Pages

June 4, 2014

[ROUND 3 - K15] LUCIA CHELIOS - ROOM OF REGRET

[Round 3-K15] Lucia Chelios vs SilentSilia
"Room of Regret"

Written by Adrienne Marsh

---

Kedua matanya memandang ke langit , si Malaikat merah masih
menerbangkannya di atas cakrawala kemerahan.

"Apakah kita akan kembali ke pulau itu?"

"Yang Mulia sudah menentukan pertarungan selanjutnya."

"Tak adakah waktu bagiku untuk beristirahat?"

"Sayangnya tidak."

"…." Ia menghela nafas. Harus berapa kali dirinya melompat ke kawah
naga hanya demi iming-iming kehidupan kedua? Apakah dunia ini
benar-benar neraka? Apakah neraka juga merenggut orang-orang yang
bahkan tak kenal apa itu kejahatan? Mengapa tak ada yang bisa menjawab
dosa anak yang diseret ke permainan mematikan ini?

Apakah Dewa itu makhluk pencipta yang menjadikan dunia dan seluruh
isinya hanya untuk menikmati penderitaannya?

"Berbahagialah mereka yang belum mengenal akhirat…"

--------------------------------------------------------------------------------------------

"Waktumu tiga puluh menit."

"G'AH!" Lucia Chelios dilempar masuk oleh si Malaikat merah dengan
wajahnya mencium dinginnya lantai semen ruangan itu. Sejuknya lantai
itu sejenak membuatnya malas untuk bangun, jika saja Ia tidak dibatasi
tiga puluh menit.

Bunuh lawanmu, kamu boleh keluar. Perintah kali ini segampang itu,
demikian pikir Lucia. Segera Ia bangkit berdiri dan membuka resleting
jaketnya, mengambil baton logam yang dibuka kunci pemanjangnya dengan
sekali ayun.

Di depan matanya berdiri dua pilar besar dengan bilah-bilah tajam
seperti pisau. Kedua pilar itu berdiri sejajar di tengah-tengah
ruangan dengan celah yang sempit, mirip dengan mesin penggilingan.

Lampu ruangan itu menyala remang-remang, menyingkapkan sesosok gadis
jelita dengan rambut terurai panjang yang mengenakan gaun pendek
berwarna hitam. Tatapan matanya terlihat kosong seakan menatap jauh ke
dalam sanubari Lucia. Wujudnya sedikit terlihat di antara celah kedua
pilar berduri yang kokoh berdiri memisahkan mereka.

Lucia menggenggam erat batonnya dengan canggung, nyaris meremasnya.
Tak lama kemudian kedua pilar itu perlahan bergerak, menggeser dirinya
untuk memperlihatkan wujud lawannya kali ini seutuhnya.

[Apa kau ingin membunuhku?]

Lucia terperangah, tak hanya dari rambut si gadis yang membentuk
tulisan demikian,

Namun juga bibir yang seharusnya mengatakan kalimat itu sama sekali
tak terlihat di wajahnya. Si gadis berambut panjang sama sekali tak
memiliki mulut. Satu – satunya teknik bagaimana kata-kata itu
tersampaikan begitu saja di dalam kepala Lucia hanyalah melalui sihir
telepati.

[Benar, telepati.]

"…Brengsek." Geram dan takut bercampur menjadi satu. Si gadis tanpa mulut ini-

[Sil]

…Sil mampu membaca pikirannya. Kedua perempuan itu tak bergerak
sedikitpun dari tempatnya. Lucia melepaskan topinya, dan melempar
benda itu ke pilar yang sedang bergerak menyilang membentuk angka 8.
Topi itu musnah dicabik-cabik oleh duri penampangnya yang sangat
tajam.

"…." Kau bisa mendengarku? Batin Lucia.

[Kau ingin mengujiku, pembunuh?]

"…" Tak ada gunanya bertanya dengan gadis ini.

Sesaat Lucia menyadari sesuatu melesat ke arahnya dan segera
menepisnya dengan baton itu. Sebuah batu kecil. "Apa-apaan in-"

<HEI, PEMBUNUH>

<BELUM CUKUPKAH KAU MENUMPAHKAN DARAH LEBIH BANYAK LAGI?>

<MASIH BELUM PUASKAH KAU DITAKUTI BAHKAN OLEH SESAMAMU?>

Penjara itu lenyap begitu saja. Bunyi dan desir angin dari gerak pilar
yang semakin kencang seakan menghilang. Mereka berdua masih berpijak
dan saling berhadapan di sisi aman masing-masing.

Kemudian si gadis rambut panjang itu menghilang di depan matanya.
Dirinya saat ini sendirian ditelan kegelapan mutlak, yang berganti
dengan bias cahaya kemerahan.

"A-apa ini…"

<"Tugasmu kali ini adalah memburu lelaki ini. Bajingan sepertimu tentu
akan menuruti permintaanku bukan?"> Ucap seorang pria bertubuh gempal
dengan pakaian kemeja dan dasi yang wajahnya terhalang oleh bias
cahaya menyilaukan.

Ia melihat Lucia Chelios. Bukan Lucia yang saat ini melihat semuanya,
namun Lucia yang diselimuti bias merah darah. Kini pemandangan di
sekitarnya seakan buku komik hitam-putih yang tertumpah dengan cat
merah.

[Hitam… Tak pernah terpikirkan olehku untuk melihat warna seperti ini]

Suara itu bergema entah dari mana. Suara seorang gadis. Dari gema
suara, Lucia mulai sadar bahwa Ia berada dalam halusinasi.

Namun halusinasi ini terlalu nyata. Dan matanya seakan dipaksa untuk
melihat semuanya.

<"Hentikan!">

<"Lepaskan aku, dan anak-anak ini selamat!">

Tiba-tiba lokasinya berubah, kali ini Lucia berdiri menatap dirinya
sendiri yang sedang berhadapan dengan seorang lelaki di depan sebuah
bangunan.

"…Hentikan." Meskipun semua ini hanyalah sihir halusinasi, Lucia sudah
muak acapkali kejadian ini muncul di kala Ia terpengaruh. Selama ini
Lucia menghadapi sihir-sihir halusinasi dari target-targetnya di
Earnut dengan terus menenangkan diri, namun sihir ini berbeda.

Halusinasi ini terlalu nyata. Entah berapa detik waktu telah berlalu
di luar kepalanya, namun di dunia ini tubuhnya seakan terpaku
berjam-jam. Menyaksikan kejadian demi kejadian seperti video yang
diputar bolak-balik.

Namun tidak dengan peristiwa ini.

<"||||||||||||||||||||||||||||">

<"|||||||||hancur|||||||sekalian">

<dunia ini sudah dipenuhi|||||||||||>

Bahkan kedua telinganya seakan berjuang keras untuk mengekang memori
pahit itu. Namun setiap kata sudah berulang kali meresap masuk. Dan
Lucia tak pernah kebal akan hal ini.

Si lelaki menurunkan remotenya dan terkekeh. Tawanya terdengar sungguh
nyaring, namun ketakutan yang Lucia rasakan bukan karena hal itu.

Namun pada apa yang akan dilakukan pria itu selanjutnya.

"Jangan!"

Seorang anak balita keluar dari pintu bangunan itu sambil mengucek
matanya yang mengantuk.

<KINI RUMOR DIRIMU SEBAGAI PEMBUNUH YANG DITAKUTI AKAN MENJADI KENYATAAN!>

"Jangan!!!"

<"Seharusnya kau jangan melepaskan lelaki itu.">

LUCIA CHELIOS menoleh ke arah Lucia Chelios, dengan tatapan
merendahkan dan senyum menyeringai.

"AAAAAAHHHHHHHHH!!!"

Bangunan itu meledak. Membunuh puluhan anak di dalamnya. Bias cahaya
kemerahan mengaburkan pandangan antara daging, tulang dan puing-puing
yang beterbangan.

"BLEAAAAAARRGHHHHHH!!!" Tirai merah itu pudar. Nuansa buram berganti
menjadi genangan muntah yang dikeluarkannya. Seluruh anggota badannya
gemetar. Begitu disadarinya, Lucia sudah terlalu dekat dengan alur
kedua pilar hingga salah satu yang lewat nyaris memangkas sehelai
rambut di batok kepalanya.

Lucia berguling lemah menjauhi alur kedua pilar itu. Batonnya sudah
terguling jauh ke sudut ruangan di saat Ia terkena halusinasi. Kini
matanya tertuju kepada sesosok gadis tanpa mulut yang terbang di
atasnya.

[…..kau lihat sendiri perbuatanmu, Pembunuh.]

Lucia tak menjawab, kedua matanya terus menatap Sil sambil tetap
terbaring terlentang. Kini yang didengarnya tinggal makian, hinaan,
dan kutukan dari tangan dan kakinya. Halusinasi yang dideritanya tidak
separah kejadian barusan.

[Maafkan aku, orang sepertimu harus lenyap dari dunia ini.]

Sil terbang mendekat, tatapan matanya yang kosong terlihat semakin
mengerikan dengan wajahnya yang tanpa mulut. Demikian juga
rambut-rambutnya yang mampu bergerak sendiri, menjalin huruf demi
huruf untuk menyampaikan pesan tuannya.

[Kecantikan seperti ini, sayang di sia-siakan olehmu dengan menjual diri.]

Rambut Sil bergerak seperti sulur-sulur tanaman hidup,

[Biarlah Silia ini yang menjadi hakim atas dosa-dosamu]

Sebelum Sil merasakan kaki kirinya diremas dengan kuat,

Oleh tangan yang tidak lain adalah tangan calon korbannya sendiri.
"….Kau pikir kenapa orang sepertimu bisa ikut denganku disini,
munafik?" Sekelebat api berwarna hijau menyala dari cengkeraman tangan
kanannya. Tak perlu mulut untuk melihat ekspresi wajah Sil yang sakit
luar biasa, dan tak butuh waktu lama untuk Lucia menarik gadis itu
hingga membentur tanah.

"Hah. Tak kusangka dibalik ilusi mengerikan itu hanyalah tubuh yang
rapuh." Lucia mendengus sambil melepas remasannya dan bangun. Kini
kipas mematikan itu semakin gempur meniupkan angin dengan kecepatannya
yang sanggup menyedot mereka berdua jika dibiarkan lebih lama lagi.

Namun mendadak rambut yang disebut dengan Silia itu melesat cepat ke
leher Lucia, seperti berusaha untuk mencekiknya. Lucia menangkap dan
menjambak helaian rambut itu dengan tangan kirinya, menarik tuannya
dan menyarangkan tinjuan demi tinjuan ke wajah polos Sil.

Lucia kemudian melempar gadis itu sekuat tenaga,

Namun gadis itu tidak segera terbang,

Bahkan ketika ia semakin dekat dengan pusat alur yang mempertemukan
kedua pilar berbilah itu Sil tak kunjung terbang,

[Terima kasih. Aku sudah lelah dengan permainan ini]

Jika saja Sil Silia memiliki mulut, mungkin Ia akan tersenyum,

Sebelum tubuhnya tergilas oleh padatnya kedua pilar dan tercincang
habis oleh bilah-bilahnya. Meninggalkan onggokan daging dan tulang
yang tidak menyerupai tuannya lagi.

"….Apa yang barusan…." Terjadi. Ya, apa yang barusan terjadi.

Pintu sel itu terbuka, kedua pilar itu berhenti berputar, menyisakan
pinggang hingga kaki yang terperangkap di antara bilah-bilah tajamnya.

Lucia Chelios masih berdiri mematung, menatap sisa-sisa tubuh Sil yang
berserakan.

"Tugasmu sudah selesai."

Air matanya perlahan mulai bercucuran, suara Hvyt lenyap di dalam pikirannya.

"A-apa yang barusan kulakukan…A-" Kakinya terasa lemas. Kedua
tangannya meregang kepalanya yang perih. Tangisnya semakin pedih.

Lucia Chelios baru saja menyadari satu hal dari perilaku sang korban.

Sil Silia sedari awal sama sekali tak ingin bertarung.

-------------------------------------------------

<"Kau tahu? Media selalu berbohong. Kebenaran selalu berpihak kepada
mereka yang memegang uang untuk menutupi kotoran mereka..>

Lucia menoleh ke arah seorang wanita dengan wajah yang dibuyarkan bias
cahaya merah yang duduk di atas tempat tidur kamar apartemennya.
Tangannya sedang memegang segelas kopi hitam hangat. Wangi semerbak
biji-bijiannya menggelitik hidung Lucia.

<"Aku tahu apa yang sebenarnya terjadi pada waktu itu. Dan aku bisa
membereskan semuanya dengan mudah bila kau menerima tawaranku.">

Wanita itu meletakkan gelas kopinya ke lantai, dan berjalan mendekati Lucia.

<"Permintaanku hanya satu, jangan nodai tanganmu dengan darah lagi.
Tidak selama kau hidup.>

Bias cahaya itu sedikit memudar, menyingkapkan senyum manis wanita
itu. Lucia hanya bisa memalingkan wajahnya, menutupi rona merah yang
merekah di pipinya.


-------------------------------------------------

26 comments:

  1. Bravo! Postingan entry tercepat! Tapi koq jadinya ane seperti merasa alur ceritanya diburu-buru banget ya? Narasi yang cepet juga bikin sulit ngebayangi, ane sempet ga ngeh waktu ternyata Lucia kena ilusi. Namun ide ilusi dan flashbacknya bagus gan.

    Ane kasih nilainya entar ya setelah baca dan komen punya Sil juga. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lucia Chelios likes this.

      Delete
    2. Nilai 6, lebih sedikit 0,3 dari Sil, karena faktor kenikmatan baca narasinya yang kurang.

      Tapi keep smile~

      Delete
    3. Lucia Chelios still Likes This

      | :v / makasih ratenya ya

      Delete
  2. Uwaaah, Lucia ternyata punya masa lalu yang amat tak mengenakan ya..

    Kasihan Sil, seolah dia berkorban walau sebenarnya bukan itu tujuan dirinya. :(

    Point : 7.5
    Entry teringan yang pernah ane baca, dan ane suka ini. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. pengen ngasih kesan kokoro Sil udah lelah :'))))))))))

      makasih ratenya juga m(_ _)m

      Delete
  3. Battle Epic
    EYD lumayan
    Typo lumayan
    Nilai=7

    Stella Opinion:
    Aku suka ini!
    Kutambahkan nlai untukmu.
    Bola kristal berpendar biru.

    Efek=+0,5
    Total Nilai=7.5

    ReplyDelete
    Replies
    1. "Tagihan ramalannya udah sekalian sama bola kristal?" - Lucia Chelios

      makasih ratenya m(_ _)m

      Delete
  4. hmmm, pertarungan yang fast paced tapi bisa bikn melongo.

    cuma bingung klo sejak awal Sil gak mau bertarung kenapa dia mau bunuh Lucia?

    cuma itu aja sih yang bikin saya bingung, sisanya keren apalagi flashback yang penuh darah.

    nilai 7/10

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebenarnya yang mau digambarkan hanyalah provokasi Sil melalui kemampuan Lotus dan halusinasi tatapannya semata. Dan citra flesbek disesuaikan dengan isi kepala Lucia yang (dipaksa) sadis :3

      makasih feedbacknya m(_ _)m

      Delete
  5. Jadi intinya Sil tidak ingin bertarung lagi, dan dia juga mengetahui bahwa Lucia sudah hampir kehilangan semangat untuk beratrung juga, makanya dia sengaja memprovokasi Lucia dengan membangkitkan traumanya ...... ide menarik, tapi harusnya lebih bisa diperluas dengan juga memberikan momen momen bahagia dalam halusinasinya sebelum memberikan momen momen terkelam.

    Bagian terakhirnya mungkin akan terasa lebih pas kalau diletakkan di awal kisahm jadi bisa sebagai landasan untuk kemungkinan Lucia sudah tidak mau bertarung lagi di permainan ini.

    btw : bukannya topi Lucia hancur di part 2 kemarin, apa kalau sudah balik semuanya direset baik luka maupun kostum?

    Once again, it could be better
    setidaknya alur yang ini masih lebih baik dari part 2 buarpun terlalu pendek

    final verdict : 7.5/10

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aslinya di rule ronde2 sebelumnya barang kepemilikan langsung auto-recover begitu di akhir ronde dan semula pengen ganti avatar jadi hatless Lucia yang kayanya ga bakal berubah, makanya jadi rada retcon topinya :'))))

      makasih buat feedback dan ratenya, om nest m(_ _)m

      Delete
  6. ...
    ...
    ...

    end.

    Serius baca cerita ini. yang gwa dapatin cuman 3 hal.
    1, Sil nyerang lucia pakai silia
    2. Lucia nangkap silia sil.
    3. Lucia lempal sil ke pilar.

    Semua backstory maupun flashback berasa Meh.

    mungkin karena bersifat buru-buru yah?

    Final Verdict: 4.8

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya :v / kelemahan saia memang di dasarnya yang super simpel sehingga saya masih merasa belum sanggup untuk membawa cerita lebih kompleks lagi. kalo buru-buru sebenarnya juga engga, karena cepat atau lambat untuk sekarang hasilnya bakal sama orz.

      makasih impresi dan ratenya :3

      Delete
  7. 1. Penulisan mantap
    2. Bahasa yang digunakan luas
    3. Penggambaran situasi juga keren

    4/5 (y)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah, makasih impresinya, tapi penilaian terdiri dari skor 1-10 ^^;;;

      Delete
  8. Anonymous7/6/14 15:33

    Po:

    Battlenya tumben agak kurang fisik dibanding yg biasanya. Lucia nyaris gak nunjukin teknik tarung the raid di sini, pdhl itu bisa dijadiin penanda perbandingan jenis power dia sama Sil, kurangnya kurasa di sini. Tapi plusnya, konflik pas memorinya ditunjukin dgn asik bgt. Garis2 vertikal di sela kalimat dialog itu mesti dilestarikan penggunaannya, aku br tau bisa kyk gitu

    Nilai: 7,7

    ReplyDelete
    Replies
    1. " ||||||| " ini bawaan saya dari waktu saya masih anak labil dulu buat suara-suara monster dan kangen pengen bikin beginian lagi :))

      ah iya, alasan kenapa saya lagi-lagi ga naro adegan berantem intensif kali ini karena Silia yang juga sifatnya non-combatant makanya agak OOC jika seandainya saya bikin adu bak bik buk :))

      makasih rate dan komentarnya m(_ _)m

      Delete
  9. Hmm... Ini terlalu singkat, tapi setidaknya tidak se-chaos tulisan sebelumnya. Yah, mungkin karena batas waktu dan lawannya pun hanya 1, saya bisa maklumi itu.

    Saya masih ingin lebih banyak lihat Lucia's insanity~

    Score 8

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo musuhnya non-petarung lagi kayanya Lucia bakal bener-bener mindbreak sama isi turnamennya ini :')))

      Makasih impresinya :3

      Delete
  10. ...wew. Ternyata beneran singkat banget.

    Karena saya lagi seneng dengan analogi masakan dan makanan, sebagai entri pertama, cerita Lucia ini bisa dibilang kayak mie instan. Jadinya cepet, dimakan lumayan enak, tapi ga bikin bener" kenyang.

    String of eventnya bisa dibilang super minim, kayak Lucia dijeblosin, Lucia ketemu Sil, flashback, balik lagi, Sil mati, selesai. Saya malah jadi bingung sendiri mau ngupas cerita ini dari mana sakin cepetnya. Mungkin karena fast-pace (yang bisa dimaklumi karena kecepatan nulisnya dan autowrite), ada banyak poin yang malah jadi 'kurang berkesan'

    Rasanya saya udah komen gini, tapi kelihatannya emang impresi saya sama. Entri Lucia ini kurang 'take your time'.

    Shared score dari impression K-15 : 6,2
    Polarization -/+ 0,2
    Karena saya lebih suka entri Sil, jadi entri ini saya kasih -0,2

    Final score : 6,0

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bahahahahaha :))) kena di appeal juga berarti ya.

      makasih skor dan impresinya :3

      Delete
  11. so ngebut! cepet banget pacenya sampe gw ga sadar kalo ternyata pertarungannya dah selese :O
    bagusnya sih gw jadi bisa ganti ke cerita lain. bad-nya... gw ga ngerasa something deep dari cerita ini. gampangnya, gw ga bisa masuk terlalu dalem ke situasi dan kondisi dalam cerita.

    well, tapi gw tetep nilai sesuatu yang simple is good. plus ceritanya kebaca dan bisa dinikmati sekali duduk tanpa embel2 derita macem2. jadi i shall give:

    8
    next go to silent silia :3

    ReplyDelete
  12. halo Celia dan authornya yg doyan pakek wig ^^)/
    .
    gini nihh... diriku kan baru pertama kali baca battlenya Celia... lupa jg charsheet n siapa sebenernya Celia, jadi sy berasa nonton trailer di sini >.< #plokk
    .
    saya jg ndak ngerasa apa2 iniy, deskripsinya minim bgt TT_____TT
    dan eksplorasi Sil nya cma ngorek2 masa lalunya Celia yah..
    .
    jadi skornyah
    alur : 1,7/3
    saya suka pas Sil terbunuh.. gore kwkwkw
    karakterisasi : 1,3/3
    duh, maaf.. bahkan Celianya sendiri saya berasa ndak kenal >__<
    gaya bahasa : 1,5/2
    ud diceritain tadi kurang deskripsi hiks, kyak berasa baca draft >_<
    typo n error : 1/1
    kyknya nggk ada
    lain-lain : 1/1
    mau liat Celia yg lebih badass niy (?) #plakk
    .
    total skor : 6,5
    ugh maaf ya >.< gud luck ^^)/

    ReplyDelete
  13. Sebenernya cerita yang simple itu, paling nggak, punya potensi buat, ya... "jadi simple", dengan artian enak diikutin dan to the point.. Sayang canon Lucia ini kesannya malah buru-buru banget, padahal kalo mau sabar dikit, ngerangkai narasi yang lebih enak diikuti kek canon Sil misal atau nyeritain rangkaian kejadian dengan lebih jelas dan teratur hasilnya malah bisa lebih bagus, ini aja keknya yang fatal buatku..

    Intinya, aku bisa baca ini dengan cepat dan nerima inti ceritanya dengan mudah, tapi aku gak terlalu bisa nikmatin bagaimana cerita ini disajikan..

    Satu point di bawah Sil.. Bisa dengan mudah ngalahin Sil kalau saja narasinya lebih enak diikutin..

    5/10

    ReplyDelete
  14. Entri pertama :3
    berhubung saya lagi rada2 sibuk sekarang, saya bakal nulis komentar di word dulu dan dicopas menjelang deadline. Kali ini, saya marathon dulu baca 10 entri, soalnya saya belum nyelesaiin entri Luna. Kalau udah selesai, saya akan langsung tulis komentarnya pas selesai dibaca.
    Well, saya kagum dengan kakak yg bisa nyelesaiin entri secepat ini. tapi, ada beberapa hal yg saya ingin komentarin :3
    Pertama, saya suka dengan konflik batin lucia di sini. narasi dan alur bagus. Tapi, yg ingin saya tanyakan, kalo sil nggak pengen bertarung, kok dialognya menyiratkan seolah2 dia nantangin lucia bertarung? Sama kayak orang pengen bunuh diri, dia bakal lesu, ga semangat, pengennya cepat2 mati aja. Ga perlu diladenin.
    Mungkin bisa dilihat kalimat ini kak.
    “Biarlah Silia ini yang menjadi hakim atas dosa-dosamu.”
    “Terima kasih. Aku sudah lelah dengan permainan ini.”
    Ini salah satu contoh bahwa premis yg diajuin di awal nggak nyambung. Saling bertentangan. Harusnya, kalau niat sil pengen bunuh diri, ga bakal mungkin ngomong kalimat pertama.
    Sisanya, oke kak. Saya no comment buat flashbacknya.
    Untuk nilai, saya ngasih:6.5
    Semangat kak :3

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -