kembali bersinar dengan lengking tinggi.

"Merunduk lagi!" Makhluk kecil kembali berseru sambil meloncat untuk menyarangkan pukulan berseri, namun Lazu sudah menyusup lalu justru balas menghantamkan tapaknya kuat-kuat ke sisi kepala sang lawan. Boneka beruang itu tersungkur jauh menggerus permukaan tanah Cachani. Lazu melompat empat langkah ke belakang, maka serangan pilar cahaya biru kembali tak menemui sasaran.

"Apa-apaan kau! Tadi itu aku berniat menyelamatkanmu, Bluey!" si boneka berteriak kesal pada Lazu, sambil berdiri meski masih ditimpa nyeri di kepalanya.

"Kau seenaknya saja menendangku tapi sok berniat menyelamatkan,  jadi sesukaku mau membalasmu seperti apa!" jawab Lazu sengit membuat kemarahan si boneka semakin meletup. Mereka saling menatap tajam, seolah ada percikan api antara sorot mata kedua makhluk itu.

Namun itu hanya sesaat saja, karena bayangan dari sesuatu yang sangat besar, menutup sebagian besar dataran yang mereka tempati. Mereka pun tersadar.

"Kristal raksasa itu..."

"Sudah ada di atas kepala...!!"

Titik cahaya kembali muncul di pusat kristal. Kali ini tidak hanya satu. Sepuluh. Dengingan dari struktur bercahaya itu bersahutan, lebih dahsyat dari sebelumnya. Langit di atas sana baru lagi merah sayup seolah fajar baru menyapa, namun hawa mencekam dari sang kristal sampai membuat seisi tubuh seakan membeku.

"Kabuuuur!!" teriak Lazu dan Ursa kompak.


---


3
Ursa Demon

Dialah Ursario. Meski wujudnya hanya sebatas boneka beruang, namun reputasinya begitu tersohor di Nanthara. Bahkan Ravelt Tardigarde dan Kolator Widinghi pun pernah tumbang dalam pertarungan.

Tapi berbeda dengan Demonlord Ursario, penguasa Ursa Regalheim di Netherworld Neda. Jangan tertipu oleh wujudnya yang hanya berupa boneka beruang akibat kutukan tidak jelas, karena di Nanthara, satu kali pun makhluk satu ini tak pernah terkalahkan.

Pertarungannya yang terakhir adalah melawan Nurin, seorang wanita dengan kekuatan demonik asing nan jauh dari seberang dimensi. Melewati hitungan jam, mengerahkan seluruh energi jiwa para petarung yang diserapnya, Ursa berhasil membunuh Nurin sehingga sang iblis asing kehilangan medium untuk mewujud di alam Nanthara.

Namun setelahnya, Thurqk merampas semua jiwa petarung dari dalam tubuh Ursa. Melalui kemampuan manipulasi ruang absolut, sang dewa dengan sepele merenggut semua spirit itu dalam genggaman tangannya.

Bukan hanya itu. Di depan mata Ursa, Thurqk memanggang habis semua jiwa tersebut tanpa ampun.

Bagi sesosok demon seperti Ursario, tiadanya asupan energi jiwa sama saja dengan manusia yang kehilangan oksigen dan semua zat gizi sekaligus. Tapi bukan hanya itu. Para jiwa petarung itu, telah berjuang bersamanya, telah menjadi rekan satu tujuannya.

Kini, mendadak dia harus kehilangan semua teman yang baru dia dapat.

Maka Ursa jatuh pingsan seketika. Untunglah harapan hidup Ursa tak hilang sama sekali, karena jiwa Ursa tak ikut terambil.

Lagipula, ada satu lagi jiwa petarung milik Ursa yang sedang bergerilya di luar sana sehingga lolos dari Thurqk.

Tak ada yang memperhatikan. Bahkan Thurqk Iylich. Tak ada yang memperhatikan bahwa jasad Nurin tak ada lagi di arena.

---

Dua makhluk tidak jelas berlari sekuatnya menempuh padang rumput Cachani Vadhi. Di belakang mereka, sebuah kristal melayang seukuran gedung terus melaju di udara sambil menembakkan puluhan pilar cahaya, menghancurkan kontur daratan dalam ledak menyilaukan.

Si boneka yang gusar lalu memasang kuda-kuda singkat dan meloncat berbalik, rentetan tendangannya menghantam badan kristal raksasa berkali-kali. Seakan belum cukup, makhluk kecil tersebut berputar di tengah lompatan untuk mengeluarkan teknik pertarungan tak terduga.

"Mossak Nahawand: Gulanggulingg!!"

Tinju itu mengeluarkan topan besar yang mengikis permukaan kristal raksasa. Sedetik kemudian si boneka mengumpulkan semua angin topan dalam kepalan tangannya,

"Gulanggulinggakkaruan!!"

...Kemudian melancarkan tinju yang meledakkan seluruh tekanan udara hingga pecah di dalam badan kristal raksasa, membentuk aura kepala beruang hitam mencakup puluhan meter. Debu beterbangan ke mana-mana akibat teknik tarung mematikan tersebut.

Lazu melongo melihatnya. Bukan hanya boneka itu berhasil melubangi kristal dahsyat itu dengan jurusnya, tapi juga karena nama jurus itu sungguh memusingkan.

Namun ketika lapisan debu turun perlahan, tampaklah bahwa kristal itu masih juga bergerak maju. Lubang besar di bagian sisinya justru menambah kesan angker, dan titik cahaya muncullah disertai denging. Dalam tempo setarikan napas, sinar pemusnah memancar begitu destruktif melelehkan lapisan tanah di bawah jalurnya untuk mentarget tubuh Lazuardi!

Untunglah sepersekian detik sebelum itu, Lazu telah membaca arah serangan dan lekas menjejak kuat-kuat dalam hindaran berputar. Namun sinar besar bergerak menyapu mengikuti arah manuver Si Matoi seraya membelah dataran yang dilaluinya tanpa ampun. Si boneka kian panik dan kesal, "Buraaah! Bluey, bantu aku menghajar kristal bongsor ini!"

"Untuk apa membantumu? Urus saja urusanmu sendiri!" Lazu terus berlari dan menghindar susah payah dari larikan sinar kristal menggunakan kecepatannya. Tapi kemudian wajah Si Matoi memucat saat melirik ke belakang seraya membandingkan tekanan udara di sejumlah titik.

"Penyebaran sudut pilar cahaya itu hanya menjadikan aku sebagai targetnya! Kristal itu tak peduli pada si boneka!" Lazu kontan berbelok tajam ke arah formasi bebatuan merah, pipinya sejengkal saja dari sinar menyala yang memotong sebuah bukit setinggi ratusan meter seperti mentega dan meledak terang di kejauhan.

"Soalnya kau yang diincar dari tadi, Bocah Belagu!" teriak si boneka belasan depa di timur sambil mengokang senapannya dengan napas memburu dan hawa gelap yang panas menguar dari tubuhnya.

"BurrRRWoooOAA!! Ursus Blaster!!"

Pelatuk senapan dipicu dengan penuh tenaga. Lazu kaget ketika bukanlah peluru yang melesat dari moncong senapan itu namun seberkas energi sihir hitam yang menyebar ke empat arah dengan deru mematikan. Lazu dan si boneka terhempas ketika ledakan besar terjadi pada badan kristal hingga mengepulkan asap bergulung.

Sebagian kristal itu pecah berlubang, gerakannya pun terhenti di udara. Lazu menengok pada makhluk kecil yang sedang berkacak pinggang sambil menjinjing senapannya penuh gaya. Sungguh tak disangka sebuah boneka hidup dapat memiliki kekuatan begitu hebat.

"Itulah akibatnya bila menentang Demonlord Ursario, Burrrahahahha!" si boneka berteriak, mengumumkan namanya sendiri dengan bangga. Lalu sebuah bayangan raksasa bergerak di balik asap ledakan...

Kristal raksasa itu muncul. Tanpa satu pun goresan atau noda.

"APA?!" Ursario melotot makin kaget, "Kenapa malah jadi tak ada yang rusak sama sekali? Ke mana hasil seranganku dari tadi!?"

"Pengembalian bertahap secara adaptif atas stimulus berupa kerusakan struktural? Itu adalah kemampuan regenerasi biologis! Berarti premis menunjukkan..." Lazu kelimpungan menganalisis sambil terus berlari mengelak dari tembakan beruntun keberadaan melayang tersebut, "Kristal raksasa itu...adalah makhluk hidup!"

Langit berangsur merah terik seperti lampion tiongkok disinari lentera. Cachani Vadhi sudah tiba pada tengah hari, namun guncangan demi guncangan masih melanda di sekeliling Ursario dan Lazuardi. Kedua makhluk terus memompa tenaga demonik serta parasit untuk melarikan diri.

Di sekitar mereka, perbukitan batu terbelah dan runtuh satu demi satu dalam ledakan terang bersambutan, menjadi pengiring terciptanya kawah-kawah besar di area selatan Cachani Vadhi. Sungguh melunturkan nyali.

Sepenuhnya berjuang untuk meloloskan diri, mereka tak sadar bahwa arah layang kristal dahsyat itu telah menggiring mereka ke satu arah spesifik. Ke arah langit yang keemasan. Ini semua baru dimulai.

---


4
Demonlordess

Wanita itu berlari dengan mantel bulu hitam berayun, langkah sepatu stiletto miliknya bergema di lantai dan dinding koridor sayap timur istana Devasche Vadhi. Meski tengah menggendong mayat sesosok makhluk keperakan, napasnya sama sekali tak tersengal.

Setelah memastikan tak ada Hvyt yang mengawasi, diturunkannya mayat berwujud ganjil itu. Saat sang wanita berkomat-kamit singkat, tubuhnya menyusut serta memendek ekstrim. Kulitnya berubah menjadi bulu buatan, mulutnya menjadi moncong bulat jenaka, sementara mantelnya ikut mengecil sesuai tinggi posturnya. Ya, dia bertransformasi menjadi sebuah boneka beruang betina.

"Demonlordess Ursula..." sebuah gumaman dari sudut koridor membuat boneka beruang wanita itu menoleh. Sesosok pria berkacamata rusak berdiri dengan tubuh penuh luka, "Apa kau serius mau menjalankan rencana itu?"

"Menurutmu sendiri bagaimana, Nolan Fambrough?" Ursula bertanya balik, "Mayat Nurin adalah wadah dari iblis langit Nyarlathotep. Aku harus kembali ke wujud asliku - ironis sekali, gara-gara Ursario, sekarang wujud asliku malah boneka bantet begini - untuk mengerahkan sihir Segel Epitet."

Nolan menghela napas, "Kau hendak membuka portal sihir dalam tubuh Nurin, dengan energi Nyarlathotep sebagai jalur penuntun. Apakah itu tak terlalu beresiko? Bukannya aku meremehkanmu, karena kau sendiri adalah demon kelas tinggi, aku tahu. Tapi...bukankah kau akan berurusan dengan-"

"Aku tahu dengan siapa aku berurusan," Si boneka memotong tegas, "Sekarang diamlah sebelum kepalamu kupecahkan."

Nolan terdiam, bukan hanya takut namun juga menangkap kegugupan pada suara Ursula sendiri. Boneka itu menempelkan tangan kecilnya pada dahi Nurin, Sang Ratu Lalat, yang tergeletak tanpa nyawa.

Ursula berkonsentrasi penuh. Diagram sihir berpola cakar beruang merambat dari ujung tapaknya hingga menyebar di seluruh wajah Nurin. Bulu-bulu si boneka meremang berdiri. Sensasi melayang pada kepala dan ulu hati, diikuti sentakan hebat sekonyong-konyong! Ekspresi betina itu mendadak kosong. Seolah tak ada lagi jiwa yang menempati tubuh beruang artifisial itu.

Tinggal Nolan yang gemetaran di koridor itu. Tubuhnya menggigil hebat menyadari apa yang baru saja dimulai oleh sang boneka.

"Apakah sekarang...jiwamu sudah tiba di pintu kerajaan Tetua Semesta? Kembalilah dengan selamat, Demonlordess Ursula..."

---

5
Seringai, Pita

Wilayah bernama Cachani, dikatakan dalam sebuah kitab kuno, konon hanya terdiri dari merah dan merah. Lazuardi menatap langit berwarna emas. Seolah belasan matahari tengah bercokol.

"Buuurh...burrh...buuurrrr..."

Si boneka berlutut dengan tubuh lemas. Di sampingnya, Lazu sedang merebahkan diri telentang, seperti ada yang baru mengaduk-aduk isi perutnya, napasnya sangat sesak hingga ia merasa ingin muntah. Sejak struktur tubuhnya menjadi mirip mamalia yang berotot dan bertulang, Lazu terpaksa menerima kondisi seperti ini. Tubuhnya sekilas makin tangguh, namun munculnya berbagai organ vital humanoid justru melemahkan pertahanannya.

Meskipun...

"Bluey! Menurutmu, ini apa?" suara si boneka membuatnya terkejut. Lazu mencoba duduk dan menoleh pelan pada arah yang dimaksud si boneka. Di hadapan mereka menjulang sebuah dinding raksasa merah. Puncaknya tersamarkan karena warnanya yang mirip langit.

Bahkan dinding raksasa itu membentang luas, membentuk tebing yang mengapit kanan dan kiri mereka. Sehingga tak menyisakan jalan untuk lari.

Adalah Si Matoi yang sadar untuk pertama kali, "Sebelum kristal itu muncul lagi...kita harus memanjat dinding vertikal ini..."

"Memanjat?"

"Kristal tadi beregenerasi dengan ritme sangat cepat hingga hampir tak mungkin dimusnahkan sementara seluruh jalan di depan-kiri-kanan terblokade oleh dinding ini. Menurutmu...jalan yang tersisa ke arah mana?"

Si boneka menatap ke arah puncak dinding yang jauh lalu menggumam pelan, "Burr...benar juga katamu. Tap-tapi itu bukan berarti kau lebih cerdas dariku ya! Aku hanya memberimu kesempatan mencari solusi!"

Lazu diam saja mendengar kecerewetan itu. Tapi saat itulah sesuatu memutuskan untuk menyapa Cachani Vadhi dan semua makhluk di dalamnya.

"Aaaakhhh!!"

"Burrraaaa!"

Ursa dan Lazu langsung rubuh ke lantai. Seketika itu juga sebuah sensasi bergetar meledak dalam kepala mereka berdua, jauh lebih menyakitkan dibanding tusukan belati. Entah sejak kapan ada seseorang - sesuatu - yang berdiri tepat di antara keduanya. Seolah sesuatu itu bergaun hitam panjang meluas ke sudut-sudut dataran Cachani, namun fakta berbicara bahwa semua itu adalah bagian dari tubuhnya.

Dan wajah itu, yang sehitam jelaga. Wajah tanpa mata, hidung, atau telinga. Hanya ada mulut yang menyeringai liar, dan berucap dengan sejuta suara sekaligus.

Ursaaa~rioo. Kau kelewat batas.

Ursa, demonlord dalam tubuh boneka beruang, sangat mengenali siapa yang hadir.

"Nyarlathotep!!"

---

"Di mana Ursula?!" Ursa berujar geram, "Apa yang telah kau lakukan padanya!?"

Ah. Tentang ituu~

Nyarlathotep melambat-lambatkan intonasi bicaranya sehingga Ursa semakin gelap mata. Segera boneka itu membaca mantra hingga terbentuk angin puyuh di sekitar dirinya. Namun bagaimanapun juga...

Mulut sosok hitam itu mulai berbicara dalam bahasa yang sudah ada sejak entah berapa juta tahun berselang. Mantra si boneka buyar ketika mendadak benaknya tak mampu mencerna arti kata-katanya sendiri.

Kau kelewat batas. Kau yang mencoba berbuat tidak sopan padaku lewat betina itu, Bo~nekaa~~aaa.

Nyarl menyudahi bahasa kunonya dan Ursa serta Lazu perlahan dapat berpikir jernih kembali,

Bila kau ingin tahu nasib Ursula, mari kita lihat apa kau bisa keluar dari tempat ini. Dan untukmu, Lazuardi...

Si Matoi berdegup, kulit lehernya mulai gemetaran oleh sensasi dingin yang meruap. Makhluk mengerikan ini mengenalnya?

Cepat sekali kewarasanmu kembali.

Aenyum sinis itu terus melebar ketika tubuh hitamnya mulai mengecil , berubah pucat seperti kulit mayat manusia, rambut hitam seperti jamur.

"Kau!"

...Dengan pita biru yang bernoda merah. Dengan sebilah gunting yang terendam darah.

"Abigail!!"

---

Abigail Dola Grey tak sepenuhnya bertanggung jawab atas kematian Safirem, Puteri Kejora.

Nurin terbunuh oleh Ursario sebelum pertarungan antara Sal dan Lazu dimulai. Kehilangan wadah berupa jasad fisik, Nyarlathotep dengan mudah merasuki tubuh Abby yang memiliki hasrat gelap dalam hatinya.

Maka terbunuhlah Safirem.


---


"Siapa kau? Kenapa kau ada dalam kepalaku? Uu--ukggghh!! Bu-buncahan magis ini--mataku!! Aaaaaa!!"

Ananda Abigaii~l. Tenanglah. Aku ada dalam bola matamu.

"Apa yang kau--"

"Kau, akan melihat segalanya dengan cara yang berbeda. Karena semua memiliki alirannya sendiri. Tubuh, jiwa, dunia...apa pun."

Sebuah simbol arkhaik berdetak dalam mata Abby, menandakan inti eksistensi dan kekuatan dari iblis bernama Nyarlathotep.

Selama ini kau hanya menghibur Thurqk. Apa yang dapat kau lakukan kini, hmm? Senangkanlah dirimu sendiri, Abigail Dola Grey.

---


Dengan Nyarlathotep bersarang dalam bola matanya, Abby mengunjungi Lazu dan Safirem sebelum pertarungan melawan Salvatore Jackson. Puteri Kejora berusaha memberi kesan superior terhadap dirinya. Itu wajar, karena gadis cantik itu merupakan sirkuit pengetahuan multisemesta.

Seharusnya itu wajar. Tapi mata Abby menangkap sesuatu yang lain.

"Apa yang kulihat ini...? Energi...? Aku dapat melihat bukan hanya tubuh fisik, namun juga gugus energi?"

Tubuh Safirem, pada persepsi visualnya, berganti rupa menjadi aliran biru seperti ombak berayun halus.

"Dan energi yang dimilikinya...rapuh? Mustahil...daya hidupnya tidak berbeda dengan manusia...? Kenapa ini...kenapa aku bisa--"

Oh-hoo~~. Ada yang sedang berlagak kuat, rupanya," ujar Nyarl dalam mata gadis berpita biru, "Bukankah si cantik bersahaja itu adalah Safirem, Sang Perpustakaan Takdir? Tapi kenapa esensi kekuatannya malah berpindah ke humanoid kepala bulat di sebelahnya ini? Menarik sekali.

Mendengarnya, Abby memalingkan perhatian ke Lazu dan melihat bahwa skala energi dalam tubuh Si Matoi bergemuruh begitu menggila.

"A-apa...! Kekuatan yang terkubur dalam dirinya...memiliki potensi untuk mencapai tingkatan seperti Thurqk!? Ini..."

Setelah terpaku atas apa yang disaksikannya, Abby pun menyusun siasat balasan. Dia berpura-pura mengikuti skenario Lazu dan Safirem. Seiring interaksi keduanya, Abby sadar bahwa Puteri Kejora telah sepenuhnya berpihak pada Si Matoi.

Abby tak suka ini. Sama sekali tak suka. Selama ini Thurqk telah menampung mereka. Namun tak pernah Safirem tersenyum seperti itu, dengan energi sejuk murni mengalir seperti memeluk tubuh Si Matoi, bahkan tanpa perlu tubuh mereka bersentuhan.

Abby pun tahu pasti. Bahwa ini adalah pengkhianatan.

Maka ketika Nyarlathotep berbisik padanya,

Ikuti saja apa maunya. Enyahkan pengkhianat ini di akhir permainan. Tidakkah itu ide bagus yang terlintas dalam pikiranmu?

Abby mendengarkan. Menyetujui. Bahkan seperti terhipnotis.

Yang berujung pada kejadian itu. Di akhir pertarungan Lazu melawan Salvatore, bahkan Thurqk sendiri ikut mengisyaratkan, Abby membunuh Safirem tanpa peduli lagi.

Semua demi Sang Dewa.

Bukan.

Begitu sambut Nyarlathotep dengan tawa yang hanya bisa didengar oleh Abby,

Kau melakukan ini, untuk dirimu sendiri. Agar hatimu sendirilah yang puas.

...Mungkin itu benar. Abby tersenyum tipis.


---


6
Tarung Tebing


"Menyenangkan sekali. Si Seribu Wajah bersarang dalam mataku. Bahkan ketika aku membiarkannya mengambil alih tubuhku, aku bisa menyaksikan pertarungan kalian secara langsung," ujar sosok itu yang yang sudah menampakkan menjadi Abby yang terkagum-kagum, "Nyarlathotep ternyata mampu menyusup dalam celah antar ruang, memiliki kekuatan aksara...benar-benar mempesona."

"Buraaah! Kenapa kau muncul menggantikan demon itu, Ghosty Girly!?" tanya Ursa bingung, namun Lazu menebak dengan jitu, "Kau dan demon hitam itu...mampu bertukar wujud kapan pun kalian mau. Demon itulah...yang menghasutmu untuk membunuh Safirem."

"Betul betul betul~" sahut Abby dengan nada kekanakan yang dibuat-buat, "Tapi aku memang sudah berniat begitu dari awal, kok, Lazuuu. Seribu Wajah hanya mendukung saja."

"Kau--" Si Matoi hendak mengucapkan sesuatu, tapi bunyi melengking di kejauhan menyentakkan mereka dalam kepanikan hebat diiringi gemuruh udara yang bergolak familiar. Begitu Lazu dan Ursa menoleh, Abby-Nyarl sudah tak tampak.

"Dia hilang!?"

"Itu teleportasi demonik tingkat tinggi! Energi jiwanya terasa!" sahut Ursa, "Dia ada di puncak tebing raksasa ini!"

"Aku akan membunuhnya. Abigail atau pun Nyarlathotep." mendadak Lazu berdesis dengan tatapan berapi-api yang membuat Ursa terkejut tak menyangka, "Kau tak usah ikut campur, Demonlord Ursario."

Tapi si boneka punya tujuan lain. Dia menyahut tak kalah sengit, "Justru Nyarlathotep adalah urusanku, Lazuardi. Kau tak bisa menentukan seenaknya!"

Ketika itulah tembakan pilar cahaya dari kristal maut menghujani mereka dari belakang, menyapu semuanya dalam kehancuran.

Kelelahan mereka menguap tergantikan oleh ego dan insting bertahan hidup. Kedua tubuh itu melejit bersamaan. Seakan bersepakat, konflik pendirian mereka mewujud sebagai perlombaan untuk lebih dulu mencapai puncak tembok raksasa.

Lazu melompat tinggi di permukaan vertikal, menambah kecepatan pada sumbu ototnya. Dalam waktu singkat dia mendeteksi sejumlah undakan dan celah pada lempeng tebing yang tepat untuk berpijak dan terus melompat, mendaki dengan seimbang hingga puluhan meter pun ia lalui dalam hitungan detik.

Namun dalam waktu bersamaan dengan lompatan Si Matoi, si beruang mainan pun dengan gesit melempar senapannya, menjejak pada senapan itu yang masih juga berputar cepat dan tinggi di udara.

Terbeliaklah Lazu ketika senapan tersebut terbang menanjak tak ubahnya pesawat jet dengan boneka itu sebagai pilot. Si Matoi masih berjumpalitan tangkas mendaki permukaan dinding, namun si boneka menunggangi senapannya dan terbang tak ubahnya menaiki elevator melaju dengan mulus tanpa hambatan sama sekali! Dalam empat hitungan saja, si boneka sudah menyusul Lazu bahkan meninggalkannya belasan tombak menuju awan.

"Senapan itu berlevitasi dengan percepatan konstan atas komandonya!" Lazu terperangah namun masih berusaha untuk menyusul. Dalam satu helaan napas sekuat tenaga, Si Matoi melontarkan dirinya dengan jarak tipis dari permukaan vertikal dinding.

Dengan lawan setangguh itu, ia tak bisa setengah hati lagi. Si Matoi memusatkan pengerahan energi sirkuit superdimensi. Itulah teknik kendali kinetika yang didapatnya dari Gerbang Khatea.

"Momentis!!"

Tak terjadi apa pun. Tak ada aura bercincin cahaya biru yang melingkupi dirinya. Lompatannya tak disertai kecepatan berlipat-ganda, malah gerakannya melambat dibetot oleh gravitasi.

Lazu pucat pasi. Ada apa ini? Konsentrasinya buyar. Kakinya sontak menapak celah yang terlalu curam. Kesalahan perhitungan.

"Aaaahh!!"

Lazu jatuh. Wajahnya terseret bebatuan tajam ketika tubuhnya menukik menuju tanah hingga kulit dan otot wajahnya yang biru terkoyak hebat.

Kenapa...kekuatan Kinetik milikku tak bangkit...

Namun Lazu teringat siapa dirinya sebenarnya. Apa pun penyebab anomali ini, mungkin ini adalah pengingat baginya.

"Enshaka!"

Bahwa ia adalah parasit invasif. Itulah dirinya.

Tubuh Lazu meleleh ke dalam permukaan keras seperti lilin biru dipanaskan, menjadi bentukan pola berurat merambat, menyebar, menjadi ombak pasang berkilat kebiruan menanjak ganas!

Ursario menoleh ke bawah dan melotot kaget,"Tumpahan biru apa itu yang mengejarku ke atas puncak tebing...apa! Energi jiwa itu milik Bluey!"

Angin menerpa deras dari arah timur ketika pendakian semakin tinggi, menggetarkan membran sel-sel Lazu yang berkontraksi menjalar, memusatkan laju untuk terus ke atas sambil menggerogoti struktur dinding yang pahit namun mengenyangkan. Molekul raba dan visualnya menangkap siluet beruang. Delapan meter lagi!

Tujuh!

Enam!

"Enak saja! Mossak Bayati Shuri: Tol Kopo Sayati!!" si boneka beruang yang tersusul, mengayunkan tangan bertubi-tubi ke arah bawah sekuat tenaga. Sekian lama berpartner dengan jiwa-jiwa petarung, Ursa telah mampu mempelajari teknik tempur rekan-rekannya. Pengendalian angin Reeh disatukannya dengan jurus bela diri Manggale. Muncullah elemen angin setajam ratusan pisau berkejaran menuju Lazu, secepat dan sederas curah hujan!

Terlanjur memiliki tubuh menjalar yang terus membesar saat memakan dinding raksasa, Lazu tak bisa menghindar sempurna ketika organ-organ parasitnya tercacah di ratusan area. Tubuh ganjil itu menggigil kesakitan, terhenti sesaat namun sebagian komponen teratas masih bisa terus merambat dipaksakan.

Lama-kelamaan, asupan mineral dalam dinding raksasa  menjadi zat gizi yang sedikit meringankan sakit. Sel parasit melesat semakin cepat sepanjang permukaan menanjak. Bahkan mulai ada urat-urat yang menggelepar, komando Lazu menjadikan tubuhnya sebagai jalinan tentakel urat bercabang. mendesis liar.

Sang demonlord merasakan bahaya meningkat dan menambah fokus telekinesis. Senapannya membelah udara semakin cepat membawa tubuh mungilnya di antara puluhan tentakel parasit yang melata berebutan hendak memagut. Sesekali boneka demon itu berjumpalitan serta menembakkan rentet peluru yang melubangi tubuh-tubuh parasit dengan telak.

Mata Ursa semakin perih oleh angin yang menderu, namun dengan kemampuan bela diri Mossak, dia bersalto meninggalkan senapannya sembil melancarkan rangkaian tendangan berputar di udara.

"Mossak Hijaz: Galau Jikan!"

Belasan tentakel biru yang mengejar, terhantam telak oleh imaji tendangan yang berbayang ganda saking cepatnya. Komponen parasit Lazu tersebut robek pecah dalam hempasan udara!

"Burahahaaa!" Ursa mendarat di atas senapan terbang, lalu meliuk-liuk menghindar seperti menaiki papan selancar di tengah tentakel parasit. Lazu nyaris pingsan akibat luka-luka yang semakin berat. Namun ia paksa mengunyah, menginfeksi sebuah area dinding menjadi lapisan dagingnya. Dibentuknya organ baru itu menjadi mulut cacing pita besar mencaplok pecah senapan Ursario.

"Buraaaahh! Bluey sialan!" Baru satu makian Ursa lontarkan, empat juluran berdaging telah membelit tungkainya, lehernya. Lazu membanting-banting Ursa pada dinding vertikal hingga meretak pecah, hingga terdengarlah teriakan boneka itu.

Seakan belum cukup, Ursa menggerung kesakitan lalu mendelik ketika setiap tentakel Lazu memunculkan ratusan mulut spiral cacing bertaring memasuki dan melahap bagian dalam tubuhnya dengan sakit tak terbayangkan...

Dalam situasi hidup dan mati, Ursa pun mengamuk. Cara bertarungnya bertolak ke tingkat yang liar, jauh berbeda.

"BuraaAOGGHH!!"

---

Tubuh Ursario menghitam, membesar, bertambah kekar secara gila-gilaan hingga menjadi setinggi tak kurang dari dua meter. Dengan brutal dia menancapkan paksa cakar besarnya ke permukaan dinding. Tubuhnya dia hentikan paksa dari kejatuhan.

Lazu tak menduga, Ursa Hitam memiliki kekuatan fisik yang sangat ganas. Dengan tenaga luar biasa, makhluk tersebut berontak dari belitan tentakel parasit.

Segera setelahnya, sosok besar hitam tersebut mulai melontar-lontarkan dirinya sendiri ke atas menggunakan cakar besarnya sebagai pasak. Sejumlah tentakel parasit Matoi, dipentalkan begitu saja oleh sapuan cakarnya hingga tercerai-berai.

"Kau tak boleh lolos!" Lazu berseru putus asa, namun sebuah tornado dahsyat muncul di mengelilingi beruang hitam, membentuk perlindungan yang mantap sekaligus berfungsi sebagai roket pendorong. Dalam dua lompatan saja, Ursa telah melewati setengah mil permukaan dinding raksasa.

Lazu yang masih berupa tumpahan bergumpal itu terkejut bukan kepalang menyaksikan kehebatan Ursa yang sulit diterka. Sosok ganas tersebut terus melaju diiringi barikade gulungan topan. Apa yang bisa dilakukannya dengan selisih jarak yang sejauh itu?

Apa saja yang telah ia lakukan selama ini, kalau bukan untuk Safirem? Penghormatan apa yang sudah Lazu berikan untuknya, Puteri Kejora?

"Kau takkan menjangkauku, Bluey! Akulah yang berhak atas jiwa demon sial itu! BuraaAGHAHAHA!" Ursa berkata dengan suaranya yang berubah serak mengikuti perubahan morfologinya. Dia pun berbalik dan melesat semakin cepat, pandangannya ke arah awan yang kian mendekat.

"Tidak..."

Si Matoi berusaha mengejar dengan memperluas tubuh secepat yang ia bisa...

"Tidak boleh..."

Namun tak sampai tiga hitungan, si boneka sudah menghilang dari pandangan.

Demonlord Ursario telah menapak di puncak.

Lazu kembali memadatkan strukturnya menjadi humanoid. Urat dan otot yang berserakan bersatu dengan lelehan biru, memusat di satu titik, menjelma tubuh Lazu yang biasanya.

Makhluk biru itu hanya menghela napas sambil berpegangan agar tak jatuh dari ketinggian luar biasa. Kakinya menggantung bebas di udara.

Terik. Kelelahan sepanjang pertarungan menggebu-gebu tadi, mulai menyergap. Tiap jengkal serat ototnya seperti akan tanggal.

Tapi Si Matoi tak peduli. Matanya kuyu dan kering.

Langit menaungi Cachani Vadhi, merah berkilau tanpa terhalang. Terang itu menyakiti mata, mencemooh. Seperti waktu yang terus berjalan, meninggalkan Lazu dalam langkah di tempat yang sama. Sia-sia.


---


7
Khatea

Tubuh itu berdiri mengejang, nyala biru membutakan berpendar di seluruh tubuhnya bagaikan ukiran alfabetis terkutuk. Ia melolong, digilakan oleh rasa benci.

Tak ada artinya.

Dikuasai oleh kelaparan akan nyawa Abigail Grey, demi membalaskan dendam Safirem, seluruh aktivitas berpikir Lazu hilang terbenam. Si Matoi menggunakan seluruh unit energinya untuk menghisap keseluruhan dinding raksasa. Bumi Nanthara hanya dapat membisu saat Si Matoi bertransformasi menjadi makhluk perkasa setinggi atmosfir.

Ursario dan Abigail Grey terperangah ketika menyadari, bahwa mereka tengah berdiri di atas kepala Si Matoi. Dalam sekejap Lazu menciptakan sebuah mulut menganga pada permukaan puncak kepalanya, melebihi kawah gunung berapi.

Siapa pun.

Ia menghisap Abby ke dalam perutnya yang berisi monster-monster parasit berwujud paramecium raksasa. Ketika merasakan nasib buruk akan menimpa si gadis berpita biru, Nyarlathotep segera menyusup pergi, kembali ke alam asalnya. Sementara Ursa pergi sekuatnya ke ujung daratan, sejauh yang dia bisa.

Abigail Grey mengalami siksaan tak terbayangkan dalam tubuh Lazu. Otak gadis itu ditumbuhi kanker-kanker daging yang hidup, bermulut dan tertawa memekik saat mulai memakan interior kepala dan sumsum tulangnya. Sel-sel Lazu membentuk koloni ulat daging sepucat mayat yang mengoyak masuk lewat pusar lalu berkembang biak dalam paru-paru, jantung dan rongga rahim gadis kecil malang tersebut. Seluruh organ tubuh Abby meletus mengenaskan seiring nyawanya yang putus.

Tak ada artinya.

Seharusnya itu membawa kepuasan. Tapi Lazu malah makin dikuasai nafsu membunuh yang merajalela.

Apa pun.

Mencapai titik puncak kegilaan, tanpa sempat diantisipasi, ia melancarkan penciptaan zona parasit di seluruh Nanthara. Bahkan seluruh tubuh mau pun kristal jiwa semua petarung, semua terhisap ke dalam dirinya.

Memperoleh pengetahuan serta energi luar biasa dari semua kristal jiwa tersebut, Lazu membangkitkan kekuatan parasit katastrofik yang bahkan memangsa habis Thurqk Iylich dan seluruh Nanthara sendiri.

Seharusnya penyelesaian itu membawa tenang. Namun kini, takkan pernah lagi. Lazu kelaparan terhadap sesuatu yang tak ia ketahui sebelumnya, yaitu lapar terhadap saripati alam semesta.

Milenium berselang, roda waktu bergulir.

Mekanisme apa pun dalam sebuah keberadaan, memiliki rumusnya sendiri. Gravitasi. Kecepatan. Kalor. Geometri. Seluruh rumus bekerja dalam kesinambungan tanpa cela untuk menjaga tatar realita yang terkandung pada sebuah jagat.

Namun Si Matoi telah menyerap seratus delapan juta semesta majemuk dalam berbagai tingkat dimensi. Seluruh pengetahuan dan kekuatan dari masing-masing jagat tersebut, Lazu menggabungkan semuanya menjadi rumus tunggal. Rumus tunggal yang merupakan dirinya.

Akibatnya, Lazuardi menjadi sebuah keberadaan yang sedemikian kekal. Bukan hanya ruang dan waktu tak lagi mampu mengikatnya, tapi bahkan ruang dan waktu itu sendirilah yang akan tunduk dan pecah ketika menerima kehadiran konsep eksistensinya.

Sejak awal,

Lazu adalah...

Khatea.

Dan ia...

Ia tidak bahagia.

Ia mampu menciptakan apa pun mulai dari objek yang lebih sepele dari atom atau makhluk yang melebihi semesta. Bahkan ia mampu merekonstruksi takdir artifisial. Termasuk takdir di mana Safirem tak pernah mati dan hidup bahagia bersamanya, selamanya.

Namun ia tahu, bahwa sehidup apa pun Safirem dalam persepsi, itu hanyalah kreasinya sendiri.

Lazu menggenggam kontrol penuh atas apa pun yang ia kehendaki. Maka kehampaan dalam dirinya tak kunjung tersembuhkan.

Itu bukanlah Puteri Kejora yang ia rindukan.

Ini, bukanlah dirinya, yang ia sendiri inginkan.

Tangisan Lazu memusnahkan tujuh dimensi.


---


8
Kitab

Setitik embun bercahaya. Di antara semua pengetahuan yang ia peroleh, ada satu yang tak mampu dipahaminya secara utuh.

Pengetahuan tentang sebuah kitab.

Kitab ini,

Lazu melafalkan. Huruf demi huruf dari persambungan aksara berlengkung indah.

Tidak ada keraguan padanya.

Sesuatu dalam dirinya terasa mendentum-dentum. Jiwanya seolah akan pecah terburai.

Seharusnya tiada satu pun lagi konsep yang dapat menggetarkannya.

Petunjuk,

Tapi, yang ia baca ini...

Kenapa setiap cabang fisika kuantum, biologi molekuler, hipermatematika, setiap konstanta multiversal yang ia pahami...semuanya seakan hanya bertujuan membenarkan isi kitab ini?

Kenapa kitab ini seolah menebak isi hatinya sekian langkah ke depan?

Bagi yang tunduk dalam penghambaan.

Hamba?

Para dewa pun merupakan partikel mikroskopis bagi Lazuardi sekarang ini.

Apakah, ia harus kembali memposisikan diri sebagai hamba? Apakah hanya dengan itu ia akan mendapatkan sebuah bahagia yang sungguh?

Hamba dari Siapa?

Lazuardi Khatea, menelusuri. Mencoba memahami.

---

Setelah entah berapa lama bilangan waktu yang terlewati, Si Matoi menetapkan. Ia keluar dari spiral masa lalu dan masa depan.

Ia muncul dalam mimpi seseorang ilmuwan handal bernama Hiltur Iylich jauh di masa silam, memberi ilham atas sebuah harta kosmik bernama Relithos Aurum.

Dengan itu pula ia memberikan sifat parasitik pada sebentuk janin dari sepasang organisme bernama Toiren dan Mathula. Sehingga bukan janin tersebut yang mampu menyerap keberadaannya untuk dapat terlahir, namun itu adalah karena ia mengizinkan.

Agar ia dapat memberikan pada sang janin, kuasa akan energi kinetika.

Agar ia pun dapat memberikan pada sang janin, pengetahuan mengenai kitab ini.

Serta agar ia dapat bertemu sekali lagi dengan dirinya sendiri di masa silam, sebelum berangkat.

Sebelum Lazuardi Khatea berangkat, mencari tempat untuk mati.

Tubuh kosmiknya kini, tak terbunuh oleh apa pun bahkan dirinya sendiri. Karena itulah, ia harus mencari keberadaan yang sanggup memberikan akhir yang pantas untuknya.

Khatea akan melanglang buana di kehampaan dimensi. Mencari kematian, agar sang janin dapat merajut masa depan yang baru. Agar memilih, meski ketika dihadapkan pada segala yang pahit, untuk tidak membiarkan kebencian dan kelaparan menjadi identitasnya.

Untuk tidak menjadi Khatea. Untuk tetap menjadi Lazuardi.



---


9
Perputaran

Ketika itulah, Lazu tersentak. Seluruh pemandangan terdistorsi seperti lubang yang menyempit cepat. Ia memeriksa.

Tubuhnya tidak lagi berupa eksistensi kosmik.

"Ini...tubuhku kembali seperti semula?"

Waktu berhenti. Semua adalah cahaya.

Di hadapannya, sebentuk kristal. Kristal maut yang sama dengan yang sejak tadi memburunya.

Aku adalah Khatea.

Aku keluar dari dirimu, aku memburumu sepanjang Cachani Vadhi, karena keinginan hidupmu punah atas kematian Safirem.

Namun kini, kau sudah kembali memiliki keinginan untuk hidup. Maka tiba saatnya kau tahu. Bahwa...

"Bahwa...kau adalah..." Lazuardi tergagau.

"...Diriku...?"

Ya.

Si Matoi kehabisan kata. Dengan ini, semuanya tergenapi. Nanthara...Thurqk...semuanya adalah ciptaan Lazu. Ia sendirilah yang memulai semua ini.

"Lalu...untuk apa kau menciptakan konsep pertarungan ini, Diriku?"

Dengan menghadapkanmu pada sesosok dewa penuh angkara, dengan memicu meninggalnya kedua indukmu - induk kita - aku mencoba. Dan berharap.

Agar kau dapat lolos dari nasib di mana kau menjadi diriku.

"Kenapa harus seperti itu? Kenapa tak memberiku kehidupan yang tanpa kesusahan?"

Karena kesenangan, kenikmatan, itu melalaikan. Merakuskan. Tak terhitung jumlah persilangan probabilitas garis waktu yang telah kurumuskan sebagai masa depan kita, termasuk takdir di mana kita hidup tanpa cobaan.

Tapi sia-sia. Ujung semua takdir selalu sama. Kau, selalu menjadi diriku. Seolah ini tak terelakkan.

Kecuali takdir ini, di mana kita mengalami penderitaan dalam perjalanan oleh figur bernama Thurqk Hiltur Iylich. Takdir ini, ujungnya tak terlihat.

"Kau...yang telah memiliki kekuatan seratus delapan juta jagat raya...tak mampu melihat ujung takdir kita?"

Maka itulah, aku mencoba.

"Apakah...menurutmu...takdir dapat diganti?"

Tidak. Sejak awal, takdir telah ditentukan.

Namun, kau, Thurqk, bahkan aku, takkan pernah mengetahui takdir yang sejati.

"Kau ingin mengatakan bahwa...berubahnya aku menjadi dirimu, Khatea...belum tentu memang merupakan takdir yang sebenarnya?"

Benar. Karena, aku diberi kekuatan ini. Kekuatan yang aku sendiri tak ketahui batasnya.

"Diberi?" Lazu menilik, "Kau mengatakan itu seolah...kekuatan itu pemberian dari pihak lain?"

Tak pernah ada siapa pun yang memiliki kekuatan dengan sendirinya. Fungsi hidup apa pun, hanya diberikan pada kita dengan berbagai keterbatasan.

"Berarti...kau bersedia...untuk melepasnya?"

Mungkin hanya ini tujuan keberadaanku ini. Hanya agar aku dapat menemukan bahwa menjadi Khatea tak membawa apa pun selain kesengsaraan diri.

Agar aku dapat mencegahmu menjadi diriku.

"Apakah aku...punya kesempatan?"

Jangan berputus asa dari Dia. Berdoalah untuk segala yang baik, Dia akan mengabulkan.

Lazu terdiam, mengingat kitab yang ia baca saat dirinya adalah Khatea. Bergeletarlah sekujur tubuh Si Matoi. Getar yang penuh sesak oleh pemahaman.

Dia, yang Khatea sekalipun adalah nihil di hadapan-Nya. Yang sesuai dengan doa dan pengharapan hamba-Nya. Yang kecintaan-Nya melampaui murka-Nya.

---

Seakan itu adalah ucapan perpisahan dari Khatea, dirinya yang lain.Kekosongan terasa pekat. Lazu sontak tahu, Khatea telah hilang sama sekali darinya.Untuk mencari kematian.

Yang tersisa hanyalah...secercah kecil rumus ini, hal yang ia gemari sejak dulu. Hal yang selalu membuatnya penasaran. Satu-satunya kepingan Khatea, yang sanggup ia tampung dalam keberadaannya.

Kinetika. Momentis.

Sebuah detak menggema di koridor ruang waktu. Lazu sekonyong-konyong mendapati dirinya telah kembali bergelantungan di tebing Cachani Vadhi.

Di ujung atas, seakan menuju awan, sebuah ekor angin puyuh masih tersisa. Itu adalah barikade elemen angin yang melindungi demon beruang hitam.

"Ursario baru saja sampai di puncak!" Lazu menyadari bahwa ia telah melakukan perjalanan waktu berputar sejak menjelma Khatea hingga kembali lagi ke momen pendakian tebing kompetitif dengan si boneka beruang.

Jika demikian...

"Aku akan memilih...perjalananku sendiri!" Lazu berseru dengan suara bergetar, "Enshaka Lamashtu!!"



---


10
Segel Mielmagista

Beruang hitam besar itu berdiri di hadapan figur Nyarlathotep yang berdiri gemulai. Cakarnya setajam silet, seakan meminta darah.

"Di mana Ursula!?" teriak Ursa mengancam.

Nyarlathotep tak menyahut namun mengeluarkan sesuatu dari balik tubuhnya. Si beruang hitam tercekat melihat objek itu, yang seperti baru direndam dalam darah kental bangsa ursa demon, menandakan jelas akhir nasib pemiliknya.

"Mantel bulu milik Granny!" Ursa lekas mengucap mantra, "Wahai benda yang ditinggalkan, tunjukkan aku apa yang telah dilalui oleh pemilikmu!"

Tak lama, mantel bulu itu mengeluarkan asap yang melingkupi tubuh Ursario.

---

"Ini..." Ursula tiba di kehampaan terhampar yang berbintang. Asteroid dan planet berlalu-lalang. Merasakan aura luar biasa di belakang, dia pun berbalik.

Sebuah seringai.

"Nyarlathotep!"

Ada yang bisa kubantu, Demonlordess?

Si Seribu Wajah menyapa dengan kesopanan palsu. Ursula segera menengok ke sana-sini, mencari-cari sesuatu yang telah lama didengarnya dalam hikayat para demon.

"Di mana rajamu? Di mana Daemon Sultan Azathoth?"

Ada urusan apa?

"Aku datang atas nama penguasa sejati Netherworld Neda, Demonlord Ursario, yang ingin menawarkan...aliansi." sahut Ursula waspada, "Bantu kami mendapatkan jiwa Thurqk dan menguasai Nanthara serta bangsa Hvyt. Dan Azathoth akan mendapatkan ribuan budak terpercaya dari bangsa Luxa Demon, Iblis Cahaya."

Ah. Rupanya Ursa berniat menguasai Nanthara sekaligus Netherworld Neda untuk dirinya sendiri, eeh~ asyik juga cara berpikir demon beruang itu. Ternyata reputasi yang kudengar tentangnya tidak berlebihan.

Tapiii~ ada satu kesalahan utama di sini.

Daemon Sultan Azathoth...tidak pernah ada.

---

"Senua mitos itu...Gaganothoa, Y'Golonac, bahkan Azathoth...yang ditakuti bahkan oleh Luxa Demon..tak pernah ada?" Ursa tergagap, "Lalu cerita turun-temurun itu...berasal dari siap--"

Menyenangkan, bukan? Manusia membuat patung untuk disembah. Figur apa yang dapat kubuat untuk disembah oleh para demon?

Tentu saja, cerita tentang Daemon Sultan, yang dapat melenyapkan semesta bila terbangun. Azathoth yang jagatnya tak tertembus oleh demon apa pun.

"Jadi, itu semua hanyalah rekayasamu saja? Di dimensi asalmu, satu-satunya Tetua Demon...hanyalah kau!? Untuk apa kau melakukan itu, Buraaa!"

Energi demonku, akan semakin kuat seiring banyaknya pemuja yang menyembahku. Dan karena Azathoth, hanya salah satu konsep fiktif yang kuciptakan...

"Berarti menyembah atau takut pada Azathoth...sama saja menyembah dirimu." Ursa menukas geram.

Dan Ursula telah mengetahui hal itu. Kau tahu, apa yang yang kulakukan demon bau tanah yang terlanjur mengetahui rahasiaku seperti itu?

Seribu Wajah tertawa mengerikan, tebing batu tempat mereka berdiri pun retak karenanya. Ursa mengertak geliginya menahan sedih yang mulai meresap, mampu menebak nasib sang Demonlordess.

"Granny...jadi kau...mengorbankan dirimu untuk keinginan egoisku, Buraaa...?"

Selama ini mereka selalu berseteru. Nenek demon itu sungguh keras dan kolot dalam cara pandang.

Namun, semua itu Ursula lakukan untuk membangunkan kembali bangsa Ursa Demon dari keterpurukan. Dan Ursula yang terhormat kini ttelah tiada, terbunuh oleh sosok demon antariksa ini, sosok penuh kelicikan tanpa sifat ksatria ini.

"BuraaAAGHAH!!"

Ursario meraung penuh amarah. Dengan satu jejakan penuh tenaga, beruang hitam itu melompat ganas untuk bertarung sekuatnya.

Namun, saat itu terdengar gumaman heran dari Si Seribu Wajah.

Hei, hei, hei, sensasi ini...yang benar saja--

Sosok Nyarlathotep mendadak terkelupas, berganti dengan sosok Abigail Grey yang berdiri mematung. Si beruang terperanjat dan berhenti mendadak.

"Ghosty Girly? Buraaah! Menyingkir kau!" hardik Ursa keras, "Nyarlathotep! Keluar kau dari tubuh ini!"

Gadis berpita biru itu diam saja. Pandangannya kosong.

Kepalanya putus dari leher lalu jatuh menggelinding di dataran berbatu.

---

"Apa-apaan ini?!" Ursa sampai melompat mundur saking terperanjat. Itu sama sekali tak diduganya. Tapi satu hal telah jelas kini, sihir demonnya tak lagi mendeteksi kehidupan dari tubuh sang gadis. Abigail Grey telah mati dengan begitu tiba-tiba.

Tak perlu menunggu lama, segumpal asap hitam membumbung dari tubuh mayat berpita biru.

Heh, tak kusangka bocah biru itu dapat membunuh Abigail Grey bahkan tanpa perlu menyentuhnya. Sepertinya dia akan jadi mainan yang lebih menyenangkan.

---

Zona penciptaan tubuh parasit, Enshaka Lamashtu. Itulah yang Lazu biakkan dalam tubuh gadis berpita biru.

Tapi kenapa Si Matoi mampu menciptakan tubuh parasit di tenggorokan Abby, memancung lehernya dalam sekejap? Padahal Abby yang ada di atas tebing, mestinya tak terlihat dari posisi Lazu yang masih dalam pendakian?"

Karena, Lazu baru menyadari sesuatu.

Si Matoi pernah memaksa Salvatore Jackson menyerah dalam sebuah pertarungan, dengan menciptakan tubuh parasit dalam tubuh Abby.

Tak ingin kehilangan gadis yang dia cintai, Salvatore menyerah. Lazu mengubah tubuh parasitnya menjadi organ buatan, menggantikan tubuh gadis yang telah dimangsanya.

Lalu ia mencabut kendali tubuh parasit dalam tubuh sang gadis.

Namun nyatanya, di Cachani Vadhi, Lazu secara samar mendapat imaji-imaji aneh, berupa tubuh pucat dan kecil, pita biru di rambutnya, serta sosok hitam yang hanya memiliki mulut pada wajahnya.

Tahulah Lazu bahwa ia sedang melihat melalui mata Abigail Grey.

Yang berarti, kuasanya atas tubuh parasit Abby, tak bisa benar-benar dicabut.

Maka...

"Enshaka Lamashtu!"

Lazu menghilangkan segaris tipis tubuh parasitnya dalam tubuh Abby. Setipis benang saja, seporsi tubuh biakan Matoi yang merupakan persambungan kepala Abby ke lehernya. Memutuskan saluran napas, kerongkongan, serta seluruh saraf tulang punggungnya.

Memancung Abigail Grey dalam sesaat saja, tanpa rasa sakit, bahkan tanpa perlu Lazu melihat.

---


Si boneka beruang langsung melirik waspada ke berbagai arah, "Bocah biru yang kau sebut itu, maksudnya Bluey Lazuey? Dia mampu memenggal Ghosty Girly padahal dia sendiri belum sampai di sini? Bagaimana caranya, Buraaa?"

Kau tak perlu repot bertanya, Ursa~rioo. Toh aku sudah memberitahumu rahasia Azathoth. Maka apa boleh buat--

"Ya, apa boleh buat, Seribu Wajah." Ursa tersenyum penuh arti. Mendadak gumpalan hitam itu dihinggapi motif cakar beruang bersinar. Kemudian zat demon itu bergetar kuat ke satu arah, seperti ditarik oleh penyedot vakum. Ke arah Ursario.

I-ini...? Sihir segel demon Mielmagista...!  Kau menggunakan sihir hitam untuk menyedot energiku! Bukan...

Rupanya keadaan telah berbalik. Si boneka beruang mengekeh, "Ternyata Thurqkey itu punya rapalan klaim jiwa yang terbukti tokcer! Aku tinggal membaca gerak bibirnya dan menyebutkan ulang bunyinya pada Granny Ursula."

Kau menghisap jiwaku!?

"Sihir linguistik milikku lemah sekali, namun Granny adalah ahli sihir terhebat Netherworld Neda! Hanya dari apa yang kubacakan, dalam waktu singkat dia menciptakan mantra klaim jiwa sebanding dengan Thurqkey!"

Yang berarti...tentang Ursula yang memantrai mayat Nurin beberapa waktu lalu...Kaulah yang merencanakan dan memerintahkannya untuk--

"Segel Granny Ursula akan aktif saat kau meninggalkan wadah fisik, Nyarl. Artinya, saat Bluey Lazuey membunuh Ghosty Girly, dia juga membantuku untuk mengklaim jiwamu. Apa pandanganmu sudah berkunang-kunang dengan kilatan cakar beruang merah muda?"

Kurang ajar, k-kau berani-

"Itulah tandanya! Kau mungkin saja lebih ganas dariku, Nyarlathotep. Tapi kekuatanmu bukan segalanya," Ursa berkata penuh kegarangan, "Ursula mungkin telah mati, namun hadiah terakhir dari Granny...aku menerimanya! Jiwamu, Nyarlathotep!"

NyaaAArRRRRGHH!!

Tanpa ampun, gumpalan jiwa Nyarlathotep terserap ke dalam tubuh si boneka beruang.

Ursa hendak tertawa terbahak-bahak menerima gumpalan jiwa dengan energi yang begitu besar, namun tiba-tiba gemuruh yang amat dahsyat memekakkan pendengarannya.

---

Kemampuan zona penciptaan Lazu tak hanya mengeksekusi Abigail. Berusaha membalikkan situasi, Lazu mendesak kekuatannya hingga pembuluh internalnya serasa terbakar akibat pemecahan energi melaju. Sebuah zona parasit masif serupa ular biru bergelung, meledak muncul menyerap dan menghancurkan pusat struktur dinding.

Seperti pohon yang ditebang pada garis lintang di tengah batangnya, tembok berukuran luar biasa itu bergetar hebat. Lalu si objek raksasa mulai mengalami kemiringan, semakin lama semakin condong.

Timbul retakan-retakan besar sepanjang dinding raksasa yang dipijak oleh Ursa. Permukaan daratan tinggi menjulang itu mulai berpecahan. Si boneka beruang terhenyak, intuisinya bekerja.

"Sial...Sebagian tebing ini 'kan digerogoti oleh parasit Bluey Lazuey saat mengejarku tadi! Sampai sekarang dia belum muncul. Bukankah itu berarti...dia memakan dinding ini sampai patah?!"

Baru saja menyimpulkan, yang terasa di kaki Ursario hanya udara kosong.

Ursario, terjun bebas!

"Buraaah! Bluey Lazuey Buangkaaaaaai!"



---

11
Ursarr

Seperti ada yang memanggilnya. Di tengah bidang dinding yang berjatuhan, Lazu menoleh ke atas. Sebentuk objek hitam bersinar menukik jatuh tak terkendali, seperti meteorit menghempas tanah merah Cachani di antara runtuhnya bongkah-bongkah logam dan batu.

"Benda itu..." Lazu lekas melompat. Angin berhembus menusuk-nusuk saat tubuh kecil Si Matoi jatuh, permukaan tanah merah pun mendekat meski didahului berpuluh pecahan batu serta kepulan debu  yang ia lewati sepanjang pelayangan turun.

Di udara Lazu menengadah seakan tak peduli dengan pertarungan, wajahnya menghadap langit yang kotor oleh awan debu. Kala mendarat di padang rumput merah Cachani Vadhi, barulah pandangan ia pentang ke hadapan, ke arah gundukan hitam yang dari dalamnya keluarlah sebuah geraman liar.

Partikel-partikel debu berjatuhan di udara, sebagai sisa dari dinding raksasa yang kini hanya berupa serakan puing sepanjang dataran. Kini Lazu melihat objek hitam itu dengan jelas.

Seonggok boneka beruang hitam. Namun dari pinggiran tubuh boneka tersebut, terdengar suara benang putus berkali-kali.

Ya, itu sejatinya hanya boneka biasa. Adalah jiwa Ursa yang selama ini mengisinya, sehingga dapat bergerak serta berbicara.

Namun, diserapnya jiwa Nyarlathotep oleh Ursa, menggabungkan dua kekuatan demonik yang berat menjadi satu.

Maka kulit buatan boneka beruang hitam itu mulai koyak tertekan oleh sesuatu yang mulai menyeruak dari dalam. Membesar dan makin membesar. Hingga akhirnya wujud boneka itu pun koyak berantakan, karena tak lagi sanggup menampung segala kengerian yang bergeliat di dalamnya.

Langit menggelap seolah akan menelan Cachani Vadhi. Dan di hadapan Lazu, makhluk itu berdiri tegaklah dengan hawa iblis tiada duanya. Dia regangkan cakar beruangnya yang menebar api hitam penghancur, mengagumi taraf kekuatannya sendiri yang tak pernah dia sangka-sangka.

"Aku..." ia berujar dingin, tanpa mulut namun dengan sejuta suara berhambur serentak,

"Ursarrhotep."

Detik penentuan ini telah tiba.

---

"Sudah puaskah kau membunuh Abigail?" tanya sang makhluk setinggi dua meter itu, satu buah mata vertikal dengan iris membara memenuhi seluruh wajahnya yang berupa kegelapan total tanpa apa pun lagi selain itu.

Lazu masih terperangah. Siluet hitam pekat menari-nari menghiasi kontur tubuh Si Mata Satu. Gelap itu seolah hendak mengubah seluruh dunia menjadi jelaga. Inikah Ursario, boneka itu? Lazu bergidik dibuatnya.

Namun setiap pertanyaan memiliki jawaban.

"Puas?" sahut Lazu akhirnya, "Tidak seperti itu. Tapi nyawa...telah dibalas nyawa."

"Munafik." cemooh si makhluk, "Abigail dan Nyarlathotep menyiksa Safirem sebelum membunuhnya. Siksaan balik yang lebih menyakitkan, hanya itu yang mestinya kau lakukan."

Lazu memikirkan kata-kata itu. Membalas siksaan dengan siksaan yang lebih lagi. Ia berujar perlahan, "Jangan sampai kebencianmu pada suatu kaum...membuatmu menjadi berlaku tidak adil."

"Apa?!" Mendadak sang makhluk memekik murka. Gelombang mistik dari tubuhnya meremangkan bulu kuduk. Tubuhnya raib dari pandangan, kemudian entah sejak kapan Lazu telah terangkat tinggi ke udara dalam cekikan cakarnya.

"Kata-katamu...bersumber dari kitab itu!"  Mata vertikal makhluk itu memuntahkan nafsu membunuh yang begitu tinggi. Lazu memejamkan mata, dikuasai oleh ketakutan dari pulasan hitam yang berseliweran mengisi siluet sang demon.

Nun.

Demi pena, dan apa yang mereka tuliskan.


Sebuah ketenangan total dari untai kata itu membuat Lazu membuka matanya. Cakar mengerikan yang mencengkeram batang tenggoroknya, terasa melemah. Melunak.

Bobot fisik cengkeraman cakar ini, Lazu membagi nilai matematisnya dengan sepuluh. Seratus. Seribu.

Ah. Rumus ini. Momentis.

Si Matoi membetot cakar hitam hingga terlepas dari lehernya. Ringan.



---

12
Laga

"Apa?!" sebelum Ursarr mengerti apa yang terjadi, Lazu berputar lalu tapakya melabrak area jantung sosok hitam tersebut.

Dengan massa semakin bertambah, hunjaman tapak kedua! ketiga! kempat! mencecar Ursarrhotep pada kedua sendi bahu serta titik tengah dagu. Benturan melecutkan tekanan udara menggoyang pertahanan lawan.

Iblis Hitam membalas sapukan kedua cakar besar berhawa pekat menggelombangkan udara. Si Matoi memangkas lompatan diagonal hingga terhindar tipis dari serangan penindas tersebut. Di kedua sisi Lazu, tanah terangkat berhamburan membentuk koridor tinggi membentang beberapa saat sebelum luruh kembali.

Bebatuan karang terlibas membentuk pola cakar bersilangan bagai deretan parit saking dalamnya. Si Matoi menapak udara menembus celah sempit antara papasan dinding energi tajam. Dalam rotasi sendi tungkai berbalik secepat kilat, telapak kinetik Lazu telah kembali membidik lubang di pertahanan Ursarr.

Menyadari kegesitan lawan, Iblis Hitam ungkitkan cakar berselimut magma hitam sihir hendak merobek pinggang Lazu. Si Matoi melangkah silang dan sikunya menebas-lintang meremukkan belakang tengkuk si demon. Si Mata Satu menendang balik cepat luar biasa namun Lazu menyisip bagai leopard dan menghantamkan pangkal telapaknya memuntir ke titik buta Ursarr yang terbuka lebar.

Tiga lapis lingkaran biru psion memecah tepat di ulu hari sosok hitam. Momentum kinetik memaksa permukaan tanah melesak ke dalam sejauh seratus meter seperti mangkuk terpilin.

Di dalam pusat benturan, Lazu terhenyak menatap sang demon. Tubuh hitam itu terurai seperti terbuat dari air. Tapi buraian cairan hitam itu jelas-jelas berhenti di udara. Suaranya menggema seperti terdengar dari segala arah sekaligus.

"Lazuardi. Sayang sekali. Kekuatanmu luar biasa. Kalau saja aku masih bisa mati, tentulah seranganmu tadi akan memberi kerusakan yang lumayan."

Reaksi Lazu terlambat. Ia sudah mengubah konstanta telapak tangannya hingga melebihi bobot sebuah bukit. Namun sedikit pun tak berpengaruh? Mungkinkah ada sesuatu yang sekuat ini?

Ursarr melolong dan bertambah liarlah dia. Kedua cakarnya menggembung seperti perut yang hamil. Gembungan itu pecah lalu dari dalamnya menyeruak sekawanan beruang sebesar tebing-tebing berjajar. Tubuh mereka bukanlah terbuat dari daging namun lava serta bebatuan berapi. Di tengah kepungan para raksasa itu, Lazu sangat kecil.

Langit menjingga seperti terbakar, tanda sore yang berkecamuk. Ursarrhotep kibaskan tangan.

"BurraaaaAAGHH!"

"GuwwWWAOOORGrr!!"

Para beruang magma raksasa langsung mengamuk sejadi-jadinya. Dengan langkah maju para raksasa magma dan seretan cakar-cakar masif mereka, berkilometer daratan menjadi bubur kental yang menyisakan panas hingga ke tulang. Pasukan monster elemental itu demikian dahsyat hingga melelehkan lapis terdalam daratan Cachani Vadhi, melabilkan keseimbangan Nanthara yang luas.

Si Matoi tercengang dan melompat mundur dari caplokan iblis lahar yang melenyapkan apa pun pada jalurnya. Daya kinetik ia luapkan dalam lompatan mengudara. Letusan angin menghentak di sekelilingnya membentuk cincin tipis saat Lazu terbang bebas dilatari belasan cakar magma raksasa.

Meski melipat-gandakan kecepatan untuk menghindar, masih demikian genting jarak tubuhnya dari kejaran mulut-mulut beruang magma. Ketakutan mengaduk-aduk rongga dadanya, namun Lazu coba seimbangkan navigasi sambil melesat.

Perbukitan tenggelam satu demi satu , larut ditelan para monster elemental yang menggelegak di bawah naungan atmosfir tinggi. Ursarrhotep tegak menyaksikan kehancuran berskala planet kian terbentang sejauh mata memandang.

"Selanjutnya. Tinggal Thurqk."

Mendadak Iblis Hitam bersiaga. Mata vertikalnya dia belalakkan selebar-lebarnya. Sekedip saja terjadi berpuluh letupan udara di sentral dadanya dalam waktu bersamaan, diikuti dengan terlontarnya tubuh raja iblis itu hingga terkubur pada permukaan dinding. Sesuatu baru saja menghantamnya sekian puluh kali dengan kecepatan amat tinggi hingga tak tertangkap mata.

Ursarr mendongak. Pandangnya menangkap kelebat sekejap yang menjelma sosok biru kecil melambat di udara, berdiri kesepian di puncak dataran yang tersisa.

"Gerakanmu..."

"Supersonik." Lazu mengangguk, menatap lawannya itu tanpa berani gegabah. Para monster magma menjulang tinggi di kejauhan, terdiam dengan tatapan mengancam padanya.

Di saat permainan siasat antar dua master strategi dimulai, semua tipuan akan mengalami pertukaran berlapis dengan kecepatan tinggi untuk saling menikung. Lazu ingat sensasi ini.

Namun, ia tak ingin. Jawabannya terhadap tebakan Iblis Hitam, bukan bertujuan menciutkan nyali lawan. Lazu tak ingin bersiasat.

"Aliran energi pembuluh perencanaanmu tak bergejolak rumit. Tak menyiapkan taktik atau perangkap seperti biasa? Oh~hoo. Ini baru menarik."

"Kau tahu kebiasaan lamaku?" Lazu mengangkat alisnya.

"Kau yang menginfeksi tubuh Abigail. Nyarlathotep mengetahui keberadaanmu dalam tubuh Abigail. Mataku membaca esensi energi. Aku memiliki semua dari Nyarlathotep, termasuk memorinya. Dan dari tubuh Abigail, aku menangkap memorimu. Tentu aku tahu."

Meski baru menerima berpuluh gebrakan melebihi kecepatan suara, tak ada ekspresi kesakitan atau hambatan gerak di sendi-sendi makhluk tersebut. Sorot matanya itu malah terlihat seperti baru saja menemukan mainan. Dia pun mulai berujar, ekspresi wajah absurdnya mendayu seperti angin.

"Untuk selamat, menjadi satu-satunya yang selamat...hanya itu yang berarti dalam hidup atau mati.

Aku telah menyerap jiwa serta kekuatan iblis antariksa bernama Nyarlathotep, atas pengorbanan Demonlordess Ursula."

"Nyarlathotep. Iblis antariksa. Ternyata sensasi familiar itu yang dirasakan tubuh parasitku saat berada dalam tubuh Abigail."

"Kau dan aku, kita sama. Aku mampu menyerap jiwa petarung yang kubunuh. Namun berapa pun jiwa petarung, takkan cukup untuk mengalahkan Thurqk.

Hanya dengan menyatu dengan jiwa iblis yang lebih purba, aku mampu mencapai tahap demon legendaris yang belum pernah ada sebelumnya."

"Mengalahkan Thurqk?" Lazu tersengal menahan sakit dari koyakan tubuhnya, "Tidak bisa. Iblis bernama Thurqk...adalah urusanku."

"Aku berjuang demi rakyatku yang menunggu di kerajaan Ursa Regalheim," sahut Ursarr gagah sambil mengibaskan tangan. "Dengan ini, dengan kekuatan ini, bukan hanya aku dapat membangkitkan bangsa Ursa Demon dari keterpurukan. Bahkan seluruh Netherworld Neda akan bersatu di bawah kepemimpinanku!"

"Bila kau hanya ingin menguasai dunia asalmu, apa urusan Thu-"

"Aku tak mampu kembali ke alam asalku. Karena Thurqk Iylich memiliki teknik bernama Rentang Absolut. Tak ada yang mampu keluar dari domain semestanya, sepanjang dia tak mengizinkan."

"Maka itulah, aku akan membuatnya menyesal, telah berani-beraninya mengurungku di kubangan kotor bernama Nanthara."

Kompleks.  Sebentuk demon, memiliki pengetahuan dan cara pandang yang begitu rumit. Ursario selama ini terperangkap dalam wujud boneka beruang menggemaskan. Tenaga jiwanya pun melemah, hingga dia memilih gestur dan cara bicara yang lucu untuk meraih simpati.

Namun Lazu tahu, nada suara dingin sosok raja iblis ini...saat akhirnya memiliki kekuatan yang pantas untuk membalikkan bumi, wibawanya pun tak lagi layak untuk dia tutup-tutupi.

Inilah sifat Ursa yang sebenarnya. Raja Iblis Ursarrhotep.

Lazu menghela napas dalam dan berujar,

"Bisakah kau...menyerahkan Thurqk Iylich padaku?"

Hening. Kemudian perlahan terdengar kekehan Ursarr, yang berangsur berubah menjadi tawa membuncah dunia. Tawa itu berhenti dengan tiba-tiba.

"Takkan kuizinkan. Aku akan membawa kebanggaan segenap bangsa demon untuk menumbangkan eksistensi bejat itu.

Nanthara telah memakan terlalu banyak korban. Bahkan setelah mengklaim jiwa semua petarung yang mati, Thurqk memusnahkan semua jiwa itu seperti sampah."

"Dan kenapa kau tak membiarkanku? Apa hubungannya dirimu dengan semua jiwa yang kau sebutkan?" Lazu menukas.

"Tak ada yang bisa mewakili semua jiwa yang telah musnah, kecuali aku sendiri. Aku, yang pernah berjuang bersama jiwa-jiwa para ksatria yang telah Thurqk musnahkan."

"Kalau begitu...mungkin kita memang punya kesamaan. Namun hanya dalam hal ini dan bukan yang lain." Lazu akhirnya dapat mengenyahkan ketakutannya di hadapan Ursarr. Suara di ujung-ujung kata makhluk biru kecil itu semakin stabil dan tajam,

"Karena aku pun harus menumbangkan Thurqk Iylich, demi diriku sendiri, kini. Demi semua yang kuyakini. Demi semua yang merupakan diriku."

"Begitu. Jadi ini adalah..."

Angin semilir runduk lalu menggigil. Rembulan kembar perlahan muncul di langit membentuk formasi mirip kelopak mawar berpendar emas sangat indah. Meski dada ini berbuncah oleh tarung penentu yang akan meledak, Lazu tersenyum berdebar.

Ia tahu bahwa Ursarr, bahkan tanpa mulut sekalipun, sedang tersenyum dalam debaran yang sama.

"Saling bunuh!"

Debu dan tanah terserak terbang. Kedua petarung menembus udara dalam ritme serentak. Dalam sebuah pentas membara.



---


14
Pentas Membara


"Enshaka Lamashtu!!"

Lazu sontak habis-habisan sejak awal. Ia melayang tinggi dan menciptakan zona tubuh parasitnya dari ketiadaan. Muncul buih-buih biru di udara yang tumbuh menjadi gumpalan daging menggembung seukuran kawanan gajah berkerumun.

Seluruh gumpalan itu pecah seperti kumpulan balon, dari dalamnya batang-batang berpilin raksasa menyeruak, menghunjam bagai akar-akar pohon berukuran mustahil yang terlihat hingga batas pandang, memburu Ursarr sebagai sasaran satu-satunya.

Namun Iblis Hitam Ursarrhotep tak tinggal diam. Para raksasa magma menggebrak atas nama tuannya. Tak ayal lagi, terjadilah dentum pertempuran di seluruh penjuru Cachani Vadhi. Para behemot magma yang mampu melelehkan daratan, saling mengoyak dan membelit dengan ratusan buhul akar pemangsa yang ujungnya mencapai angkasa. Perang berskala absurd telah tercipta.

Sementara Si Matoi menginjak tanah sekuat tenaga. Tubuhnya membelah angin bagai misil berbelok tajam. Ursarr mengacungkan cakar ke angkasa, aura berbentuk kepala beruang iblis menyelubungi seluruh tubuhnya.

"Hekatonkheira.

Tak Terpatah."

Jalin selendang kegelapan membalut genggaman cakar demon, memipih lalu memanjang. Hingga tercipta bilah harpun raja iblis berhuruf kuno dengan kilau mengguncang Nanthara.

Si Matoi terdesak mundur oleh tekanan luar biasa. Bilah harpun Ursarr menukik tajam dengan manuver monster buas. Dada dan perut Lazu terkikis hingga menampakkan kerat ototnya.Darah hitam memercik ke udara. Belum pernah Si Matoi merasakan tingkat ketajaman seperti itu selama hidupnya.

"Massa dan kecepatannya tak bisa kunetralkan!" Nyeri luar biasa membuat segalanya berkunang silau. Mata tunggal Iblis Hitam semakin jalang berapi-api saat melancarkan tusukan beruntun dengan kecepatan tak berjeda.

Lazu tajamkan pandangan membaca arah serangan, kedua punggung tangannya yang koyak memendarkan simbol safir semakin benderang. Keganasan cakar serta harpun iblis berkejaran dengan kombinasi hantaman tapak bermomentum ofensif.

Pada satu kesempatan, Si Matoi kepayahan mengejar interval reaksi namun akhirnya berhasil memuntir lepas bilah tombak dari genggaman Ursarr.

"Tak Terpindah."

Senjata iblis mendadak berkedip lenyap lalu secara instan kembali berada dalam cengkeraman cakar Si Mata Satu yang sejak tadi menyilang di belakang punggung.

"Tak Tersembuh."

Ayunan Ursarr menghentak bumi. Punggung Lazu terserempet secuil saja namun langsung tercabik panjang bagai tisu lembab digunting. Semua suara dalam pendengaran mengecil saat ujung harpun melepas spiral hawa hitam gigantik. Maka dalam jalur hawa hitam itulah ledakan iblis bergenta, melumat sebuah gunung merah di kejauhan menjadi lembah berbentuk cakar beruang.

Menyaksikan itu tak urung napas Lazu bagai mau lepas dari tenggoroknya. Masih bagus ia sempat menghindar dari jalur spiral energi iblis dengan kecepatan kinetik maksimum.

Namun saat Lazu mencoba menambal lukanya dengan tubuh parasit, ia terbelalak. Pembuluhnya bagai beku oleh rasa panik. Jejak tercabik mengerikan di punggungnya tak menutup sedikit pun.

"Luka dari senjata itu...tak bisa pulih kembali!" Lazu terkesiap sesaat sebelum leher harpun Ursarr berpantul tangkas menyapu pergelangan kakinya sampai terjungkal. Cakar Iblis Hitam berubah dipenuhi otot membaja dan melakukan torehan melengkung besar.

"Uaaaghh!!"

Si Matoi sudah merunduk-putar di udara namun tungkainya terputus tanpa ampun oleh tebasan menyusul dari harpun iblis tak terkira.  Dalam posisi kepala di bawah, ia lenyapkan seluruh sendi betis lalu ganti dengan kode genetik pertumbuhan tungkai baru.

Namun baru saja mendarat dalam posisi berlutut, mata harpun Hekatonkheira sudah teracung di depan mata.

"Tunggu." Lazu mendadak menatap kosong. Meski nyawanya di ujung tanduk, ia seperti melihat setitik terang dalam benaknya.

"Heh."

Terdengar tawa singkat dari Ursarrhotep, tawa yang seperti mengakui sesuatu. Lazu merinding mendengarnya.

Karena spekulasinya tepat sasaran.

Untuk sebab tertentu, harpun mendadak dilenyapkan lalu dalam detik itu cakar ganda Ursarr mengeruk tanah merah. Energi hitam dari sepasang lengan Si Mata Satu menjalar hingga permukaan daratan amblas, membentuk sepasang ombak longsoran raksasa menuju Lazu.

"Kenapa kau harus mengucapkan 'Tak Terpatah', 'Tak Terpindah', 'Tak Tersembuh'? Kenapa kau harus mengucapkan secara implisit bahwa kau tak bisa mati?"

Terancam kehilangan pijakan, Si Matoi apungkan tubuh setinggi rumpun ilalang merah, lingkar cahaya safir membayangi dirinya saat ia mundur untuk mengambil manuver tikungan.

"Karena itu hanya sihir linguistikmu, bukankah begitu! Wujud sebenarnya dari kemampuanmu adalah..."

Mata vertikal Ursarrhotep berpijar merah saga dalam perintah magis tak tanggung-tanggung. Para beruang raksasa magma menerima titah lalu mengamuk semakin ganas.

Gerakan Lazu terhambat oleh ribuan luka yang merobek aliran neuralnya. Sinyal itu...dari belasan tubuh parasitnya yang meleleh! Berarti bahkan jalaran akar daging gigantik tak lagi mampu membendung labrakan raksasa elemen. Setiap langkah monster-monster menjulang itu melelehkan daratan menjadi puing-puing yang hangus sampai batas yang amat jauh.

"...Membuat apa yang kau katakan menjadi realita, bila lawanmu mengira bahwa itu benar!"

Mendengarnya, Ursarr terdiam di ujung puncak sebuah gunung. Tapi bila diteliti, akan ada sorot ketakjuban saat menatap lawannya yang mulai melayang.

Ya, benarlah ucapan makhluk biru tersebut. Nyarlathotep adalah pencipta seluruh konsep Sihir Suara serta Irama Jiwa di alam semesta. Maka itulah, kondisi apa pun yang dia ucap akan menjadi realita. Namun, lawannya harus meyakini adanya kebenaran dalam ucapan tersebut, seminim apa pun.

Bagi Lazu yang mempertimbangkan semua kemungkinan situasi sebagai fakta, sebelum ada bukti otentik untuk menyingkirkan kemungkinan tersebut, ini sama saja eksekusi mati. Karena sifat Lazu sendirilah yang akan mendukung  ucapan apa pun dari Nyarlathotep akan menjadi nyata.

"Kau benar, Lazuardi! Kekuatan kehendakku telah melebihi Thurqk. Ternyata menyerap jiwa sesama bangsa demon, memberiku tingkat energi yang jauh lebih menggiurkan."

Hanya saja, Ursarr tak bisa mengelak dari sifat alaminya sebagai seorang demon. Persahabatan dan kehormatan tak mampu menyembunyikan hasratnya yang sungguh dia rasa.

"Maka, takdir apa lagi yang pantas untukku selain mengambil jiwa Thurqk itu sendiri, dan menggenggam seluruh Nanthara pula! Menjadi dewa yang sesungguhnya!"

"Jadi itu, keinginan muliamu!" Lazu menyindir, berotasi di udara layaknya gasing. Arus angin seperti jarum-jarum menikam tubuh saat cakar-cakar bergolak seukuran rumah-rumah batu menderu tepat ke arahnya.

Si Matoi melejit sejengkal dari permukaan tanah zona timur laut, berdesing melewati deretan tebing meleleh yang berjatuhan di atas kepala. Sebuah, empat buah, delapan mulut raksasa bertaring api menutup awan, menganga tepat di hadapannya!

Lazu meniti napas dalam pendaran biru yang tenang. Tubuhnya memelintir berpusat hanya seinci dari batas  celah taring para raksasa. Lazu silangkan kedua tangan secara frontal. Dari utara tiga akar parasit berbentuk piton menggetarkan bumi, melilit batang tubuh para beruang magma dan menyerap energi mereka.

Dunia kembali terlihat. Lolos! Kecepatan Si Matoi sudah menyerupai petir berliku. Ia ubah daya sentrifugal menjadi percepatan lurus saat terbang melintas zig-zag memangkas jarak. Napasnya dalam penuh konsentrasi, matanya berpulas warna bintang. Para beruang magma saling tabrak, menguapkan sebuah danau serta mencerai-beraikan sebuah ngarai panjang sebagai bayaran.

"Senandung Rahim Antariksa!!"

Iblis Hitam mengeluarkan pekikan magis dalam bahasa terlupakan, ratusan kali lipat lebih dahsyat dibandingkan Lamashtu.

"Senandung Rah--" Lazu terbelalak mengingat kekuatan nekrosis dari daemon yang pernah ia lawan sewaktu lalu. Sebuah diagram sihir merah-hitam memenuhi langit. Tubuhnya...

...Tidak hancur?

"Senandung Rahim Antariksa bukan medium penghancuran. Dia adalah medium penyatuan."

"Penyatuan seluruh kekuatan elemental yang kumiliki!"

Si Matoi terperangah ketika atas Senandung itu, semua beruang magma bersatu tepat di hadapan jalur levitasinya. Membentuk konstruksi mata tunggal kosmik bertemperatur miliaran derajat, meluluh-lantakkan apa pun yang menerima kehadirannya menjadi atom individu.



---


15
Kulminasi

Dimensi Cachani Vadhi pecah dalam ledakan menggelegar. Semua berguncang dalam kekacauan entropi akibat hilangnya keseimbangan ruang-waktu akibat kuasa puncak Iblis Hitam. Lazu terpekur dalam kekaguman melihat kekuatan Ursarrhotep yang memuncak tiada lawan. Namun...

Saat itu, reaksi sarafnya sedemikian meningkat sehingga memori serta pemikiran berseliweran dalam benaknya seperti kilasan super cepat.

"Lazu yang Baik Hati."

Itu salah satu panggilan Safirem terhadapnya. Puteri Kejora bukan sekedar menyanjungnya. Itu adalah harapan. Doa, agar Lazu tidak menjadi apa pun selain yang baik.

Sesuatu mulai memberontak dalam rongga dada. Lazu harus mengatakan ini, bahkan saat lawannya adalah Iblis Hitam.

"Ursarr! Tahukah kau!?"

Si Matoi berdegup, keras sekali. Perasaan itu, mencegahnya untuk tunduk pada kedigjayaan Ursarrhotep.

"Semua yang kita lihat, dengar, rasakan...hanya suatu hal bernama persepsi! Impuls neuralku. Aliran sensorik demonmu. Semua menerima informasi atas dunia hanya melalui indera masing-masing."

Apa yang menentukan benar dan salah? Baik dan buruk?

"Informasi...?"

"Bila tak ada aliran listrik yang sampai pada pusat komando neuralku sebagai informasi visual, atau aliran prana sensorik pada pusat mata tunggalmu, atau bila semua muatan molekuler  itu dimanipulasi...seluruh dunia kita akan berganti."

"Apa yang...kau bicarakan?"

Lazu menyadari, semua nyawa, nurani yang telah hilang dalam peperangan Nanthara, disebabkan oleh dirinya sendiri. Karena kelaparannya yang tak terpuaskan, ia menjadi Khatea yang menciptakan Thurqk dan semua rantai kegilaan ini.

Terpaan hawa panas mulai meluruhkan kulitnya. Sepuluh tombak lagi. Tubuh parasitnya menggelepar kesakitan, tak kuasa menyerap energi penghancur.

"Rasa manis segigit apel. Tekstur secarik kertas. Kicau seekor burung. Bahkan dirimu yang bertempur melawanku, di sini. Bahkan tubuhku sendiri. Wujud sebenarnya dari semua itu, kita tak pernah mengetahui. Penerimaan mata, lidah, kulit kitalah yang membentuk semua informasi itu, tanpa kita bisa bedakan benar dan salahnya. Kita tak mampu mengaturnya. Kita tak punya kendali terhadapnya."

"Tidak punya...kendali...?"

Tapi rantai kebencian dan dosa itu, ia harus menebusnya. Dunia yang carut-marut akan terus terbentang. Namun mungkin, masih ada jalan untuk memulihkan semua ini.

"Meski mencapai ujung semesta, semua pengetahuan kita tak lebih dari titik miniskul. Kita takkan mampu melampaui persepsi inderawi kita sendiri. Kekuasaan tak terbatas? Kita bahkan tak pernah mengerti...apalagi berkuasa...atas apa pun."

Dengan mengakui semua kesalahan dan mencari secercah jalan untuk memurnikan diri. Hingga semua yang terbuang  akan dapat memberi arti.

"Maka, Ursarrhotep..." Setitik bercahaya menetes dari mata Lazu. "Kau dibutakan oleh kekuatan legendaris. Seperti aku, yang dibutakan oleh Safirem. Aku,"

Lazu boleh mati. Tapi ia akan mati dalam jalan kembali. Menuju kebaikan.

"Akan menghentikanmu."

Sesungguhnya A l l a h menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang bertaubat kepada-Nya.

Yaitu mereka yang menjadi beriman dan tenang hatinya dengan mengingat A l l a h. Ingatlah, hanya dengan mengingat A l l a h, hati menjadi tenang.

Kalimat dari kitab sempurna itu memenuhi relung tubuh dan hati Lazu. Seketika itu, seluruh lukanya akibat harpun raja iblis, pulih tanpa bekas. Bahkan tak pernah terjadi. Itulah tanda bahwa sihir realitas Ursarrhotep telah terkalahkan oleh sesuatu yang bukan lagi sekedar keyakinan. Yaitu, setetes saja, iman.

Maka Lazu menolak. Ia menolak untuk menyerah. Tubuhnya tepat berada di pusat konstruksi mata tunggal. Namun kala itu ada ketentraman tak terkatakan melingkupi hati Lazu.

"Enshaka Khatea."

Sebuah cincin cahaya dengan aksara suci merebak dari tubuh Si Matoi, mengisi mata membara penebar maut dengan ledakan kinetika dramatis. Pijar-pijar plasma dan helium yang berfusi untuk menghasilkan energi super masif, sejak detik itu jua berhenti.

Udara statis dan hening. Mata penghancur dunia itu membeku di angkasa!

"Mustahil!" Ursarrhotep menjerit murka, "Dia meniadakan energi kinetik seluruh zona mata kosmik hingga menjadi nol! Seharusnya...tak ada siapa pun yang mampu menahan kulminasi elementalku!"

Ledakan dahsyat mengiringi sebuah lesatan berkilau menembus mata kosmik. Dia, Lazuardi, hawa tarung berpancaran dari kedua matanya, seluruh tubuhnya tidak lagi biru namun putih benderang membutakan bagai kristal junjungan para dewa, tanda suci bahwa ia telah berkuasa sempurna atas segala kinetika yang ada. Dan dia, memanggil sang Iblis Hitam.

"URSAAAAARR!!"

Ursarrhotep, Iblis Hitam legendaris bermata satu, merasakan dadanya bergejolak oleh sensasi yang telah lama tak dirasakannya. Lawan yang sungguh sepadan.

"Tiada penyesalan! Segalanya, dituntun oleh takdir!"

Tak dapat terelakkan. Telapak ledakan kinetik bertumbuk dengan mata harpun raja iblis, timbulkan dentum bergelora yang terdengar hingga hitungan mil. Langkah kaki mereka bersilang-pindah cepat luar biasa dalam interval mikro namun setiap hentakannya bagai gempa, mengait dan menyergah, mencari pijakan terbaik untuk menghilangkan kestabilan kuda-kuda lawan.

Dalam tempo kritis, tikaman harpun iblis serta hunjam  momentum menjadi arus deras silih-berganti. Setiap gesekan dan benturan antara ujung serangan mereka menciptakan percikan melebihi terang halilintar.

Hingga ujung harpun iblis hancur luluh oleh sang tapak kristal putih berkecepatan cahaya. Tapak itu terus melaju dalam kekuatan ultima, menghunjam-leburkan pusat pertahanan Ursarrhotep. Dua makhluk dahsyat itu berhenti, saling memunggungi dalam ketiadaan gerak.


---

16
Batas


Tubuh Ursarrhotep terurai perlahan menjadi debu yang melayang di udara. Terdengar suara menggema. Sejuta suara, namun satu persatu hilang, ketika mengakui kekalahannya. Menyebutkan Nama itu, menyambut kematian yang datang padanya.

A l l a h .

Mendengarnya, hati Lazu bergemetar, merasakan sebuah ketundukan yang ia ingin cari tahu ke mana akan bermuara.

Ursarrhotep, telah musnah. Mata Lazu berkaca-kaca oleh haru.

Ia berbalik. Dimensi yang terpecah membentuk tangga ke atas langit. Di puncaknya, Thurqk bersemayam di sebuah singgasana raksasa. Jutaan Hvyt dan berbagai keberadaan mitos menyeramkan berbaris menjulang menjaga.

"Akhirnya kau sampai...Kesayangan Toiren dan Mathula."

Si Matoi kecil, ia hanya sendirian.

Namun, Lazuardi tak gentar. Tubuhnya mengobarkan cahaya putih murni yang tiada lekang. Di bawah angkasa, ia menapak maju. Mengucapkan ayat-ayat mulia, yang tak ada keraguan di dalamnya.

"A l l a h .

Tidak ada yang layak disembah selain Dia.

Yang Maha Hidup. Yang tak bergantung pada apa pun sementara segalanya bergantung pada-Nya. Yang terus-menerus memelihara segala yang ada.

Tidak mengantuk dan tidak tidur.
Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.

Tidak ada yang dapat memberi pertolongan tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka,

Dan mereka tidak mengetahui apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki.

Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya.

Dan Dialah Sang Maha Tinggi, Maha Perkasa."


---

 

2 comments:

  1. Ini ... saya bingung mau komentar apa. Soal Ursario, sepertinya di sini digarap terlalu jauh dari aselinya. (Mungkin ini karma buat saya karena sering mengacaukan OC pengarang lain juga :v )

    Pertama, di awal digambarkan kalau Ursario sudah kehilangan semua jiwa petarung yang bersemayam di dalam tubuhnya. Jiwa-jiwa itu sudah dimusnahkan Thurqk. Ursario jadi lemah. Tapi ... di narasi selanjutnya Ursario malah tampak kuat, sebagaimana masih memiliki jiwa para Beary. Bahkan dia masih mampu menggunakan jurus-jurus mereka.

    Kalau di versi saya, untuk menjadi medium dari 12 jiwa petarung saja, Ursario hanya bisa bertahan dalam wujud Lord Mode selama beberapa menit. Yang di sini ... dia berhasil menyerap Nyarl, nyaris tanpa beban apa-apa.

    Well, itu saja protes saya soal karakterisasi Ursario di sini. Lanjut ke cerita.

    Saya penasaran, sewaktu Pak Po membuat karakter Lazu ini, terutama dari kisah R1-nya, apakah memang canonnya sudah dirancang se-GRAND ini? Sampai-sampai di sini dikatakan kalau Lazu-Khatea adalah sumber dari segala yang ada di Nanthara ini. Di bagian "kitab", saya merasa agak kurang sreg ... karena tiba-tiba semuanya seolah berganti "latar mitos". Mungkin hint-nya memang sudah dimunculkan sejak kemunculan surat Nun pada beberapa babak silam. Tetapi tetap saja saya agak terkejut dengan semua perubahan besar ini.

    Dan melihat akhir dari R7 ini, saya bingung akan seperti apa final melawan Stallza nanti seandainya Lazu memang melaju ke babak terakhir. Di sini saja, seolah-olah Lazu sudah bersiap melawan Thurqk dan segala bala tentaranya. Seolah Stallza tiada lagi dianggap ._.

    Duel kosmisnya di sini levelnya terasa begitu waw. Meskipun endingnya, kemenangan Lazu didapat secara, istilahnya, Deus ex Machina ... Tiba-tiba saja Lazu menjadi begitu perkasa, memiliki kekuatan "Illahiah", hanya setelah mendapatkan "pencerahan"

    Itu saja dari saya. Sekian dan terima kasih~

    ReplyDelete
  2. Sebagai orang awam dalam tulis menulis, aku cuma bisa komennya dari apa yang aku rasain sewaktu aku baca aja. Cerita Ursario lucu bgt, saat baca rasanya cerah ceria yang bikin aku gampang bgt suka sama ceritanya. Tapi karena lucunya semua perasaan lainnya kayak rasa takut, rasa amaze sama apa yang terjadi disana, sama setting tempat atau sama kekuatan karakter dll ketutup soalnya belum bisa lupa lucu yg ditemuin sebelumnya atau udah nemuin lagi lucu lainnya terus berasa santai aja padahal ceritanya battle hidup dan mati. Sementara cerita Lazuardi lebih detail aja embel-embel penggambaran semua halnya. Mungkin karena itu jadinya lebih kerasa ngerinya, lebih bisa ber-waw dulu sama keadaan yang terjadi disana, sama keadaan setting tempat atau sama kekuatan karakternya dll gterus kerasa serius juga. Aku lebih suka yang agak seimbang perasaan yang aku dapet saat bacanya terus untuk cerita soal battle hidup dan mati gini aku lebih suka yang serius karena lebih kerasa nyata aja buat aku, jadi aku lebih suka cerita Lazuardi. Vote lazuardi...

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -