Pages

April 21, 2014

[ROUND 1 - G] ZANY SKYLARK - I AM IMAGYN

[Round 1-G] Zany Skylark
"I am Imagyn"

---

"Makhluk sialan!" umpat Zany tepat setelah tubuhnya dijatuhkan begitu saja dari langit, pelakunya sudah pasti si makhluk merah bersayap hitam yang membawanya langsung dari Jagatha Vadhi ke hadapan si Dewa kurang kerjaan. Apa ada Dewa yang terlihat sangat senggang sehingga kekurangan hiburan? Sepertinya baru satu yang Zany temui.

Gadis berambut putih itu membiarkan tubuhnya jatuh secara terlentang menghadap langit biru. Sesosok Hvyt yang melayang tak jauh dari tubuh Zany, membuatnya teringat akan masa lalu, tentang sensasi dingin dimana untuk pertama kalinya tubuh fana yang ia dapat terjun bebas di antara awan.

Ia tahu bencana selalu mendampingi kelahiran seorang Imagyn, dunia seolah membenci lahirnya sesosok makhluk yang menentang aliran waktu serta di luar kehendak tuhan. Beruntung Zany terlahir bersama tsunami, ia selamat karena jatuh di atas gelombang ombak tinggi, bukan di atas tanah atau aspal.

Bau embun pagi dan kicauan khas burung-burung di kejauhan, memberitahukan Zany ada sebuah hutan yang terbentang luas di bawahnya. Hutan... Bukan tempat pendaratan yang nyaman, Zany harus memutar otak jika tidak ingin tulang-belulangnya patah menghantam tanah.

Zany tersenyum miring. Beberapa ide gila bermunculan di dalam otaknya, ide yang kedengarannya mustahil tapi tidak ada salahnya juga untuk dicoba.

Zany membayangkan sebuah senjata yang pernah ia pelajari bersama kakak angkatnya, sedetik kemudian sebuah AK-47 telah bersanding di tangannya. Bobotnya yang hampir mencapai 4,5 kg membuat tubuh Zany semakin cepat tertarik gravitasi, namun itu tidak menjadi masalah selama jarak di antara dia dengan makhluk merah itu tak terlalu jauh. Segera saja Zany membidik, sasarannya adalah kedua sayap hitam milik si Hvyt. "Let's Go To Climax!" Jemari Zany menekan pelatuk.

Tembakan pertama, gagal. Zany sedikit terperangah, makhluk merah itu berhasil menghindar dari kecepatan assault-nya yang melebihi 710 meter per detik. "Kecepatan yang mengagumkan," puji Zany dalam hati. "Kita lihat saja, seberapa pintar kau bisa menghindar."

Beberapa tembakan ia letuskan dalam jeda tak lebih dari sedetik, fokusnya tetap pada sayap sebelah kanan. Makhluk itu terus menghindar ke arah kiri, Zany pun memutar tubuhnya searah jarum jam mengikuti pergerakan si makhluk merah. Saat posisi Hvyt itu berada tepat di bawah kakinya, Zany merubah posisi tubuhnya, pola tembakannya pun berubah menjadi melingkar, mengurung Hvyt dalam lesatan peluru, membuatnya tak bisa menghindar.

Begitu tersisa dua peluru, Zany menembakkannya ke atas. Membuatnya melesat menuju Hvyt dengan pedang pendek yang telah siap di tangan.

Dua belah pedang saling bertubrukan, saling menahan serangan lawan. Rupanya Hvyt tersebut telah mengetahui pergerakan Zany dan mencabut pedangnya yang tersembunyi entah dimana. "Kau lancang sekali, nona," geram Hvyt sembari menambah tekanan pedangnya yang empat kali lebih besar dari pedang pendek Zany.

Zany tersenyum simpul. "Tuanmu membutuhkan hiburan bukan? Dan aku membutuhkanmu," jawabnya santai.

"Oh ya! Kalau saja kau punya jam, kurasa sepuluh detikku sudah habis." Saat itu juga Zany membelokkan pedang pendeknya, menggores ke lima jari Hvyt yang masih menggenggam pedang. Di saat makhluk merah itu meraung kesakitan, Zany menciptakan dua magnum di kedua tangannya. Raungan Hvyt terdengar semakin keras saat kedua sayapnya berulang kali ditembus timah panas. Belum sempat Hvyt membalas tindakan kurang ajar tersebut, pedang pendek Zany telah lebih dulu menembus tulang tengkoraknya.

*****

"Di tempat inilah kau akan melawan empat peserta lain. Bagaimanapun caranya, buatlah tuanku terhibur!" tanpa menunggu reaksi Cheril, Hvyt yang membawanya langsung menjatuhkan gadis itu dari ketinggian ratusan meter di atas sebuah hutan belantara. Cheril sendiri tak tahu harus berbuat apa, ia tetap tak punya ide sampai tubuhnya berulangkali menabrak cabang-cabang pepohonan. Tepat sisa sepuluh meter di atas tanah, Cheril berhasil meraih cabang yang cukup besar. Ia merasa lega dan akan mencoba merambat turun melalui batang pohon yang bercabang seperti anak tangga tersebut, rasanya lebih baik daripada terjun bebas tanpa parasut seperti tadi.

Baru saja Cheril hendak melaksanakan idenya, guncangan yang cukup kuat membuat pegangannya luput dan jatuh. Cheril mengaduh, guncangan tadi pasti dari sesuatu berukuran besar yang dijatuhkan begitu saja dari ujung langit. Seperti Fallen Angel, mungkin. Dengan hati-hati ia melangkahkan kaki melewati hutan gelap dan lembab tempatnya jatuh, menelusuri asal suara yang membuatnya penasaran.

Cheril tersenyum melihat alam yang masih indah ini. Limpahan oksigen yang melegakan paru-paru, tanah yang terasa lembut dan subur, berbagai hewan dan serangga yang bebas berkeliaran, mengingatkannya akan hutan seluas mata memandang di segala penjuru tanah air tercinta. Sebagai perempuan yang mengambil jurusan pertanian sekaligus mencintai fotografi, tangannya refleks meraih kamera yang selalu tergantung di lehernya dan mengambil beberapa foto sebagai kenang-kenangan.

Di tengah keayikannya berburu, mata indah Cheril menangkap pemandangan ganjil dari balik cermin bidiknya. Beberapa pohon besar tumbang ditimpa makhluk semerah bara api dan bersayap hitam seperti sayap burung gagak, menciptakan sebuah ruang terbuka yang luasnya hampir menyamai setengah lapangan bola basket. Dan yang lebih membuatnya kaget, ada seorang gadis berambut putih mengenakan seragam serba merah-hitam sedang berjongkok di dada makhluk tersebut, tangannya masih menggenggam gagang pedang yang tertancap sangat dalam di kepala sang Hvyt. Cheril tak habis pikir, baru kali ini ia menemukan manusia yang berani membunuh Malaikat.

Cheril memutuskan untuk mendekati gadis itu, mereka sudah pernah bertemu sebelumnya. "Zany?"

Gadis itu menoleh, menatap iris biru Cheril dengan iris pelanginya yang sedikit tidak biasa. "Cheril?!" Zany kaget juga rupanya, ia tak pernah menyangka mereka bisa berada dalam satu kelompok yang sama, tentu saja itu karena ia tak tahu nama lengkap teman barunya tersebut. Zany segera menghampiri Cheril setelah sebelumnya mencabut pedang pendeknya dari kening si Hvyt.

"Apa yang kau lakukan barusan?" tanya Cheril sinis, meskipun sebenarnya gadis itu senang bisa bertemu lagi dengan salah satu kenalannya. "Jangan bilang kau menggunakan ayam itu sebagai bantalan!"

Zany tertawa bangga. "Ya, kau benar!"

"Kau gila!"

"Aku tidak gila," jawab Zany santai. "Ini baru awal permainan, Cheril. Aku tak mau memulainya dengan berantakan, sepertimu." Zany tertawa memerhatikan penampilan Cheril yang sedikit kotor dan sobek dimana-mana. Gadis itu tidak terima dan menatap Zany tajam, "Memangnya kau tidak takut dewa itu akan menghukummu karena membunuh salah satu bawahannya? Dia pasti sedang memerhatikan kita dari dalam kastilnya."

Zany melipat tangannya di depan dada, menatap lurus ke kedua mata Cheril. "Sejujurnya, aku sama sekali tidak percaya dengan keberadaan Dewa, Tuhan, Budha, atau apapun yang manusia sebut sebagai Pencipta. Zat yang manusia sembah, tidak ada hubungannya dengan keberadaanku di kehidupan ini. Jika dia benar-benar marah, hukum saja aku! Aku ingin melihat sampai seberapa jauh Pria Tua itu bisa sesukanya berkehendak."

Cheril bergidik ngeri, "Cara bicaramu seperti kau bukan manusia saja."

Zany diam tak menjawab. Aku memang bukan manusia

"Sudahlah, ayo kita pergi! Pria Tua itu menyuruh kita melawan peserta lain bukan? Lebih baik mencari daripada dicari, waktu yang terbuang juga tidak terlalu banyak," ajak Zany sembari mengembalikan pedang pendeknya ke belakang waist bag. Cheril mengangguk dan mulai mengekor, tapi Zany dapat dengan mudah mendapati wajah gadis berambut pirang itu tak bisa berbohong dengan lebih baik.

"Kau terluka kan? Nih, tangkap!" dengan sigap Cheril menangkap botol kuning berlabelkan antiseptik yang dilemparkan Zany. Alisnya berkerut. Darimana ia bisa mendapatkan obat di tengah hutan belantara begini?

"Oh ya, kau harus segera memakainya sebelum 60 detik, karena--" sebelum kalimatnya selesai, Zany sudah lebih dulu mendesah panjang. Botol di tangan Cheril menghilang sebelum sempat digunakan, membuat gadis bermata biru itu kebingungan. Zany yang tak terlalu ambil pusing hanya mengangkat bahu.

Angin bertiup cukup kencang, menggeser gumpalan uap air yang menghalangi sinar mentari untuk masuk hingga ke sela-sela dahan pohon. Hutan yang nampak suram dan gelap, kini berubah terang. Siluet wanita yang berdiri tak jauh dari mereka pun akhirnya nampak di antara bayangan pepohonan.

Peserta lain? Cepat sekali... Zany berdecak kesal, ia kembali meraih pedang pendeknya. Cheril yang menyadari perubahan mimik temannya ikut mensejajari posisi Zany dengan panah yang telah siap di busurnya.

"Dasar gadis jaman sekarang, apakah kalian tak punya hobi yang lebih anggun selain merusak hutan?" Perlahan siluet itu berjalan ke tengah area terbuka, menampakkan sosoknya yang dibalut gaun hijau panjang transparan sehingga memperlihatkan lekuk tubuh idaman para wanita. Wajahnya yang anggun bagai ratu, diberkahi pula dengan nada suara lembut bersahaja. Namun sangat disayangkan, rambut ungunya hanya seperti tali panjang yang ditempeli banyak sekali kacang hijau. Unik, tapi tidak menarik.

Mereka berdua sempat terbelalak, tubuh Hvyt yang tadi mereka lihat kini menghilang tanpa bekas sedikitpun. Kemana perginya makhluk merah itu? Pertanyaan itu mereka simpan untuk nanti karena hawa mencekam yang berasal dari wanita tersebut membuat mereka tidak boleh lengah sedikit saja.

"Zany, apa dia peserta lain dalam turnamen?" bisik Cheril memastikan, masih dengan posisi siaga.

"Sepertinya begitu, kurasa dia yang bernama Nemaphila," jawab Zany dengan berbisik juga.

"Kau tahu darimana?"

Zany menggedikkan sebelah bahunya. "Hanya menebak. Aku pernah mendengar kata nemophilist dari seseorang, kalau tidak salah artinya pecinta hutan yang cantik dan kesepian." Zany menggerakkan kepalanya ke arah si wanita hijau, "Dengan penampilannya yang memang menyerupai 'pohon', tidak aneh jika aku berpikir kalau namanya berasal dari kata itu bukan?"

"Benar juga." Diam-diam Cheril memerhatikan mata Zany yang terus mengawasi tiap pergerakan si wanita hijau, mata yang sama seperti saat mereka bertemu di tempat sebelumnya-Jagatha Vadhi. Memori saat itu kembali terbangun, saat dirinya ikut melindungi teman mungil berambut amber dari serangan gadis berambut putih yang mengaku bernama Zany. Cheril merasa ada yang berbeda dan ganjil dari Zany yang sekarang, lebih ramah... dan hawa membunuh yang pernah ia rasakan juga tak muncul lagi di kedua iris pelangi tersebut.

Gadis itu menggeleng, mencoba menyingkirkan pikiran-pikiran negatif yang telah lancang merecoki otaknya. Ini bukan saat yang tepat memikirkan hal lain! Sekarang mereka berdua sedang berdiri di atas papan permainan Dewa Thurqk, alangkah baiknya jika ia bisa mengajak Zany untuk bekerja sama memenangkan turnamen ini.

"Cheril," panggil Zany datar, matanya masih memandang lurus ke depan, ke arah si wanita hijau yang diam dan menatap balik ke arahnya.

"Apa?" jawab Cheril sinis.

"Ayo, kita bekerja sama. Aku tak yakin bisa mengalahkan wanita itu sendirian," ucapan Zany membuat Cheril terbelalak. Apa dia bisa membaca pikiran? sedari tadi pertanyaan itu terus menggantung di benaknya.

"Bagaimana? Kok diam saja?" Zany terpaksa menoleh ke arah Cheril, sekedar memastikan jawaban dari tawarannya barusan. Tanpa mereka sadari, kesempatan itu langsung dimanfaatkan oleh si wanita hijau untuk menyerang lebih dulu. Rambutnya langsung menyebarkan kacang, atau lebih tepatnya benih, ke arah mereka berdua. Benih-benih yang jatuh di atas tanah segera tumbuh dan berbunga, menghiasi area sekitar dengan ratusan dandelion yang indah.

"Perbuatan kalian yang merusak hutanku tidak akan pernah kumaafkan!" melihat Wanita itu hendak melarikan diri, Cheril segera melepaskan anak panahnya. Meleset. Wanita hijau bisa menghindar dengan mudah, panah Cheril hanya mengenai batang pohon di belakangnya. Tapi jangan harap sudah bisa bernafas lega, Wanita itu justru tercekat ketika pohon tersebut meledak dan terbakar.

"Kau... Penyihir api?"

Cheril tersenyum sinis. "Bagaimanapun wujudnya, pohon tetaplah lemah terhadap api." Cheril kembali melesatkan panah-panahnya, secara beruntun tanpa jeda lebih dari sedetik. Wanita itu menghindar dengan susah payah, ujung gaun dan lengannya sudah hangus terkena percikan api. Mereka berdua saling berkejaran hingga ke sisi lain hutan, permainan belum berakhir sebelum salah satu di antara mereka kehabisan tenaga atau mati.

*****

"Hebat sekali kekuatan gadis itu." Zany berdiri di salah satu dahan pohon besar, menyaksikan pertarungan antara Cheril dan Wanita Hijau. Ia sama sekali tak tahu panah Cheril bukanlah panah biasa, keputusannya untuk bekerja sama tidak salah.

Zany melompat turun, bunyi patahan ranting membuat beberapa dandelion yang ada di sekitarnya menoleh. Jangan-jangan.... Zany curiga, tapi tak berani berspekulasi. Ia belum mengenal betul kekuatan lawannya.

Zany mulai melangkah pergi dari tempat itu, tapi mendadak tubuhnya jatuh terduduk, seolah tenaganya hilang begitu saja. Ia mendapati beberapa bunga dandelion menempel di kakinya, menghisap seperti lintah.

"Bunga apaan nih? Sial!" umpat Zany sambil mencabuti bunga tersebut dari kakinya, namun bunga-bunga kuning lain segera berdatangan. Gadis itu berdecak kesal, ia langsung menciptakan bom dan melemparkannya ke arah sekumpulan dandelion yang semakin banyak mengejarnya. Karena panik, Zany tak terlalu memerhitungkan jarak bom dengan dirinya. Ledakan yang terlalu dekat mendorong tubuh Zany hingga terjebur ke dalam danau yang ada di dekatnya, naas, Zany tak bisa berenang. Gadis itu mencoba meraih udara dengan susah payah, ia tak tahu bagaimana caranya mengambang. Semakin lama tubuhnya semakin jauh dari permukaan air, cahaya yang ia lihat pun bertambah redup.

Jadi seperti inikah kematian keduaku? Konyol sekali. Padahal dendam ini belum sempat terbalas dan jiwa brengsek itu belum merasakan pedihnya neraka… Sebenarnya apa yang sedang kau rencanakan, Dewa kurang kerjaan? Apa kau berencana…

Pikiran Zany terhenti saat tangannya dililiti benang-benang yang kemudian menariknya hingga ke tepi danau. "Hey! Masih hidup kau?" Zany memicingkan matanya, ia tak yakin sosok yang menyelamatkannya barusan hanya berupa bayangan hitam. Logatnya memang kasar tapi masih ada kekhawatiran di dalamnya. Karena Zany diam tak menjawab, sosok itu mulai panik sendiri. "Aaakh, bagaimana ini?? Memberikannya nafas buatan?? Menekan dadanya?? Aku tak mungkin melakukannya!! Dia perempuanlah, kalau ada yang lihat bagaimana?? Hancur martabatku sebagai pangeran!!" sosok itu mondar-mandir kebingungan sambil menari tor-tor.

Menonton tingkah aneh sosok itu, Zany tertawa geli yang malah membuatnya memuntahkan air danau yang masuk ke dalam perut dan paru-parunya sewaktu tenggelam tadi. Sosok itu berhenti dari aktifitasnya lalu mendekati Zany yang telah mencoba duduk dan masih terbatuk-batuk, refleks tangan kayunya mengelus-elus punggung Zany. "Te-terima ka…" Gadis itu terdiam. Di hadapannya sekarang berdiri sebuah boneka kayu setinggi hampir dua meter yang sedikit usang dan kelihatannya sudah sangat tua, bukan seorang pria dewasa berkulit gelap seperti perkiraannya.

Bo-boneka?!

"Kau sudah baikan? Syukurlah!! Kau beruntung aku sedang menggalau di tepi danau!!" seru boneka itu girang. Setelah menari tor-tor sebentar, perhatiannya kembali ke arah Zany. "Wah, kau putih sekali ya!! Rambut kau juga putih!! Tapi, warna mata kau aneh sekali!! Memangnya ada ya mata yang berwarna pelangi??"

Zany tersenyum, "Ya. Hanya bangsa Imagyn yang memiliki mata seperti ini." Boneka itu mengangguk mengerti.

"Oh ya, namaku Manggale!! Dan boneka ini namanya Sigale-gale!!" boneka itu mengulurkan tangannya.

…..Dia punya dua nama?

"Namaku Zany Skylark." Gadis itu melipat tangannya ke belakang, enggan menerima uluran tangan tersebut. Zany balik memerhatikan si boneka. Pengrajin boneka tersebut pastilah sangat pandai mengukir wajah si boneka sehingga tampak sangat menyerupai pria gagah dan tampan. Dandanannya pun seperti seorang manusia, mengenakan setelan hitam dengan selempang dan ikat kepala berwarna putih-merah-hitam, tak lupa sepasang sepatu ala pekerja kantoran. Baru kali ini Zany melihat boneka seperti Manggale, tapi ia tak terlalu ingin tahu. Gadis itu hanya menebak boneka yang terkesan kuno selalu dianggap keramat oleh sebuah suku di pedalaman, kepercayaan yang masih primitif.

"Ngomong-ngomong, kenapa kau menolongku tadi? Dewa itu menyuruhku kita untuk saling bunuh bukan? Kalau kau membiarkanku tenggelam, satu sainganmu akan berkurang," tanya Zany.

Boneka itu menunduk. Wajahnya memang sedatar boneka pada umumnya, tapi ada semacam aura yang dapat menggambarkan perasaannya. "Aku tak mau saling membunuh!! Memangnya Thurqk itu siapa?? Seenaknya saja menyuruh semua orang menjadi jahat demi kesenangannya sendiri!! Lebih baik aku mati sebagai orang baik daripada memenangkan turnamen ini sebagai penjahat!!"

"…..Kau serius dengan perkataanmu barusan?"

"Ya!! Aku ini pangeran, jadi tidak mungkin aku akan menjilat ludah sendiri!!" jawab Manggale lantang, bersamaan dengan itu Zany menyiramkan seember cairan berbau menyengat ke sekujur tubuh si boneka. "Hey!! Apa yang kau lakukan?!!" Manggale tidak terima diperlakukan seperti itu tanpa sebab yang jelas.

Zany tersenyum, tangannya merogoh sesuatu dari dalam waist bag, sebuah persegi berwarna hitam metalik.. "Semasa hidup, perkerjaanku adalah menerima permintaan dari klien. Khusus untuk permintaanmu barusan, aku tak akan meminta bayaran sepeserpun." Sembari melompat mundur ia melemparkan persegi yang ternyata sebuah pemantik ke arah Manggale, tapi boneka itu lebih dulu sadar maksud perkataan Zany, dari ujung kesepuluh jarinya keluar benang-benang panjang yang langsung memotong pemantik tersebut hingga menjadi potongan-potongan kecil. Gadis berpita merah itu sempat terperangah, lawan di depannya ini cukup kuat.

Zany memasang wajah kagum. "Wah, senjatamu boleh juga. Tapi kenapa kau melakukan itu? Bukankah kau ingin mati selagi belum membunuh siapapun?"

"Be-benar kata kau… maaf, itu tadi hanya refleks!!" Manggale menggaruk kepala kayunya yang sudah pasti tidak gatal.

Zany menghela nafas. "Dasar primitif," gumamnya kecewa.

"Apa kata kau?!!" Meskipun suara Zany nyaris berbisik, tapi jika ada seseorang yang menyinggung SARA sepertinya telinga boneka itu jadi jauh lebih tajam daripada pendengaran anjing.

Zany menatap lurus ke arah Manggale, mungkin pertarungan pertamanya di dalam turnamen ini tidak akan selesai dalam waktu singkat seperti harapannya. Jadi… kenapa tidak dibuat seru saja? Zany menarik pedang pendeknya. Senyum manis yang sedari tadi ia pertahankan juga hilang, berganti seringaian. "Harus kuulang? Kau berasal dari suku yang primitif, kuno, dan ketinggalan jaman! Apa tebakanku salah?"

"Kurang ajar!!!" Manggale mengeluarkan benang-benang tajam dari ujung jarinya, "Maafkan aku, Ayah. Tapi aku tak suka dengan orang yang berani mencela suku kita!!" saat itu juga, benang-benang Manggale bergerak menyerang Zany. Gadis itu melompat mundur dari benang yang akan mengenai kakinya, di detik yang sama benang lain berhasil menggores lengannya. Belum sempat Zany menghindar, serangan benang berikutnya telah memotong telinga dan melukai perut kirinya. Darah segar mengalir deras di kedua luka tersebut.

Meskipun begitu, Zany tak peduli. Ia menyimpan pedangnya lalu menyiptakan dua Mini-Uzi di kedua tangan. "Boneka sebaiknya diam saja di pajangan!" ia pun menarik pelatuk dan menghujani boneka itu dengan rentetan peluru, tapi Manggale dapat menghindarinya dengan gesit. Sembari terus menghindar, benang-benangnya juga menyerang. Kali ini berhasil menggores kaki, pundak, dan pipi si Gadis Imagyn.

Zany mengelap pipinya dengan punggung tangan. Ia tak menyangka boneka sebesar itu bisa bergerak lincah di antara pepohonan besar yang tumbuh dengan posisi tidak beraturan. Tiba-tiba sosok Manggale hilang dari pandangannya. Ke-kemana boneka itu?... ugh! Sial! Mendadak Uzi di tangan Zany menghilang, konsentrasinya buyar, setengah pandangannya berubah merah oleh darah. Entah sejak kapan Manggale bediri tak jauh di belakang, kesepuluh benang yang keluar dari kedua tangannya menusuk tepat di sepuluh alat gerak tubuh manusia; sepasang betis, paha, lengan bawah, dan lengan atas. Dua benang lainnya menusuk leher dan mata kanan Zany.

Zany tak bisa bergerak, tapi bukan berarti sudah mati. Sementara ia berpura-pura tak dapat berkutik lagi di depan Manggale, otaknya sedang mengolah sebagian besar informasi yang ia tangkap dari interaksinya dengan si boneka. Beberapa pertimbangan sedang ia pikirkan, setiap pilihan ada resikonya, dan hanya ada satu yang resikonya paling kecil.

Setelah beberapa menit menunggu, Zany tetap diam tak bergerak. Jika dipikir-pikir, dengan kondisi nyaris lumpuh seperti itu sangat mustahil gadis berambut putih itu bisa melawan lagi bukan? Pemikiran seperti itulah yang membuat Manggale akhirnya menarik kembali benang-benangnya dari tubuh Zany.
Hey, siapapun pasti berpikir keputusan si boneka adalah suatu kebodohan bukan? Selama lawan masih bernafas, jangan pernah berpikir itu adalah suatu kemenangan. Lawan masih bisa memutar balik keadaan kapanpun ada kesempatan, begitulah pola pikir dasar setiap Imagyn. Di detik itu juga Zany memutar tubuhnya, menyiptakan sebuah bom dan melemparkannya ke arah si boneka.

Beruntung, boneka itu menyadarinya dan berhasil menghindar. Manggale terperangah, ia tak percaya gadis itu masih mampu bergerak. Namun, setelah diperhatikan dengan lebih teliti, kemana luka-lukanya tadi? Yang ia lihat hanyalah noda darah yang telah mengering.

Manggale bergerak cepat, ia kembali menyerang dan mengincar dada sebelah kiri. Zany yang mengetahui hal itu cukup menggeser tubuhnya ke arah kanan, dan saat itu juga tangan kanannya bisa dengan bebas menangkap benang-benang tersebut. Manggale terbelalak. Baru kali ini ada seseorang yang nekat bersentuhan langsung dengan benangnya, bahkan menggenggamnya dengan tangan kosong. Ga-gadis ini…

Si Gadis Imagyn sendiri tak menghiraukan darah yang mengalir di antara kelima jarinya. Sakit yang ia rasakan sekarang atau sebelumnya tidak akan pernah sebanding dengan luka yang ia dapat dari sang kakak, luka yang telah mengantarkannya ke dalam turnamen ini. Dunia memang kejam. Sekarang Zany yakin kata-kata itu tidak hanya berlaku pada dunia yang ia tinggali semasa hidup, tapi berlaku juga di dunia setelah kematian.

Segera saja Zany menarik benang itu hingga manggale tersandung dan menabrak gundukan batu yang cukup besar di depannya. Aneh, tubuh boneka itu sama sekali tidak rusak, lecet pun tidak ada. Rasa tidak puas membuat gadis itu berulang-kali menghantamkan Manggale ke berbagai benda, mulai dari permukaan tanah, batu, batang pohon, dan apapun yang ada di sekitarnya dengan membabi buta. Manggale tak sempat melawan, ia tak diberi sedikit saja kesempatan untuk melepaskan diri.

Zany mulai kesal. Awalnya ia pikir Manggale sama saja dengan boneka kayu biasa yang akan hancur jika sering dihantamkan ke benda keras lainnya, tapi ternyata tebakannya salah. Ia sempat kehilangan akal untuk menghancurkan Manggale, sampai hidungnya mencium hawa panas dan bau yang dibawa oleh angin, memberitahukan Zany mengenai kondisi sebagian hutan yang jika tebakannya benar adalah hasil perbuatan Cheril. Hebat sekali… Zany sampai dibuat kagum, sepertinya teman pemanahnya itu tidak merasa segan melanggar undang-undang perlindungan hutan. Andai saja masih hidup, mereka semua pasti dihukum penjara selama puluhan tahun.

Tanpa perlu membuang waktu lagi, Zany langsung menarik Manggale ke tempat ia pertama kali di serang bunga penghisap milik si Wanita Hijau. Ternyata tebakannya benar, ladang bunga dandelion telah habis dilalap si Jago Merah. Sial! Asapnya tebal sekali! Umpat Zany sembari menutup hidungnya dengan tangan kiri. Bau asap sangat mengganggu konsentrasinya, tapi itu tak menghilangkan tujuannya menyeret si boneka kayu ke tempat tersebut.

Dengan sekuat tenaga, Zany melemparkan Manggale ke tengah kobaran api. Boneka itu masih sempat bergerak, berusaha lari keluar dari hutan terbakar yang mengepungnya, dan berteriak minta tolong. Percuma, sekujur tubuhnya yang telah lebih dulu disiram minyak tanah membuat api sangat mudah membakar dan menjadikannya arang. Samar-samar terdengar teriakan seram yang mengagetkan burung-burung, tapi Zany sama sekali tidak menyadarinya.

"Selamat tinggal, Orang Baik…"

*****

Hutan yang semula hijau kini diselimuti kobaran api, para penghuni hutan kalang kabut menyelamatkan diri. Panah Cheril yang tidak ada habisnya membuat Nemaphila tak mendapat sedikit celah untuk menyerang balik, setiap bunganya pun selalu ditangkis dengan kemampuan telekinesis.

"Asap ini… ugh!" Nemaphila semakin tak tahan dengan asap yang semakin pekat dan memuakkan. Perlahan kulitnya yang segar kecokelatan mengering, setiap lapisan tubuhnya yang seperti struktur pohon pisang mengelupas, wajah cantiknya pun mengeriput. Wanita itu mencoba memutar otak. Di tempat yang sangat tidak menguntungkan ini, apa ada cara untuk memutar balik situasi?

  Nemaphila tiba-tiba berhenti berlari lalu berbalik menghadap Cheril, ia mengangkat kedua tangannya ke samping kepala. "Aku menyerah," ucap Wanita itu pasrah.

"Menyerah?" Cheril mengkerutkan alisnya, tak percaya. Namun baru saja ia merasa telah menang, mendadak angin bertiup lebih kencang dari biasanya. Cheril merasakan tubuhnya langsung melemah, kepalanya pusing, dan pandangannya mulai berkunang-kunang, ia jatuh tertelungkup, tak ada lagi tenaga untuk sekedar menegakkan tubuh apalagi untuk menarik tali busur.

Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba tenagaku hilang? Cheril melihat bayangan hijau yang memburam berjalan pelan ke arahnya, dari nada suaranya bisa ditebak wanita itulah penyebabnya. "Sudah kuduga, api itu berasal dari panahmu. Tubuhmu hanya tubuh manusia biasa, dandelionku masih bisa menyentuhmu." Cheril baru sadar, tanpa dia sadari ada banyak sekali dandelion yang menempel di kedua kakinya. Bunga-bunga itu menyedot energi gadis berambut pirang itu dan mengirimkannya kepada si Wanita hijau, Nemaphila.

Se-sejak kapan?

"Hutan Varidios selalu memberkati kami, ras Viridian." Wanita itu menengadahkan tangannya, merasakan angin yang bertiup semilir membelai tiap helai rambut benihnya. Setelah itu tanpa belas kasihan Nemaphila menendang perut Cheril berulang kali, ia tak peduli terikan kesakitan gadis yang juga tak peduli dengan hutannya tersebut. Kemudian ia menginjak kepala Cheril dan mengambil sebutir benih dari rambutnya.

"Kau sudah melihat keindahan Dandelion-ku, bukan? Dan kurasa Baby Blue-ku akan sangat cocok dengan rambut pirangmu." Nemaphila berjongkok, hendak memasangkan langsung bunga biru kecil tersebut ke kepala Cheril.

Aaaaakh!!!.....

Teriakan seram yang menggema sampai ke dalam kepala membuat bulu kuduk mereka berdua berdiri. Teriakan siapa itu? Peserta lain? Nemaphila menoleh ke kanan dan kiri, serta depan dan belakang, tapi ia tak tahu dari mana suara itu berasal. Sementara wanita itu masih mencari, Cheril berhasil memanfaatkan kelengahan tersebut dengan membidik kepala lawannya dari balik lensa kamera.

Battle Mode on, then… "Say cheese!"

Nemaphila terlalu terlambat untuk menghindar, seluruh tubuhnya terbakar hebat dan dalam sekejap berubah menjadi abu. Karena sang majikan telah mati, seluruh dandelionnya ikut layu dan mati. Cheril menatap asap yang membumbung tinggi menutupi langit, ia lega kemenangannya sudah bisa dipastikan. Gadis itu tetap berbaring di atas tanah, ia tak punya tenaga lagi untuk bergerak.

"Cheril?!" suara yang sangat dikenalinya itu mendekat, "Ledakan barusan itu ulahmu kan? Hey, kenapa kau tiduran disini?? Kau mau mati terbakar?"

Kau sendiri habis darimana?! Seenaknya saja kau kabur meninggalkanku!! Cheril merengut sebal, perasaannya bercampur aduk antara marah, kesal, dan senang bisa bertemu dengan temannya lagi.

Zany menaikkan alisnya, bingung. "Kenapa cemberut begitu? Jangan marah dong. Lagipula kita harus segera pergi! Ada danau di dekat sini, entah kenapa hanya daerah di sekitar danau itu yang sama sekali tidak tersentuh api," ajak Zany sambil mengulurkan tangannya. "Bisa berdiri?"

Gadis pirang itu menggeleng lemah. Zany mengerti, ia langsung menarik tubuh Cheril hingga terduduk lalu menggendongnya di punggung. "Wuah, kau berat sekali! Apa kau tidak pernah diet?" tanya Zany polos, meskipun Cheril salah mengartikannya sebagai ejekan. Ia menubrukkan kepalanya ke kepala Zany, membuatnya kesakitan sendiri. "Aduh… kepalamu keras juga, seperti batu," keluh Cheril sembari mengusap keningnya.

Lagi-lagi Zany tertawa geli. "Kepala batu? Hahaha, itu sebutanku saat masih hidup loh! Harz yang suka memanggilku begitu….."

Harz… Mendadak Zany berhenti tertawa. Ingatannya semasa hidup diputar ulang di depan matanya. Semua yang berhubungan dengan nama kakak angkatnya itu muncul begitu saja, dari awal hingga akhir pertemuan mereka…

Pemuda itu tersenyum, tangannya terulur pada si gadis kecil. 'Zany? Nama yang bagus. Kau mau menjadi bagian dari keluarga Skylark?'

Ia berpikir sejenak, kemudian mengangguk setuju. 'Taman bermain? Boleh juga, kita kesana akhir minggu ini.'

Alisnya berkerut, telinganya ia garuk beberapa kali untuk memastikan indra pendengarannya masih berfungsi dengan cukup baik. Satu hal yang bisa ia pastikan, gadis di depannya itu serius. 'Kau mau jadi polisi juga??'

'Wah…sejak kapan kau bisa karate?' tanyanya heran. Ia tak percaya, sudah tujuh cabang bela diri yang dikuasai gadis itu dalam waktu setahun.

Sorot matanya berubah tajam, meskipun nada suaranya tetap tenang seperti biasa. 'Kuharap malam ini kau benar-benar tidur nyenyak di kamarmu, tidak seperti malam-malam sebelumnya.'

'Kau bukan manusia! Kau monster!!'

"Zany? Ada apa?" Cheril menepuk pipi Zany yang masih diam mematung di tempatnya, ia khawatir kata-katanya menyinggung perasaan gadis itu. Zany mudah tersinggung, mungkin. Saat di Jagatha Vadhi, Zany kehilangan kendali emosinya hanya karena dijahili teman kecilnya yang berambut amber-Elle. Katanya, tingkah lincah Elle membuatnya bernostalgia dan memancingnya berbuat seperti itu. Aneh sekali, bukan?

"Halo?" Cheril melambaikan tangannya ke depan kedua mata Zany. Tak ada respon. Sepertinya gadis itu kembali teringat tentang masa lalunya, Cheril bingung harus merasa kasihan atau justru waspada.

 "Hey, kepala batu! Kenapa diam saja? Kalau kita tidak segera pergi dari tempat ini, kita akan mati terba---" Tiba-tiba Zany melepaskan gendongannya, membuat Cheril jatuh ke atas hamparan dandelion layu. "Apa yang kau laku---" sontak Cheril merunduk, beruntung ia melihat Zany mengambil pedang pendeknya dan menghindar dari tebasan yang hampir memenggal kepalanya.

"Kau memanggilku monster? Setelah semua yang kulakukan demi membantu keluargamu, itu balasanmu kepadaku?" gumam Zany entah kepada siapa. Pandangan matanya kosong, yang ia lihat di depannya bukanlah gadis berambut pirang melainkan pria berambut cokelat yang mengenakan seragam khas polisi.

"Kau kenapa, Zany? Aku tidak pernah memanggilmu monster. Sadarlah!" Cheril melihat aura membunuh yang terpancar kuat dari kedua iris pelangi di depannya. Dia kehilangan kendali emosinya? Gawat!

Cheril kembali menghindar dengan berguling saat pedang Zany nyaris memotong lengan kirinya. Tak berhenti sampai disitu, pedang itu langsung menebas lagi dan berhasil memotong sedikit rambut Cheril. Cheril menatap rambutnya ngeri, mungkin telinganya akan terpotong jika ia berhenti berguling saat itu. "Hm… tak biasanya kau terus menghindar, Harz. Kau selalu menyerang balik setelah satu kali menghindar, apa gaya bertarungmu berubah setelah aku mati?" Zany memutar-mutar pedang pendeknya di atas telunjuk seperti bola basket. Ia akan senang jika tak perlu membuang terlalu banyak waktu dalam bertarung, lebih cepat lebih baik, ya kan?

"Zany! Sadarlah! Aku ini Cheril, bukan Harz!" teriak Cheril, berusaha menyadarkan Zany yang terperangkap halusinasi masa lalu.

Mendengar itu Zany hanya tertawa datar, tak ada niatnya. "Apa kau bilang? Lucu sekali… sekarang kau berpura-pura menjadi Cheril agar aku tidak menyerangmu begitu?"

Hampir saja detak jantung Cheril berhenti karena pedang Zany yang entah sejak kapan menancap tepat satu sentimeter di depan hidungnya, ia bisa melihat bayangan wajahnya yang terbelalak kaget di permukaan pedang. Zany berjongkok di dekat wajah Cheril, ia mendesis pelan seperti ular, gejolak emosinya ia keluarkan dalam nada suara yang mengancam. "Harus kau ingat, Harz! Aku akan bangkit dari kuburku, lalu mengejar kemanapun kau lari, dan membuatmu tahu rasanya kematian! Jadi? Sambutlah aku dengan ba---" sebelum kalimat itu selesai, Cheril lebih dulu melesatkan anak panahnya. Ledakan yang terjadi menghancurkan kepala Zany, daya ledaknya tidak terlalu kuat karena tarikan busurnya sangat lemah. Ia sudah benar-benar kehabisan tenaga sekarang.

"Maafkan aku, Zany… aku terpaksa," sesal Cheril.

*****

Ursario menggerutu, kesal karena tak berhasil mendapatkan satu saja jiwa petarung yang telah dikalahkan oleh peserta lain. Peserta yang mati pertama tak sempat ia ambil karena jiwanya pergi dengan sangat cepat, tubuh kayunya sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Masalah pada peserta yang mati berikutnya juga hampir sama. Andai ia bisa sedikit lebih cepat mungkin masih sempat untuk mengambil jiwa si wanita tumbuhan, tapi sayangnya ada faktor lain yang membuatnya urung.

"Bau jiwanya busuk sekali." Boneka beruang itu terpaksa menutupi hidungnya saat mencium aroma keberadaan gadis berambut putih yang berlari menghampiri temannya. Luxa Demon sialan! Kenapa mereka terus mengejarku sampai ke tempat ini? Batin Ursario was-was. Setelah melihat si gadis rambut putih menyerang temannya sendiri, ia semakin percaya gadis itu adalah salah satu sekutu musuhnya.

Kemudian dua gadis itu sama-sama ambruk, si rambut putih kehilangan kepalanya, sedangkan temannya kehabisan tenaga. "Ternyata si … itu lemah. Sekutu si jelek Mag-Lumina payah!!" Kesempatan itu langsung Ursario manfaatkan untuk mengambil jiwa si rambut putih. Dengan mengendap-endap, Ursario mendekati tubuh Zany. Setelah ia berdiri di depan si gadis Imagyn, perlahan tangan bonekanya menarik resleting yang tersembunyi di tempat paling rahasia dengan hati-hati.

Setelah sekian detik menunggu, boneka itu mengerutkan alisnya. Kenapa tidak ada jiwa yang keluar? … itu sudah mati bukan? Buru-buru Ursario menutup resletingnya kembali, ia tak mau jiwa-jiwa petarung yang telah lama ia kumpulkan justru menguap keluar.

"Ya sudah, kuhabisi saja si… itu." Ursario mengambil rifle-nya dan membidik kepala Cheril. Namun, belum sempat jarinya menekan pelatuk, tiba-tiba tubuhnya diangkat oleh seseorang. Ketika menoleh ke belakang, boneka itu harus berteriak ngeri karena menyaksikan serat dan gumpalan daging yang sedikit demi sedikit berkumpul dan membentuk sebuah kepala.

"Wah! Kenapa ada boneka beruang disini? Imutnya~" teriak Zany kegirangan. Kepalanya masih setengah te-regenerasi, tapi ia sudah bisa bergerak kembali.

"Ka-kau masih hidup??" teriak Cheril dan Ursario kompak. Mereka sama-sama kaget dan ingin muntah saat melihat bagaimana proses regenerasi yang tidak sekeren adegan di dalam anime atau film.

"Ya! Kau benar," jawab Zany bangga. "Ras Imagyn tidak akan mati semudah itu."

"Menjijikkan! Apa-apaan wajah sok suci itu! Sekutu Luxa Demon selalu berjiwa busuk!" teriak Ursario sembari meronta-ronta di dalam genggaman Zany. Darimana boneka ini tahu? Zany mengerutkan keningnya, ia harus segera menyingkirkan boneka berisik ini.

"Luxa Demon? Siapa itu? Aku tak mengenalnya," tanya Zany polos. Kepalanya sudah benar-benar terbentuk sekarang.

"Kau bohong! Dari warna rambutmu, sudah pasti kau sekutu Mag-Lumina!" boneka itu terus meronta, ia mencoba memukul-mukul telapak tangan Zany. Jika dilihat sekilas, boneka ini benar-benar lemah. Tapi siapa yang tahu dengan kekuatan aslinya? Zany tak ingin terlalu terburu-buru menyimpulkan, tapi disisi lain staminanya sudah banyak terkuras di pertarungan sebelumnya, ia tak mau membuang waktu dan tenaganya lagi.

"Wah! Kau benar-benar menggemaskan! Duh, aku ingin membawamu pulang deh~" Zany memutar-mutar boneka tersebut. Tangannya membelai bulu-bulu hangus itu, gemas.

"A-apa yang kau lakukan?!! Le-lepaskan!! Bulu-buluku jadi berantakan!!!" Ursario semakin meronta dengan liar, tapi Zany tak akan melepaskannya begitu saja. Ia justru semakin senang melihat keagresifan si boneka, membuatnya ingat si kecil Elle. Tak sengaja jari Zany menyentuh ujung resleting yang tersembunyi di antara lebatnya bulu-bulu Ursario, "Hm… Resleting apa ini?"

Menyadari hal itu, Ursario semakin memberontak. Panik! "Ja-jangan sentuh!"

"Sentuh apa?" Zany masih memasang wajah polosnya, padahal dalam hatinya ia sudah menyeringai lebar karena berhasil menemukan hal yang mungkin saja kelemahan terbesar boneka itu. Bingo!

"Kenapa sih kok tidak boleh disentuh?" Zany mulai menarik resleting tersebut, pelan sekali. Hey! Itu terlalu membuang waktu! Segeralah buka resleting itu dan lihat apa yang terjadi pada si boneka. Kau tidak akan tahu bagaimana hasilnya jika terus menebak-nebak!

Jadi, Zany benar-benar menarik resleting itu hingga terbuka lebar dan melongo saat melihat bagian dalam tubuhnya yang berisi gumpalan kapas seperti boneka pada umumnya. Tak ada perubahan, kecuali si boneka yang tak lagi bergerak dengan hebohnya. Zany pun membuang boneka itu, kecewa. "Huh, kukira ada hal yang menarik di dalamnya. Ternyata biasa saja."

"Zany, apa kau mendengarnya juga?" tanya Cheril ketakutan.

"Suara apa?" Zany malah balik bertanya.

"Ti-tidak ada apa-apa." Cheril yang melihat itu semua hanya diam membatin, ia yakin ada banyak sekali makhluk putih transparan serupa asap yang keluar dari dalam tubuh si boneka saat resletingnya dibuka. Makhluk-makhluk itu berteriak sangat nyaring hingga seluruh tubuhnya merinding, sedangkan makhluk yang terakhir tidak berteriak tapi amarahnya tergambar jelas di sorot matanya yang sebuas beruang.

"Apa boneka itu sudah mati?" tanya Cheril lagi. Zany hanya mengangkat bahu, tak tahu.

Mendadak angin berputar kencang di sekitar mereka, memadamkan api yang berkobar menghanguskan hutan. Cheril dan Zany mendongakkan kepalanya, menatap si makhluk merah bersayap hitam yang terbang tak jauh di atas mereka. Makhluk itu berkata dengan suaranya yang berat dan menggema, "Sisa satu pertarungan, membunuh atau dibunuh? Kalian harus tentukan segera!"

Dua gadis itu saling pandang, saling melemparkan pertanyaan. Bagaimana? Mereka berdua sudah tahu akhir dari permainan ini. Meskipun awalnya mereka adalah teman, pada akhirnya mereka harus saling membunuh untuk meraih gelar pemenang.

Zany mendekati Cheril yang terbaring lemah. Melihat kondisinya yang seperti itu, akan sangat mudah untuk membunuh Cheril. Tapi…

"Maaf sudah hampir membunuhmu tadi," sesal Zany sembari memeluk gadis pirang itu. Cheril tersenyum sinis, ia membalas pelukan Zany dengan lebih erat. "Aku maafkan."

"Sungguh?"

"Sungguh!" Zany menatap sepasang iris biru di depannya. Ya, tak ada kebohongan di sana.

"Kalau begitu…" Zany tersenyum senang, ia lepaskan pelukannya berdiri menatap sang Hvyt. "Hey, Hvyt!!"

Zany mengangkat tangannya. "Aku tidak sanggup membunuh temanku sendiri!"

Makhluk merah itu mengangkat alisnya, "Lalu, kau menyerah?"

"Tidak." Zany menunjukkan sebuah tombol di tangannya, "Tapi aku sanggup menghancurkannya." Tombol ditekan, tubuh Cheril meledak saat itu juga. Membuyarkan darah dan daging segar.

Hvyt itu turun di hadapan Zany, tangannya terulur. "Kau pemenang yang tak punya hati, nona."

***THE END***

20 comments:

  1. Dan aku nyaris tepuk tangan waktu sadar betapa sadisnya si zany. Gaya penerangan cerita cukup halus walaupun visualisasinya bisa dibilang menjijikkan.
    Tapi agak kecewa dikit waktu kebiasaan ngomong si ursa yang aneh menghilang.

    8/10. As expected from permata tyas hapsari.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kyaa~ makasih \^.^/

      Menjijikkan di bagian mana? :D

      Iya, soalnya bingung sama karakter Ursa sih (sudah baca canonnya, tapi langsung kulupain biar ga terlalu ngaruh di tulisanku ^^")

      Btw, makasih ya ^^ klo bisa next round akan diperbaiki lagi

      Delete
  2. zany kejaaam, dan emang licik x3
    ternyata dia bisa jadi labil jg, keren bgt awal2 dah tarung sama hvyt xD
    sayang bgt yg panggilanya ursa lupa keisi
    tp pertarunganya seru kak :)
    nilai 8/10

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, Zany cuma menganggap Hvyt sebagai bantalan :3 bukan malaikat yang harus ditakuti

      Iya, luput banget :( padahal panggilannya kan lucu

      Terima kasih ya \^.^/

      Delete
  3. Zany ini brengsek juga ya... Kayanya baru dia yang bikin kesan gini ke saya dari semua oc yang ada >_<

    Saya suka banyak hal di sini, mulai dari karakter si Zany, battlenya, sama dia pake ngelawan Hvyt dulu pula di awal. Tapi ada juga yang bikin saya ga sreg, kayak halusinasi (?) Zany menjelang akhir yang buat saya rasanya super mendadak dan ga jelas

    Btw lagi, Zany ini gimana matinya kalo bisa regen dan bahkan ga mati walau kepala diancurin?

    8/10

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benarkah? Wah, aku nggak tahu Zany terlihat separah itu di mata orang lain :D

      Zany masih labil, jadi kalau masa lalunya disenggol sedikit langsung deh kumat :D (dan itu kujadikan alasan Cheril untuk melawan Zany duluan)

      Zany bisa mati kok kak :3 kalau jantungnya ditusuk atau emosinya dipengaruhi sehingga timbul keputus-asaan dan keinginan untuk mati :3

      Terima kasih ya kak \^.^/

      Delete
  4. Let's go to Climax! Superb! Awalnya dimulai pake semacam perburuan bebek ya XD Rebel juga nih Zany. Pas dia bilang, "Dan aku membutuhkanmu" itu cieee~ hahaha. Nakalnya udah mulai keliatan di foreshadowing ini.

    Satu lagi author yg piawai maenin OC-nya buat berinteraksi sama OC lain. Kebetulan udah ketemu Cheril di Jagatha kayaknya emang enak buat dibikin cerita yg lebih berkesan di antara mereka (Btw waktu belum baca charsheet, kirain Zany itu cowok -___-). Sayah ngerasa pertemuan mereka udah kayak new game di RPG. It was all like, Cheril Joined the Party! Totetotetot~ terus tiba-tiba masuk cutscene yg ngetrigger forced encounter sama musuh pertama, Nema.

    Agak kecewa pas udah diselamatin Manggela, kirain Zany seru-seruan itu bakalan cuma bercanda dan ga sampe ngebunuh. Ternyata dia serius. Tapi ini kecewa secara pribadi aja sih. Kalo liat awalnya ada "Aku memang bukan manusia" di pikirannya, udah ngeduga ada darkside atw seenggaknya rahasia. Karena itu, alasan dia buat keterlaluan jadi lebih bisa dimengerti.

    Di endingnya, semakin menjadi darksidenya. Dan bikin mikir, "Oh ternyata emang gini karakternya". Narasinya pro, bnyk pengalaman OAO" Menarik, mungkin ini yg bikin pengen lanjutin baca terus ke paragraf selanjutnya.

    Lagi dengerin NoGoD - Naraku pas baca ini. Cukup ngebantu buat dapetin kesan ateisme, kemonsteran, dan kepsychoan si Zany karena lagunya gabungan psychedelic rock & alt. metal.

    9/10

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, tinggi banget nilainya :D terima kasih!!! >.<) sebagai balas budi, Zany akan membunuhmu dengan halus dan tanpa rasa sakit :D

      Eits, nakal nih pikirannya. Kan cuma dijadiin bantalan, biar nggak kayak Cheril yang babak belur kena cabang pohon XD

      Sebelum menulis ini, authornya Elle bilang kalau menggerakkan OC orang lain lebih sulit daripada OC sendiri. Dari situlah saya mencoba menjadikan semua OC tersebut sebagai OC saya yang sudah disetting sendiri, dan ternyata cara itu cukup berhasil :)

      Hahaha, kau orang kedua yang bilang ke saya kalau mengira Zany itu laki-laki :D dan Zany memang bukan manusia. Tapi darkside-nya lebih ke pengalaman hidup daripada sosok aslinya..

      Saya masih newbie kak :3 dan cenderung RaProPro, hehe

      Sekali lagi, makasih ya kak :3

      Delete
  5. Zany!! Nice!!
    Saya baca story-nya, dan saya terkesan dengan tingkahnya yang sadis dan battle-nya yang mengagumkan. Udah gitu pake ngekill Hvyt lagi pertama-pertama.
    Pas mau dibagian akhir, saya bingung tiba-tiba Zany berhalusinasi. Itu part paling random menurut saya.

    8/10

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih \^.^/

      Ya, bagian itu bagian paling aneh dari kepribadian Zany (suka merasa dejavu dan berujung halusinasi :/ )

      Delete
  6. Aaaaah...... Liat Zany ini ngingetin saya sama Edward. Cara ngomongnya yang ngumpat-ngumpat, kelicikannya. aw...... <3 <3 <3

    Bahasanya juga enak. XD
    Siapa sih ini authornya? Yang ngaku nubi kemaren kah www

    masalah ursario (liatin komen), sayapun ngga nangkep apa yang janggal karena saya ngga terlalu hapal cara ngomngnya ursa. saya cuma hapal omongannya elle yang nambahin "nom". Jadi buat saya ngga maslah.

    9/10
    >D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aaaah... Makasih kak \^.^/

      Saya masih newbie, beneran deh :)

      Delete
  7. Anonymous27/4/14 12:21

    Klo Zany emang kejam sih saya rasa ga usa masukin adegan dia kalap gara-gara keinget masa lalu itu, kecuali klo dia ga tega bunuh temennya, itu bisa jadi plot device. Ato setelah itu Zny bunuh Ceryl dengan berat hati.

    Zany ini berasa ya liciknya, dan tanpa segan bunuh Ursario nya sampe ga berkutik. Keren.

    Nilainya 8.

    -Grande

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada quote yang sangat mengena untuk karakter Zany :
      "Luka membuat seseorang berubah..."

      Zany sebenarnya tidak seperti itu, tapi masa lalu yang menyakitkan menjadi pemicu utamanya. Ditambah lagi turnamen gila ini, dia pasti ikutan gila :'(

      Delete
  8. "dan kau bilang kau adalah Newbie? cih.." Umi menatap sinis pada salah seorang author yang menulisk kisah Zany.

    "A-aku masih newbie kok..." Gadis di hadapan Umi ini menatap ujung sepatunya. Terlihat takut, tapi juga merasa bersalah pada saat yang bersamaan.

    "Biar kuperjelas karakterisasi semua OC yang kau peroleh, plot, ide, kesadisan Zany, semuanya, kau membuat semuanya terasa menyebalkan. dalam arti bagus tentunya." Umi masih menatap sebal pada gadis di hadapannya ini. Narasinya sungguh mengalir membuatnya tak mampu untuk berkomentar banyak pada cerita ini.

    "Kau tahu tyas?" lanjutnya, "ada perbedaan besar antara rendah diri dan rendah hati, entahlah kau sedang melakukan yang mana." Ucapnya menatap sebal pada Tyas. Dia tak tahu harus berkata apa lagi.

    "ta-tapi aku memang masih..."

    "STOP Tyas. Stop!" potongnya sebelum Tyas kembali melanjutkan kalimatnya. Umi melanjutkan kalimatnya," aku tak mau lagi mendengar kalimat pesimismu itu!"

    "Umi, kau tidak percaya padaku, eh?"

    "Untuk sekarang? Tidak! karena kau sudah berhasil membuatku melongo dengan tulisanmu." Umi menatap sebal pada Tyas. "dan aku kasih nilai 9 buat Zany." Umi meninggalkan Tyas begitu saja. Ia merasa benci dikalahkan. Tapi ia tahu, Tyas berhak mendapatkan nilai lebih kalau saja logat Manggale dan Ursa tidak menghilang.

    "Kau akan kubalas di ronde dua Tyas." bisiknya lirih.

    ReplyDelete
  9. Anonymous27/4/14 15:19

    karakter Zany dikonsep dgn cukup asik dari tindakannya,cuma perasaannya aja yg kurang tergambar kyk apa saat dia ngelicikin semua lawan. utk battle agak tersendat krn kemampuan battle Zany kurang ditonjolkan di battle ngelawan yg lain, dan kesannya malah keren pas ngelawan Hvyt, tapi setelah itu kesannya berkurang. strategi Zany jg biasa aja, cuma nggak keberatan pas berkhianat itu bikin aspek tersendiri.

    7 / 10 - Po

    ReplyDelete
  10. zany ternyata bukan gadis galau biasa...
    tapi sadis juga...
    :|

    ntah apa yang bakal kuzu bikin kalo ketemu zany dan sadar dia sifatnya begini.

    tapi battle nya bagus.
    :3
    porsi karakternya yang lain juga bagus (y)
    (y)

    8/10)

    ReplyDelete
  11. Nadiaaart28/4/14 19:47

    Good job!! :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. nadia ta iki? :D
      gimana ceritanya? kasih masukan dong :)

      Delete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -