Pages

December 1, 2014

[ROUND 6] DEISMO - CONTINUE?

[Round 6] Deismo
"Continue?"

Written by Overlord Hall

---

I
Execution

Langit-langit, lantai dan dinding yang semuanya terbuat dari batu, itulah hal pertama yang dilihat oleh Deismo begitu ia mengalahkan kelima peserta itu, pemandangan kota malam yang ia lihat sebelumnya tiba-tiba saja lenyap begitu saja seperti debu yang ditiup angin. Tanpa pikir panjang, Deismo langsung duduk dan menyandarkan punggungnya pada dinding di dekatnya.

"A-Akhirnya selesai juga...," nafas Deismo terengah-engah setelah menguras begitu banyak energi kehidupan di ronde sebelumnya, dua kali penggunaan teknik pemberian kinnaras itu sudah mengurangi sebagian besar energi kehidupan Deismo, "Kalian berdua baik-baik saja?"

"Heismo, dalam keadaan bagus, Deismo!!" kata Heismo si klon hijau, kemudian ia menunjuk sesosok hantu merah mungil di atas kepala Deismo, "Tapi sepertinya Seismo tidak."

Seismo, si klon merah membalas tunjukan jari Heismo hanya dengan sebuah tatapan tajam. Muka Heismo langsung pucat karena melihat reaksi negatif Seismo, ia langsung bersembunyi dibalik jubah Deismo, berharap klon merah itu tidak melampiaskan kemarahannya dengan sebuah tamparan setan.


"...Kalian berdua benar-benar membuatku jengkel sejengkel-jengkelnya!!!" tiba-tiba Seismo meledak-ledak, ia melompat turun dari kepala Deismo dengan wajah penuh frustasi, "AKU TIDAK TAHAN LAGI DENGAN KALIAN BERDUA! AKU KELUAR DARI TIM INI!!"

"Aku tidak mengerti mengapa kau membuat keputusan seperti itu, ada apa Seismo?" tanya Deismo, tidak mengerti penyebab tingkah aneh klon merahnya.

"Aku tidak tahan...."

"Tidak tahan?"

"....TIDAK TAHAN DENGAN NAMA KITA BERTIGA!!!" teriak klon merah itu, "...nama kita bertiga terlalu mirip! Susah untuk dibedakan dan membuatku pusing!"

"T-Tapi... bukannya kalian yang memperkenalkan diri padaku dengan nama itu?" tanya Deismo, ia begitu terkejut mendengar pendapat Seismo. Selama ini Deismo tidak memiliki masalah membedakan nama kedua klonnya, jadi ia tidak pernah mempermasalahkannya.

"Sebenarnya bukan kami yang membuat nama itu...," jelas Heismo dari balik jubah besar Deismo, "...si dewa itu yang membuatnya."

Deismo masih ingat pertemuannya dengan kedua klon spesial ini di ronde ke empat. Mereka menceritakan bahwa mereka adalah residu yang merangkak keluar dari dalam tubuh si hantu palsu karena sumber energi kehidupan yang berbeda.

Kedua klon itu menembahkan, Thurqk adalah orang pertama yang menyadari kehadiran mereka berdua. Untungnya Thurqk tidak memusnahkan, bahkan memberi mereka jubah merah dan hijau yang  mereka kenakan hingga saat ini.

"Dewa ayam balado itu... nama ini bukan dari keinginanku! Nama ini hanya mengganti huruf awal dari Deismo!!"ujar Seismo. "Dan kau tahu apa yang lebih menjengkelkan?! Bahkan dia mengatakan kita harus bersyukur ia mau mengganti satu huruf, bukannya memberi nomor seperti para Hvyt!"

Mengingat kebiasaan Thurqk memberi nama, satu atau dua nama yang hampir sama bukan hal yang langkah. Contohnya cara Thurqk memberi nama Hvyt, Hvyt nomor 1198392, Hvyt nomor 2455444, dan seterusnya.

 "L-Lalu... apa yang kau inginkan?" tanya Deismo.

"Ganti nama! Beri kami nama yang bagus!" seru Seismo.

Heismo langsung mengangkat tangannya sambil melompat-lompat, "Oh! Oh! Aku selalu ingin nama robot yang dari acara tivi di hari minggu itu! Bagaimana kalau..."

"Deismo Mk.1 dan Mk.2?" tebak Seismo.

"Uh... B-Bukan..."

"Deismo Unit 01 dan Unit 02?" tebak Seismo lagi.

"ugh... kenapa tebakanmu selalu tepat..."

"Red and Green versions?" ujar Deismo.

"Aku tidak mau disamakan dengan seri Ókemon!"

"Bagaimana kalau Chilli dan Mint? Seismo memakai jubah merah, sama warnanya dengan cabai merah, sedangkan Heismo berwarna hijau, seperti halnya warna pada  daun Mint" ujar Deismo.

"Hm... jadi nama baruku Mint? Aku suka nama itu!! Panggil aku Mint mulai sekarang!!" kata Heismo, atau yang sekarang secara resmi bernama Mint.

"Bagaimana denganmu, Seismo?" tanya Deismo.

Seismo hanya terdiam, tapi kemudian ia mengangguk sedikit, "Lumayan bagus, aku tidak keberatan. Sekarang kita bicarakan nama depan dan nama belakang!"

"Eeehhh???!!! Kita harus cari nama depan dan nama belakang? Itu rumit sekali, Seismo!"

"Sekarang namaku Chilli! Itulah kenapa aku lebih suka memilih nama monyet untukmu, Heis... Mint!" ujar Chilli. "Keluarkan Ókedexmu. Aku yakin ada banyak nama yang bisa dipakai di sana"

Mint mengganguk, kemudian mulai meraba-raba bagian dalam jubahnya. Semenit kemudian, ia meraba sampai ke punggungnya, bahkan melepas jubahnya, tapi ia malah semakin kebingungan.

"Dimana Ókedex?!" seru Heismo, tapi ia teringat akan kejadian di ronde sebelumnya, lalu berbalik ke arah Chilli "Bukannya kau yang terakhir memegangnya, Seis... eh... Chili?"

"A-Aku rasa aku menjatuhkannya di belakang, akan aku ambil!!" Chili pergi ke jalan yang mereka lalui sebelumnya sambil menutupi rasa bersalahnya.

"Heeey!! Tunggu, aku ikut denganmu, Chili!!" Mint ikut menyusul.

Deismo hanya tersenyum sambil menyusul kedua klon mungil itu, tapi mendadak lututnya terasa kaku, sehingga kaki kirinya jatuh menghantam tanah, membuat seakan Deismo sedang berjongkok. Sebenarnya, ia sudah berusaha mengabaikannya cukup lama, tapi bukan hanya lututnya, tapi seluruh sendri pada tubuhnya seakan membatu karena otot-ototnya melemas.

Mata Deismo yang melihat kedepan masih dapat melihat kedua klonnya berlari-lari, tapi perlahan pandangan itu mulai membuaram dan digantikan oleh gambar-gambar cahaya warna-warni yang bersinar secara acak.

"A-Apa yang terjadi padaku...?"

Keadaan Deismo sedang kurang baik. Beberapa bulan telah berlalu semenjak turnamen kematian ini dimulai. Dan selama itu pula, Deismo selalu dipulihkan dengan energi kehidupan berkualitas rendah, sehingga performanya berkurang dari tiap ronde ke ronde. Sudah hampir setahun ia tidak menerima suplai energi kehidupan murni, padahal ia membutuhkan suplai berlanjut untuk bertahan hidup.

Baru berjalan tiga meter dari tempat ia bersandar tadi, tubuh besarnya itu sudah ambruk. Deismo kembali bangkit dan mencoba berjalan sambil berpegangan pada dinding di sebelahnya. Ia perlahan menyusul kedua klonnya yang mulai hilang dari pandangannya.

***


Tanpa menyadari kondiri Deismo, Kedua klon Deismo sedang berlarian kesana-kemari dan mencari di setiap sudut lorong. Tak lama kemudian Chili menemukan sebuah benda kubus persegi merah tergeletak di tanah, "Apa itu benda yang kau cari, monyet?"

Mint segera berlari ke arah yang ditunjuk temannya, wajahnya yang tadi murung sekarang berubah ceriah karena melihat benda yang ditemukan Chili. Wajar saja karena benda yang ditemukan temannya itu adalah Ókedex, ensiklopedia digital miliknya yang lepas dari pegangannya di ronde sebelumnya.

"Ókedex!! Aku benar-benar merindukanmu!!" seru si klon Hijau sambil memeluk erat Ókedexnya, namun senyumnya itu langsung pudar begitu ia menyadari ada yang salah dengan gadget kesayangannya itu.

"Lho? K-Kenapa nggak mau nyala?!" berkali-kali Mint menekan semua tombol-tombol rumit pada ensiklopedia digital miliknya tapi hasilnya nihil, layar Ókedex tidak menyala seperti seharusnya, "Seis... Chili, kenapa Ókedexku tidak mau menyala?" 

"Mana kutahu?" kata Chili singkat sambil mengangkat kedua pundaknya sambil bergeleng-geleg, berpura-pura seperti tidak mengerti apa yang terjadi. Di ronde sebelumnya, Chili melemparkan Ókedex Mint pada sesosok makhluk cair, menyebabkan alat itu konslet seketika, tentu saja Ókedex itu tidak bisa digunakan lagi.

"T-Terus b-b-bagaimana n-nasib Ókedexku...?"

"Menangislah sekencang-kencangnya, Ókedexmu tidak akan kembali berfungsi, tapi setidaknya kau akan menjadi tontonan yang menarik bagiku."

"Diam kau, Dewa ayam balado!! Mint, jangan menangis, aku tidak mau mendengar suara ributmu!!"

"Ah... jangan gitu dong... kalau kalian berdua menangis bersama-sama, nanti om Thurqk kasih kalian Ókedex yang baru, deh! Suer!"

"B-Benarkah?! Chili, ayo menangis sekeras-kerasnya supaya kita dapat Ókedex baru!!"

"ENAK SAJA!! Mana mau aku...!!"

Chili langsung menutup mulutnya. Baru saja ia menydari orang ketiga yang telah bergabung dalam percakapan mereka. Ia menoleh ke kanan, lalu menyadari sebuah kaki merah yang menjulang tinggi tengah berdiri di antara ia dan Mint. Kemudian ia menegadah untuk disambut oleh senyuman lebar seorang pria berambut perak yang seakan membentuk mahkota di atas kepalanya, Thurqk, sang dewa.

"...sejak kapan kau masuk dalam percakapan kami?"

Senyuman dari dewa merah itu bertambah lebar. Ia menjentikan jarinya. Dari kegelapan di belakang Thurqk, keluarlah dua orang Hvyt, satu membawa kantung dan satunya lagi membawa jala.

"Tangkap mereka, Hvyt"perintah sang dewa merah.

***

Deismo mulai terengah-engah, kini kedua kakinya menjadi lemas dan pandangannya menjadi buram. Deismo tidak bisa melihat apa yang di depannya, kesadarannya pun mulai memudar, tidak perlu waktu lama bagi sisa energi kehidupan Deismo untuk mencapai garis merah.  Deismo melepaskan pegangannya pada tembok dan membiarkan tubuhnya beristirahat sebentar.

PLAKKK!!

"SINGKIRKAN TANGANMU DARIKU, AYAM BUMBU BALI!!"

Suara yang Deismo dengar itu memercikkan kembali kesadarannya, itu adalah suara teriakan klonnya. Deismo memaksa tubuhnya untuk bergerak, rasa nyeri menjalar ke seluruh tubuh Deismo karena ia menggunakan tetes terakhir energi kehidupannya untuk bergerak, berlari mengejar jarak antara dirinya dengan kedua klonnya.

"Chili..!! Mint..!!"

Setelah memaksakan tubunya separah-parahnya, tapi sejauh ia berusaha, Deismo hanya dapat menyaksikan Thurqk dan kedua Hvyt penjaganya memasukkan Chili dan Mint ke dalam sebuah karung besar. Kemudian kedua Hvyt itu berjalan meninggalkan dewanya sa                           mbil membawa karung itu pergi.

"Kembalikan... mereka..."pinta Deismo lirih.

Tangan Deismo meraih-raih ke arah perginya Hvyt itu. Jumlah energi kehidupan Deismo semakin menipis, tidak mungkin ia bisa berjalan seperti biasanya. Kedua sosok merah itu perlahan menghilang dari pandangannya, bersama kedua klon miliknya. 

Ia tetap melangkah mengejar Hvyt itu, sayangnya tubuhnya sudah mencapai batasnya. Deismo tersungkur ke tanah, kini dia hanya bisa melihat ke arah perginya Hvyt tadi. Perlahan matanya meredup, rasa kesepian dan kesedihan mengisi hati Deismo, "Chili... Mint...."

"Tidak perlu khawatir, wahai makhluk tak jelas."

Suara yang tidak asing baginya menggema dalam lorong batu itu. Deismo terkejut setengah mati begitu matanya menangkap sosok pria berkulit merah dengan tato garis hitam tebal dari kedua mata hitamnya sampai rahang bawahnya, rambut-rambut kaku berwarna abu-abu keperakan di belakang kepalanya membuat seolah-olah ia mengenakan sebuah mahkota. Sosok itu berdiri tepat di depan Deismo dengan sebuah senyum busuk terpasang di wajahnya.

"Thurqk...!!" sahut Deismo yang secara tidak sengaja, melepas rasa terkejutnya. Satu-satunya alasan yang logis tentang kemunculan Thurqk disini adalah pengeksekusian peserta. Dengan kata lain Deismo sudah mengetuk kembali pintu kematian, "Jadi begitu... sekarang giliranku..."

Thurqk menepukkan kedua tangannya sebanyak tiga kali, memberi apresiasi atas ketajaman pikiran Deismo, "Kau pintar juga bisa memprediksi ajalmu, aku kira kau hanya makhluk tak jelas yang mengamuk jika ada yang melihat wajahmu..."

Deismo hanya bisa diam untuk menanggapi kata-kata Thurqk, energi kehidupannya sudah melewati batas bahaya dan mulai menggangu organ suara Deismo, membuatnya sulit untuk bicara. Senyum Thurqk berubah menjadi lesu melihat Deismo yang diam tanpa reaksi di hadapannya.

"Jujur saja, pada awal turnamen ini dimulai aku menaruh harapan besar padamu, aku suka ketika kau menggila, lalu menjadi makhluk biadab yang memotong semua lawanmu menjadi daging cincang untuk makanan anjing," Thurqk berjongkok, melihat Deismo tepat dimukanya, tapi Deismo tidak berubah ke mode gila, mungkin karena ia kehabisan energi untuk berubah.

"Sayangnya, pada beberapa ronde terakhir kau kurang agresif, membuatku bosan, membuat dewa bosan itu dosa besar, lho."

"Kalau kau ingin membunuhku, bunuh saja, jangan melibatkan kedua klonku!!" sahut Deismo sekeras-kerasnya dengan kekuatannya yang tersisa.

Thurqk meletakkan tangannya di dagunya sambil melihat ke atas, memikirkan apa yang dimaksud Deismo. Tak lama kemudian ia menepukkan kedua tangannya,"Oh...? Maksudmu kedua merah hijau cebol itu?"

Thurqk diam sejenak menunggu jawaban dari Deismo, tapi hantu palsu itu hanya memandanginya dengan matanya yang ia picingkan, "Jangan khawatir, aku punya agenda tersendiri untuk mereka berdua, jadi aku memutuskan mereka bisa hidup setidaknya hingga aku bosan dengan mereka."

"Tapi untukmu... Aku telah menyiapkan eksekusi spesial bagi Deismo sang hantu palsu dari paradoks world," tiba-tiba sebuah podium tulang mencuat dari lantai batu di bawah Thurqk. Sebuah seringaian terlukis diwajahnya saat ia mulai melayangkan tangan kanannya di atas podium tersebut.

"Silahkan dinikmati..."

Itulah kata terakhir Thurqk sebelum ia menghantamkan tangannya sekeras mungkin pada tombol itu, seluruh lorong langsung bergoyang hebat sambil diikuti suara robotik dari podium Thurqk. Sebuah layar hologram melompat keluar dari dalam podium itu, lalu melayang ke atas kepala Thurqk. Layar itu menyala dengan cahaya kemerahan, menampilkan gambar pixel Thurqk di atas podium dengan tulisan "GAME OVER!!" di atasnya.

"Deismo has been found guilty, commencing execution..." kata sebuah suara pitch tinggi dari podium itu. Thurqk berpixel dalam layar tersebut berjalan ke sisi kiri layar, kemudian menyeret sebuah gambar pixel mirip Deismo dengan sebuah rantai, lalu menghilang ke sisi kanan layar.

Saat Animasi dalam gambar pixel itu selesai, Mendadak lantai di bawah Deismo terbuka dan melemparkan rantai-rantai berduri dari dalamnya, melilit dan menancapkan duri-duri tajamnya pada tubuh Deismo. Kemudian menariknya ke dalam lubang itu, menjauhi sang dewa merah yang sedang melambaikan tangannya.

"S-Sial..!! Apa yang dipikirkan dewa sialan itu...,"  kata Deismo dalam hati, ia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah menunggu kematian seperti apa yang menantinya.

Lubang itu menjatuhkan Deismo ke dalam sebuah ruangan misterius. Ruangan itu terlihat seperti kamar seorang gadis normal dimana terdapat wallpaper pink, kasur putri, dan puluhan boneka menghiasinya, hanya saja semua boneka disana telah terpotong-potong dan duduk bersebelahan dengan beberapa mayat yang tepotong dengan mengenaskan.

"Ting-ting-gunting mari kita gunting-gunting~"

Deismo disambut oleh senyuman miring dari seorang gadis berusia 10 tahun dengan rambut hitam sebahu yang diponi. Kulit pucat gadis itu seakan bergradasi dengan baju babydoll putih yang ia kenakan.

Tanpa menunda lagi, gadis itu langsung melompat ke Deismo dan mulai mengguntingi tubuh besarnya menggunakan kedua gunting tajam miliknya. Deismo tidak bisa meronta-ronta ataupun menjerit kesakitan, kemungkinan besar organ motorik Deismo tidak berfungsi karena sihir dari rantai yang mengikatnya dengan erat.

Organ-organ aneh melompat dari tubuh Deismo dan tercecer di lantai, potongan-potongan jubah Deismo melayang-layang di udara seperti bulu. Pada akhirnya makhluk setinggi tiga meter itu hanya menjadi boneka besar yang tidak bisa bergerak atau bicara. Semuanya berlangsung begitu cepat, tubuh Deismo yang rapuh dengan mudahnya tergunting seperti kertas.

Potongan-potongan tubuh Deismo tercecer dimana-mana, tapi gadis itu tidak terganggu dengan kekacauan pada ruangan miliknya. Setelah bermain agak lama dengan boneka barunya, gadis itu dengan senang memungut snowflake manusia bergandengan tangan  yang baru saja ia buat dari makhluk besar itu.

Tiba-tiba terdengar sebuah ketokan dari pintu di ujung ruangan. Pintu itu terbuka, Thurqk melangkah masuk ke dalam ruangan, gadis itu segera berdiri dan mendekati sang dewa merah.

"Kau boleh memilikinya," kata gadis itu sambil mengulurkan snowflake panjang yang baru saja ia buat, di tengah snowflake itu tampak sebuah kristal hitam sebesar kepalan tangan. Thurqk dengan senang hati mengambil pemberian gadis itu, lalu mencabut kristal itu dari snowflake Abigail.

"Kerja bagus, Abigail" puji sang dewa merah, tangan merahnya hendak mengelus rambut hitam Abby sebagai hadiah, namun gadis kecil itu memberi kode untuk tidak mengelus kepalanya dengan mengarahkan gunting tajamnya ke arah dewa merah tersebut.

"Terserah apa maumu... Hvyt! segera bawa soul makhluk ini kembali ke ruang penyimpanan!!" Thurqk langsung menarik tanganya dengan penuh kekecewaan. Abby langsung berjalan melewatinya dan pergi meninggalkan ruangan.

Tak lama, sekawanan Hvyt datang dan mulai menjalankan perintah dewanya dengan mengambil kristal di tangan Thurqk. Kemudian si dewa merah itu berjalan cepat menyusul Abby yang pergi mendahuluinya.

II
Daily life of the fallens

Di dalam Devasche Vadhi terdapat sebuah ruangan besar yang digunakan oleh Thurqk untuk menyimpan ekstrak jiwa para peserta. Dalam ruangan tersebut, ekstrak jiwa mereka dikumpulkan dalam sebuah tabung raksasa yang dijaga dengan pengawasan yang ketat.

Bila dilihat kasat mata, ekstrak jiwa para peserta akan terlihat seperti kristal warna-warni yang mengapung-apung tanpa arah di dalam cairan hijau tabung itu. Tapi beda lagi jika kau adalah salah satu dari kristal tersebut, kau akan melihat sosok kristal lainnya sebagai sosok yang terkurung di dalamnya.

Sebagai contoh, saat ini terlihat beberapa kristal yang berkumpul di suatu titik. Namun, jika dilihat dari dalam maka kita akan menemukan  wujud asli mereka sedang duduk melingkar, bermain kartu untuk mengisi kebosanan mereka.

"Dua merah."

"Tiga merah."

"Tiga biru."

"Enam biru."

"Enam kuning. UNO!!!"

 "Tujuh kuning"

"Kartu pembalik."

"Rasakan plus empat ini!!!"

"Aku tambah lagi dengan plus empatku!!"

"AGH!!!  Ini konspirasi! Kalian para manusia pasti sengaja menutupi kecurangan kalian dalam game ini!!" Emils, sang slime revolusioner melemparkan kartunya ke tengah lingkaran, kemudian  membalikkan tubuhnya dengan penuh emosi. Ia hampir saja memenangkan permainan kartu itu, tapi karena kartu yang dikeluarkan teman di sebelahnya, ia terpaksa melangkah mundur dari kemenangan.

"Sudahlah, Emils dari tadi kamu berisik terus... toh Petra yang kena plusmu empat kali nggak protes sama sekali," kata Collin sambil menepuk bahu Emils, mencoba meredakan amarah teman birunya.

"Kau tahu apa yang lebih lucu? Eza bermain lebih baik dari pada tuannya sendiri! Hahaha!!" tawa Nema diikuti oleh beberapa pemain lain, mengingat kembali rekor Eza yang sering menang dan Kara yang tidak pernah menang.

"Diam kau, wanita tanaman!" Kara meledak-ledak, dari semua yang bermain dalam permainan kali ini dialah yang paling jauh dari kemenangan dengan dua belas kartu di tangannya.

"Elle bingung mau pakai plus yang merah, biru, hijau atau kuning, nom...,"

"Bersyukurlah... Sil malah nggak bisa bilang UNO  ketika kartunya tinggal satu, akibatnya ia selalu terkena penalti empat kartu."

"Itu sih tidak seberapa... Aku kasihan pada Eisted dan Rafa yang dilarang bermain karena mereka berdua bisa membaca pikiran, menebak semua kartu kita."

"Eh?! Bukannya Sil juga bisa membaca pikiran?!"

"Oh iya... maaf,Sil. Kau harus keluar dari permainan..."

[Harusnya kalian bilang dari awal tadi!]

"Ngomong-ngomong...  dari mana asal kartu-kartu UNO ini?"

"Aku yakin si Ravelt yang membawanya..."

Suara riang beberapa orang memecah keheningan. Deismo bangkit lagi dari posisi tidurnya, lalu  duduk bersila di tempat itu. Anehnya, ia tidak bisa melihat apapun. Hanya kegelapan sejauh matanya memandang.

"Hei. Si pendatang baru sudah bangun" ujar salah satu suara itu.

Deismo dapat mendengar suara derap kaki beberapa orang mendekatinya, tapi ia tidak bisa melihat satupun dari mereka karena kegelapan matanya. Berangsur-angsur, sedikit warna menghiasi kegelapan itu, sampai akhirnya ia dapat melihat seperti biasanya.

Di depan Deismo telah berjejer wajah yang tidak asing lagi baginya... Kara, Eza, Emils, Collin dan para perserta lainnya yang telah ia lawan sebelumnya mapupun yang belum pernah ia temui.

"Dimana... ini?" tanya Deismo pelan.

"Entahlah... tapi sepertinya ini tempat penyimpanan peserta. Coba kau lihat ke arah sana, perhatikan langit-langitnya," ujar seorang wanita dengan rambut setengah merah dan setengah biru, menunjuk ke satu arah.

Deismo tercenggang.  Ruangan yang ia tempati saat ini tidak lebih dari sebuah padang berwarna putih, tapi langit-langit di atasnya menunjukan suatu ruang yang sangat besar. Di satu sisi ruangan pada langit-langit itu, terdapat dua Hvyt raksasa yang menjaga sebuah pintu raksasa pula.

Deismo menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin semuanya menjadi raksasa seperti itu. Pasti dialah yang mengecil.... tidak, justru lebih parah lagi. Deismo memperhatikan semua peserta di dekatnya, mereka semua benar-benar menjulang tinggi baginya, tinggi Deismo sekarang tidak lebih dari klon mungil yang ia ciptakan, kemungkinan ini yang terjadi karena ia tidak memiliki energi kehidupan.

"Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Apa anda tidak ingat? Kita yang berkumpul di sini adalah para peserta yang telah gugur dari turnamen ini, tuan Deismo," ujar sebuah suara dari belakangnya.

Deismo berbalik, saat itu pula matanya terpaku pada sang samurai beryukata ungu yang dibuat buta pada ronde sebelumnya, sekarang, matanya terbuka tanpa ada goresan sedikitpun. Melihat reaksi Deismo, Sang samurai menghampiri si hantu palsu.

"Bolehkah saya memastikan dengan benar, apa anda adalah peserta yang bernama Deismo?"

"I-Iya...," jawab Deismo dengan ragu, beberapa dari peserta yang berkumpul di sekitarnya telihat terkejut mendengar yang dikatakan makhluk mungil itu. Rumor tentang peserta menakutkan bernama Deismo telah dikenal diantara para peserta, tapi melihat makhluk menyeramkan itu menyusut menjadi kecil seperti ini adalah kejutan bagi mereka.

Mendadak seorang pria melompat dari kerumunan dan melayangkan sebuah tendangan keras pada Deismo, membuat makhluk besar yang menyusut itu menghantam kaca tabung dengan keras. Pria itu adalah Collin Burke, ia memang banyak tersenyum dan bersahabat, namun berbeda untuk Deismo, di ronde sebelumnya realm asal Collin hancur bersama kekasihnya, Kate. Kehilangan segala sesuatu yang ia cintai dalam sekejap adalah beban yang tidak dapat dipikul oleh Collin.

Tentu saja ia belum puas hanya dengan menendang makhluk kecil tidak berdaya itu, Collin ingin mencekik Deismo hingga amarahnya hilang, namun seorang pria yang mengenakan jaket bangsawan berwarna putih dengan kerah tinggi langsung menyekap kedua tangan Collin dari belakang, "Collin, tenangkan dirimu!"

"Lepaskan aku, Primo!  M-Makluk itu pantas menerimanya!!"

Deismo hanya bisa terpanah kaget karena tendangan yang tiba-tiba itu, tubuh kecilnya terasa nyeri, ia melihat Collin yang meronta-ronta dengan penuh amarah. Rasa takut memenuhi pikiran Deismo, tubuh kecilnya hanya bisa gemetaran melihat Collin yang berteriak-teriak histeris ke arahnya.

"Collin, Jangan biarkan amarah mengambil alih pikiranmu."

"Kau bisa berkata seperti itu karena dunia asalmu masih utuh! Dunia asalku lenyap bersama semua orang yang aku cintai!" Collin meronta-ronta mencoba melepaskan diri dari sekapan tangan Primo, tapi usahanya percuma, kekuatan fisik Primo lebih kuat darinya. Menyadari usahanya tidak akan membuahkan hasil,  Collin berhenti meronta. Ia menatap Deismo dengan ekspresi marah dengan air mata berlinangan di pipinya.

"Dasar makhluk egois... kau menghancurkan semua yang menghalangimu tanpa memikirkan perasaan mereka... sekarang aku tidak punya tempat untuk kembali...," Collin menatap tanah dengan sedih, ia tidak lagi berpikiran untuk menyerang Deismo, Primo melepas sekapannya dan membiarkan Collin berjalan menjauh dari Deismo.

"M-Maaf... aku hanya ingin kembali ke dunia asalku... aku tidak ingin menghancurkan duniamu...," kata Deismo dengan penuh ketakutan.

"...Semua peserta disini juga," kata Collin sebelum ia mulai berjalan dan menghilang ke dalam kerumunan peserta.

Collin telah pergi namun Deismo masih merinding ketakutan karena kini semua peserta di depannya memasang ekspresi yang kurang lebih sama dengan Collin. Tatapan itu penuh dengan rasa was-was, kebencian, kemarahan, dan berbagai perasaan negatif lainnya.

"Tolong jangan terlalu memikirkan soal ronde sebelumnya... saya mengerti kondisi anda dan bisa jadi saya akan melakukan hal yang sama jika saya dalam posisi anda," kata Petra dengan tenang, "Maaf, saya harus pergi sebentar. Jika anda perlu apa-apa, silahkan panggil saya."

Petra berdiri, kemudian berjalan menjauhi Deismo. Meski perkataan Petra untuk tidak memikirkan apa yang terjadi di ronde sebelumnya, ia dapat melihat betapa eratnya Petra memegang genggaman pedang di sarung kirinya, seakan dia bisa saja melesatkan pedang itu kapan saja.

***

Sementara itu, di satu sisi Jagatha Vadhi, terdapat sebuah arena raksasa yang sedang ramai dikunjungi, oleh para Hvyt tentunya. Suara teriakan, gesekan besi dan dentuman ledakan dapat terdengar dari dalam arena itu. Disinilah tempat terjadinya pertarungan antara pengendali ruang dan pengendali waktu, Claudia dan Sjena.

Di atas arena itu, terdapat sebuah dataran melayang berbentuk seperti balkon pada auditorium yang di atasnya terdapat dua buah kursi megah dan beberapa monitor menampakan kejadian di dalam ronde itu.

Salah satu kursi pada Balkon diduduki oleh Thurqk yang tengah tersenyum puas setelah melihat pertarungan antara Sjena melawan Claude & Claudia dari balkon terbangnya, meski ia merasa si Claude menjadi semakin pasif. Arena yang digunakan sebagai lokasi pertarungan tersebut kini porak-poranda karena dasyatnya pertarungan mereka.

Balkon Thurqk langsung bergerak meninggalkan tempat pertarungan pertama, menuju tempat pertarungan kedua. Thurqk dengan santainya duduk di tahta besarnya yang terbuat dari tulang belulang, Nolan terikat di tiang pancang yang agak jauh Thurqk dengan mulut tertutup tali merah, sedangkan Abby duduk di sebuah kursi kecil di samping tahta Thurqk terlihat bosan, tidak seperti si dewa merah.

"Pertarungan yang menarik, iya kan?"

Thurqk menoleh ke arah Abby dan mendapati gadis itu memainkan gunting miliknya dengan kedua tangannya, berkali-kali membuka tutup seakan ingin merasakan kembali sensasi yang ia rasakan ketika mengeksekusi Deismo.

"Iya, tapi akan lebih menyenangkan jika saja aku yang terjun. Pertarungan mereka itu membuat tanganku gatal... ingin menggunting-gunting salah satu dari mereka..."

Dewa itu langsung menghela nafas mendengar jawaban dingin Abby, kemudian ia mengalihkan pandangannya kembali ke udara kosong, melihat balkonnya bergerak menuju arena yang ia siapkan untuk pertarungan kedua.

"Ngomong-ngomong..."

Abby memulai pembicaraan, Thurqk langsung menoleh kembali ke arah Abby, mengharapkan pembicaraan menarik yang bisa mengisi waktu kosongnya selagi balkonnya belum sampai di tempat tujuan.

"...jarang sekali kau menyuruhku untuk mengeksekusi mainan yang membuatmu bosan, apa ada sesuatu yang salah?"

Setelah pertanyaan itu terlontarkan dari mulut Abby, mendadak suasana balkon menjadi sepi, yang terdengar hanya suara gunting di tangan Abby. Merasakan sesuatu yang janggal, Abby langsung melemparkan gunting di tangannya kepada Thurqk, namun tangan si dewa itu bisa menangkapnya sebelum sempat melukai bagian tubuhnya yang lain.

"Oi.. oi.. kenapa? Marah karena dicuekin?" Thurqk dengan santainya tersenyum sambil memutar-mutar gunting Abby yang ia tangkap, namun pemilik gunting itu justru membalas senyuman santai Thurqk dengan tatapan yang penuh dengan kekhawatiran.

"Kau... Kenapa kau menangkap guntingku dengan tanganmu, bukan dengan kekuatanmu?" akhirnya Abby mengidentifikasi kejanggalan yang ia temukan. Biasanya Thurqk akan menggunakan kekuatan dewanya untuk menghentikan serangan itu, tapi kali ini ia menggunakan tubuh fisiknya untuk melakukannya, tanda kekuatan dewanya melemah.

Thurqk menghela nafas melihat kecemasan gadis itu, ia meletakkan gunting Abby di sandaran tahtanya dan mengalihkan pandangannya dari Abby, "Aku.... hanya sedang malas..."

Si dewa telah menjawab pertanyaan Abby, tapi kecemasan yang terukir di muka gadis itu masih belum juga menghilang. Akhirnya Thurqk memutuskan untuk mengatakan kebenaran di balik keadaannya saat ini, "...Aku capek setelah menggunakan tenaga yang besar untuk menghancurkan lima buah realm."

Mata Abby langsung melebar mendengar jawaban Thurqk, "Lima buah realm? Jadi kau serius tentang mengahancurkan lima realm milik lawan si mata kuning itu?"

"Dewa akan selalu menepati perkataannya, aku tidak mau menjilat ludah yang telah aku lontarkan."

Abby tidak berkata apa-apa lagi, sisa perjalanan mereka ke arena pertarungan kedua dihabiskan dalam keheningan. Tidak Thurqk maupun Abby memiliki topik pembicaraan yang menarik untuk dibincangkan.

"Kita sudah sampai, Dewa Thurqk!!"

Sahutan Hvyt itu menjadi palu yang memecah keheningan di balkon terbang Thurqk. Kini balkon Thurqk sudah sampai di atas arena pertarungan kedua. Sebuah layar hologram lebar muncul di depan Thurqk dan menampilkan pemandangan arena itu.

Arena kali ini sangat luas, terdapat tiga buah lantai yang luasnya lima ratus meter dan tingginya seratus meter tiap lantainya. Terdapat jejeran pintu di tiap sisinya, ada enam puluh buah jika ditotal. Sebuah lift ditengah ruangan menghubungkan ketiga lantai yang memiliki keunikan tersendiri.

Setelah memperlihatkan ketiga lantai tersebut, layar hologram Thurqk langsung menampilkan dua pintu besi berukuran besar yang saling berhadapan di lantai dasar. Pintu yang di timur berwarna merah dan  yang di bawat berwarna biru.

Kamera segera menyorot sesosok gadis berkulit merah yang berdiri di tengah ruangan sambil membawa sebuah mic di tangannya. Gadis itu mengenakan seragam maid, rambutnya hitam diikat dua menjadi model twintail dan memakai ikat kepala maid. Rok yang dikenakan gadis itu panjang hingga menutupi mata kakinya.

"Halo semuanya~! Pertarungan kedua dari ronde ke enam akan segera dimulai~!" kata gadis Hvyt itu dengan suara nyaring, kemudian kamera bergerak mengikuti jari gadis itu yang menunjuk ke arah pintu merah.

"Di sudut merah ada seorang peserta pengguna spiritia yang mendapat perhatian dewa Thurqk setelah lolos dari pulau Ryax yang terus menyusahkan sang dewa, tapi dia juga mendapatkan beberapa catatan merah karena membiarkan peserta wanita tetap hidup!!"

"Sambutlah Stallza sang spiritia master....!!!"

Tiba-tiba sorotan lampu warna-warni menerangi salah satu sisi ruangan, memperlihatkan sesosok pria bermantel perak yang baru saja melangkah keluar dari pintu merah. Stallza hanya bisa melihat kesana-kemari kebingungan.

"Apa ini tempat pertarungan ronde enam?"

Stallza baru saja menyadari bahaya yang ia hadapi, tangan kanannya segera meraih pisau lempar miliknya, sementara tangan kirinya mengambil salah satu kristal spiritianya dan bersiap untuk memunculkannya, "Aku tidak boleh lengah."

Setelah kamera menyorot Stallza yang mulai siaga, si gadis Hvyt di tengah ruangan langsung memutar tubuhnya, membuat jarinya menunjuk ke pintu biru di sisi lainnya, "Sementara di sudut biru ada seorang mama yang melenyapkan apapun yang menggangu keluarganya. Pengalaman bertarungnya yang luas dan peralatannya yang lengkap telah membuatnya menjadi seorang peserta yang ditakuti di turnamen ini."

"Dialah Yvika Gunhildr!!!!" sama seperti saat Stallza memasuki ruangan, lampu warna-warni langsung menyorot pintu biru di seberang Stallza. Pintu itu segera membuka secara horizontal dan kabut putih keluar dari dalamnya. Setelah beberapa saat  kabut itu lenyap, tapi tidak ada siapapun yang keluar dari pintu besi itu.

Semua penonton siaran langsung itu langsung hening seketika. Thurqk langsung meraih telepon gengam yang disediakan oleh Hvyt terdekat, Thurqk segera menekan tombol-tombol pada telepon genggamnya dengan penuh amarah, lalu ia meletakkan benda itu di telinganya sambil menuggu panggilannya diangkat.

"Halo, staff bagian persiapan? Kalian cari mati ya? Mengapa peserta yang seharusnya bertarung tidak ada disini?"

Tanya Thurqk dari ponselnya, tidak ada jawaban selama beberapa saat hingga akhirnya suara seorang wanita terdengar dari ponsel tersebut.

"Maaf anda berada di luar jangkauan area servis kami. Untuk melakukan panggilan, silahkan..."

"Aku tanya tentang peserta itu, bukan soal area servis!! Jawab pertanyaanku atau kubunuh kau sekarang juga!!"

"Sorry your are not in our service area, please..."

"BANGSAT! PONSEL CACAT!!" Thurqk membanting ponsel tersebut ke tanah, ia langsung mencari Hvyt terdekat dan berteriak padanya, "HVYT, BAWAKAN PONSEL LAINNYA!! Aku harus bicara dengan staff persiapan sesegera mungkin!!"

"Uh... bagaimana kalau saya bawakan saja salah satu staff persiapan? Mereka pasti tidak jauh dari sini."

"Tidak!! Aku hanya mau berbicara melalui ponsel! Aku tidak mau orang-orang menganggapku sebagai dewa yang buta teknologi!!"

"B-Baiklah...," Hvyt itu melompat dari balkon Thurqk, tapi bukannya untuk mencari ponsel baru, namun mengambil inisiatif untuk bertanya pada staff persiapan arena. Ketika sedang terbang, kebetulan sekali ia berpapasan dengan Hvyt nomor 10932200, salah satu staff yang ia cari, Hvyt itu segera memanggilnya dan meminta pertanggung jawaban.

"Hey, kau! Mana peserta yang seharusnya bertarung sekarang?"

"M-Maaf, ini kesalahan kami, Sekelompok orang tidak dikenal menyusup kemari dan membawanya pergi. Kami sedang mengejarnya saat ini, tapi dua orang dari kelompok itu berpisah dan tampaknya mereka menuju ruang penyimpanan ekstrak jiwa!!"

"A-Apa?!"

"Aku akan melaporkannya pada Dewa Thurqk sekarang juga, sampai jumpa!"

"Tunggu!!" Hvyt itu memegang tangan temannya, menghentikannya di tengah penerbangannya, "Kau tidak perlu melakukannya, untuk sekarang bawa ponsel sebanyak-banyaknya ke balkon Dewa Thurqk."

"Ponsel? Untuk apa? Kita bahkan tidak bisa menggunakannya karena tidak ada menara pemancar di tempat ini."

"Untuk membeli waktu sehingga kalian bisa menangkap peserta itu!!"

Percakapan mereka berdua selesai, merekapun terbang menuju gudang penyimpanan untuk mencari ponsel-ponsel tidak berguna yang sangat diinginkan Thurqk.

III
Revival

Waktu terus berputar, kini semua peserta di tabung penyimpanan jiwa sedang melingkar, mendiskusikan tentang cara untuk keluar dari tabung ini. Namun, ada satu orang peserta yang tidak mengikuti diskusi itu, Deismo. Cerita tentang Deismo yang telah menyebabkan realm kelima lawannya dihancurkan masih menjadi topik utama dalam perbincangan para peserta. Mereka semua menjauhinya, membencinya, tidak ingin cari masalah dengannya.

Deismo menghabiskan waktunya dengan menguping obrolan para Hvyt penjaga, mengharapkan kabar tentang kedua klonnya yang menghilang. Ia telah mendengar berbagai cerita seperti ngerinya seseorang bernama "Ryax" yang memerintah sebuah pulau dengan nama yang sama, ada juga waktu mereka membicarakan perlunya lebih banyak Hvyt wanita di pulau ini, tapi berita teraneh adalah Thurqk sempat sakit 2 minggu karena menelan sebuah permen keramat. Sayangnya, hingga sekarang kabar yang Deismo tunggu-tunggu belum juga mengampirinya.

Kesedihan Deismo lebih menumpuk lagi ketika ia mengingat percakapan yang ia lakukan dengan kedua klonnya di akhir ronde lima, sebelum Deismo dieksekusi. Mereka memutuskan sebuah nama baru untuk dua klon itu, Chili dan Mint, seakan masih ada hari esok bagi Deismo untuk memanggil mereka dengan nama baru itu.

Saat itu Deismo merasa begitu bahagia, ia merasa seperti memiliki keluarganya sendiri, tapi semua kebahagiaan itu langsung dipecahkan oleh hantaman tangan sang dewa pada podium tulang miliknya.

"Mungkin inilah hukuman bagiku karena merenggut dunia asal mereka..."

Deismo teringat kembali apa yang telah ia perbuat sehingga kelima realm peserta itu hancur. Kebahagiaan mereka direnggut dengan paksa darinya, perasaan yang sama dengan yang ia rasakan saat ini.

"Tidak... mereka pasti merasakan yang lebih parah lagi..."

Benar sekali. Mereka merasakan siksaan yang lebih berat dari Deismo, kalaupun mereka kehilangan orang yang mereka cintai mereka masih bisa memulai dari awal untuk menemukan cinta yang baru, namun kini mereka berlima tidak lagi memiliki tempat kembali, tidak memiliki tempat untuk memulai hidup baru.

Saat memikirkan siksaan yang dihadapi kelima peserta itu, sebuah lampu ide menyala dalam kepala Deismo. Ia memiliki sebuah ide yang dapat mengangkat mereka berlima dari kesengsaraannya, dan mungkin saja ini adalah peluang bagi Deismo untuk memperbaiki reputasinya.

Deismo mungil memberanikan diri. Ia beranjak dari tempatnya duduk, kemudian menghampiri kumpulan peserta yang sedang bermain kartu.

Melihat kedatangan Deismo, para peserta langsung berhenti bermain kartu dan mengalihkan pandangan mereka ke Deismo. Ada beberapa yang sontak menjauhi Deismo, ada juga yang hanya melihat, tapi yang paling berbeda adalah Collin yang langsung menghampiri Deismo saat itu juga. Petra yang kebetulan berada di depan Deismo, segera berdiri dan merentangkan kedua tangannya untuk menghadang Collin.

"Sudahlah, tuan Collin! Ini tidak bagus untuk kesehatan anda! Jangan biarkan emosi..."

"Tidak, Petra. Aku tidak akan melakukan hal seperti kemarin" kata Collin, lalu mengalihkan kembali pandangannya pada Deismo "Apa maumu ke sini, Deismo?"

"Aku punya solusi... untuk kita semua" jawab Deismo.

"Apa maksudmu dengan solusi?" tanya Emils dari kerumunan peserta, lalu berjalan menghampiri si hantu mungil.

"Kita semua terjebak di dalam bentuk ini... sebuah bentuk kristal yang menawan jiwa kita di dalamnya. Mungkin ada yang tidak bisa merasakannya, tapi kristal ini... bukannya terbuat dari kekuatan Thurqk?"

"Jangan sok tahu!" sahut salah satu peserta.

"Ya! Kau tidak lebih dari peserta yang egois!"sahut peserta lainnya.

"Aku tidak sok tahu, aku punya bukti!"

Deismo mulai mendeskripsikan dunia merah ini. Mulai dari tanah merah, laut merah, tanaman merah dan terakhir ia menjelaskan soal bangunan yang pernah mereka kunjungi di Devasche Vadhi.

"Semua benda itu berwarna merah, konyol memang, tapi bukannya agak ganjil kalau segala sesuatu di dunia ini di dominasi warna merah?" tanya Deismo.

"Jangan konyol. Dewa itu bisa saja mengecat seluruh dunia dengan warna favoritnya" bantah salah satu peserta, lalu diiringi tawa dari peserta lainnya.

"Untuk mengecat seluruh dunia, itu akan memerlukan suatu sumber daya di luar nalar, meskipun ada, itu akan menjadi pemborosan sumber daya alam" ujar Deismo "tapi beda lagi ceritanya jika mereka sudah berwarna merah semenjak dibuatnya."

Para peserta itu menghentikan tawa mereka. Mereka saling menatap satu dengan lainnya, kemudian mengangguk dan kembali mendengarkan Deismo.

"Kita bisa katakan... semua warna kemerahan di dunia ini adalah ciptaan Thurqk, termasuk para Hvyt sendiri yang berwarna merah. Ia selalu menandai warna ciptaannya dengan warna merah," jelas Deismo. "Sekarang lihatlah ke atas."

Semua peserta yang mendengarkan menengadah, lalu menemukan langit-langit dari tabung itu. Pada sisi kaca itu, terpantulah pantulan cahaya dari para peserta itu sendiri, tapi yang tampak di sana bukanlah para peserta, tapi lima puluh lima kristal berwarna merah.

"Di sinilah arwah kita ditawan, di dalam lima puluh lima kristal itu, termasuk para peserta yang masih aktif saat ini" jelas Deismo. "Dan warna dari semua kristal itu berwarna merah..."

"Itu omong kosong. Kau mengatakan kalau semua benda merah adalah buatannya? Kau pasti punya delusi yang luar biasa. Tidak mungkin dia membuat semua dunia ini!" ujar peserta lain.

"Tapi ada benarnya juga perkataan mahluk itu" sahut seorang gadis bermata pelangi, Zany Skylark. "Sebagai pemakai kemampuan materialisasi, aku tahu bahwa ada satu hukum yang mengikat antara pemiliknya dan benda yang ia ciptakan. Dalam kasus ini, bisa jadi Thurqk menggunakan warna sebagai pengikatnya... berarti ini bukan sesuatu yang trivia, melainkan suatu keharusan."

"Lalu, apa rencanamu memberitahukan kami soal ini, Deismo?" tanya Collin.

"Menurut kalian, apa yang akan terjadi kalau Thurqk kehilangan kekuatannya?" tanya balik Deismo

"Semua ciptaannya akan lenyap! Seluruh dunia merah ini dan kristal menjengkelkan ini juga akan lenyap!" ujar Zany  "Paling tidak, itulah yang akan terjadi kalau Thurqk memakai sihir materialisasi."

"Memangnya kita bisa membuat dewa merah itu kehabisan kekuatan? Maksudku... bahkan dia tetap menahan materialisasi dunia ini, apa kau tidak tahu seberapa kuatnya dia?!" teriak histeris seorang peserta.

"Semenjak beberapa bulan lalu, ia terus menerus mematerialisasi banyak benda untuk keperluan turnamen ini, ditambah lagi, dia baru saja menghancurkan lima buah realm peserta...," ujar Deismo.

"Jangan bicara kehancuran realm kami seperti itu!" teriak Kara. "Kami baru saja kehilangan dunia kita! DUNIA KAMI!"kata Kara dengan menegaskan pada kata "dunia kami".

"Tapi kalian tidak mau realm kita hancur sia-sia,bukan?" ujar Emils "Dalam perjalanan revolusiku melawan para manusia, aku telah belajar satu hal. Satu hari nanti semua akan mati, tapi apakah kita akan membiarkan kematian itu sia-sia?"

"Kau mendukung hantu keparat itu,Emils?!" teriak Collin.

"Ya, karena aku tidak mau kematian teman-temanku di dunia sana hanya sebagai kenangan masa lalu" jawab Emils "Lanjutkan rencanamu, Deismo"

"Baiklah. Ia menghabiskan banyak kekuatannya untuk semua itu, jadi pasti dia telah melemah! Inilah kesempatan kita untuk menghabisinya!" ujar Deismo. "Kita akan menghabisi  Thurqk ketika kekuatannya berada pada posisi terlemah : Ronde Final"

"Kalau begitu, bagaimana cara kita keluar?" tanya satu peserta.

"Lihatlah kembali di langit-langit."

Para peserta melihat kembali ke langit-langit tabung. Ada suatu kristal merah di sana, menggantung di langit-langit ruangan. Kristal itu terhubung oleh sebuah kabel yang mengarah pada sebuah mesin dengan tombol bertuliskan "Materialize".

"Bagi yang bisa menggunakan Telekinesis, cobalah menekan tombol itu!"seru Deismo.

Para peserta dengan kemampuan telekinesis berjajar di ujung dinding tabung, mereka mengerahkan kekuatan mereka bersama-sama, tapi karena tubuh mereka yang hanya berupa soul, tombol itu hampir tidak bergerak dari tempatnya. Namun, hampir tidak bergerak bukanlah tanda ketidakmungkinan. Perlahan, tombol itu mulai bergeser dari posisinya, para peserta menyadari ini, kemudian menambah kekuatan dorongan telekinesis mereka.

***

"Maaf, Nomer yang anda hubungi..."

Suara dari Hvytphone itu tergantikan oleh suara hantaman keras, lalu diikuti suara ledakan yang  menggema ke segala penjuru Balkon Thurqk.

"Berikutnya!"perintah si dewa merah.

"Siapkan HvytPhone nomer 299993422311!"perintah Hvyt Teknisi di samping Thurqk.

Seorang Hvyt mendarat di depan singasana Thurqk, lalu berlutut sambil menyerahkan sebuah HvytPhone dengan kedua tangannya.

Thurqk langsung mengambil HvytPhone di tangan pembantunya, lalu menekan serangkaian nomor acak pada tombol HvytPhone. Namun, sekali lagi, suara menjengkelkan itu muncul lagi "Maaf, Nomer yang anda hubungi sedang tidak ada dalam jangkauan, silahkan pasang menara pemancar di area anda. Terimakasih"

"Hei, kau kemarilah"perintah Thurqk kepada Hvyt di depannya.

Hvyt itu segera melaksanakan perintah tuannya untuk berjalan ke singgasana Thurqk. Begitu ia sampai di jangkauan tangan Thurqk, kepalanya langsung digenggam, kemudian dihantamkan pada penyangga tangan Thurqk bersamaan dengan HvytPhone yang ia bawa.

Dewa merah itu mendengus, kemudian melemparkan kepala Hvyt itu ke belakang singgasananya sebelum menembakan bola api yang meledakan kepala Hvyt itu. Ia hanya bisa menghela nafas, mengetahui adanya tumpukan kepala dan Hvytphone gosong di belakang tahtanya.

"Kau yakin semua Hvytphone ini berfungsi, Nomer 10952200?"

"Sebenarnya saya nomer 10932200,Dewa"

"Persetan! Orang bodoh mana yang menamai kalian dengan nomer!"teriak dewa merah itu dengan amarah. "Sekarang aku tanya lagi... Apa semua HvytPhone ini BERFUNGSI?"tanya Thurqk dengan menekan nadanya pada kata terakhir.

"T-Tidak.. M-Maksud hamba Belum,Dewa! Kita masih belum membangun Tow..."

Tangan Thurqk telah menggengam kepala Hvyt itu sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya.

"D-Dewa, tolong jangan bunuh saya! Saya masih punya istri, 5 anak dan 2 kucing yang harus saya kasih makan!"

"Tidak ada kucing di Jagatha Vadhi"

"Ampun Dewa! Saya tidak bisa mati sekarang!"

"Bawakan aku Hvyt Phone yang masih berfungsi...."kata Thurqk dengan mengencangkan cengkramannya "Atau kepalamu akan kujadikan makanan kucing!"

"T-Tidak ada kucing di Jagatha Vadhi... dan seharusnya itu makanan anjing, bukan kucing, Dewa!"

"Kau tidak mau namamu kuubah menjadi nomer 444444444444,kan?"

"Ampun,tuan! Saya tidak mau berakhir seperti Hvyt nomer  444444444444 sebelumnya!"

"Kalau begitu cepat bekerja!" teriak Thurqk sambil melemparkan Hvyt itu keluar dari Balkonnya.

Untungnya, Hvyt itu masih sempat mengepakan sayapnya saat ia berada di udara, sehingga ia tidak menghantam tanah di bawahnya. Ia segera terbang menjauh dari arena itu, menuju ke kastil merah Thurqk. Ketika sampai di Kastil merah itu, ia langsung mengeluarkan HvytPhone dari sakunya, lalu mengkontak rekannya di dalam Kastil.

"Teknisi 10932200 di sini! Teknisi dalam kastil, jawablah!" kata Hvyt

"Di sini Teknisi Kastil 5392802. Laporkan situasimu" jawab Teknisi lain melalui HvytPhone.

"Dewa masih meminta lebih banyak HvytPhone!"

"Kita punya banyak HvytPhone... tapi kita tidak punya Hvyt yang ingin memberikannya"jawab Teknisi Kastil.

"Agh! Kenapa dewa tidak bisa mengerti kalau HvytPhone hanya bisa dipakai di kastilnya?!" Teriak Frestasi Hvyt itu. "Bagaimana dengan Yvika? Apa kalian telah mendapatkannya?"

"Statusnya masih tidak diketahui, tapi kita masih memiliki kristal Yvika dalam ruang penyimpanan. Paling tidak, ia takan bisa meninggalkan Jagatha Vadhi"

"Jagatha Vadhi sangat luas! Tidak mungkin kita bisa menemukannya dengan segera! Cari solusi lain secepatnya!"

"Ya,pak! Siap!"jawab si Teknisi Kastil.

***

PIP

Suara bantalan di belakang tombol itu telah terdengar. Para peserta menghentikan Telekinesis mereka, kemudian bersorak ria akan keberhasilan mereka.

Dari mesin yang mereka jalankan, sebuah cahaya kemerahan mengalir ke kabel yang menghubungkannya dengan kristal merah di atas tabung, sehingga membuat kristal itu bercahaya kemerahan

Kristal merah itu menembakan cahaya kemerahan ke tabung di bawahnya, sehingga terbentuklah sebuah pillar cahaya merah di tengah tabung itu. Para peserta berkumpul di sekeliling pillar cahaya itu, saling menatap satu dengan yang lain tanpa bersuara sama sekali.

"Siapa yang akan masuk duluan?" tanya seorang peserta.

"Bagaimana kalau Deismo dulu? Bukannya ia yang menyarankan ide itu?"

"O-Oke..," Deismo melangkahkan kakinya ke dalam cahaya kemerahan itu, lalu berjalan pelan ke tengah pillar cahaya itu. Perlahan tubuh kecil hantu palsu itu mulai terkikis sedikit demi sedikit sampai seluruh tubuhnya menghilang ditelan cahaya merah itu.

"Hei! Siapa yang menyalakan mesin materialisasi?!" terdengar suara dari luar tabung.

Para peserta tidak mau kehilangan kesempatan untuk keluar, sehingga mereka berebutan masuk ke cahaya merah itu, tapi sebelum ada yang masuk, sebuah tombak tulang melesat dan mengenai kristal di atas tabung, membuatnya hancur berkeping-keping, sehingga cahaya kemerahan itupun memudar, meninggalkan para peserta di tempatnya.

"T-Tidak mungkin! Sekarang bagaimana kita bisa keluar?!"

"Hei, dimana Deismo?"

"Dia... tidak ada!"

Suatu bayangan besar tiba-tiba menutup lampu pencahayaan tabung itu. Para peserta menoleh ke asal bayangan itu dan menemukan sebuah sosok setinggi tiga meter yang menggunakan jubah tengah berdiri tegak.

"Ada peserta yang bangkit!" teriak seorang Hvyt.

Deismo membuka matanya, tapi sayangnya, yang ia lihat hanya kegelapan. Tubuh hantu palsu itu ambruk seketika, seolah tubuhnya itu hanya sebuah boneka kosong.

Para Hvyt segera mengerubungi tubuh Deismo, bersiap menyerang apabila sang hantu palsu menyerang balik. Namun setelah lima belas menit, tubuh Deismo tetap saja tidak bergerak dari tempatnya, sehingga para Hvyt langsung menyerangnya bersamaan.

"Tunggu! Jangan bunuh dia dulu!" terdengar satu teriakan dari pintu masuk ruangan. Para Hvyt berbalik ke asal suara itu dan menemukan seorang Hvyt lain yang tubuhnya basah oleh keringat dan bernafas tidak teratur.

"Kita perlu pengganti..." kata Hvyt itu pelan "...atau dewa akan membunuh kita bersama dengan HvytPhone!"

Hvyt yang baru datang itu segera menghampiri Deismo yang terbujur kaku, kemudian menarik kepalanya, sehingga menghadap ke Hvyt itu.

"Peserta Yvika Gunhildr telah menghilang, jadi kami perlu seseorang untuk menjadi penggantinya sebelum Dewa menghabisi semua Hvyt dan HvytPhone" jelas Hvyt itu, lalu ia mulai membuka sebuah tawaran "Kalau kau masih bersedia untuk menghibur Dewa, kami akan membiarkanmu hidup, bahkan memberikanmu energi kehidupan untuk kembali bertarung... dan kurasa kau cukup tahu apa yang akan terjadi kalau kau menolak"

"Kurasa aku tidak punya pilihan lain... sama seperti sedia kala..." jawab Deismo pelan.

***

Sementara Deismo tidak diketahui keberadaannya, Stallza melihat ke sekitar dengan tatapan tidak percaya, "T-Tidak bisa dipercaya!! Apa benar Thurqk itu bisa membuat sesuatu seperti ini!!"

Wajar saja Stallza terkejut, sebelum masuk arena ini, ia membayangkan tempat bertarung selanjutnya akan mengerikan seperti ronde-ronde sebelumnya, tapi yang ia saksikan di arena ini berbalik 180 derajat dari imajinasinya.

Arena pertarungan kali ini sangat luas, terdapat tiga buah lantai yang berdiameter lima ratus meter dan tingginya seratus meter tiap lantainya. Terdapat jejeran pintu di tiap sisinya, ada enam puluh buah jika ditotal. Sebuah lift ditengah ruangan menghubungkan ketiga lantai yang memiliki keunikan tersendiri.

Lantai dasar adalah sebuah pusat perbelanjaan. Pintu yang ada di ruangan ini siap untuk mengantar siapapun ke dalam berbagai macam toko, mulai dari kafe, toko baju, game center semuanya ada disini. Lampu-lampu indah dan berbagai dekorasi unik menghiasi lantai ini, bahkan Hvyt wanita berdiri di depan tiap toko, berperan sebagai SPG yang memancing pelanggan untuk mengunjungi toko-toko mereka.

"Aku tidak punya waktu untuk berkeliling, aku harus mempersiapkan diri untuk pertarungan ronde ini!! Demi putri lan!!" Stallza bicara dengan dirinya sendiri, mencoba meyakinkan dirinya untuk tidak menghabiskan waktu di toko-toko itu, "Untunglah lawanku terlambat, aku menggunakan kesempatan ini untuk menyiapkan jebakan!!"

"Pertama-tama lawan akan muncul dari pintu yang di seberang sana...Hmm... setelah itu aku harus...kemudian jika taktik ini tidak bekerja..."

Stallza terus berguman sendiri, memikirkan taktik yang akan ia gunakan untuk mengalahkan lawannya dengan cepat dan efisien. Setelah lima menit berlalu akhirnya Stallza yakin dengan rencana yang ia buat.

"Sip!! Aku yakin taktik itu akan berhasil!" Stallza telah yakin dengan rencana yang ia susun, lalu ia bersiap memanggil spiritia-spiritia miliknya yang akan ia gunakan untuk rencananya.

"Phosporsso, muncullah!!" Spiritia yang ia panggil pertama adalah Phosporosso, seorang pria bangsawan yang memakai setelan jas dua warna, merah dan putih. Sebuah topi tinggi dengan motif yang sama seperti jasnya, ia pakai di kepalanya. Kulitnya putih dan rambutnya berwarna merah.

"Siap melayani, Tuan Stallza," Phosporosso mengangkat topinya, lalu membungkuk, memberi salam pada Stallza. Menanggapi salam Phosporosso, Stallza mengangguk sambil tersenyum lalu kembali berkonsentrasi untuk memanggil spiritia selanjutnya.

"Ferra, aku memanggilmu!!" Spiritia yang kedua adalah Ferra, sesosok gadis berkulit cokelat gelap dan berambut merah yang membawa sebuah palu besar bersamanya.

"Oke!! Ayo kita tendang lawan kita kali ini!!" dengan penuh semangat Ferra menghentakkan kakinya ke tanah dan mengacungkan sebuah jempol pada Stallza.

"Giliranmu beraksi, Koboldia!" Kemudian yang terakhir adalah Koboldia, seorang gadis berekor serigala dengan rambut pendek berwarna biru pucat dan sepasang telinga serigala tumbuh di atas kepalanya.

"Oke!! Ayo kita tendang lawan kita kali ini!!" dengan penuh semangat untuk menirukan Ferra, Koboldia menghentakkan kakinya ke tanah dan mengacungkan sebuah jempol pada Stallza, sama persis dengan yang dilakukan Ferra.

"Jangan menirukanku, dasar anak anjing...," tidak senang karena koboldia menirukan posenya, Ferra langsung merangkul gadis serigala itu dan menarik telinga serigalanya dengan keras.

"AAWW! Sakit, Kak!!" Koboldia meronta-ronta, mencoba kabur dari rangkulan kuat Ferra, sayangnya perbedaan kekuatan mereka begitu jauh, usaha Koboldia sia-sia. "Jangan main kasar, dong!! Kalau telingaku putus nanti Tuan Stallza marah, lho!!"

"Ah, tidak usah memikirkan itu, kalau telingamu putus akanku ganti dengan telinga kelinci," Ferra menarik telinga Koboldia lebih keras lagi, membuat gadis itu lebih tersiksa dari sebelumnya.

"HYAA!! A-A-Ampun, Kak!! Aku janji nggak akan menirukan kakak lagi!!"

"Nah gitu, dong!! Makanya kalau jadi adik harus sopan pada kakaknya!!"

"Tuan!! Kak Ferra nakal! Hukum dia! Suruh dia keliling tempat ini sambil telanjang!!"

"Sudah... sudah kalian berdua ini..."ujar Stallza.

"Hahaha... Padahal baru dipanggil, tapi kalian sudah bersemangat sekali. Memang harus seperti itulah para generasi muda," kata Phosporosso dengan santai, kemudian ia melihat ke sekitar sebelum menoleh ke Stallza.

"Ngomong-ngomong kenapa tuan memanggil kami bertiga kemari, saya tidak melihat adanya lawan di sekitar sini."

"Untuk suatu alasan, lawan kita kali ini terlambat datang ke arena, jadi kita harus memanfaatkan kesempatan ini untuk mempersiapkan serangan tiba-tiba."

"Hm... Brilian seperti biasanya, kalau begitu silahkan jelaskan rencana tuan."

"Oke, jadi pertama-tama kita ak-"

"Permisi~" tiba-tiba suara yang merdu mengalihkan perhatian Stallza dan kelompoknya, suara itu adalah milik gadis Hvyt berseragam maid yang tadi membuka pertarungan, kali ini ia ditemani satu lagi gadis Hvyt berambut lurus yang ekspresinya datar, layaknya Hvyt pada umumnya. Mereka berdua membawa sebuah meja dorong dengan beberapa jenis kue di atasnya.

"Tuan... Apa gadis ini anak buah si dewa merah itu? Ia memiliki persamaan dengan para Hvyt," bisik Koboldia pada Stallza. Sebenarnya Stallza sudah menyadari kesamaan gadis ini dengan para Hvyt tapi ia tidak mau percaya gadis ini adalah spesies yang sama dengan Hvyt meski ia bisa melihat jelas bahwa kulitnya berwarna merah dan sepasang sayap kecil berwarna hitam menyembul dari punggungnya.

"Apa tuan mau membeli kue saya~?" kata gadis itu dengan ramah sambil menyodorkan sebuah kue mangkuk pada Stallza.

"O-Oke... Aku beli yang satu ini," Stallza mengambil kue mangkuk itu dari tangan gadis Hvyt itu, Tentu saja Stallza tidak bisa menolak tawaran gadis manis ini.

"Yah... beli satu tidak masalah, lagipula harganya tidak mungkin terlalu mahal," pikir Stallza. Ia segera membuka mulutnya dan mencicipi kue mangkuk yang baru saja dibelinya. 

"Lumayan juga...," kata Stallza, tak lama kemudian ia menghabiskan kue mangkuk itu dan mengeluarkan dompetnya, "Berapa harganya?"

"Harganya 50 Dollar Thurqk," jawab gadis itu singkat, Stallza dan ketiga spiritianya langsung kejang-kejang begitu mendengar mata uang yang tidak mereka kenali.

"K-Kau bercandakan? Mata uang apa itu? Tidak ada mata uang seperti itu!!"

"Oh, jangan-jangan tuan tidak punya uang? Yah, jangan khawatir, anda bisa mendapatkannya dari ruang penggadaian di sana," gadis itu menunjuk sebuah pintu dengan tulisan penggadaian.

"A-Apa benar kita harus menjual barang untuk membayar satu kue mangkuk?"

"Tuan sepertinya punya banyak batu berharga..." kata gadis itu dengan menyeringai tas di punggung Stallza.

"Maaf, gadis kecil. Aku tidak bisa menjual batu-batu kristal di tasku ini" kata Stallza, kemudian menarik erat-erat tas di punggungnya itu.

"Bagaimana kalau dengan alis anda...?"

"H-Hah?! Kenapa alisku?"

"Sebenarnya tuan lumayan populer, lho!  Anda mendapatkan banyak fans yang tentunya akan membayar mahal untuk alis unik anda."

"Tidak akan! Aku perlu waktu lama untuk membuat alis seperti ini, tahu!" Stallza mengalihkan pandangannya dan hendak meninggalkan gadis Hvyt itu, namun Ferra menepuknya di bahunya, membuat Stallza berhenti, "Ada apa?"

"Hei, tuan... gandakan saja alis anda, tuan tidak mau melihat gadis merah ini menangis disinikan?" kata Ferra, mereka berdua menoleh kembali ke gadis tersebut.

"Benar sekali nona, jika tuan tidak mau bayar nanti saya nangis, lho!" gadis Hvyt itu masih tersenyum lebar seperti tadi, hanya saja kali ini ia mangeluarkan sebuah pisau dan sekarung bawang putih  yang baunya sangat menyengat dari meja dorongnya, sementara temannya menyiapkan dua buah alas potongan.

"AAHH!! Baiklah, jangan menangis, akan aku gadaikan alisku, lihat saja!!" Stallza masuk ke dalam ruangan penggadaian dengan tangan yang gemetar, para spiritia miliknya hanya menunggu hingga Stallza keluar dari ruang penggadaian.

Tak lama kemudian seorang pria berjubah melangkah keluar dari ruang penggadaian dengan sebuah koper berisi uang, ia langsung melemparkan segepok uang pada gadis Hvyt itu, "INI!! Ambil saja uangmu!!"

"Terima kasih telah berbisnis!! Datang lagi ya!" gadis itu langsung mengambil uangnya dan pergi bersama meja dorongnya meninggalkan tempat itu.

"Tidak akan! Aku tidak akan mau melihatmu lagi!" teriak pria itu pada gadis yang berjalan menjauh tersebut, kemudian ia menoleh pada para spiritia yang telah menuggu dari tadi, "Hah... baiklah, ayo kita berkeliling tempat ini, lumayanlah kita punya uang."

Pria itu beranjak dari tempatnya berdiri, meninggalkan para Spiritia. Semenit kemudian, pria itu kembali lagi ke tempat para spiritia.

"Kenapa kalian diam di tempat?"tanya pria itu.

"Anda siapa ya?" tanya Ferra dengan lugu, sementara kedua spiritia lainnya mencoba menahan tawa karena melihat reaksi Ferra.

"I-Ini aku, Stallza...," kata Stallza dengan mencoba menahan amarahnya.

"Wuogh!! Tuan benar-benar terlihat berbeda tanpa alis tuan!! Bagaimana perasaan tuan?"

"K-Kepalaku terasa lebih ringan...," kata Stallza sambil mencoba meredam amarahnya.

"Pfft..!!" Phosporosso tidak dapat menahan tawanya, ia melepaskan sebuah tawa kecil dan langsung meminta maaf, "M-Maafkan saya tuan..."

Keheningan sambil mencoba menahan tawa dan amarah terjadi diantara mereka, pada akhirnya Koboldia yang mengambil tindakan untuk keluar dari keheningan, "Tuan Stallza, karena kita sudah punya uang, bagaimana kalau kita main-main sebentar sebelum pertarungan dimulai?"

"Hm!! Setuju! Sejak awal aku ingin berkeliling tempat ini!" ujar Ferra.

"Um.. Ya, saya juga setuju, tidak ada salahnya menghabiskan waktu untuk berisitirahat setelah sekian lama," kata Phosporosso.

"B-Baiklah... ayo berkeliling sebentar," setelah mendengar keputusan Stallza, Koboldia langsung menarik tanganya ke sebuah toko terdekat.

***

Hvyt Teknisi telah kembali ke Balkon Thurqk dimana sang dewa telah menunggu dengan bosan di atas singgasananya.

"Dewa, saya mempunyai berita gembira untuk anda"ujar Hvyt itu.

"Ini bukan soal ekstrak durian,bukan?"

"T-Tidak, Dewa"

"Kalau begitu cepat katakan"

"Tapi sebelumnya... maafkan kami, Dewa. Kami masih belum bisa menemukan Yvika Gunhildr"

Segera sang Dewa berdiri dari singgasananya. Ia memancarkan sebuah aura mematikan yang cukup kuat untuk membuat Hvyt di depannya gemetaran, lalu pada detik berikutnya, Thurqk telah berada di depan Hvyt itu dengan menggengam wajah Hvyt malang itu.

"Aku ingat kau berkata tidak bisa mati "sekarang" sebelum kau pergi,bukan? Bagaimana kalau kubuat kepalamu menjadi ekstrak saat ini juga?"

"T-Tuan saya belum selesai! Akan ada pengganti untuk Yvika!"ujar Hvyt itu "A-Anda ingat dengan peserta yang gugur di ronde sebelumnya? S-Si mata kuning berjubah putih itu! D-Dia akan menggantikan Yvika!"

"Kalian menggantinya tanpa izin dariku?"

"M-Maaf, Dewa! Kami tidak mau membuat anda menunggu lebih lama!"

"Sudahlah, dari pada tidak sama sekali"

Thurqk melepas cengramannya pada Hvyt, lalu berjalan kembali ke singgasananya. Namun, sebelum duduk, ia kembali menoleh ke Hvyt itu "Kalau peserta yang kau pilih mati, kau juga akan mati"ujar Dewa itu sebelum duduk kembali di singgasananya.

***

"Halo Jagatha!!! Kembali lagi bersama saya dalam arena pertarungan ronde kedua!"sambut si gadis Hvyt itu kepada kamera. "Bagi fans Yvika Gunhildr, mohon maaf, karena kelalaian para penjaga, peserta kami Yvika Gunhildr telah melarikan diri dari turnamen"ujarnya.

Para penonton mulai meledek gadis Hvyt itu, bahkan ada yang sampai melempar kursi dan meja mereka ke dalam arena karena frustasi. Tiba-tiba sebuah gumpalan kertas mengenai kepala gadis itu, sehingga ia tersungkur di tanah.

"Ka-Ka-Kalian jahat!!!" teriak gadis itu.

Para penonton teralihkan kembali ke gadis Hvyt itu, ia duduk di lantai dengan mengusapkan kedua tangannya pada kedua matanya, dapat terlihat bahwa di lengah baju gadis itu mulai basa karena air. Saat itu pula, semua penonton kembali diam.

"Oke~! karena para penonton sudah diam... ayo kita mulai saja pertarungannya!!!" seru gadis Hvyt itu dengan tiba-tiba. "Peserta Stallza, harap hadir di sudut merah"

Stallza dan ketiga spiritianya kembali dari penjelajahan mereka ke sekeliling mall itu, lalu memposisikan mereka di depan pintu merah yang ia lewati tadi.

"Lho? Kemana Alisnya Stallza?"

"Jangan berlagak nggak tahu!" seru Stallza.

"Masa,sih~?  ya,sudah! Di sudut merah, kita punya Stallza yang tidak beralis lagi!"

"Ferra, tolong remukan saja kepalaku di sini, aku tak kuat lagi kalau di ledek terus menerus" pinta Stallza.

"S-Sudahlah,tuan..." tolak Ferra sambil berusaha menenangkan tuannya.

"Sementara... di sudut biru! Dialah peserta yang telah gugur di ronde sebelumnya, tapi ia kembali lagi untuk membalas dendam!" kata gadis itu dengan lantang, lalu memutarkan badannya sebelum menunjuk kembali ke pintu biru.

Pintu biru kembali terbuka dan mengeluarkan asap tebal lagi. Namun kali ini, sebuah sosok setinggi tiga meter keluar dari dalam pintu itu. Jubah putihnya seakan menjadi satu dengan efek asap itu, sehingga memberi sejenis ilusi seakan ia terbentuk dari asap-asap itu.

"Sambutlah, Deismo sang hantu palsu!!!"seru gadis itu, kemudian melebarkan sayapnya dan lepas landas saat itu juga.


***

IV
Battle Start

Deismo dan Stallza berhadapan satu sama lain, Phosporosso, Koboldia dan Ferra berdiri di depan tuannya, bersiap-siap menyerang hantu besar di depan mereka. Pertarungan antara hantu palsu yang ingin kembali ke realm asalnya dan seorang spiritia master yang ingin menyelamatkan kekasihnya akan dimulai.

"Lawanku saat ini memang terlihat berbeda dengan lawan-lawanku sebelumnya, dia bukan manusia, menghadapinya dengan cara biasa tanpa mengetahui kelemahannya adalah kesalahan fatal," pikir Stallza, senyuman terukir di wajahnya. Ia merasa dewi keberuntungan berada di pihaknya, "Untungnya, aku memiliki keuntungan karena datang di arena ini lebih awal."

"Extracto!!" seru Stallza sambil mengangkat tangan kanannya, semua pisau belati miliknya yang ia tanamkan di dalam berbagai barang di toko-toko memancarkan garis cahaya yang bertemu satu dengan lainnya.

"G-Gawat!!" Deismo terlihat panik karena tidak menyadari perangkap yang telah disiapkan lawannya. Tiba-tiba sebuah kilatan kecil muncul di tengah arena, Deismo telah bersiap untuk menerima serangan.  Namun, tidak ada yang terjadi, Stallza masih berdiri di tempatnya semula dengan kedua spiritianya.

"Hm... Aku mengerti sekarang...," Stallza bergumam. Ketika menggunakan Extracto, Stallza masuk ke dalam dunia satu detik dimana waktu nyaris tidak berjalan. Saat itulah Stallza menganalisa segala sesuatu tentang Deismo dengan bantuan spiritia miliknya.

"Apa yang kau lakukan tadi?" tanya Deismo yang tidak menyadari kekuatan Stallza.

"Jika ini bukan pertarungan, pasti aku akan dengan senang hati memberitahukan padamu. Sayangnya, ini adalah duel kematian, tidak ada yang namanya berbagi informasi dalam duel."

Stallza menjadi percaya diri setelah menggali semua informasi tentang Deismo. Kemudian Stallza memutar jarinya, memberikan isyarat bagi spiritia miliknya untuk berkumpul dalam lingkaran dan merencanakan penyerangan. Mereka berempat langsung melingkar layaknya pemain sepak bola yang merencanakan taktiknya.

"Dengar, makhluk itu memiliki tubuh aneh yang membuatnya tidak terlihat di mata manusia sepertiku. Kalian para spiritia bisa melihat sosok dibalik jubah makhluk itu, tapi aku tidak, oleh karena itu aku perlu bantuan Phosporoso untuk menandainya."

"Dengan senang hati, tuan,"  mendadak warna baju Phosporosso berubah menjadi merah seutuhnya. Dalam wujud merah, Phosporroso bisa memberi berkas bersinar pada tubuh musuhnya hanya dengan sekali sentuh.

"Koboldia, bantu phosporosso dengan mengalihkan perhatian makhluk itu. Ia memiliki perisai sihir untuk menghalau seranganmu, tapi perisai itu tidak akan bertahan melawan serangan beruntun darimu."

"Oke, Tuan Stallza!!"

"Sementara Ferra, kau tetap disini dan gunakan pasakmu untuk membantu Phosporosso dan Koboldia. Lawan kita kali ini bisa menggunakan sihir untuk mengubah suhu benda-benda disekitarnya, dia bukan lawan yang cocok untukmu."

"Sip!!"

"Satu hal lagi, jangan sampai kalian melihat makhluk itu, ia akan menjadi setan gila jika kau melakukannya."

"Dimengerti!!"

Diskusi kecil mereka berempat telah selesai, mereka langsung menjalankan rencana Stallza. Koboldia dan Phosporosso langsung berlari mendekati Deismo, sementara Stallza dan Ferra tetap di tempat mereka semula.

Kesialan sedang berpihak pada Deismo, ia tidak bisa mendapat informasi lawannya tanpa bantuan Ókedex Mint. Untungnya Deismo memiliki pengalaman bertarung yang banyak, ia tahu apa yang harus ia lakukan.

"Thermokenesis..!!"

Deismo menggunakan thermokenesis miliknya, menarik paksa energi panas dari jalur lari Koboldia dan Phosporosso, mengumpulkan semua energi panas itu menjadi bola api besar di tangan Deismo. Dalam sekejap lantai di depan Deismo berubah menjadi lantai es.

"A-Apa yang terja-!" Phosporosso kurang tanggap pada perubahan pijakan kakinya, ia langsung tergelincir ke depan dengan keras hingga jidatnya berdarah. Kini tidak hanya pakaiannya yang berwarna merah tapi  juga wajahnya.

"Hahaha!! Ini tidak cukup untuk menghentikanku!!"

Berbeda dengan Phosporosso, Koboldia dengan cepat bereaksi pada lantai yang tiba-tiba terselimuti oleh es. Gadis kecil itu melompat ke sebuah pilar di dekatnya, kemudian ia melompat lagi ke pilar lainnya dengan gesit mendekati Deismo.

Si hantu palsu menyadari salah satu lawannya lolos dari jebakan lantai esnya. Deismo hendak membidikkan bola apinya pada Koboldia. Namun, bidikannya itu terpaksa  ia hentikan karena mendadak muncul pasak-pasak berujung runcing dari bawah Deismo. Perisai sihir Deismo aktif dengan sendirinya dan melindunginya dari pasak-pasak  itu, sialnya konsentrasi Deismo bubar karena kaget, membuat thermokenesisnya tidak stabil dan meledakkan bola apinya miliknya di tangannya sendiri. Deismo langsung terpental kebelakang karena ledakan tidak terduga itu.

"Kesempatan bagus..!!"

Tiba-tiba Koboldia mengayunkan sebuah tebasan pisau dari udara, tapi tebasannya itu berhasil dihalau oleh perisai sihir Deismo. Gadis itu tidak menyerah begitu saja, ia langsung melompat ke belakang dan mendarat di tanah, lalu kembali melontarkan tebasan-tebasan cepat pada Deismo.

Hanya dengan enam tebasan dari segala arah Koboldia berhasil menghancurkan perisai sihir yang meghalanginya, kini Koboldia bisa menebas Deismo sepuas-puasnya. Koboldia mulai jatuh dalam fantasinya, ia ingin melihat darah Deismo keluar bagaikan air mancur.

Hantu palsu itu kesulitan menghadapi kecepatan Koboldia, ia telah mencoba menebas gadis kecil itu dengan cakarnya, namun kelincahan Koboldia jauh melebihi kecepatan reaksi Deismo tanpa mode gilanya. Luka terbuka di sekujur tubuh Deismo, energi kehidupannya pun merlahan merembes keluar dari lukanya.

"A-Aku tidak akan kalah disini!!"

Sekali lagi Deismo mencoba trik lantai esnya, ia mengabaikan Koboldia, mengumpulkan kembali konsentrasinya dan menarik energi panas di sekitarnya.  Lantai di sekitar Deismo langsung terselimuti oleh es.

Rupanya langkah yang diambil Deismo itu tepat sasaran, Koboldia yang lengah langsung terpeleset dan menghentikan terpaksa menghentikan serangannya. "W-Whoaa!!"

Deismo tidak membuang waktu lagi, ia langsung melempar bola api thermokenesisnya kepada Koboldia. Membuat gadis serigala itu terselimuti oleh api panas Deismo yang membakarnya tanpa ampun.

"AAHHH!! PANAAS!! TUAN STALLZA TOLONG!!" Koboldia merintih kepanasan, tentu saja teman-temannya tidak akan diam melihat gadis kecil itu terbakar hidup-hidup, terutama Ferra yang menganggap Koboldia seperti adiknya sendiri.

"Singkirkan tangamu dari adik kecilku, keparat!!"

"Koboldia, bertahanlah!! Kami akan menyelamatkanmu!!" Stallza dan Ferra bergegas meninggalkan tempat mereka berdiri untuk menyelamatkan Koboldia.

Sementara kepanikan tersulut dalam kelompok Stallza, Deismo langsung bersiap untuk menggunakan Thermokenesis lagi. Sayangnya, sebelum ia sempat melakukannya, Phosporosso yang sejak tadi diabaikan langsung memukulkan sebuah tinju pada Deismo.

"Aku tandai kau dan...," tiba-tiba baju Phosporosso yang tadinya berwarna merah langsung berubah menjadi putih. Ketika Phosporosso berubah menjadi putih, setiap sentuhannya akan menjadi ledakan.

"...Aku ledakan kau!" sahut Phosporosso, tiba-tiba pukulannya tadi berubah menjadi ledakan kuat yang membuat Deismo terpental mundur sampai menghantam sebuah pintu dan ke toko di baliknya. Phosporosso langsung berubah kembali ke mode merah, melepas jasnya dan menggunakannya untuk memadamkan api Koboldia. Tak lama kemudian Stallza dan Ferra sampai di tempat Phosporosso dan Koboldia.

"Oi!! Anak anjing,bertahanlah!" Ferra langsung menggoyang-goyangkan tubuh Koboldia.

"Luka bakarnya cukup parah, tuan. Anda harus mengistirahatkan Koboldia secepatnya," Ujar Phosporosso.

"Iya, aku setuju...," Stallza mengangguk setelah mendengar saran Phosporosso, "Koboldia beristirahatlah!!"

Gadis serigala itu berubah menjadi cahaya yang masuk ke dalam tas Stallza. Setelah mengistirahatkan Koboldia, Stallza dan kelompoknya berjalan menuju toko yang dimasuki Deismo dengan penuh siaga.

***

Deismo terhempas masuk ke dalam salah satu ruangan di lantai dasar. Luas toko itu sekitar sepuluh meter persegi, pada rak daganggannya dipenuhi oleh berbagai macam sayuran, daging segar, obat-obatan dan berbagai produk lainnya, sebuah toko serba ada. Hvyt berseragam pegawai langsung menyambut Deismo.

"Selamat datang di toko kami, silahkan melihat-lihat!"

"I-Iya...," jawab Deismo pada si pemilik toko, ia langsung berdiri dan melihat keluar sekilas. Stallza dan spiritia miliknya berjalan menuju ke toko ini.

"Sial... andai saja mereka berdua ada disini...," gumam Deismo. Pertarungannya menjadi sulit tanpa kedua klonnya, ditambah lagi kini sekujur tubuhnya dipenuhi oleh luka sabetan pisau Koboldia yang membuat energi kehidupannya berkurang lebih cepat.

"Deismo!!" mendadak suara yang tidak asing terdengar di belakang Deismo, ia berbalik dan menemukan salah satu klonnya yang sangat ia khawatirkan, Mint si klon hijau terkurung dalam sebuah kandang besi di salah satu rak yang bertuliskan Serba 500 Dolar Thurqk.

"M-Mint! Syukurlah kau disini!" Deismo langsung menghampiri Mint dan merusak kandang yang mengurung Mint, Hvyt penjaga toko langsung melotot karena melihat Deismo merusak barang dagangannya.

"Hey! Itu barang daganganku! Bayar dulu kalau ingin...!!"

Sebelum si penjaga toko sempat berkata apa-apa, Deismo melayangkan sebuah cakaran yang memotong rambut mohawk si penjaga toko menjadi dua. Dengan muka yang ketakutan Hvyt itu berlari keluar dari toko sambil berteriak, "POLISI!! TOLONG!! ADA PERAMPOK!!"

Setelah berurusan dengan penjaga toko itu Deismo langsung berbalik ke Mint, klon hijau itu duduk di atas meja kasir sambil bernafas lega, Mint sangat tersiksa di dalam kandang kecil itu. Tiba-tiba sebuah pertanyaan menyambar pikiran Mint, "Bagaimana bisa kau kembali ke sini? Kata para Hvyt kau dieksekusi."

"Banyak yang terjadi.. tapi singkatnya aku kembali lagi ke turnamen ini," jawab Deismo singkat, "Dimana Chili?"

"Aku tidak tahu... kami dipisahkan ketika dibawa ke tempat ini," kata Mint, Deismo hanya menghela nafas setelah mendengar jawaban klon hijaunya. Tiba-tiba Mint menyadari sesuatu yang gawat terjadi pada Deismo, "Lho? Apa yang terjadi padamu, Deismo? Tubuhmu dipenuhi luka!!"

"Oh... iya, luka-luka ini aku dapatkan dari lawan kita."

"Oh, begitu...," Mint melihat ke sekeliling, tak lama kemudian matanya bersinar-sinar karena menemukan benda yang ia cari. Mint memanjat salah satu rak toko danm mengambil sebuah botol plastik semprot berisi cairan biru, "Kalau begitu ayo kita gunakan benda itu untuk menyembuhkanmu!!"

"Apa itu?" tanya Deismo curiga pada botol semprot yang dipegang Mint.

"Namanya adalah racun bunga pengutuk serigala, semua lukamu akan sembuh jika disemprot dengan benda ini!!" sahut Mint dengan percaya diri, tapi Deismo justru kaget dan melangkah mundur dari botol yang dipegang Mint itu.

"R-Racun?! Kau bercandakan?! Aku bisa mati kalau kena itu!!"

"Jangan khawatir, Ókedex bilang racun ini justru akan menyembukan lukamu karena racun ini adalah bahan dasar untuk membuat energi kehidupan yang biasa digunakan Duster!!"

Telinga Deismo terpaku pada saat Mint mengatakan bahwa racun itu adalah bahan untuk membuat energi kehidupan, "Tunggu... racun itu adalah bahan untuk membuat energi kehidupan? Apa benar Ókedex mengatakan hal itu?"

"Yup, benar sekali! Ókedex yang bilang!" Mint mengambil sebuah Ókedex dari dalam jubah hijaunya dan menunjukkanya pada Deismo, alat itu terlihat masih baru... bahkan masih ada kartu harga yang melekat padanya.

"Tapi... aku kira Ókedexmu rusak di ronde sebelumnya."

"Aku dapat yang baru dari si penjaga toko itu, supaya aku berhenti menangis dalam kandangku," kata Mint sambil tersenyum, "Dia bilang alat itu ia membeli alat itu dari seorang pria misterius."

"Hm... baiklah, mengesampingkan darimana kau mendapatan Ókedexmu, mari kita coba racun aneh itu." Deismo akhirnya pasrah, membiarkan klon mungilnya menyemprotinya dengan obat semprot itu. Tapi pada akhirnya luka Deismo benar-benar pulih dengan cepat, langung menutup dalam waktu kurang dari satu menit.

"Wah... hebat sekali..," Deismo takjub dengan kehebatan racun yang justru menjadi obat baginya itu. Tapi sekarang Deismo tidak memiliki waktu untuk takjub, lawannya bisa saja masuk keruangan ini kapan saja.

"Mint, cari informasi tentang peserta bernama Stallza."

"Siap!!" Mint mengeluarkan Ókedex kebanggaannya dari dalam jubahnya.

"Apa yang satu ini?" tanya Mint sambil menujuk foto Stallza diantara kumpulan wajah peserta yang muncul di Ókedex. Namun, sepertinya Deismo memiliki pendapat lain.

"Bukan, mereka berdua sangat beda! Orang ini punya alis tebal, lawan kita bahkan tidak punya alis!" kata Deismo. Menurutnya orang itu bukan lawannya, walau perbedaannya hanya pada alisnya.

"Ahahaha... mungkin dia memotong alisnya?" Mint bertanya dengan ragu.

"Tidak mungkin, lihat bentuk alisnya itu. Mana mungkin ia mau memotong alis yang ia rawat hingga berbentuk seperti itu?"

"Baiklah... baiklah... terserah kau...," merasa tidak memiliki tempat untuk berdebat, Mint menyerah pada pendapat Deismo.

"Cepat cari sebelum ia masuk sini!!"

***

"Tunggu!!"

Stallza memerintahkan spiritia miliknya untuk berhenti sebelum mereka sampai di ruangan tempat Deismo bersembunyi, "Aku yakin mereka telah merencanakan sesuatu di dalam sana!"

"Mereka tidak keluar untuk waktu yang lama... Sudah pasti mereka menuggu kita untuk masuk ke dalam ruangan," kata Phosporosso yang sejak tadi curiga, "Kemungkinan terburuk, mereka menyiapkan bola api yang mematikan seperti tadi."

"Dasar pengecut!!" geram Ferra.

"Akan aku minta bantuan Carbia untuk mengeceknya!!" Stallza segera memanggil Carbia, spiritianya yang memiliki daya tahan yang tinggi terhadap suhu sama seperti Almena.

"Carbia!!"

Begitu namanya disebut, sebuah patung batu muncul di hadapan Stallza. Patung batu itu berwujud seperti seorang pria berotot dengan bagian dada terbuka dan bagian bawah terbalut kain hingga selutut.

"Carbia, tolong periksa isi ruangan itu!!" perintah Stallza.

Carbia meringis mendengar perintah tuannya, dengan penuh gaya Carbia mengambil sebuah kacamata hitam dari dalam kain yang membalut tubuh bawahnya. Carbia memakai kacamata hitam itu dan rasa percaya dirinya langsung meroket tinggi ke angkasa.

"Challange accepted...," ucap Carbia dalam hati, karena ia tidak memiliki kemampuan untuk bicara, ia mengangguk pada tuannya sambil mengacungkan jempolnya sebagai isyarat untuk menyatakan kepercayaan dirinya. Carbia berjalan tanpa takut ke pintu itu. Tangan berototnya langsung menggengam ganggang pintu itu dan menariknya, namun...  pintu itu tidak mau terbuka.

"Oh, sh*t!!" ucap Carbia dalam hati. Kepercayaan dirinya langsung pudar karena pintu itu tak mau terbuka, ia menambah kekuatan dalam tarikannya, tapi pintu itu masih belum terbuka. Carbia menambah lebih banyak kekuatan, namun ia malah membuat ganggang pintu itu terlepas dari pintunya dan tentunya pintu itu masih tidak mau terbuka.

"Carbia," Stallza memanggil namanya.

"Y-Yes, master?!" ucapnya dalam hati. Ia langsung menoleh ke arah tuannya sambil menyembunyikan ganggang pintu yang baru saja ia rusak di bekalang tubuh besarnya.

"Pintunya didorong, bukan ditarik," kata Stallza singkat.

Carbia perlu beberapa saat untuk mencerna maksud tuannya, akhirnya ia menadari sebuah papan tulisan menggantung pada pintu tersebut. Dorong, itulah yang tertulis. Akhirnya Carbia melihat secerah harapan, kepercayaan dirinya kembali melambung tinggi, tanpa ragu ia mendorong pintu itu ke dalam, membuka pintu masuk selebar-lebarnya untuk tuannya.

"AWW YEAH!!" seru Carbia dalam hati, ia merasa seperti peserta lomba lari yang baru saja memotong tali di garis finish, langsung berlutut dan menggoyang-goyangkan tangannya layaknya seorang pemain sepak bola yang baru saja mencetak gol.

"Bagaimana? Apakah ada perangkap di dalam? Atau kau melihat lawan kita?" tanya Stallza. Carbia langsung berdiri dan melihat ke dalam ruangan, ia melihat sesosok makhluk besar berjubah yang terkejut ketika Carbia memasuki ruangan.

Makhluk itu segera melemparkan hujan bola api thermokenesis pada Carbia, namun bola-bola api itu tidak mempan pada spiritia tahan api itu. Carbia melangkah mundur dan menutup pintu toko itu. Carbia menggelengkan kepalanya tuannya sebagai isyarat di dalam belum aman.

"Baiklah, kami akan menunggu disini!" ujar Stallza pada spiritianya.

Carbia segera memasuki ruangan, tapi tidak lama ia keluar lagi dengan pandangan aneh pada Stallza. Carbia mendekati tuannya dan menunjuk dahi Stallza seakan-akan bertanya, "Dimana alis tuan?"

"Tidak usah bertanya tentang alisku!!" seru Stallza sambil menutupi dahinya dan memalingkan wajahnya dari Carbia.

***

"Apa mungkin yang ini ya?" tanya Mint sambil menunjuk wajah salah satu peserta di Ókedexnya. Namun Deismo menggeleng lagi.

"Tidak, bukan yang itu...," kata Deismo ragu. Mereka berdua sedang sibuk berdiskusi tentang rencana untuk mengalahkan Stallza, saat ini mereka sedang mencoba mengidentifikasi lawan mereka dengan Ókedex, sayangnya tidak ada satupun entri dalam alat itu yang memberitahu tentang lawan Deismo kali ini. Mereka begitu serius mendiskusikan masalah mereka sampai-sampai tidak menyadari sesosok pria batu yang masuk ke dalam toko itu dengan tujuan untuk membunuh Deismo.

Tiba-tiba Deismo merasakan sebuah tepukan di pundaknya, ia mau menoleh untuk melihat siapa yang menepuknya, tapi sebelum Deismo sempat melakukannya sebuah pukulan melayang ke wajahnya dan menyebabkan tubuh besar Deismo terdorong ke rak barang di belakangnya, lalu menjatuhkan rak-rak barang disekitarnya seperti sebuah domino.

Deismo beruntung karena perisai sihirnya sudah pulih dan siap untuk menahan pukulan Carbia barusan, tapi manusia batu itu tidak mau berhenti hanya dengan sebuah pukulan, Carbia segera mengangkat tubuh Deismo dan membentur-benturkannya pada dinding ruangan.

Mint tidak tega melihat Deismo dibentur-benturkan seperti itu, namun apa daya? Mint tidak memiliki kekuatan untuk melawan Carbia. Ia melihat sekitar, mencoba menemukan sesuatu yang bisa dijadikan senjata. Setelah beberapa saat, ide muncul di kepala Mint ketika melihat sebuah kompor gas portabel diantara tumpukan barang-barang.

"Itu dia!!" Mint segera menarik kompor itu dari tumpukan itu, lalu menyalakan kompor itu dan mulai menjalankan rencananya.

"Aku ambil ini!!" seru Mint sambil melompat dan menarik kain yang digunakan Carbia untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Klon hijau itu langsung melemparkan kain itu ke dalam nyala api kompor portabel miliknya.

Carbia merasakan sesuatu yang salah, bagian bawahnya terasa lebih dingin karena suatu sebab. Ia melihat kebawah dan mendapati satu-satunya kain penutup tubuhnya hilang. Rasa malu langsung menyulut manusia patung itu, ia menoleh kekiri dan kekanan untuk mencari dimana kainnya.

"Hei, tuan batu! Aku membakar kain kesayanganmu!!"

Carbia langsung malu setengah mati begitu ia sadar satu-satunya kain penutup badannya terbakar, ia segera bergegas memadamkan kompor itu dan meninggalkan Deismo, membiarkannya berbaring diantara rak-rak toko yang jatuh.

"DEISMO!!" seru klon hijau miliknya yang baru saja sampai di depan Deismo, "Kau baik-baik saja?"

"Ya, untunglah aku mendapat banyak persediaan energi," kata Deismo, saat Carbia memukulnya tadi, Deismo terjatuh di atas botol-botol energi kehidupan sehingga jubah miliknya menyerap semua energi kehidupan yang tercecer. Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalanya. Ia mengangkat tangannya ke dekat klonnya, "Mint, ayo bergabung dan lindas lawan kita ini."

"Oke, kita lakukan!!" seru Mint tanpa keraguan sedikitpun, hantu hijau itu langsung menyentuh tangan Deismo.

"Fuse...," begitu Deismo mengucap kata itu, tubuh Mint berubah menjadi cahaya kehijauan yang menyesap masuk dalam tangan Deismo. Tiba-tiba mata Deismo berubah menjadi hijau, tulisan-tulisan sihir berwarna hijau melayang-layang keluar dari matanya yang bersinar, lalu berkumpul di sekitarnya. Tulisan-tulisan hijau itu terus bertambah, membungkus Deismo dalam sebuah wujud bola hijau.

***

Sementara itu, Carbia mengintip dari pintu masuk ruangan. Semua kawan-kawannya yang telah menunggunya untuk waktu yang lama langsung memanggilnya.

"Kau lama sekali, patung macho!!" seru Ferra yang marah karena harus menunggu Carbia.

"Carbia!" Stallza menyapa spiritia yang ia kirim untuk mengecek toko tadi, "Bagaimana? Apa keadaan di dalam sudah aman?"

Carbia menggeleng-gelengkan kepalanya, ia ingin memberi isyarat pada Stallza untuk mengistirahatkannya, tapi ia tidak mungkin melakukannya hanya dengan tubuh bagian atas. Carbia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Tanpa peringatan, sebuah bola kristal hijau berdiameter 3 meter berguling keluar dari toko tadi, melindas Carbia hingga tubuh bagian atasnya saja yang tersisa.

"C-Carbia!!" Stallza langsung mengistirahatkan Carbia dalam tasnya, ia terkejut sebuah bola raksasa yang tiba-tiba menggelinding keluar dari dalam toko dan menggilas Carbia.  

"B-Bola besar itu..!! Mungkinkah itu Bhaine, monster yang lahir dari teknik fusion Deismo?" setelah menggunakan Extracto, Stallza mengetahui bahwa teknik fusion Deismo dapat menciptakan monster baru yang sangat kuat seperti Bhaine, tapi melihatnya secara langsung benar-benar sebuah pengalaman baru baginya, "Memang mengejutkan melihat sosokmu, tapi sayangnya aku tahu kelemahanmu, Bhaine!!"

"Ferra, Phosporosso, beristirahatlah sejenak, aku akan mengurus sisanya," kata Stallza, kedua spiritia miliknya mengangguk, lalu kedua tubuh mereka berubah menjadi cahaya yang masuk ke tas Stallza. Stallza segera mengambil dua buah kristal untuk memanggil spiritia lainnya.

"Nitria, Nicca, aku memanggil kalian!!"  cahaya melesat dari tangan Stallza, menciptakan dua sosok spiritia di hadapannya.

Spiritia yang pertama adalah Nitria, sesosok gadis yang memiliki sepasang sayap biru di punggungnya. Wajahnya seperti seorang peri, dengan mata seperti mata kelinci berwarna biru dan telinga panjang.  Kabut dingin menyelimuti tubuhnya seperti sebuah pakaian.

"OOHH!! Ayo kita beraksi!!" seru Nitria.

Spiritia lainnya adalah Nicca, sesosok gadis yang memakai jubah bertudung seperti Stallza, rambutnya biru pendek dan matanya berwarna biru tua. Di balik jubah yang ia pakai, Nicca menggunakan celana pendek selutut dan kemeja dengan lengan pendek. 

"Ah... tuan tidak memanggil kedua kakakku... membosankan...," kata Nicca ia kurang bersemangat karena kedua kakaknya, Ferra dan Koboldia tidak dipanggil bersamanya.

"Jangan khawatir, Nicca! Aku akan menjadi kakakmu, selagi mereka tidak disini!"

"Idih, amit-amit banget... najis punya kakak exhibionist tau...," kata Nicca sambil menjaga jarak dengan Nitria.

"Ah... jangan gitu dong..."

Kedua spiritia itu berbincang-bincang sebentar sebelum akhirnya pandangan mereka berdua tertuju pada Stallza, dengan kompak mereka bertanya, "Oh, tuan Stallza, mana alis tuan?"

"B-Berhenti mempertanyakan soal alisku, seriuslah! Musuh kita ada ada disana!!" Stallza menutupi  dahinya dengan kerudung jubahnya sambil menunjuk Bhaine, makhluk itu mengeluarkan sesosok tubuh mirip menusia dari dalam bola besarnya. Bhaine melihat-lihat keadaan sekitarnya sebelum akhirnya masuk kembali ke dalam bolanya dan menggelinding dengan cepat ke arah Stallza.

"Nicca, gunakan kekuatanmu untuk menghentikan gerakannya!!" perintah Stallza, gadis berabut pendek itu diam, tidak berkata apa-apa, tapi ia langsung maju ke depan Stallza dan mengangkat kedua tangannya.

"Menjauhlah!!" Nicca melotot, tiba-tiba Bhaine diselimuti oleh aura berwarna keunguan. Kecepatan  Bola hijau itu mulai berkurang berkurang, lalu berkurang lebih banyak lagi, hingga akhirnya berhenti tepat satu meter di depan Nicca.

"Aku tidak akan berhenti disini!!" tubuh humanoid Bhaine melompat keluar dari bolanya dan meluncurkan sebuah tusukan pada Stallza menggunakan kuku tajamnya, membuat spiritia master itu betekuk lutut sebelum akhirnya jatuh terbaring ke tanah.

"AAAHH!! SIAALL!!" Stallza mengerang kesakitan, Stallza terkejut, tidak pernah menduga monster itu akan melompat keluar dari bolanya untuk menambah jarak serangnya. Tusukan Bhaine barusan telah menembus perut Stallza, bahkan kekuatan Forneus tidak cukup untuk melindunginya dari tusukan maut itu.

"Ugh!! Berani-beraninya kau menyakiti tuan Stallza!!" amarah Nicca tersulut karena tuannya terluka, ia menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong makhluk itu menjauh. Bhaine yang tidak memiliki pertahanan melawan gravitasi langsung terdorong dan menembus dinding salah satu ruangan.

"T-Tuan tidak apa-apa?" tanya Nitria.

"N-Nitria, bekukan seluruh lantai dasar, makhluk itu akan kesulitan mengendalikan pergerakannya diatas es," kata Stallza, Nitria mengangguk lalu terbang mengelilingi lantai dasar untuk membekukan tanahnya. Kemudian Stallza lansung mengabil sebuah kristal untuk memanggil spiritia miliknya, "I-Iodesa... tolong aku..."

Sama seperti sebelumnya, kristal di tangan Stallza mengeluarkan cahaya yang kemudian membentuk sosok seorang wanita cantik. Kulitnya putih, bola matanya merah dan rambutnya pirang. Spiritia itu mengenakan gaun merah yang memamerkan kulit indahnya. Iodesa langsung kaget begitu melihat keadaan tuannya.

"T-Tuan Stallza! Apa yang terjadi pada tuan?!" tanya Iodesa dengan penuh kekhawatiran, dengan segera ia mengarahkan kedua tangannya pada perut Stallza untuk menyembuhkan Stallza. Air mata menetes dari mata wanita itu karena melihat orang yang ia sayangi berada dalam keadaan yang buruk.

"Maaf merepotkanmu... Kira-kira berapa lama waktu yang kuperlukan untuk sembuh?" tanya Stallza, ia terlihat kesakitan karena sihir penyembuh Iodesa, tapi setidaknya itu lebih baik daripada membiarkan dirinya kehabisan darah.

Iodesa terdiam, ia mencoba memikirkan kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan tuannya, "S-Sangat lama... bahkan mungkin beberapa bulan..."

"Ah... sayang sekali, waktu kita disini kurang dari tiga jam lagi," Stallza menoleh ke samping, melihat Nicca yang gemetaran melihat keadaan tuannya, gadis kecil itu seperti akan menangis kapan saja, "Tidak perlu merasa bersalah, ini bukan salahmu, Nicca."

"Bukan, bukan masalah itu," kata Nicca, tubuhnya semakin gemetaran, tapi Stallza baru menyadari sesuatu. Nicca bukannya ingin menangis, ia ingin tertawa, "Tuan sadar tidak bagian tubuh mana yang disembukan nona Iodesa?"

"Bagian tubuh mana..? Bukannya sudah jel-! APA?! Iodesa, apa yang kau lakukan?!" tanya Stallza, Iodesa tidak menggunakan sihirnya pada perut Stallza yang terluka, melainkan di dahinya, lebih tepatnya di alisnya yang botak.

"Sabarlah, tuan Stallza! Saya akan mengembalikan alis tuan seperti sedia kala!!"

"Jangan bercanda!! Cepat sembuhkan luka tusuk di perutku!!"

"Tidak! Luka di perut anda akan sembuh hanya dalam satu jam, tapi alis tuan butuh berbulan-bulan!! Alis anda lebih penting!!"

"Kenapa sih kalian semua lebih peduli pada alisku daripada diriku?!?!"

"Pupupu... Itu karena alis tuan adalah identitas tuan, kehilangan alis tuan sama seperti kehilangan identitas tuan," kata Nicca.

"Heeey! Aku juga mau ikut ngobrol!!" Nitria turun dari udara karena suasana sudah mulai santai.

Mereka berempat mengobrol tanpa kecemasan, Bhaine sepertinya tidak akan keluar dari tempat itu selama beberapa saat, jadi tidak masalah kalau mereka beristirahat sebentar.

***

Sementara itu, Bhaine terdorong masuk ke dalam sebuah ruangan. Ia langsung kembali ke wujud aslinya, Deismo dan Mint. Mereka menyadari kekuatan salah satu gadis yang dipanggil Stallza benar-benar efektif melawan Bhaine.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Mint, Deismo tidak menjawab, masih memikirkan cara untuk melewati kekuatan gadis pengendali gravitasi itu.

"Aku tidak tahu... sepertinya akan sangat sulit untuk menembus pertahanan mereka. Coba gunakan Ókedexmu, siapa tahu kita bisa menemukan sesuatu yang berguna."

"Oke! Tunggu sebentar...," Mint mencari-cari Ókedexnya dalam jubahnya, namun ia tidak menemukannya, "Ups... aku meninggalkannya di ruangan yang tadi..."

"Ugh... kalau kita pergi mengambilnya mereka pasti akan mengetahui pergerakan kita..."

"Tapi tidak jika misalnya ada orang baik yang dengan senang hati mengambilkan Ókedex itu untuk kalian," tiba-tiba terdengar suara seorang wanita yang diikuti oleh Ókedex yang melayang ke pangkuan Deismo.

"S-Suara itu?!" Deismo terkejut dengan kehadiran suara itu, kemudian sesosok klon merah berjalan masuk ke lubang yang diciptakan Bhaine. Sosok merah mungil itu berdiri di depan mereka berdua sambil membawa sebuah kotak kayu yang ukurannya empat kali lebih panjang dari dirinya.

"C-Chili!! Aku merindukanmu!!" sahut Mint, ia langsung berlari dan hendak memeluk klon merah itu.

"S-Seismo! Kemana saja kau?! Kami mengkha-!"

PLAKKK!!!

Belum sempat Deismo menyelesaikan perkataannya, Chili menamparnya dengan tamparan khasnya. Hanya dengan sekali tampar Deismo langsung bertekuk lutut padanya dan Mint langsung mengurungkan niatnya untuk memeluk Chili.

"Hei anjing dungu, aku kira kita sudah setuju bahwa namaku adalah Chili, benarkan?"

"M-Maaf... k-kebiasaan lama...," kata Deismo pelan sambil memegangi pipinya yang masih sakit karena tamparan Chili.

"Hm... baiklah, akan aku maafkan untuk kali ini! Ingin tahu kenapa?"

"Um.. i-iya..."

"Itu karena aku menemukan kelemahan dari lawan kita kali ini...," kata Chili, ia mulai membuka kotak kayu yang ia bawa.

"Benarkah? Apa kelemahannya?"

Dengan bangganya, Chili menarik keluar sebuah senapan jarak jauh dari kotak kayu miliknya,"...Peluru!"

Chili sudah mulai menyiapkan senapannya untuk menembak, sementara Deismo dan Mint masih bengong karena belum untuk mencerna perkataan Chili, pada akhirnya mereka menyerah.

"A-Aku masih tidak menangkap maksudmu..."

"Ya, singkat cerita aku dikurung di sebuah kerangkeng besi di toko senjata. Aku berhasil melarikan diri dan mengambil senjata ini," ujar Chili yang menjelaskan dengan singkat, "Aku sudah melihat pertarungan kalian dari jauh, kalian benar-benar payah tanpaku."

"Ah... iya, benar sekali."

"Oke, senapan kita sudah siap!!" senapan Chili itu ia siapkan di jendela toko, menggunakan sebuah meja dan tumpukan buku sebagai alasnya, "Aku hanya bisa menemukan satu peluru, hanya sekali tembak. Jadi siapa yang mau kita tembak?"

"Uh... baiklah... tembak saja laki-laki yang berkerudung itu," kata Deismo pendek.

"Oke, langsung kita tembak!!" Chili menarik pelatuk senapannya, tiba-tiba sebuah peluru melesat keluar dari senapan itu, suara tembakan terdengar keras karena tidak ada peredam di moncong senapan.

Tembakan Chili itu tepat sasaran. Sayangnya, ia salah menangkap perkataan Deismo, yang ia maksud sebagai laki-laki berkerudung itu adalah Stallza, namun Chili justru menembak Nicca yang terlihat seperti laki-laki dan memakai kerudung.

"K-Kau salah tembak Chili! Yang kumaksud itu adalah pria yang itu!" Deismo menunjuk Stallza yang berada di seberang.

"Oh, benarkah? Kalau begitu tidak ada pilihan lain, kita harus bertarung dengannya. Deismo, bergabunglah denganku menjadi Vrysali, Bhaine tidak akan berguna di lantai es seperti ini."

Pendapat Chili itu masuk akal, Bhaine tidak akan mendapatkan pergerakan yang bagus di atas es karena ia bergantung pada putaran tubuh bolanya, tapi Vrysali bisa menancapkan diri pada pilar-pilar pondasi sehingga pergeraannya akan lebih bagus.

"Baiklah, aku percaya padamu Chili... Fuse..!!" sekali lagi Deismo menggunakan sihirnya untuk bergabung dengan Chili, hal yang sama terjadi padanya ketika bergabung dengan Mint. Matanya bersinar merah terang dan tulisan-tulisan merah mulai membungkus tubuhnya seperti sebuah kepompong.

Tak lama kemudian tulisan-tulisan tersebut menghilang dan menyisakan sesosok makhluk yang membungkus dirinya dengan rantai-rantai berwarna merah, Vrysalis. Rantai Vrysalis langsung menancap ke dinding terdekat, lalu memanjat keluar dari ruangan itu layaknya seekor laba-laba.

***

Sementara itu, dikelompok Stallza sedang terjadi kepanikan, mendadak Nicca tertembak dan langsung terjatuh di tanah. Iodesa langsung mengambil tindakan cepat untuk memulihkan gadis itu.

 "A-Aku tertembak... Nicca jatuh...," kata Nicca lemas, "Aku melihat cahaya... dan aku berjalan ke arahnya..."

"G-Gawat! Iodesa, Nicca mulai berhalusinasi! Lakukan sesuatu!" seru Nitria panik.

"Iodesa, apakah keadaan Nicca separah itu?" tanya Stallza.

"Ah... tidak usah khawatir, kau hanya tergores peluru di bahumu, kau hanya melebih-lebihkan," kata Iodesa, "Istirahatkan saja dia, nanti dia akan sembuh dengan sendirinya."

"Baiklah, Nicca beristirahatlah!" Nicca berubah menjadi cahaya putih dan masuk ke dalam tas Stallza.

"T-Tuan... apa benda itu lawan kita?" tanya Nitria, Stallza pun langsung melihat ke arah yang ditunjukkan Nitria.

Disana terlihat sesosok kepompong yang menyelimuti dirinya dengan rantai merah, dua belas buah rantai mencuat dari dalamnya dan semuanya bergerak-gerak bagaikan lengannya. Makhluk itu bergerak perlahan menuju Stallza diantara pilar-pilar tinggi.

"Ah... baikah, aku akan menggunakan mode spiritialis untuk kali ini!!"

"Koboldia, Plumbina, Hidro, Iodesa mode spiritialis!!" begitu Stallza menyebut keempat nama itu, empat buah cahaya melesat dari tasnya dan menyatu denganya.

Jubah Stallza berubah menjadi jubah kulit serigala yang lengkap dengan kerudung kepala serigala yang menutupi setengah wajah Stallza, ini adalah mode spiritialis Koboldia. Sebuah pedang hitam yang menyatu dengan tangan Stallza langsung muncul karena mode spiritialis Plumbina. Dan yang terakhir, mata Stallza menjadi merah karena mode spiritialis Iodesa, semua lukanya sembuh seketika, bahkan kini alis sayap elang kebanggaan Stallza tumbuh kembali.

Stallza menghirup udara segar setelah mendapat kekuatan yang hebat dari keempat spiritia(+alis) yang menyatu dengan dirinya. Ia siap untuk menghajar Vrysali dengan segala yang ia punya.

"Game On!"

Stallza segera terbang ke arah makhluk itu dengan kecepatan tinggi, ia langsung menghujamkan pedang hitamnya pada tubuh Vrysali. Namun, pedang itu tidak berhasil menembus pertahanan rantai Vrysali, tapi Stallza tidak menyerah, ia langsung meluncurkan sabetan-sabetan bertubi-tubi pada Vrysali.

"Hahaha... darah... aku mau melihatnya darah!!!"

Ketika menggunakan mode spiritialis koboldia, tidak hanya kecepatan dan keganasan Stallza yang bertambah, tapi juga rasa haus darahnya, ia ingin melihat darah lawannya memancarkan darahnya seperti sebuah air mancur.

Rantai-rantai Vrysali langsung menerjang Stallza, tapi dengan mudahnya Stallza melompat ke atas dan menghindari semua rantai tajam Vrysali.

"Plumbina, beristirahatlah, Phosporosso, giliranmu!" pedang ditangan Stallza berubah menjadi meriam di kedua tangannya. Stallza mulai menembaki Vrysali dengan menggunakan meriam phosporosso membabi buta.

"MATI!! MATI!!" Stallza telah menembakkan semua kekuatan Phosporosso, asap ledakan bercampur debu mengepul di tempat Vrysali tadi. Stallza pikir dirinya menang, namun tiba-tiba sebuah rantai tajam menusuk dadanya dari belakang.

"A-Apa?!" pekik Stallza, Stallza mencoba terbang cepat untuk melepaskan diri, sayannya rantai itu tidak hanya menusuk pada tubuhnya, tapi juga menempel pada tubuhnya.

"Phosporosso, beristirahatlah, Plumbina, giliranmu!!" Stallza mengganti kembali meriam Phosporosso dengan pedang hitam beracun Plumbina, karena Stallza tidak bisa melepaskan diri dari Vrysalis, ia memutuskan untuk menyerangnya dengan pedang racun miliknya.

Stallza mulai menghujamkan pedang hitamnya pada Vrysali, dan Vrysali melakukan yang sebaliknya pada Stallza dengan semua rantai miliknya. Tusukan demi tusukan dilakukan Stallza hingga rantai Vrysali mulai meleleh karena racun Plumbina. Sementara tusukan-tusukan rantai Vrysali tidak berguna pada Stallza karena regenerasi Stallza menjadi begitu cepat dengan bantuan mode spiritialis Iodesa.

"Matilah kau!!" Stallza berseru, ia hendak melepaskan serangan terakhir, namun sebelum ia bisa melakukannya, Vrysali langsung menarik tubuh Stallza darinya.

Setelah menjauhkan Stallza dari tubuhnya, Vrysali mengujamkan semua rantai-rantainya pada Stallza, menyerangnya tanpa ampun. Serangan Vrysali kali ini begitu cepat sampai-sampai regenerasi Iodesa tidak kuat untuk menutup luka Stallza.

Pada akhirnya, Stallza tidak bisa memulihkan dirinya, tubuhnya tercincang habis oleh ranti-rantai bengis Vrysali. Tak lama kemudian terdengar pengumuman dari panitia turnamen.

"Pertarungan kedua ronde keenam telah berakhir!! Pemenangnya adalah Deismo!!"

7 comments:

  1. Bagus juga awalannya pake cerita kalo aslinya Deismo mau dihukum dulu, tapi malah jadi peserta. Jadi ada penjelasan kalo Deismo itu substitute.
    Entah kenapa nama Heismo sama Seismo masih lebih berkesan dibanding Mint sama Chili, tapi lucu juga ngeliat naming sense-nya Thurqk buruk banget. Belum lagi Hvytphonenya - kenapa Thurqk di sini sama Ursa kesannya dungu banget ya?
    Battlenya cukup banyak munculin spiritia-nya Stallza ya. Saya kagum kamu hafal nama sama penampilan-kemampuan mereka yang dimunculin
    Yang saya sedikit sayangkan endingnya berasa 'gitu aja'. Ga ada closure atau apa, tau" udah aja. Tapi mungkin ini kesan saya aja sih

    ReplyDelete
  2. Entah sejak kapan Stallza dikenal karena alisnya, bukan jubahnya :v Oke, sekarang serius. Tulisannya banyak typo. Lalu berikutnya masalah karakterisasi. Karakterisasinya mirip aslinya. Bagus. Pertarungannya bagian terakhir rasanya kurang sreg. Subyektif, sih. Cuma saya rasa rantainya Vrysalis terbatas cuma 12, ya? Saya tidak tahu kalau rantainya bisa regenerasi, sih. Nilai akhir 7.5 :3

    ReplyDelete
  3. Hmm.....

    Baru saya sadari ini sekarang... Stallza bisa spiritialis dan Deismo bisa fuse. Ini adalah pertarungan antar pengguna kemampuan untuk bergabung dengan mahluk lain.

    Oke... Setelah kalah pada ronde sebelumnya, Deismo kembali dari kematian dengan bantuan dari sesama peserta yang telah gugur! Dapatkah Deismo maju ke babak berikutnya? Mari kita saksikan!

    Tapi, sebelum melanjutkan.... MANA ARCANA?! Kenapa Arcana menghilang dari entri Deismo? Ya... mungkin bisa dimaklumi, pada ronde sebelumnya dia muncul sebagai sosok misterius yang membantu Deismo dengan “meramal masa depan” ketika tidak ada siapa-siapa melihatnya, kali ini Deismo dalam tabung terus, jadi tidak mungkin Arcana bisa memberi ramalan, tapi jangan biarkan sosok misterius itu hilang tertelan angin!

    Baiklah, masuk ke dalam Review.

    Bagian Deismo kehilangan kedua klonnya, cukup menggerakan. Apalagi pada paragraf yang menyatakan seolah-olah akan ada hari esok untuk Deismo memanggil kedua nama itu.

    Saya sempat mengira setelah pemberian nama akan langsung ke battle, tapi ternyata Deismo dieksekusi dulu, bertemu peserta yang telah gugur dan akhirnya kembali ke turnamen karena Yvika melarikan diri.

    Poin tambahan untuk kekonyolan Thurqk dan Hvyt Phonennya, tapi ini bisa buruk karena bisa menghilangkan citra seram Thurqk sebagai dewa Nathara.

    Lanjut ke Battle, awal pertarungan sampai ke pertengahan sangat menarik. Terutama pertarungan melawan Carbia yang bertingkah sangat ekspresif meski tidak bisa berbicara. Sayangnya, akhir battle terasa begitu cepat, seakan cerita di akhir terasa dipaksakan untuk selesai di sana saat itu juga.

    Ngomong-ngomong....apa eksekusi Deismo parody dari Danganronpa?

    Saya lebih suka entri Deismo daripada Stallza, jadi saya beri nilai 9

    Saya rasa cukup dulu untuk sekarang... maaf kalau ada kesalahan....

    ReplyDelete
  4. Anonymous7/12/14 12:58

    - Grande -

    Waw cerita pembukanya panjang juga. Saya sempet ga paham apa maksudnya sampe ngeh kalo itu untuk menjelaskan bagaimana Deismo bisa ikut lagi padahal uda kalah di babak sebelumnya.

    Pertarungan berlangsung kocak, alisnya Stallza dibuli abis. Saya baru tahu Stallza punya properti macam itu, wkwkwkwkwk. Cuman sayangnya ending kok tahu-tahu selesai gitu sih..?

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -