[Round 3-K5] Primo Trovare vs Colette Reves
"Selamat atas keberhasilanmu di pulau amarah." Dalam ketiadaan Primo mendengar suara Hafit yang selalu menjadi pengantar Jiwanya.
Primo tidak bisa membalas ucapan tersebut ia menyadari bahwa saat ini ia hanyalah sebuah kesadaran yang tengah digenggam Hafit.
"Hamba akan menaruhmu langsung di lokasi pertarungan selanjutnya. Kali ini adalah pertarungan satu lawan satu, atau yang biasa kamu sebut duel!"
Kaki Primo menjejak di satu tempat, hal yang ia sadari pertama adalah kegelapan. Ia berada di satu ruangan dan tidak bisa melihat apa-apa. Mengingat dari pertarungan sebelumnya ia sadar dirinya berada dalam tahap surgawi, oleh karena itu ia bisa mengeluarkan satu sumber cahaya.
Pikiran Primo mengingat kepada kemuliaan Ucup, sebuah sinar putih mulai berhamburan dari telapak tangan kiri Primo. Sinar-sinar tersebut membentuk sebuah pistol busur bercahaya. Menjadikannya sumber cahaya dalam ruangan ini.
Di Seberangnya seorang wanita berdiri gemetaran, melihat cahaya yang keluar dari tangan Primo wanita itu segera langsung gemetaran.
"Astaga apa itu?" Teriak sang wanita saat sebuah Jarum perak melintas di antara dirinya dan Primo.
Aksen yang diberikan oleh sang wanita sangat kental dengan bahasa Perancis, salah satu tetangga Italia yang terkenal dengan kekotorannya. Tetapi Primo yakin, yang diucapkannya adalah bahasa ibunya Bahasa Itali. Tapi semua orang yang ia temui juga berbicara seperti itu. sepertinya bahasa semua petarung telah disatukan oleh Thurkey.
Satu Jarum perak melesat kembali kali ini ke melewati atas kepala wanita itu, menjatuhkan topinya ke tahah, lalu menggores dahi Primo.
Wanita itu mengangkat kedua tangannya, membuka telapak tangan sejajar ke arah depan.Sebuah kubus transparan tercipta memerangkap dirinya di dalam. Sebuah kubus kaca.
"Istana Versailles" Ucap sang wanita saat kubus kaca itu selesai tercipta.
"Hentikanlah tembakanmu pria asing!" teriaknya dari dalam kaca tersebut, aneh seharusnya Suara tidak keluar dari dalam benda seperti itu.
Rambut bergumpal dan kulit hitam. Wanita ini berasal dari kaum budak. Primo mengerti mengapa ia yang disalahkan atas proyektil-proyektil tersebut.
Selain hanya mereka berdua yang ada di tempat itu, Pistol busur yang ada di tangannya pasti memberikan salah paham.
"Tuhan, Sekali lagi hambamu ini diberikan cobaan, Kuatkanlah hambamu, ini jauhkanlah dirinya dari segala benda-benda berterbangan di tempat ini."
Setelah memberkati dirinya,Primo melangkah mendekati kaca kubus tersebut, Setidaknya kalau ia dekat dengan kubus itu, ia mengurangi ancaman proyektil hampir setengahnya.
"Ja—jangan mendekat!" Wanita dalam kaca tersebut panik melihat langkah Primo.
Mendengar teriakan tersebut, Primo menghentikan langkahnya, "Maafkan saya, Nona. Tetapi saya hanya perlu meminjam perlindungan Istana Versaillesmu, setidaknya izinkanlah saya menambah dua langkah saja."
Wajah wanita itu melembut saat mendengar komposisi kalimat Primo, Dia menggangguk cepat tetapi tetap menempatkan dirinya di sisi terjauh kubus dari Primo.
Primo maju dua langkah, hanya ada jarak tiga kaki dari tubuhnya ke kubus kaca, jarak aman untuk bertahan dari proyektil arah depan.
Proyektil kembali berterbangan, beberapa dari mereka jelas menabrak kubus kaca, sebagian hanya menggores pinggiran telapak tangan Primo dan juga sepatunya.
"Namaku Primo Trovare, dan nama Nona?"
"Akyu adalah Colette, Kali ini tidak ada tipuan, musuhku hanyalah kamyu bukan?"
"Kau benar Nona Collete, aku ditempatkan di sini untuk bertarung dan Kalau bukan aku yang mati pada akhir pertarungan ini, maka …" Primo tidak bisa melanjutkan perkataannya.
"Isshhhh!" Teriak Primo perih saat sebuah jarum menembus pinggangnya.
Primo bertelut, ia meraba tempat terluka tadi dan menarik Jarum tersebut. Ia merasakan sedikt darah merambat turun dari pinggangnya, dan Jarum yang seharusnya perak itu diselimuti darah.
"Kamyu tidak apa-apa?" Tanya Collete begitu melihat apa yang terjadi.
"Jarum-jarum ini, Tidak melukai parah, atau memberikan rasa sakit yang sangat, tetapi tetap mengancam nyawa jika terkena di titik vital, atau terlalu banyak serangan yang mendarat. Terima kasih telah mengkhawatirkanku Nona Colette."
Primo beranjak berdiri, rasa sakit di pinggangnya itu perlahan menghilang.
"Nona Colette maukah kau menghiburku?"
"Akyu harus berpantomin, untuk menghilangkan rasa sakitmu?"
Primo tertawa kecil, "Maaf, sepertinya aku kurang jelas dalam perkataan tadi, maksudku aku ingin kau membacakan pembukaan duel nona. Membuat pertarungan ini jadi resmi serta membuatku menghindari dosa saat menghilangkan nyawamu."
"Kamyu orang yang aneh Primo, menurutmu jika akyu mengucapkan kalimat yang kamyu inginkan, Kau akan kehilangan nurani dan bisa membunuhku kapan saja?"
"Tidak, bagaimanapun juga membunuh seorang adalah dosa nona, tetapi atas nama duel, dosa tersebut bisa diampuni"
Sebuah jarum melesat kembali, dan kali ini mendarat di sikut kanan Primo. Ia kembali meringis sembari mencabut jarum tersebut dari lengannya.
"Baiklah, Aku akan melakukannya, bagaimana aku menyebutnya?"
"Namaku, Primo Trovare dan aku akan melawanmu secara terhormat dalam Duel ini!"
"Namaku, Colette Reves dan aku akan melawanmu secara terhormat dalam Duel ini!"
"Terima kasih," Primo memberikan senyumannya kepada Colette, "sekarang tinggal pikirkan cara mengeluarkanmu dari kotak ini."
"Tidak, tuan Primo, akyu tidak akan meninggalkan kotak ini, Ruangan ini terlalu berbahaya, kamyu terlalu berbahaya."
"Jadi yang bisa kulakukan adalah menunggu kotak ini menghilang dengan sendirinya?"
"Sepuluh menit, itu batas waktu kotak ini, tetapi jika sedikit lagi akan menghilang akyu tinggal menciptakan kotak baru di dalamnya sehingga kamyuakan tersiksa oleh jarum-jarum itu selamanya!"
Dan perkataan Colette menjadi kenyataan, satu lagi jarum mendarat di Paha Primo kali ini jarum tersebut memiliki diameter yang lebih besar.
Primo mencabut Jarum tersebut sembari menahan rasa sakit. Ia yakin jarum tersebut masuk begitu dalam sehingga menggores tulangnya.
"Jadi, kurasa perjuanganku berakhir di sini, Nona Colette?"
"Tentu saja, akyu tidak mengambil langkah gegabah!"
"Tapi dengarkan aku nona, kumohon Jika aku bisa melewati ronde ini aku bisa menyelamatkan kalian. Menyelamatkan setiap jiwa yang dimiliki Thurkey."
Colette terdiam, Primo menyadari itu adalah permintaan tulusnya berhasil.
"Tetapi bagaimana bisa? Bagaimana bisa kamyu, seorang manusia sanggup melawan entitas yang menyatakan dirinya tuhan itu?"
"Karena dari antara semua peserta hanya aku yang tahu siapa itu Thurkey sebenarnya dan aku… maksudku masa laluku tidak jauh berbeda dengan Thurkey sendiri."
Primo berkata Jujur, dari pertunjukan gambar yang diperlihatkan Thurkey sebelum pertandingan di Pulau Amon, Primo sudah mengetahui siapa Thurkey sebenarnya.
"Dengarkan Nona Colette, semua maksudku semua peserta yang ada di tempat ini memang sudah memiliki akhir takdirnya masing-masing. Tidak mungkin bagi Thurkey, atau aku melawan takdir yang tersuratkan."
Primo membeberkan kenyataannya, semua janji yang diberikan oleh Thurkey sejatinya adalah janji palsu. Tidak ada yang bisa melawan takdir yang di tulis di Kitab kehidupan.
" Tetapi aku bisa membebaskan kendali Jiwa kalian, kalian tidak perlu perlu masuk kedalam kehancuran tanpa akhir seperti yang terjadi kepada petarung yang kalah. Tidak ada satupun hal di dunia yang bisa menghancurkan Jiwa. Aku akan memastikan, setiap Jiwa petarung mendapatkan akhirat yang tepat. Baik paradiso, ataupun lingkaran Inferno seperti padang nanthara ini."
"Jadi, kamyu bisa menolong semua orang di sini?"
Primo menggangguk mantap. Sinar matanya menunjukkan tekadnya untuk menjatuhkan Thurkey dari Singgasana Padang Nanthara, atau setidaknya menyadarkan bahwa ia tidak berhak bermain dengan Jiwa seperti ini.
"Akyu mengerti, aku akan mengaku kalah kau kau benar-benar berjanji menyelamatkan semua orang. Terutama seorang bocah yang sangat berharga bagiku, Ucup."
Air muka Primo berubah, Nama Ucup Ia sudah tidak bisa mencampuri ataupun mengendalikan Jiwa Ucup lagi, karena yang Ia tahu ia telah menyerahkan jiwa Ucup sepenuhnya ke tangan para malaikat.
"Kenapa? Apa yang salah? Kemanakah semangat kamyu mengenai coup d' etat terhadap Thurkey?"
"Bukan itu Nona, tapi mengenai Ucup …" Primo mengambil nafas panjang, "… Ia telah tiada, Aku telah membunuhnya dan mengantarkannya kepada …"
"Adieu"
Sebelum menyelesaikan kalimatnya, kotak kaca di hadapan Primo menghilang, dan Colette kini yang berdiri di depannya mengacungkan jarinya ke arah Primo.
Sebuah garis-garis hitam membentuk sebuah Pistol, tetapi bukan pistol yang familiar bagi Primo yang ia tahu, ia tidak boleh tertembak sama sekali, karena ia sendiri tahu di masanya bagaimana luka tembak adalah luka yang tak bisa disembuhkan.
Sebuah jarum melesat mendarat tepat di genggaman Colette, sepertinya perlindungan Tuhan kepada Primo masih berjalan cukup efektif.
Primo melihat ke wajah Colette, dan ia menyadari nurani wanita itu sedang tidak ada di tempatnya.
Setelah mencabut jarum tersebut kali ini sebuah senapan hitam mulai tercipta di tangan Collete. Primo tidak bisa membiarkan dirinya menjadi sebuah target mudah. Dengan melepaskan genggaman pistol busur surgawinya, Pusaka itu menghilang membuat ruangan ini kembali gelap gulita.
"Dimana kamyu, munafik? Menyelamat jiwa apanya, bahkan anak kecil seperti Ucup saja tidak kau ampuni? Tunjukkan dirimu pengecut!"
Teriakkan Colette itu menambahkan rasa kesal di dalam hati Primo. Ia sudah berbuat baik, membebaskan Jiwa Ucup dari permainan kejam ini tapi yang ia terima adalah cacian dan label munafik?
Tidak, Primo tidak bisa membiarkan ia direndahkan seperti ini.
"JALANG!" umpat Primo kepada wanita tidak tahu diri itu.
Umpatan Primo dibalas dengan suara letusan. Tepat ke arah Primo.
Tetapi tidak ada satu bagian tubuh Primo yang terluka, delapan pecahan peluru yang keluar dari senapan modern tersebut berhenti di kulit telapak tangan Primo. Telapak tangan dari Sentuhan Terkutuk.
Kerlip merah memendar dari Sentuhan Terkutuk.
"Ketahuilah, Colette. Aku tidak bisa memaafkanmu, tetapi apa yang kukatakan sampai saat ini adalah benar. Aku akan menyelamatkan semua Jiwa petarung di sini. Jika Jiwamu dan Jiwa Lulu menjadi salah satu Jiwa terhilang di dalam tubuhku, ketahuilah kalian menjadi pengborbanan untuk menyelamatkan yang lain!"
Primo menghentikan sentuhan terkutuk dan berlari menyamping, sekali lagi menghindari target dari senapan modern yang dimiliki Colette. Ia menapak perlahan karena di ruangan yang hanya diisi oleh kegelapan dan parfum menyengat Colette, Indera pendengar menjadi satu-satunya orientasi bagi mereka Primo dan kemungkinan juga Colette.
Primo berdiam diri di satu sudut ruangan, sisi dengan kemungkinan paling kecil tertancap proyektil jarum. Ia mengumpulkan Ide bagaimana tepatnya mengalahkan Colette, Ia tahu ia tidak bisa menggunakan Pistol Busur Surgawi sehingga ia harus mengumpat 'jalang' dan mengeluarkan sentuhan terkutuk. tetapi mendekati Colette di ruangan penuh proyektil dan tanpa cahaya ini memerlukan usaha lain.
Untungnya, usaha tersebut datang dari Collete sendiri entah bagaimana caranya yang pasti sebuah sumber cahaya tercipta di genggaman colette. Bentuk senapan yang ia pegang berubah dan kini di bawah moncong senapan tersebut terdapat lentera sorot.
Colette memutarkan tubuhnya, sorot cahaya itu menyisiri jengkal demi jengkal ruangan kecil tersebut, beberapa meter lagi cahaya tersebut akan mengungkapkan Posisi Primo.
Sekarang atau tidak sama sekali.
Tidak ada strategi, tidak ada cara mudah – Bertarung dan pertaruhkan nyawa – Dua petarung masuk ruangan, hanya satu yang tersisa – Itulah alasan ruangan ini diciptakan.
Semua kesadaran itu melintas di relung Primo, mengapa ia tidak menyadarinya lebih awal?
Primo melesat ke Arah Colette, Sentuhan Terkutuk terbentuk di telapak kanannya.
Sebuah ledakan terlontar dari senapan Colette, peluru yang terpecah delapan itu menjadi percuma saat menghantam telapak tangan raksasa yang direntangkan oleh Primo.
Senapan Colette persis seperti yang Primo kira, Harus dikokang antar jeda tembakan, tetapi kecepatannya sudah sangat berbeda dengan senapan di masa Primo.
Ledakan kedua meletus, tidak semua pecahan peluru tersebut tertahan Sentuhan Terkutuk. satu peluru lolos di antara jempol dan telunjuk tangan raksasa tersebut menyarangkan dirinya di perut kiri Primo.
"Terkutuklah senapan itu, oleh karena sebuah benda begitu keji yang diciptakan hanya untuk merusak!"
Colette kembali mengokang senapan itu, tetapi benda merah yang sudah tiga kali melontar setiap kali senapan dikokang kali ini tersangkut di sistem pembuangannya.
Primo menyadari hal tersebut, ia menambahkan kecepatan larinya tak peduli bahwa peluru yang bersarang di perutnya menambahkan rasa sakit setiap melangkah, tak peduli beberapa proyektil jarum yang ukurannya makin besar mendarat di tubuhnya.
Sentuhan terkutuk mencakar tubuh Colette, tidak ada luka sama sekali tangan raksasa itu hanya menembus tubuhnya.
Tetapi tangan kiri Primo adalah benda fisik, dan serangan keduanya adalah dorongan sekuat tenaga mencoba menghantamkan tubuh Colette ke tembok di belakangnya. Ia tidak tega menyarangkan hantaman telak wanita.
Tidak ada kilas balik, Tidak ada dosa yang terangkat oleh sentuhan terkutuk. Wanita ini, Colette ia sudah berdamai dengan semua dosa masa lalunya, atau ia tidak pernah menganggap yang ia lakukan itu dosa?
Harus ganti strategi, Primo harus menghentikannya menggunakan kebajikan wanita itu sendiri. Ia berlari mundur sembari mematikan sentuhan terkutuk, kembali kedua sosok itu saling menghilang dan tidak bisa melihat.
Lentera sorot yang tergeletak bersama senapan di lantai tidak bergerak sama sekali, Primo mencurigai bahwa Colette sedang merencanakan sesuatu jika ia tidak memerlukan senapan itu.
"Maafkan aku bapa, karena aku telah berdosa. Atas impuls sesaat aku telah memberikan label kepada musuhku, mengumpatnya dengan lidahku. Kumohon bapa, curahkanlah kasihmu dan angkat dosa ini dari pada jiwaku!" bisik Primo kecil sembari berharap ia tidak membongkar posisinya di ruangan gelap ini.
Tetapi cambukan udara dan tali kulit mengatakan sebaliknya, pipi Primo tertampar cemeti kulit, menghindari serangan lebih lanjut Primo bergerak cepat ke tempat lain, ia merasakan darah yang bergulir di pipinya tersebut.
Primo berhenti, ia melihat ke suatu arah di dalam kegelapan, sebuah arah dimana ia yakin sosok Colette mengayunkan cemeti tadi.
Mengacungkan genggamannya ke depan Primo memanggil kembali Pistol Busur Surgawi, dan sekali lagi Ruangan menerang. Cahaya dari Pistol Busur tersebut mengusir kegelapan yang melingkupinya.
Tepat, Colette memang berada di tepat di hadapan busur tersebut, dan jika Primo bisa melihat targetnya, Pistol Busur Surgawi akan mendarat kecuali jika ada penghalang di antaranya.
Satu anak panah meluncur dan mendarat di tubuh Colette, sama seperti sentuhan terkutuk tidak ada luka fisik yang terjadi tapi kali ini Colette berhenti bergerak matanya tidak terfokus, sesuatu menyadarkan dirinya.
"Apa yang terjadi Primo, apa yang akyu rasakan ini?"
Primo hampir tidak peduli dengan apa yang Collete rasakan tetapi jika hal itu tidak membuatnya berada dalam bahaya ia akan memberikannya.
Dua tembakan kembali diluncurkan Primo dan akhirnya Primo dapat merasakan apa yang sedang dialami Colette. Berbeda dengan Sentuhan Terkutuk, Pistol busur surgawi menguatkan kebajikan dan memberitahukannya kepada Primo.
Will, Benevolence, generosity and Sacrifice. Kebajikan dari Caritas, Mengasihi, dan buah yang terbesar dari jiwa Colette adalah pengorbanan, bahkan jika merusak pikirannya dan membuatnya jadi gila ia mengorbankan semua itu agar orang yang ia kasihi mendapatkan yang terbaik.
"Dengarkan aku Colette, Ucup adalah satu-satunya jiwa yang telah kuselamatkan dari permainan gila ini, aku mungkin yang membunuhnya, tetapi kalau bukan aku ia akan terjebak dalam siklus kejam yang dibuat oleh Thurkey"
Colette jatuh terduduk, ia tidak bisa berkata apa-apa. "Demi Lazu akyu membunuh Lucia secara keji, Demi Ucup akyu bahkan menyerang Primo membabi buta!"
Primo mendekatinya ia mengambil tangan Colette dan bertelut bersamanya.
"Tidak ada yang pantas kau sesali, Kau melakukan sesuatu yang dilakukan oleh pahlawan-pahlawan, yang dilakukan oleh para penyelamat pengorbanan. Kini sekali lagi, aku memintamu, meminta bantuanmu untuk berkorban sepenuhnya."
Colette mengangkat wajahnya, Primo menatap tepat ke arah mata Colette tetapi terganggu saat sebuah jarum mendarat di rahang kanannya, Jarum tersebut kini lebih besar dan lebih cepat, bukannya terhenti Jarum tersebut menembus rahang kiri dan terus melaju.
Primo hanya bisa meringis dan sekali lagi gumpalan darah menggantikan titik masuk dan keluar proyektil tersebut.
Melihat hal tersebut, Colette membuat kembali istana versailes menjaga mereka berdua di dalam sebuah kubus kaca. Tetapi kali ini bahkan Colette tidak perlu mempantominkannya.
"Aku terima tawaranmu Primo. Aku menyerah ka…"
Pernyataan Colette terhenti, Primo meletakkan telunjuknya di atas bibir Colette.
"Aku tidak akan membiarkanmu menyerah, aku akan membawamu ke tempat para malaikat. Kemungkinan besar, kau akan bertemu Ucup di sana!"
Bola mata jernih milik Colette berkaca-kaca saat mendengarkan janji dari Primo tersebut.
Primo bangkit dari posisi bertelutnya, ia menumpangkan tangan ke atas dahi Colette dan memulai doa penyucian.
"Kau Colette Reves, yang memiliki hati terbesar di antara sesamamu dan selalu berdiri tegar di atas segala penderitaan dan cobaan. Hari kesukaranmu telah berakhir, hari dimana kau tidak perlu memotong bagian dari hatimu untuk menolong yang kau kasihi, dimana kau harus membuang jati dirimu yang baik hanya untuk bertahan. Aku akan menempatkan Jiwamu di sisi-Nya."
Primo mengambil nafas panjang …
"Colette, Aku… Menyuc…"
***
"KAU SERIUS MAU MELAKUKAN ITU!?"
Semuanya menjadi gelap, tetapi tidak dengan Primo ia masih bisa melihat lengannya tetapi ia tidak bisa melihat apa-apa selain itu.
Ini bukan gelap segala sesuatu yang ada di sini hitam, kecuali dirinya.
"Seharusnya ingatan yang dibukakan oleh Metatron memberitahukanmu sesuatu, semakin kau menulah jiwa seseorang kau akan kembali menjadi diriku."
Di sisi jauh sebelah kanannya di arah jam dua, Primo melihat kepada Primo, tetapi ada yang berbeda. Ia melihat bentukan dirinya dengan sepasang tanduk kambing dan kulit yang mulai bersisik.
"Dan sebaliknya, semakin kau menyucikan jiwa seseorang kau akan kembali menjadi dirinya."
Sosok itu menunjuk ke kanannya dan Primo melihat satu lagi Primo persis seperti dia, tidak ada yang berbeda namun lebih bercahaya.
Primo itu menutup matanya, tidak bergerak diam seakan tanpa kehidupan, tetapi nafas yang dialaminya menyatakan bahwa Primo itu hidup.
"Kau tahu apa alasan Metatron membuka ingatanmu sebelum membunuhmu? Dan mengapa jiwamu bisa masuk dalam permainan ini?"
"Tidak ada malaikat manapun saat ini yang bisa mengerti Metatron, hanya dia satu-satunya di antara kita yang mengerti jalan pikiran Bapa, dan dia mengorbankan kewarasannya untuk itu!"
"Bodoh, kau saja yang tidak bisa berpikir. Kau tidak sempat memikirkan segalanya begitu terperosok ke dalam permainan ini. Sekarang adalah waktu yang tepat, saat semua waktu berhenti dan hanya kita bertiga yang saling berbicara. Aku, kamu dan si ignorant ini!" jelas Primo bertanduk.
Primo yang asli hanya bisa terdiam yang ia pikirkan tetap sama, Metatron takut kedudukannya sebagai Malaikat satu tingkat dibawah Alpha/Messiah direnggut kembali saat nanti ia akan menjadi Helel.
"Dan bisa-bisanya kau pikir seorang malaikat bisa merasakan iri kepada dirimu? Nak, kau membawa keangkuhan ke tingkat yang lebih tinggi!"
Primo bertanduk mampu membaca pikirannya, dan sang tanduk menertawakan pikiran bodoh itu.
"Akan kuberikan satu petunjuk, Siapa itu Thurqk?"
"Thurkey adalah salah satu kandidat Satan of Pride, Iblis yang menggantikanmu saat kau dibakar api penyucian dan dinaikkan ke bumi menjadi diriku, Lucifer."
Primo bertanduk tersebut tersenyum, Primo asli sudah mengetahui siapa dirinya, ia adalah kepingan masa lalu Primo. Yang berarti Primo tertidur di sampingnya adalah kepingan yang satu lagi, Helel.
"Dan kau tahu ini dari mana?"
"Delima neraka menempatkanku bahwa saat ini kita berada dalam Inferno, dan cara dia sesuka hati mengubah menyusun tempat ini membuktikan bahwa ia setingkat satan. Sedangkan kenyataan ia memiliki Jiwaku dan Jiwa Lulu putri traumatis dari entah berantah mengatakan ia menguasai jiwa yang diliputi keangkuhan," Primo menjabarkan semua pemikirannya, "cara ia menyiksa Jiwa-jiwa dengan membunuhnya tetapi tetap menyimpannya lagi untuk dibunuh di lain hari, membuktikan bahwa ia tidak berbeda dari Satan lainnya, Jiwa tidak bisa dihancurkan!"
Lucifer duduk di kursi tak terlihat sembari mengangguk-anggukan kepala.
"Jadi kau tahu apa alasan Metatron mengirimmu ke permainan ini?"
Primo kembali terdiam, ia belum bisa mengubah jawaban yang ia simpulkan pertama kali.
"Kau benar-benar manusia Primo, Kau tidak pernah mengerti rencana Bapa. Jadi biarkan kali ini aku menyuapimu dengan sesendok penuh pengetahuan surgawi!"
Tetapi sebelum ia melanjutkan sebuah tawa nyaring penuh ejekan ia keluarkan sepuas hati, siapapun yang mendengarnya pasti marah, tetapi Primo tidak merasakannyaa, bagaimanapun Lucifer adalah dirinya sendiri, tawa tersebut mungkin hanyalah proses berpikirnya.
"Metatron membuka pengetahuan dan kekuatanmu untuk memberikanmu pilihan kembali menjadi aku," Lucifer menunjuk kepada dirinya, "atau menjadi 'aku'" dengan penuh hormat ia menunjuk kepada Helel yang tertidur.
"Sedangkan ia membunuhmu dan memasukkanmu ke dalam permainan si Thurkey ini hanya untuk satu hal. Memberitahukanmu bahwa jangan PERNAH MERUSAK KESEIMBANGAN YANG DIBUAT TUHAN!
Lucifer membentak Primo, sekali lagi siapapun mungkin akan segera mengecil hatinya tetapi Primo seakan tahu apa yang akan terjadi dan ia hanya melihat bentakan itu salakan ramah seekor anjing.
"Kita meninggalkan Tahta Satan dan Lingkaran inferno kesembilan, Lingkaran es abadiku yang kini diubah menjadi padang darah oleh Thurkey. Satan yang lebih kejam dari pada Kita."
Primo akhirnya mengerti apa yang diinginkan Metatron darinya, tanggung jawab. Tanggung jawab sebagai Satan.
Haruskah ia membereskan kekacauan yang ia buat, tetapi mengorbankan mimpi abadinya yaitu berada di samping Bapa untuk kedua kali dan selamanya? Atau ia bisa saja tetap memilih kembali menjadi Helel tetapi membiarkan Satan baru bernama Thurkey ini lepas kendali dan bermain dengan Jiwa-jiwa sesuka hatinya?
"Dan itu anakku, sesuap pengetahuan Surgawi," Seringai Lucifer terkembang ia menatap langsung ke mata Primo, "dan aku akan memberitahukan sesuatu kepadamu, Aku khilaf, Jika Bapa memang menginginkanku untuk menjadi Satan, maka aku akan tetap menjadi Satan bahkan jika jiwaku pada akhirnya harus hilang oleh api penghukuman di Hari Akhir. Tapi setidaknya, aku berada di tempat yang diketahui Bapa."
Primo tidak hanya mendengar kalimat itu, tetapi ia merasakannya ia merasakan hati Lucifer, Hati yang rindu kepada Bapa tetapi tidak pernah bisa melihat kasih-Nya lagi untuk selamanya.
"Atau kau bisa memuaskan keegoisan dia," sembari menunjuk kepada Helel, "Dan mengecewakan keinginan Bapa?"
"Aku bisa saja menulah Colette, tetapi dia tidak memiliki dosa yang mampu membuatku menulah jiwanya, lagipula aku telah berjanji mempersatukannya dengan Ucup."
Primo masih tegar ia tidak ingin membuang jiwa Colette kedalam kendali dirinya.
"Setiap petarung yang dipilih oleh Thurkey, memiliki keangkuhan di dalam diri mereka walau hanya sebiji sesawi dan itu yang ia pakai untuk mengendalikan semua petarung. Dosa yang sama itu bisa kau pakai untuk menulah jiwanya. Bagaimanapun kita adalah Satan dari keangkuhan."
Primo mengangguk, tetapi ada satu hal yang masih mengganjal di dalam hatinya.
"Benarkah aku, Primo akan mati begitu aku menulah Jiwanya?"
"Tidak, kau tidak mati Primo kita hanya bertukar tempat, Aku akan kembali mengendalikan dirimu dan kau tetap ada di sini, di kepingan-kepingan ingatan masa lalu."
Primo berpikir keras kembali, dan pada satu titik ia mencapai sebuah keputusan, keputusan yang akan mengubah hidupnya membawa awal baru.
"Baiklah jika itu keputusanmu, aku akan mengembalikanmu!" Seringai Lucifer melebar.
Dan cahaya kembali terbentuk.
***
Primo terhenti, dia kembali menyadari tempatnya, berada di dalam ruang penyiksaan penuh lontaran proyektil, dilindungi kubus kaca dan sedang berusaha menyucikan jiwa Colette.
"Tuan Primo, Kau… tidak apa-apa?"
Primo menatap Colette, dan dari percakapannya dengan Lucifer ia tahu apa yang ia akan lakukan terhadap jiwa sang wanita.
"Colette… Aku… Menyucikan… Jiwamu!"
Tidak peduli kenyataan mereka berada di dalam ruangan gelap, ataupun berada di ruang yang tak bisa hancur.
Dari atas mereka berdua sebuah sinar muncul membelah ruangan, bahkan membelah kubus kaca Colette, sebuah lidah api turun dan membakar tubuh Colette, tetapi wanita itu tidak berteriak kesakitan wajahnya seakan memberikan bahwa ia berada dalam terpaan angin tersejuk.
Saat seluruh tubuhnya terbakar dan bola jiwa putihnya terangkat dari langit, tertancap di tempat yang sama dari posisi Colette sebuah pedang. Pedang bersalut api yang diberikan dari bapa kepada para Malaikat generasi awal, untuk menjauhkan Adam dan Hawa dari Eden.
Pedang api Kerubim, Inilah saatnya, Saat Primo menyentuh pedang itu, ia tahu giliran ia yang akan menjadi kepingan memori. Ia dan Lucifer hanya tidur dalam sebuah kepribadian yang ia inginkan.
"Aku tahu, Helel aku mungkin melanggar keseimbangan yang ditetapkan Bapa, tapi aku yakin kau akan membuatnya menjadi benar. ketuk kepala Thurkey dan ajari dia menjadi Satan yang benar, Bukan Satan yang sewenang-wenang seperti sekarang ini!"
Primo menggenggam pedang tersebut dengan tangan kanan, semburan rasa panas menjalar dari tangan tersebut seakan ia disirami oleh magma.
Kepingan-kepingan hitam yang berasal dari kekuatan terkutuknya jatuh berhamburan keluar dari setiap pori-pori tubuh bagian kanannya. Membuang sisa-sisa keangkuhan, dan dosa yang melekat dalam diri Primo ataupun kepingan memori Lucifer.
Tiga pasang Sayap putih terkembang, merobek Jubah bangsawan primo dan di atas kepalanya lingkaran surgawi terbentuk walau hanya sesaat sebelum akhirnya semua atribut surgawi tersebut menghilang.
"Tidak, aku belum sepenuhnya tersucikan!"
Helel menundukkan wajahnya ia sadar, ia masih belum bisa meninggalkan permainan ini.
"Baiklah untuk sementara, aku akan menggunakan namamu Primo. Dan aku akan mengabulkan permintaan terakhirmu, Setidaknya biarkan inferno melepas kepergianku dengan cara spektakular, menendang bokong Thurqk"
Sebuah Pintu terbuka dibaliknya seorang terkutuk yang dalam ingatan Primo dipanggil Hafit, padahal nama sebenarnya yang Helel ketahui adalah Hvyt.
"Selamat Primo mari ke pertarungan selanjutnya!" ajak Hvyt tersebut.
Primo (Helel) berjalan perlahan ke arah pintu tersebut, saat Hvyt menjulurkan tangannya dan menyentuh kening Primo untuk mengubahnya menjadi kristal jiwa agar mudah dibawa. Untuk pertama kalinya Primo tidak berubah, Untuk pertama kalinya sebuah Ekspresi terpampang di wajah Hvyt ekspresi Bingung.
"Aku bisa terbang sendiri wahai Hvyt, Tunjukkan saja arahnya!"
Hvyt berbalik dan terbang keluar dari ruangan itu menuju ke padang nanthara lagi.
Primo sebelum meninggalkan ruangan proyektil tersebut, meninggalkan jubah yang robek tersebut. Ia sudah tidak memerlukan status bangsawan lagi, ia sudah menjadi makhluk Surgawi.
===End of Round 3===
Aaaargh..!! ternyata Primo gak milih fallen route... sial, jadi kalah taruhan deh #plakk
ReplyDeleteBaca dari awal agak bingung karena bahasanya yang cukup formal, dan itu pistol busur... crossbow kan? narasinya sih pas dan gak kepanjangan tapi ada beberapa bagian yang agak sulit buat dibaca mungkin karena kurang koma atau emang karena saya yang gak terbiasa baca tulisan model begini...
jadi di sini bisa dilihat kalau Primo itu weak but at the same time the most powerful karena kemampuannya dan juga kenyataan kalau sebenarnya dia setingkat dengan Thurqk, saya cuma berharap semoga gak perlu lawan Primo...
walau belum ada entry pasangannya saya tetep kasih nilai dulu, nilai 8,5/10
Tenang aja, Helel gak akan seformal Primo.
DeleteDan sifatnya gak sebudi Primo.
beneran Kayak If you Good, Then Meet God...
if you Bad, Then Die.
Jadi yah... gak beda rute fallen sama Divine, yang beda cuman Skill set.
Saya ga tahan, karena takut lupa, biarin deh komen sekarang aja.
ReplyDeletePada tahap ini kayanya saya udah berhasil diconvert jadi blind fanboy-nya Primo, karena habis baca r3 ini saya sepenuhnya dukung Primo maju terus #plak
Karakter Colette kurang muncul, tapi yah itu karena emang dia ga banyak depth yang mungkin bisa digali ya. Lucu juga pas momen sebelum penyucian jiwa Colette, ngeliat Primo" saling ngobrol gitu kayak ngeliat kartun jadul yang suka ada malaikat sama setan gitu di samping si tokoh, ngehasut" sebelum dia ngelakuin sesuatu www
Nilai nyusul nunggu entri lawan muncul
Shared score dari impression K-5 : 8,1
DeletePolarization -/+ 0,2
Karena saya lebih suka entri Primo, jadi entri ini saya kasih +0,2
Final score : 8,3
Narasinya rada kaku gan, jadi agak aneh pas ngebaca. Kalau secara pertarungannya sendiri, ane ga yakin. Kayaknya yang mau ditekankan di pertarungan ini emang kisahnya Primo ya? Colette jadi kayak cuma karakter pembantu gitu.
ReplyDeleteSama ini yang mengganjal di hati ane gan, kenapa Colette nya pake 'akyu-kamyu'? Kesannya ga kayak orang Prancis, malah jadi unyu-unyu. ^^
Nilai menyusul ya nunggu entry Colette...
karena ngebaca kata Moi dan Vous di kalimat indonesia itu mengganggu,
Deletewaktu saya baca entry si Colette, makanya Daripada ngeganggu pembaca juga, Saya kisahkan akyu dan kamyu itu aksen.
tapi kalau ane malah lebih akrab baca Moi dan Vous. atau pakai padanan kata lain. karena selain unyu juga seperti kata Colette, (maaf) agak mirip banci salon...
DeleteNilai 6,5 , kurang 1 dari Colete karena walau bagian Primo mencari jati dirinya cukup menarik, ane lebih suka narasi battlenya Colete
DeleteKeluhan moi cuma satu: kenapa jadi akyu-kamyu? Memangnya moi banci salon? >:(
ReplyDelete#TabokIvan
Good luck ya Monsieur Rampengan!
Ok, ini cukup menarik, tapi entah kenapa saya kurang suka dengan pertarungannya. Pertarungan yang seharusnya saling bunuh untuk survival malah jadi acara membujuk lawan untuk menyerah, kurang perlawanan~
ReplyDeleteScore 7,5
ufufufu akhirnya si Bangsawan milih jadi Divine ya~
ReplyDeleteini pertama kali gw baca entry Primo, jujur agak kaget sama tata bahasanya yang beda ^^; style penulisan arkaik gini sempet bikin gw menelengkan kepala gara2 perbedaan imbuhan. but well, ga ganggu banget sih. paragrafnya yang pendek2 bikin jarang skim :3
battlenya hmm... ini ngingetin sama Battle Lance dari N2 :3
strateginya berasa gt hwhwhw
nilai: 8 :D
Po:
ReplyDelete-Plusnya, keliatan kalau konsep kanon Primo terbangun dengan rapi dan konsisten. Thurqk juga diberikan peran khusus sebagai tokoh antagonis utama di plot milik Primo sendiri. Konsep adegan penyuciannya juga bagus krn dgn ini skillset Primo bisa berkembang.
Minusnya:
- Narasinya nyaris nggak memberi kesan apa-apa. Kepribadian Primo nggak tampak, baik itu sebagai bangsawan, makhluk surgawi, atau peserta battle, baik sepanjang pertarungan atau pemikiran internal. Klo diliat lg, Lucifer atau Helel atau Primo nggak ada bedanya secara sifat. Battlenya juga masih sama dgn pas nglawan Lulu, yaitu Primo ceramah dab Colette pasrah. Kalo penulis punya tanggungjawab membuat konsep cerita dan mengolahnya, cerita Primo masih belum diterjemahkan melalui kata.
Dari semua ini, nilai dariku 6 (Kurang 1,2 dari nilaiku ke Colette)
Entri kesepuluh… checkpoint pertama kak :3 dan saya malah belum selesai bikin entri Luna saat ini -__-
ReplyDeleteSedikit trivia: saya mulai baca seluruh entri R3 pas primo keluar. Yey \ :v /
Lanjut ya kak…
Narasinya, menurut saya masih perlu diperbaiki kak. Walaupun kak ivan punya ciri khas seperti ini, tapi tetap aja, titik, koma, dan tanda bacanya itu tetap harus diperhatikan. Saya ambil beberapa fragmen ya kak (sesuai judulnya :3 )
“Primo tidak bisa membalas ucapan tersebut ia menyadari bahwa saat ini ia hanyalah sebuah kesadaran yang tengah digenggam Hafit.”
"Selamat Primo mari ke pertarungan selanjutnya!"
“Sebuah Pintu terbuka dibaliknya seorang terkutuk yang dalam ingatan Primo dipanggil Hafit, padahal nama sebenarnya yang Helel ketahui adalah Hvyt.”
Well, seharusnya di sana ada tanda baca. Kak ivan pasti udah tahu harus ditaruh di mana kan?
Dan Primo. Ah.. dia ngambil rute dan jadi makhluk surgawi. Saya sendiri tertarik,apakah charsheet primo bakal dirombak besar2an atau tidak. Untuk lain2, semua oke. Nggak ada yg perlu diperbaiki lagi. Kalau mau tambahan, mungkin soal ruangan. Entah saya yg gagal paham atau gimana, tapi saya ga dapat penjelasan apa2 soal ruangan dan torture yg harus dijalani kedua OC di pertarungan kali ini.
Untuk nilai, saya ngasih: 7.0
Semangat kak :3
:*
ReplyDelete