[Round 2-Urth] Rex
"Great Quest of The Urth Island"
Written by Eromango
---
Episode sebelumnya...
"Dari kelima puluh lima jiwa yang ada di sini, hanya satu yang akan menang."
Mereka yang terpilih, yang dikumpulkan oleh sosok agung yang mengaku sebagai dewata, Thurqk. Tidak ada yang tahu kenapa mereka dikumpulkan, ataupun kenapa harus mereka yang terpilih.
Hanya satu hal yang mereka tahu pasti. Mereka harus bertarung, atau musnah di tangan sang dewata.
Rex dan seluruh peserta lain yang dikirim ke berbagai dunia dipaksa untuk bertarung dan saling membunuh satu sama lain, hanya satu yang bertahan. Setelah berhasil untuk memenangkan pertarungan dengan susah payah, akhirnya mereka yang bertahan dibawa kembali ke Jagatha Vadi untuk beristirahat.
Namun, rupanya sang dewata sama sekali tidak memberi mereka waktu untuk bernafas sekalipun mereka telah bertarung mati-matian sesuai keinginannya, dan kini pertarungan yang baru pun akan segera dimulai.
***
Warning: Cerita ini cukup panjang dan mengandung banyak adegan ambigu, innuendo, dan komedi gaje. Read at your own risk.
Suara gemeresik dedaunan yang diterpa angin, dan cahaya matahari yang barusaja terbit di timur membangunkan Rex dari tidur lelapnya. Sang ksatria putih mengerjap mata beberapa kali, berusaha untuk beradaptasi dengan cahaya pagi yang menyilaukan mata.
Saat kedua matanya mulai terbiasa dengan keadaan sekitar, hal pertama yang disadarinya adalah hal yang paling tidak masuk akal yang pernah dialaminya.
"APA YANG TERJADI DENGANKU?!"
Si ksatria berbaju besi menemukan tubuhnya tergantung pada sebuah parasut yang tersangkut pada sebuah pohon besar yang lebat.
Dedaunan mulai berguguran saat tubuhnya menggeliat berusaha melepaskan diri dari parasut yang berasal dari tas di punggungnya.
"Ba-bagaimana aku turun dari sini?" Pikirnya kebingungan.
Padahal jarak antara kaki dan tanah di bawahnya tidak lebih dari satu meter.
Kedua mata Rex menyapu keadaan sekitar, berusaha mencari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk turun dari pohon yang menggantungnya tersebut, dan saat dirinya sibuk mencari cara untuk turun, dahan pohon yang menahan tali parasutnya perlahan mulai patah karena tidak sanggup menahan berat tubuh sekaligus baju besinya.
"Tu-tunggu dulu, jangan patah dulu, aku bisa jatuh!!"
CRAAK..
Terlambat, dahan rapuh tersebut sudah lebih dulu patah dan melepaskan tubuh Rex dari pegangannya.
"Aargh!!"
Rex berteriak mengaduh saat tubuh beratnya jatuh mencium tanah. Daun-daun kering yang menumpuk di tanah kembali beterbangan dan menutupi sebagian tubuh si ksatria yang terbaring mencium tanah.
"Benar-benar hari yang sial, padahal masih pagi."
Rex mengeluh kesal sambil berusaha bangkit. Saat pria berambut pirang itu mengangkat kepalanya, dilihatnya sesosok manusia lain sedang berdiri di hadapannya.
"Anak muda..."
"SE-SETAAAAN!!"
Secara refleks Rex langsung merangkak mundur hingga menabrak pohon di belakangnya, dan dengan suara 'Buugh' yang keras, sebatang dahan lain yang cukup besar jatuh tepat di atas kepalanya.
"adadadaaaw..."
Rex merintih kesakitan sambil mengusap kepalanya yang benjol.
BLETAAK!!
"Gyaaah!!"
Sebelum rasa sakitnya sempat hilang, sebuah pukulan yang berasal dari tongkat kayu tua kembali menghantam kepalanya.
"Siapa yang kau sebut setan? Dasar anak muda tidak tahu diri!!"
Sosok yang berdiri di hadapan Rex memprotes kesal.
"Ma-maaf..." Sambil terus mengusap kepalanya yang semakin sakit, Rex menoleh pada sosok misterius yang tiba-tiba muncul tersebut.
Seorang pria tua pendek bungkuk yang memegang sebuah tongkat kayu tua, dan mengenakan kemeja lengan pendek motif bunga dan juga celana kolor pendek putih. Saat pertama kali melihatnya, siapapun pasti akan mengira kalau kakek tua itu hanya kakek-kakek biasa. Namun, ada sesuatu yang membuatnya berbeda dengan kakek tua biasa.
Pria tua tersebut berkepala botak, mengenakan kacamata hitam dan janggut tebal yang menutupi hampir seluruh bagian mulutnya.
"MATER ROOSHIII?!"
"Sembarangan!! Kau kira ini Drag*n Ba**?! Aku bukan kura-kura!!"
Sang kakek tua kembali memukulkan tongkat kayunya ke kepala Rex.
Rex kembali merintih sambil terus memegangi kepalanya yang sudah benjol lapis tiga.
"Kalau kau bukan pertapa kura-kura lalu kau siapa?"
Sang pria tua yang masih belum diketahui namanya tersebut menghela nafas pendek sebelum akhirnya menjawab.
"Aku adalah ketua suku di pulau ini, namaku Kamerosh," Sang pria tua memperkenalkan diri.
"Jelas-jelas itu plesetan nama Kame roshi!!" Rex kembali protes.
"Tenanglah anak muda, lawan biacaramu ini sudah tua, tidak perlu berteriak seperti itu."
"Ah, maafkan aku."
Setelah membungkuk untuk meminta maaf, Rex segera bangkit berdiri dan ikut memperkenalkan dirinya.
"Perkenalkan, namaku Rex, seorang ksatria."
Saat mendengar kata ksatria, raut wajah Kamerosh langsung menegang dan kaget, seoah baru saja tersambar petir.
"Ka-kau seorang ksatria?!"
"Benar, memang kenapa?"
"Apakah kau bisa bertarung?!"
"Tentu saja, aku kan ksatria."
Si kakek tua membalik badan seraya mengusap-usap janggutnya yang sudah memutih, wajahnya berubah serius.
Melihat tingkah Kamerosh yang aneh, Rex hanya bisa menggaruk kepalanya yang memang gatal.
"Ngomong-ngomong, apa kau tahu tempat ini, dari keadaannya kurasa ini bukan hutan biasa?"
Mendengar pertanyaan Rex, Kamerosh kembali berbalik menghadap pemuda tersebut.
"Nama pulau ini adalah pulau Urth, salah satu dari tujuh pulau ajaib di Jagatha vadi, dan nama hutan ini adalah hutan Helheim," Jelas Kamerosh dengan nada serius.
"Pulai Urth? Hutan Helheim? Kenapa aku bisa ada di tempat ini?"
"Kurasa ini adalah takdir yang mempertemukan kita, wahai anak muda."
"Apa maksudmu, tolong jelaskan dengan singkat karena kita sudah menghabiskan empat halaman hanya untuk komedi tidak jelas ini," Balas Rex yang mulai tidak sabar.
Si kakek tua mendengus kesal, namun akhirnya tetap menjelaskan semuanya pada Rex.
"Dahulu kala, pulau ini adalah pulau yang sangat indah, dengan orang-orang yang hidup dengan damai di dalamnya. Kami tidak pernah terlibat perang atau kekurangan pangan karena semua makanan sudah disediakan oleh pulau. Saat itu seluruh penduduk hidup sangat bahagia."
"Lalu apa yang terjadi?"
"Lalu...beberapa tahun lalu, tepatnya tujuh tahun yang lalu, sebuah meteor jatuh dan menghancurkan kedamaian di pulau ini."
"Maksudmu, meteor itu memusnahkan penduduk pulau ini?" Rex semakin penasaran dengan cerita si kakek tua.
"Kalau hanya meteor yang jatuh mungkin bukan masalah. Masalahnya adalah...dari dalam meteor tersebut keluar seekor iblis jahat, lalu iblis jahat tersebut memberikan kutukan jahat pada pulau ini, dan sejak saat itu kami kehilangan kedamaian yang dulu kami miliki," Sang pria tua mengakhiri kisahnya.
"Lalu, apa hubungannya dengan kedatanganku ke pulau ini?" Rex kembali bertanya.
"Menurut ramalan, akan ada seorang terpilih yang jatuh dari langit, dan orang tersebut akan mengalahkan sang iblis jahat dan mengembalikan kedamaian ke pulau ini."
"Maksudmu, aku adalah orang terpilih itu?!"
Kamerosh mengangguk pelan.
"Kumohon anak muda, kau adalah satu-satunya harapan untuk menyelamatkan pulau ini!"
Mendengar dirinya adalah satu-satunya harapan yang tersisa, Rex menelan ludah dengan perasaan gugup. Dirinya sadar bahwa tugas menyelamatkan seluruh pulau adalah tanggung jawab yang besar, dia ragu apakah dia mampu untuk melaksanakannya.
Rex menutup mata dan berpikir. Setelah beberapa saat, sang ksatria putih kembali membuka mata dan mulai mengangkat tangan kanannya ke atas.
"Nenekku pernah berkata, aku adalah dunia, dan karena itu, aku akan menyelamatkan dunia!"
Si pria tua terpana mendengar kata-kata yang terdengar amat badass tersebut.
"Ngomong-ngomong, barusan kau bilang pulau ini terkena kutukan, sebenarnya kutukan apa yang menimpa pulau ini?"
Kamerosh kembali menghela nafas, wajahnya yang barusan serius berubah muram saat mendengar pertanyaan tersebut.
"Kau lihat semua pohon yang ada di hutan ini? Seluruh pohon yang tumbuh di pulau ini memiliki buah yang sama, namun setiap buah memiliki rasa yang berbeda sesuai dengan keinginan si pemakan buah."
"Benarkah, hebat sekali kalau begitu!"
"Masalahnya adalah, siapapun yang makan buah dari pohon di hutan ini, akan terkena kutukan yang membuat perutnya tidak pernah kenyang, bahkan semakin banyak kau memakan buah tersebut, perutmu malah menjadi semakin lapar," Jelas Kamerosh dengan nada dingin.
"Ta-tapi selama tidak makan tidak masalah kan?"
"Percuma, kutukan pulau ini akan membuatmu lapar dan ingin memakan buah yang ada di pulau ini, dan yang paling parah, jika kau makan terlalu banyak....maka tubuhmu akan berubah menjadi monster yang mengerikan!!"
"Mo-monster?!"
"Benar, seperti yang ada di belakangmu itu," Kamerosh menunjuk ke balik punggung Rex.
"Eh?"
Saat Rex menoleh ke belakang, yang dilihatnya adalah sesosok makhluk besar berwujud seram dengan mulut yang bertaring.
"........"
"........"
"GYAAAAAAAAAAAAAAAAHHHH!!"
Baik Rex maupun si kakek tua langsung berlari sekuat tenaga saat monster tersebut mulai mengejar mereka.
"Tunggu, pak tua, kenapa kau bisa berlari lebih cepat dariku?!" Teriak Rex yang mulai tertinggal oleh kecepatan lari kamerosh yang luar biasa.
"Berisik, aku masih belum mau mati!!"
Keduanya terus berlari sekuat tenaga hingga keluar dari hutan, Rex menoleh ke belakang dan melihat monster tersebut ternyata sudah berhenti mengejar mereka.
"Pak tua, monsternya sudah tidak—"
Sebelum Rex sempat menyelesaikan ucapannya, dilihatnya si kakek tua sudah tidak ada lagi di depannya, dan beberapa meter di depan Rex, terlihat sebuah jurang lebar yang menganga.
Ternyata si kakek tua sudah lebih dulu terjatuh ke dalam jurang.
Dengan sekuat tenaga Rex langsung berlari ke tepi jurang, hanya untuk melihat sang pria tua yang terjun bebas menuju dasar jurang tersebut.
"Anak muda, selamatkan pulau iniiiii...!!"
Begitulah kata-kata terakhir sang pria tua sebelum sosoknya lenyap ditelan kegelapan jurang.
"PAK TUUAAAAA...!!"
Rex berteriak sejadi-jadinya. Air mata menetes membasahi wajahnya. Sambil mengepalkan kedua tangan, sang ksatria berbaju besi langsung bangkit dan menatap ke arah matahari yang semakin tinggi.
"Lihat saja, aku pasti akan menyelamatkan pulau ini!!" Serunya seraya berlari kembali ke dalam hutan.
***
Di sisi lain hutan Helheim, seorang gadis berambut putih panjang terlihat berjalan gontai sambil menyapu pandangan sekitar dengan sepasang matanya yang berwarna pelangi. Kedua matanya terlihat seperti orang yang sedang mengantuk, dan mulutnya menyeringai lebar dengan air liur yang menetes dari tepi mulutnya.
Keadaan gadis itu persis seperti orang mabuk yang kelaparan.
"Ehehehe~ Makaaaan~"
Nama gadis itu adalah Zany Skylark, makhluk bernama imagyn yang dapat menciptakan apapun dari imajinasinya. Dan saat ini, gadis itu terus berjalan sambil memetik buah-buahan dari pohon yang ada di sekitarnya.
Zany sama sekali tidak tahu bagaimana dia bisa berada di tempat itu. Saat membuka mata, gadis itu menemukan dirinya tergeletak di luar hutan dalam keadaan tidak sadarkan diri, dan saat dia masuk ke dalam hutan, secara ajaib perutnya menjadi sangat lapar padahal dia masih merasa kenyang sesaat sebelumnya.
"Bu-buah yang ini rasa gulali!"
Zany kembali mencicipi buah yang baru dipetiknya. Anehnya, setiap buah yang dia petik memiliki rasa yang berbeda, malah kebanyakan memiliki rasa yang sama sekali bukan rasa buah, seperti es krim dan ayam bakar.
Hal aneh lain yang membuatnya penasaran adalah, sebanyak apapun buah yang dia makan, dia sama sekali tidak merasa kenyang, malah semakin lapar.
Sambil terus memegangi perutnya yang terus berbunyi, Zany kembali berjalan sambil terus memetik buah dari pohon.
***
Pohon-pohon lebat, dedaudan kering yang bergururan, dan reruntuhan bangunan yang termakan oleh banyaknya tumbuhan yang menjalar di seluruh pulau memenuhi pemandangan Collete.
Wanita berambut keriting itu berjalan dengan waspada. Seumur hidupnya ini adalah pertama kalinya dia memasuki hutan yang begitu kelam dan menakutkan. Dia tidak tahu bagaimana dia bisa berada di pulau tersebut, karena hal pertama yang diingatnya saat terbangun dari tidur adalah terjun bebas di udara dengan sebuah parasut di punggungnya.
Walaupun berhasil mendarat dengan selamat, dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Awalnya wanita itu berniat untuk mengitari pulau untuk mencari cara keluar dari pulau tersebut, namun ternyata pulau tersebut jauh lebih luas dari dugaannya, yang akhirnya memaksanya untuk masuk ke dalam hutan, berharap menemukan petunjuk untuk bisa keluar dari pulau tempatnya berada saat ini.
"Ini pasti ulah si dewa jahat itu, pasti dia memaksa moi untuk bertarung lagi!" Pikir Collete kesal.
Sambil mendengus kesal, wanita itu kembali berjalan seraya kedua matanya menyapu sekeliling dengan waspada.
GRUUUUK...
Collete menelan ludah sambil memegangi perutnya yang lapar. Entah kenapa, sejak saat dia menginjakkan kaki ke dalam hutan ini, secara ajaib perutnya langsung merasakan lapar yang amat mengganggu, pikirannya terus membujuknya untuk memakan buah yang tumbuh di pepohonan pulau ini, namun sebagai manusia yang beradab, dia tahu memakan buah asing di tengah hutan adalah hal yang berbahaya, hingga akhirnya dia memutuskan untuk memakan makanan yang dia ciptakan sendiri dengan kekuatannya.
"Sepertinya efek kekuatan moi sudah habis.." Collete mendesah lelah.
Batas waktu kekuatannya hanya sepuluh menit, dan sekarang sepuluh menit tersebut sudah lewat, hingga perutnya kembali lapar.
Wanita berbaju mencolok itu mulai melakukan gerakan pantomim untuk menciptakan makanan lainnya, namun sebelum Collete menyelesaikan gerakannya, hidungnya mencium sesuatu yang berbeda.
"Hmm~ Bau ini, sepertinya moi mengenal aroma manis ini~"
Hidung dan kedua matanya bergerak-gerak mencari sumber aroma tersebut, dan akhirnya dia menemukannya pada salah satu pohon yang berada tidak jauh di depannya.
Aroma lezat dan manis tersebut berasal dari salah satu buah yang tumbuh di pohon tersebut, namun buah yang mengeluarkan aroma manis tersebut terlihat berbeda dari yang lainnya karena ukurannya yang lebih besar dan warnanya yang lebih cerah, membuat Collete meneteskan liur tanpa disadarinya saat menatap buah tersebut.
"Se-sepertinya buah ini tidak berbahaya," Dengan tangan yang gemetar Collete memetik buah tersebut. Sang wanita bertopi lucu tersebut kembali menelan ludah, dan saat dia membuka mulutnya untuk memakan buah tersebut.
DAAAR!!
Sebuah tembakan yang mengenai pohon di depannya membuatnya terlonjak kaget hingga menjatuhkan buah tersebut.
"Jangan bergerak, dasar pencuri makanan!!"
Collete menoleh ke arah suara tersebut yang juga sumber dari tembakan barusan, yang ternyata adalah seorang gadis muda berambut putih panjang dengan mata yang berwarna pelangi.
"Siapa yang vous sebut pencuri?! Moi duluan yang menemukan buah itu!" Bentak Collete kesal.
"Enak saja, aku yang menemukannya lebih dulu, kau yang tiba-tiba muncul dan memetiknya!!"
"Kalau begitu kejadiannya, berarti moi yang lebih berhak mendapatkan buah ini kan?" Collete memungut buah yang tadi terjatuh dan membersihkannya.
"Berikan buah itu padaku!!" Sambil berteriak geram, gadis bermata pelangi tersebut langsung memunculkan sepasang katana dari udara kosong dan berlari menerjang ke arah Collete.
Collete yang terkejut langsung melempar buah tersebut ke arah si gadis penyerang dan melompat ke samping demi menghindari serangan.
"Sialan!!"
Zany langsung menebas buah yang dilempar padanya, dan dengan lihainya langsung menggigit dan menelan buah yang sudah terbelah dua tersebut.
"Mmm~ Sudah kuduga buah ini lebih enak dari buah yang lainnya," Kata Zany sambil mengusap pipinya yang masih mengunyah buah.
"Aaaah!! Beraninya vous memakan buah milik moi!!"
"Kau sendiri yang melemparnya!"
"Kalau gitu coba makan granat nanas ini!!"
Collete memunculkan sebuah granat dan langsung melemparnya sekuat tenaga kepada Zany.
Zany yang tidak menyangka kalau lawannya juga memiliki kekuatan yang mirip dengannya langsung melepas kedua pedang dan menciptakan sebuah perisai anti bom dan langsung berlindung di balik perisai tersebut.
BLAAAAARR!!
Suara ledakan menggema ke seluruh hutan. Asap tebal mengepul akibat ledakan tersebut, dan dari balik tirai asap, sesosok manusia terlihat melayang menuju tempat Collete berada.
"Cih, vous masih hidup rupanya!"
"Jadi kau mau bermain bom denganku? Coba lihat bagaimana kau membalas yang satu ini!"
Zany melempar sebuah granat ke arah Collete, Sang wanita keriting segera bergerak untuk membuat sesuatu yang bisa melindunginya, namun gerakannya masih kalah cepat karena granat tersebut sudah lebih dulu meledak.
FWOOOOSSHH!!
"Bo-bom asap?"
Di luar dugaan, ternyata yang dilempar oleh Zany bukanlah bom biasa melainkan bom asap, kini seluruh pandangan Collete tertutup sepenuhnya, membuatnya tidak bisa bergerak secara leluasa.
"Mwahahaha!! Saatnya mencingcang!!"
Dari dalam kepulan asap yang semakin tebal, Zany kembali melompat dan langsung menebas sosok Collete yang masih terduduk di tengah kepulan asap hingga terbelah dua.
"Ini terlalu mudah!" Sahutnya bangga.
Walaupun kepulan asap yang berasal dari granat dan bom asap masih belum mau pudar, namun asap yang menutupi pandangan Zany mulai memudar. Dari balik asap tersebut, terlihatlah sosok tubuh yang baru saja dia potong menjadi dua bagian.
"Ap-apa ini?!"
Kedua mata Zany melotot lebar, karena yang tergeletak di hadapannya bukanlah mayat dari lawannya, melainkan sebuah boneka kayu yang berbentuk dan berpenampilan mirip Collete.
"Cih!"
Insting pembunuh Zany langsung memaksanya untuk bergerak ke samping, dan benar saja, tepat saat dia melemparkan tubuhnya ke samping, sebuah peluru rifle langsung melesat dan menyerempet pipinya.
"O ho ho hon~! Vous kira bisa membunuh moi semudah itu? Vous terlalu naif!"
Asap yang mengepul membatasi pandangan Zany, membuatnya kesulitan untuk menemukan lokasi Collete yang bersembunyi di balik asap.
"O ho ho hon! Vous mungkin lebih kuat dari moi, namun sayangnya moi jauh lebih cepat dari vous~"
Sambil tertawa dengan gaya khasnya, Collete melompat dan berlari mengitari Zany yang masih berdiri di tengah asap.
"Kalau begitu aku tinggal melakukan ini saja!!"
Rasa lapar yang bercampur kesal karena diremehkan oleh lawannya membuat Zany naik pitam. Gadis berambut putih tersebut langsung menciptakan sepasang sub-machine gun dan menembak membabi buta ke segala arah.
DADADADADADADDAAR!!
Collete yang masih bergerak dengan lincahnya langsung melompat menjauh demi menghindari tembakan beruntun yang berasal dari seorang gadis kelaparan yang naik darah. Saat si wanita keriting hendak melompat ke balik pohon, sebutir peluru berhasil menembus bahunya.
"Aaaaahnn!!"
Collete menjerit kesakitan seraya memegangi pundaknya yang mulai mengeluarkan darah segar.
Zany yang mendengar jeritan tersebut langsung berjalan menuju Collete yang masih tergeletak di tanah.
"Ehehehe~ Setelah kubunuh akan kupanggang lalu kumakan dengan saus barbeque~!"
Sambil menyeringai lebar seperti predator yang kelaparan, Zany menodongkan kedua pistolnya ke arah Collete.
Collete menutup mata, dalam hatinya dia menangis, menyesali dirinya yang lemah dan tidak mampu untuk melawan gadis di hadapannya tersebut, dan kini, dia hanya bisa pasrah menunggu ajal menjemputnya.
"Ochoop, maafkan moi yang tidak bisa menepati janji moi..."
Zany bersiap menarik pelatuk, dalam kepalanya dia sudah membayangkan apa saja yang akan dia lakukan untuk memasak dan memakan lawannya tersebut.
Click!
Kedua pelatuk ditarik bersamaan, memuntahkan dua butir timah panas dengan kecepatan yang luar biasa. Kedua peluru tersebut melesat dengan kecepatan tinggi dan mengarah tepat ke kepala Collete.
TRAAANG!!
"........"
"........"
Baik Zany, Collete, penonton, pembaca, bahkan penulis sendiri sungguh tidak percaya dengan apa yang terjadi kemudian.
Tepat sebelum Kedua peluru tersebut menyentuh kulit Collete, sebilah pedang panjang dan lebar menancap tepat di hadapan Collete dan melindungi sang wanita bertopi lucu dari kematian.
"Siapa yang berani menggangguku?!"
Kedua mata Zany menyapu sekeliling, berusaha mencari orang yang berani menghalau serangannya barusan.
"Nenekku pernah berkata..."
***
Baik Zany maupun Collete langsung menoleh ke arah sumber suara tersebut, yang ternyata berasal dari sesosok pria berbaju besi putih yang berdiri gagah di atas salah satu dahan pohon.
"Siapa kau?!" Tanya Zany membentak.
Namun sosok berbaju besi tersebut tidak bergeming dan tetap melanjutkan kata-katanya.
"Melangkah di jalan ksatria, pria yang akan menaklukan segalanya..."
"Berisik, katakan saja siapa namamu?!" Zany semakin tidak sabar.
"Namaku adalah...Rex! Ingat itu baik-baik!" Sahut Rex seraya menunjuk pada Zany.
Zany terkesiap saat mendengar nama tersebut. Dia pernah mendengar nama itu saat berada di lounge tempat para peserta berkumpul dan beristirahat. Menurut kabar yang dia dengar, pria bernama Rex adalah seorang ksatria mesum dan alay yang senang menyebut-nyebut neneknya di setiap ucapannya, di tambah lagi, dia selalu muncul di saat-saat genting saja seperti pahlawan kesiangan, padahal sebenarnya dia bisa muncul sejak saat pertarungan dimulai, sunggu pria yang tidak tahu malu.
"Aku tidak mengerti kenapa, tapi aku merasa barusan muncul narasi negatif yang sangat menghina diriku," Gumam Rex dengan agak kesal.
"Jadi vous adalah ksatria yang jadi pembicaraan banyak orang itu?!" Tanya Colette dengan mata yang berbinar-binar.
"Hup!"
Rex melompat dan bersalto di udara sebelum mendarat tepat di hadapan Zany. Kali ini dia berhasil mendarat dengan selamat.
"Nona, melawan orang yang tidak berdaya adalah hal yang tidak bisa dibenarkan," Ucap Rex dengan nada serius.
"Berisik, dalam pertarungan hidup dan mati yang ada hanya membunuh atau dibunuh. Kalau kau tidak mau mati maka yang bisa kau lakukan hanya membunuh lawanmu!"
Rex mengernyitkan dahi.
"Tapi aku tetap tidak bisa membiarkanmu membunuh wanita yang terluka itu!"
Zany tertawa tertahan mendengar ucapan Rex.
"Memangnya kau siapanya dia? Pacarnya? Tiba-tiba muncul lalu sok mau menyelamatkan, pahlawan yang seperti itu sudah ketinggalan zaman~" Balas Zany dengan wajah bosan.
Rex menghela nafas lelah.
"Kalau begitu, bagaimana kalau aku yang menjadi lawanmu? Tapi sebagai gantinya kau akan membiarkan wanita itu pergi, apa kau setuju?" Tawar Rex.
Kali ini giliran Zany yang mengernyitkan dahi.
"Kau....menghinaku ya?" Tanyanya dengan nada geram.
"Eh? A-aku tidak bermaksud begitu..."
"Kau bicara seolah aku tidak sanggup melawan kalian berdua sekaligus, kalau kau memang sangat ingin mati di tanganku harusnya kau bilang dari awal!"
Secara mendadak Zany kembali mengangkat kedua senapannya. Menyadari hal tersebut, Rex langsung mengangkat tubuh Collete dan melompat menjauhi gadis yang mulai menembak dengan ganas tersebut.
"Aaagh!!"
Beberapa butir peluru berhasil menghantam bagian punggung baju besi Rex, untungnya baju besi tersebut cukup kuat untuk menahan peluru kaliber kecil yang berasal dari senapan Zany.
"Nona, pergilah dari sini, biar aku yang menghadapi gadis itu!"
"Ta-tapi bagaimana dengan vous?"
"Aku akan baik-baik saja, aku tidak mungkin kalah melawan orang seperti itu!"
"Tapi..."
"Aku akan melindungimu, aku janji!"
Collete menatap kedua mata Rex, wanita itu bisa melihat tekad dan semangat yag berkobar di kedua mata Rex.
"Tapi vous harus menepati janji vous, moi akan menunggu!"
"Tentu saja, nenekku pernah berkata kalau seorang pria harus selalu memegang janjinya."
Rex tersenyum, yang dibalas juga dengan senyuman oleh Collete, dan sebelum keduanya sempat berkata-kata lagi, suara tembakan beruntun kembali terdengar di telinga mereka.
Dengan berat hati, Collete segera bangkit dan berlari menjauh dari tempat berbahaya tersebut. Wanita itu terus berlari tanpa menoleh ke belakang sekalipun. Dia yakin kalau ksatria tersebut pasti akan memenuhi janji dan menyusul dirinya.
***
"Kupikir kau sudah lari terbirit-birit," UcapZany meremehkan.
"Seorang ksatria tidak akan lari dari pertarungan!" Balas Rex tegas. Walaupun sebenarnya dia hanya ingin mengambil pedangnya yang tertinggal, tapi jelas dia tidak mungkin mengatakan hal itu.
Setlah meraih pedangnya yang tertancap di tanah, Rex segera memasang kuda-kuda, bersiap untuk bertarung.
"Harus kuakui kalau memiliki pedang yang bagus, tapi kurasa hanya orang bodoh yang bertarung dengan pedang tumpul."
"Jangan meremehkan ped— Tunggu, kau bisa melihat pedangku?" Tanya Rex kaget.
"Tentu saja, kau pikir aku buta?!"
"......"
Rex menutupkedua mata seolah sedang berpikir, lalu setelah beberapa saat sang ksatria putih menurunkan pedangnya.
"Kalau begitu kita tidak punya alasan untuk bertarung,"
"Haaah?"
Zany sama sekali tidak mengerti apa yang sebenarnya dipikirkan oleh pria di hadapannya ini, kenapa tiba-tiba dia malah tidak mau bertarung.
"Apa maksudmu? Hanya karena aku bisa melihat pedangmu lalu tiba-tiba kau tidak bisa melawanku?"
"Pedang ini tidak bisa dilihat oleh sembarangan orang, hanya mereka yang memiliki kebaikan di hatinya yang bisa melihat pedang ini, dan karena kau juga bisa melihatnya, maka itu berarti kau juga masih memiliki kebaikan di hatimu!"
Zany tidak membalas ucapan Rex. Wajahnya berubah gelap.
"Karena itu kita tidak perlu berta—"
Zany yang tiba-tiba berlari menerjang dengan sebilah katana di tangannya sontak menghentikan ucapan Rex. Suara logam yang beradu memenuhi udara. Dalam keadaan pedang yang masih berusaha menekan satu sama lain, Zany menatap tajam pada Rex dengan kedua matanya yang berwarna pelangi.
"Kebaikan katamu? Aku ini sudah membunuh banyak orang, mungkin malah lebih banyak dari yang pernah kau bunuh, aku bahkan bisa membunuh sambil tertawa tanpa beban!" Zany mengayunkan pedangnya sekuat tenaga, membuat Rex terdorong mundur.
"Walau begitu aku masih bisa melihatnya, masih ada kebaikan di dalam dirimu yang tidak ingin kau akui!" Rex membalas dengan sebuah tebasan yang lebih kuat, kali ini giliran tubuh Zany yang terdorong mundur.
"Berhenti bicara omong kosong!!"
Keduanya kembali mengayunkan pedang masing-masing dengan segenap kekuatan yang mereka miliki. Zany terus menyerang dengan jurus-jurusnya yang ganas dan mengarah ke bagian vital tubuh Rex, sedangkan Rex hanya bertahan tanpa ada niat untuk menyerang balik sedikitpun.
Setelah menahan sebuah tebasan lain dari Zany, Rex melompat mundur.
"Cukup, aku tidak ingin melawanmu!"
"Kalau begitu kau harus mati!" Zany kembali menerjang sekuat tenaga.
Rex tidak bergeming. Sang ksatria putih mengangkat pedangnya tinggi dan bersiap menggunakan jurus andalan yang belum pernah dia gunakan sejak ronde pertama.
"PEDANG CAHAYA KEMILAAAAAUUUU!!"
Sinar yang amat terang dan menyilaukan mata menyala dari pedang sang ksatria, saking silaunya, seolah seluruh pulau berubah menjadi putih. Benar-benar jurus yang imba!
"Aaaarrgghh!! Matakuuu!!"
Karena cahaya menyilaukan yang muncul tiba-tiba, Zany langsung terjatuh berguling sambil berusaha menutupi kedua matanya sebisa mungkin. Cahaya tersebut menyala selama beberapa detik, dan saat sinarnya meredup, sosok sang ksatria sudah tidak terlihat lagi.
***
Bagi seorang demon seperti Zacharias Eithelonen, gunung dan hutan sudah seperti halaman rumahnya sendiri, dan hal itu tidak akan berubah sekalipun saat ini dirinya berada di sebuah hutan asing dan aneh seperti saat ini.
Sang demon bertanduk tunggal tersebut mendengus lelah, saat dirinya masih berada di kapal yang membawanya ke pulau tersebut, salah satu Hvyt yang dia tanya mengatakan kalau dia harus membunuh salah seorang peserta untuk bisa keluar dari pulau tersebut, namun walau dia tahu hal tersebut, mencari peserta lain di pulau yang luasnya sudah hampir seperti negara kecil itu lebih sulit daripada kelihatannya.
Hal lain yang membuatnya kesal adalah pengaruh dari pulau aneh bernama Urth tersebut yang membuatnya merasakan lapar yang luar biasa. Untungnya Zach sudah terbiasa menahan lapar selama dirinya diperbudak oleh manusia sehingga dia masih bisa nehanan nafsunya.
Sang demon menghentikan langkahnya saat kedua mata reptilnya menangkap sebuah pemandangan yang tidak biasa. Tidak jauh di depannya, beberapa ekor makhluk asing yang berwujud seperti monster terlihat bergerak menuju satu titik yang sama.
"Kenapa monster-monster ini tidak ada habisnya sih?" Keluh Zach yang mulai bosan.
Sejak pertama kali kedua kakinya menginjak tanah di pulau ini, dia sudah berhadapan dengan beberapa ekor monster yang sama sebelumnya, bahkan di sepanjang perjalanan dia pasti bertemu satu atau dua ekor yang terlihat memakan buah dari pepohonan.
"Nooon!! Jangan makan moooi!"
Kedua alis Zach terangkat tinggi sang telinga runcingnya mendengar suara yang terdengar seperti bahasa manusia. Tanpa bicara lagi, sang demon langsung berlari menuju para monster yang mulai mengerumuni pemilik suara barusan.
"Violet rain!"
Zach melemparkan sepasang tombak berelemen petir yang langsung menyambar tubuh dua ekor monster sekaligus. Dua ledakan kecil yang terjadi hampir bersamaan mengakhiri hidup monster tersebut.
"KIIIIIH..!!"
Dua monster yang tersisa langsung mengalihkan perhatian mereka pada Zach. Sang demon kembali memunculkan sepasang tombak dan bersiap untuk menyerang kembali.
"Pergilah kalau kalian tidak mau mati!"
"KIIIIH!!"
Dengan nada suara yang terdengar geram, kedua monster tersebut langsung mengepung Zach dari dua arah. Zach membuat sebuah pijakan dari udara dan melompat tinggi.
"Makan tombak ini!"
Untuk kedua kalinya, Zach kembali melempar tombaknya sekuat tenaga. Sepasang tombak yang memiliki tenaga listrik tersebut langsung menancap dan menembus tubuh kedua monster yang masih berdiri di tanah. Dua ledakan kembali terjadi dan mengakhiri riwayat mereka.
Setelah berhasil membereskan para monster random dengan tanpa bersusah payah, Zach turun dan mendarat tepat di hadapan sosok yang tadi hampir menjadi santapan para monster, yang ternyata adalah seorang wanita berambut keriting yang mengenakan baju lucu.
"Te-terima kasih karena sudah menyelamatkan moi," Colette tersenyum kecil.
Zach tidak membalas ucapan terima kasih tersebut. Sang demon hanya menatap dingin pada wanita yang terluka parah di bagian bahu tersebut seraya memunculkan sebilah tombak di tangannya.
"Nama moi adalah Colette, apa moi boleh tahu siapa nama vous?"
"Kau tidak perlu tahu siapa namaku, toh kau akan segera mati," Jawab Zach dingin seraya mengangkat tombaknya pada Colette.
"Tu-tunggu, bukankah vous barusan menolong moi? Lalu kenapa tiba-tiba vous ingin membunuh moi?" Tanya Colette ketakutan. Dalam keadaannya yang seperti itu, mustahil dia bisa lari dari pria bertanduk di hadapannya tersebut, apalagi setelah melihat kekuatan tempurnya yang tinggi, Colette hanya bisa berharap pria bertanduk itu tidak akan benar-benar membunuhnya.
"Jangan salah paham. Aku membunuh makhluk-makhluk tadi hanya karena bosan, aku sama sekali tidak berniat untuk menolong manusia sepertimu."
Zach bersiap menusukkan tombaknya pada Colette. Sungguh adegan yang amat ambigu bagi mereka yang memiliki pikiran gelap.
"Ti-tidak, moi mohon tolong jangan bunuh moi, moi masih belum mau mati!!"
Colette hanya bisa menutup mata seraya menyilangkan kedua tangan di depan wajahnya yang hampir menangis.
Sang demon mengayunkan tombaknya sekuat tenaga. Colette menahan nafas, menunggu jiwa terpisah dari raga untuk kedua kalinya. Dirinya hanya berharap kalau kematian yang kedua ini akan berlangsung cepat dan tidak menyakitkan.
"......."
Lima detik berlalu sejak Colette menahan nafas. Wanita itu bingung, kenapa tidak ada suara tusukan tombak, kenapa dia tidak merasa sakit, apakah sakit cepatnya kematian menjemput hingga dirinya sampai tidak sempat merasakan apapun?
Perlahan Colette membuka matanya, dan saat sepasang matanya lepas dari kegelapan, yang pertama kali dilihatnya adalah ujung tombak yang berhenti tepat beberapa sentimeter di depan wajahnya.
"Cih!"
Zach menarik kembali tombak yang sudah hampir merenggut nyawa Colette dan melemparnya.
Kali ini Colette malah kebingungan sendiri.
"Kenapa...?" Tanyanya ragu.
"Aku berubah pikiran, mungkin sebaiknya aku menolongmu saja..." Jawab Zach seraya menghela nafas pendek.
"Te-terima ka—Hwaaah!!"
Belum sempat Colette selesai berterima kasih, Zach sudah lebih dulu melakukan hal yang diluar dugaannya.
Sang demon bertanduk mengangkat tubuh Colette yang terluka seperti seorang pangeran yang menggendong tuan putri. Spontan wajah Colette langsung memerah padam.
"Ap-apa yang vous lakukan?!" Tanya Colette yang gelagapan.
"Tentu saja menolongmu, kau tidak akan kuat berjalan dalam keadaanmu itu kan?" Zach tersenyum menggoda.
Melihat senyuman yang tersungging di wajah sang demon untuk pertama kalinya membuat wajah Colette semakin memerah.
"Ap-apakah ada yang bisa moi lakukan untuk membalas kebaikan vous?"
Mendengar pertanyaan Colette, Zach langsung membisikkan sesuatu pada telinga Colette seraya menyeringai tipis.
"Kalau begitu, maukah kau melakukan apapun untukku?" Bisik Zach lembut.
Seluruh tubuh Colette serasa tersambar aliran listrik statis saat mendnegar bisikkan tersebut. Kesadarannya tiba-tiba memudar, dan tanpa dia sadari mulutnya mulai bergerak di luar keinginannya.
"Moi akan melakukan apapun yang vous inginkan..."
***
Di sisi lain hutan, ada sebuah tempat yang entah kenapa terlihat berbeda dari bagian hutan yang lain. Bukan karena warna pohonnya yang berbeda, bukan juga karena buahnya lebih lezat dan nikmat. Tapi karena hanya di tempat itu pohon dan rumput layu dan kering seolah baru terserang hama penyakit.
Tepat di bagian tengah area yang sudah menjadi hutan kering tersebut, terlihat sesosok manusia yang terbaring mencium tanah dengan posisi seperti orang yang baru saja menjadi korban tabrak lari. Dari tubuh sosok berbaju usang tersebut, kabut hijau perlahan menyebar seolah-olah tubuhnya adalah alat fogging milik pembasmi nyamuk yang biasa datang seenaknya ke rumah lalu main semprot tanpa bilang-bilang dulu.
"Lapaaaaaar...."
Sosok yang ternyata berkacamata itu menyahut lesu.
Nama gadis itu adalah Nurin, seorang mahasiswi pemalas tak berduit yang menjadi korban percobaan bahan kimia berbahaya seperti yang sering terjadi pada para superhero di komik-komik amerika.
Sambil merangkak tanpa tenaga, gadis yang sebenarnya bisa menjadi tokoh megane moe moe kyun andai saja penampilannya sedikit lebih bersih itu berusaha menghampiri pohon yang belum layu. Namun ternyata perbuatannya itu sia-sia, karena setiap kali dia hampir tiba di sebuah pohon, pohon tersebut sudah lebih dulu layu karena terkontaminasi oleh kabut racun yang dikeluarkan oleh kent— maksud saya tubuhnya.
"Tempat ini menyebalkaaaaan!!"
Nurin kembali merangkak menuju pohon lainnya, yang juga langsung mati sebelum sempat dia sentuh. Dalam hatinya gadis itu mengutuk perbuatan sang dewa yang mengirimnya ke pulau aneh tempatnya berada saat ini, padahal seharusnya dia mendapat perlakuan istimewa karena dia adalah salah satu peserta yang dengan senang hati mengikuti semua perintahnya, tapi kenyataannya dia malah dikirim ke pulau yang membuat perutnya lapar luar biasa.
"Nguuuueeeng~"
Ternyata bukan hanya Nurin yang kelaparan, tapi juga lalat-lalat peliharaannya sudah mulai sempoyongan karena terkena pengaruh kutukan pulau.
Si gadis berkacamata menghela nafas pelan, yang secara otomatis langsung ikut menyemburkan kabut beracun dari mulutnya.
"Kalau begini aku bisa mati duluan sebelum bertemu petarung lain!! Pokoknya apa saja, mau manusia atau monster sekalipun pokoknya aku mau makaaaan..!!" Nurin berteriak sekuat tenaga, suaranya menggema di tengah hutan yang lebat.
"KIIIIIHHH..."
Entah karena keberuntungan atau dewa baru saja mendengarkan keluhannya, seekor monster tiba-tiba muncul tidak jauh di depan Nurin.
Monster itu menatap Nurin dan Nurin menatap si monster.
Seketika itu pula kedua mata Nurin langsung berbinar-binar dan mulutnya menyeringai lebar seraya meneteskan liur beracun.
"MAKANAAAAAAN...!!"
"KIIIIIIHH..!!"
Dengan sepasang mata yang menyala merah Nurin langsung merangkak dengan kecepatan dan teknik yang luar biasa seperti Sadako dari film horror The Ring. Sang monster langsung ketakutan dan lari terbirit-birit, berusaha melarikan diri dari Nurin yang terus mengejarnya di belakang.
Sungguh di luar dugaan karena ini adalah pertama kalinya ada adegan monster dikejar oleh manusia yang memang lebih mengerikan dari monster. Sang monster yang ketakutan setengah mati terus berlari sekuat tenaga walau harus jatuh bangun berkali-kali, sungguh monster yang patut diteladani karena NEVER GIVE UP.
Nurin terus mengejar monster di depannya itu sambil terus merangkak dengan ganas hingga mereka tiba di sebuah tempat seperti reruntuhan istana yang dipenuhi oleh tumbuhan menjalar.
Sang monster terus berlari memasuki reruntuhan tersebut sedangkan Nurin berhenti sejenak untuk melihat istana tersebut dengan lebih jelas.
"Pasti ada banyak makanan di dalam sana~"
Sambil tertawa seperti orang kesetanan, Nurin kembali merangkak memasuki reruntuhan istana yang ada di hadapannya.
***
Setelah melarikan diri dari pertarungannya dengan Zany Skylark, Rex terus berlari dan masuk semakin dalam ke tengah hutan yang lebat tersebut. Sang ksatria menghentikan langkahnya saat dirasa dirinya sudah berada cukupjauh dari gadis bermata pelangi tersebut.
"Sepertinya dia tidak mengejarku.." Ucap Rex seraya menghela nafas lega.
Sambil bersandar pada slaah satu pohon, Rex bisa melihat sebuah danau besar tidak jauh dari tempatnya berdiri. Sebuah danau dengan air yang begitu jernih dan berkilau bagai pertama, membuat kerongkongan Rex terasa kering, apalagi dia baru saja bertarung dan berlari sekuat tenaga.
"Kurasa air di pulau ini tidak akan berbahaya."
Sambil meyakinkan dirina sendiri kalau air bukanlah bagian dari kutukan pulau, Rex mulai melangkah menuju danau untuk minum.
Suara gemerisik pohon yang keras menghentikan langkah Rex saat dirinya hampir tiba di tepi danau.
"Apa itu?"
Merasa penasaran dengan suara yang pastinya bukan berasal dari hembusan angin, Rex memutar langkahnya menuju sumber suara.
FWOOOOSHH
Sesuatu seperti cambuk hitam panjang tiba-tiba melesat di samping tubuh Rex.
"Ap-apaan itu?!" Rex melonjak kaget karena benda mirip tentakel hitam tersebut langsung melilit buah yang menggantung di pohon dan menariknya dengan kecepatan tinggi.
Rex menelan ludah, dia berharap semoga saja si penulis tidak memiliki fetish tentakel yang akan membuat rating cerita ini menjadi terlalu ambigu dan innuendo. Dengan waspada sang ksatria melangkah menuju arah tentakel barusan berasal, dan semakin masuk lebih dalam, jumlah tentakel yang terlihat semakin bertambah.
Oke, mulai saat ini kita sebut saja benda itu sebagai Silia, jadi berhentilah protes.
Silia-silia yang melesat dengan kecepatan tinggi tersebut terus memetik buah-buahan yang tumbuh di pohon tanpa henti, dan anehnya, sesaat setelah sillia melilit buah yang dipetiknya, buah itu seolah terserap hingga tidak tersisa sedikitpun.
Rex melangkah lebih jauh untuk menemukan sumber sillia yang beterbangan itu, dan akhirnya dia menemukan sesosok makhluk seperti manusia, namun anehnya makhluk itu melayang di udara seperti hantu.
***
Siapa gadis kecil itu?
Mendengar suara di dalam kepalanya, SilentSilia, atau yang biasa dipanggil Sil menoleh ke belakang. Dilihatnya seorang pria berambut pirang pendek dan mengenakan baju besi putih sedang berdiri sambil menatapnya dengan wajah bingung.
[Selamat siang, tuan]
Rex terkejut bukan main saat menyadari bahwa gadis itu tidak memiliki mulut, dan lebih terkejut lagi saat melihat silia yang ternyata adalah rambut gadis itu bergerak membentuk tulisan dengan kecepatan luar biasa.
[Ada yang bisa kubantu?]
Gadis itu bertanya dengan menggunakan silianya.
"Ma-maaf, aku ke sini karena penasaran dengan rambutmu yang bisa bergerak-gerak sendiri itu, sebenarnya aku tidak punya maksud lain," Jawab Rex gugup.
Apa mungkin anak kecil ini juga slaah satu peserta?
Sil yang bisa mendengar isi pikiran lawan bicaranya tersebut mengangguk kecil lalu terbang melayang menghampiri si pria berbaju besi.
[Aku memang salah satu peserta, dan walau tubuhku kecil tapi aku bukan anak kecil, tuan]
Kedua alis Rex terangkat tinggi.
Apa gadis ini bisa membaca pikiranku?
[Aku memang bisa membaca pikiran]
Mulut Rex menganga lebar.
Sialan, kalau begitu aku tidak bisa memikirkan hal yang aneh-aneh!!
[Apapun yang kau pikirkan aku bisa tahu semuanya]
"Tidak, hentikan, membaca pikiran itu melanggar privasi!!"
Rex melangkah mundur sambil gelagapan.
[Tenang saja, tuan. Aku tidak tertarik dengan apapun yang anda pikirkan]
Membaca tulisan tersebut, Rex bernafas lega.
[Sebenarnya aku ingin segera pergi dari pulau ini, tapi dalam keadaanku seperti aku tidak bisa apa-apa, apa tuan bisa membantuku?]
"Eh? Kau tahu cara keluar dari pulau ini?"
[Tentu saja, masa tuan tidak tahu?]
"Aku tidak tahu apa-apa, saat sadar aku sudah tersangkut di pohon tanpa tahu apapun yang terjadi. Memang bagaimana cara keluar dari pulau ini?"
Sil terdiam sesaat, dan silia yang sejak tadi masih menyerap buah-buahan seketika berhenti dari melakukan aktifitasnya.
[Caranya mudah, aku hanya perlu membunuh salah satu peserta]
Mendadak seluruh silia yang dari terdiam langsung menyerang Rex secara bersamaan. Untungnya relfeks si ksatria cukup cepat untuk menggunakan bagian datar pedangnya sebagai perisai.
Rex melompat mundur, sedangkan silia-silia yang bergerak bagai tentakel mulai menyerangnya kembali secara bergantian dengan kecepatan tinggi.
"Sialan, gerakannya cepat sekali!!"
[Sebagai informasi tambahan, silia-silia itu tidak bisa dipotong bagaimanapun caranya, tuan]
"Dan sayangnya pedangku juga terlalu tumpul untuk memotongnya!" Balas Rex sambil terus menghindari serangan tentakel silia.
Rex melompat ke kiri untuk menghindari tusukan silia, namun silia lain sudah lebih dulu bergerak ke arah yang sama dan mencambuk tubuhnya dengan keras.
[Percuma saja menghindar, aku bisa membaca gerakanmu bahkan sebelum kau melakukannya]
"Cih, dasar licik!"
Dalam keadaannya saat ini, sudah jelas Rex kalah jumlah dengan banyaknya silia yang terus menyerang, apalagi silia tersebut tiddak bisa dipotong, jadi percuma saja walaupun dia menggunakan jurus andalannya, satu-satunya jalan adalah melarikan diri.
[Aku tidak akan membiarkanmu lari]
Sil memerintahkan seluruh silianya untuk membelit tubuh Rex. Sang ksatria terjatuh dan diseret paksa menuju Sil yang masih dengan tenangnya melayang di udara.
[Maafkan aku, tapi aku tidak mau berlama-lama di pulau ini]
Sil berkonsentrasi untuk memunculkan lotus di tangan kirinya sambil berharap bahwa warna lotus yang muncul tidak akan terlalu tinggi, karena walaupun dia tahu dirinya harus membunuh, tapi dia tetap tidak tega untuk melihat orang lain bunuh diri karena perbuatannya.
Ketika Lotus di tangannya muncul, Sil menatap tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Lepaskan aku!!" Rex meronta berusaha melepaskan diri dari belitan Silia, namun perbuatannya percuma karena silia yang mengikatnya terlalu kuat.
[Tuan, apa yang pernah kau lakukan?]
Lotus yang muncul di tangan Sil berwarna hitam, yang menandakan bahwa lawannya itu pernah melakukan perbuatan yang tidak dapat dimaafkan.
***
Segalanya menjadi gelap.
Rex sama sekali tidak mengerti apa yang baru saja terjadi, sesaat sebelumnya dia sedang bertarung dengan gadis berambut tentakel, lalu tiba-tiba dia berada di tengah kegelapan.
Sesaat kemudian, sang ksatria mulai mendengar suara-suara seperti teriakan dan ledakan.
Detik berikutnya, kegelapan mulai berubah menjadi sebuah pemandangan lain. Pemandangan yang tidak asing baginya, atau lebih tepatnya, pemandangan yang pernah dia lihat sebelumnya.
"Tu-tunggu, ini bukan saat yang tepat untuk flashback!! Kalau begini ceritanya bisa tambah panjang!!" Protes Rex entah pada siapa.
Terlambat, karena saat ini seluruh kegelapan sudah lenyap sepenuhnya, dan kini sang ksatria sedang berdiri di sebuah balkon istana yang luas dan megah.
Di hadapannya, seorang wanita cantik berambut putih panjang yang mengenakan gaun yang amat anggun terlihat berdiri di hadapannya.
"Mira...belle?"
Wanita yang bernama Mirabelle tersebut hanya diam seraya menatap Rex dengan raut wajah yang begitu tenang.
"Kau...kau masih hidup?"
Rex sama sekali tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, namun dia tetap ingin percaya, bahwa wanita yang ada di hadapannya saat ini adalah Mirabelle. Dengan tangan yang gemetar sang ksatria berusaha untuk melangkah demi bisa melihat wajah wanita itu lebih jelas.
"Cepat habisi wanita itu, Rex!"
Sebuah suara menahan Rex dari perbuatannya. Dan saat sang ksatria menoleh ke belakang, dilihatnya seorang pria besar yang juga mengenakan baju besi yang sama seperti Rex sedang menahan seorang gadis muda dengan pedangnya.
"Teleza!!"
Rex masih ingat jelas siapa gadis itu, gadis berambut pirang sebahu itu adalah adik perempuan yang sudah sejak lama dia cari. Satu-satunya keluarganya yang tersisa yang direnggut darinya saat mereka masih kecil, dan kini gadis itu berada tepat di hadapannya.
"Hentikan, Rex! Membunuh dewi sama saja dengan menghancurkan dunia!!"
Rex menoleh ke arah lain. Dilihatnya sesosok makhluk bertubuh besar dengan sepasang tanduk seperti banteng yang berdiri di kejauhan.
"Omong kosong!! Justru kalau wanita jalang itu tetap hidup dunia ini akan hancur!! Cepat bunuh dia atau gadis ini yang akan mati!!"
"Aku...aku..."
Rex mulai kebingungan.
"Apa kau akan mengorbankan seluruh planet hanya demi seorang gadis, pakai akal sehatmu, Rex!!"
"Jangan dengarkan binatang itu Rex, kau satu-satunya yang bisa menyelamatkan planet ini, bunuh wanita itu dengan pedangmu!!"
"Tidak...aku..."
"Bunuh dia!!"
"Hentikan!!"
Suara-suara yang memerintahkannya untuk membunuh Mirabelle bergelut dengan suara yang melarang dirinya dari membunuh sang dewi. Rex kebingungan dan panik.
Kenapa dia harus melihat pemandangan itu lagi?
Kenapa dia harus mengalami kejadian itu lagi?
Kenapa..?
"Aku...aku......"
Aura hitam mulai meneylimuti tubuh Rex. Perlahan, mulai dari ujung kaki dan terus merambat hingga seluruh armor putih berubah menjadi hitam.
"Aku......aku........GAAAAAALAAAAAAAAAUUUUUUU...!!!"
Aura hitam yang menyelimuti tubuh Rex meledak dan mengembalikan segalanya ke dalam kegelapan.
***
Sil semakin tidak tahan melihat lawannya yang terus berteriak dan meronta seperti orang gila, entah ilusi apa yang sedang dia lihat. Entah itu adegan NTR, friendzone, back stab, atau malah ra*p, entah apapun itu pastinya kejadian yang sangat mengerikan bagi si ksatria.
[Maafkan aku tuan ksatria, aku akan segera melepaskanmu dari penderitaan ini]
Sil melilitkan silianya pada leher Rex, bersiap untuk mencekik sang ksatria yang masih terus meronta hingga tewas.
Tiba-tiba sang ksatria berhenti bergerak. Dia juga berhenti berteriak seolah baru saja dicabut nyawanya oleh malaikat kematian. Sil yang terkejut segera menahan silianya yang sudah mulai melilit leher Rex.
[apa dia...mati?]
Detik berikutnya, aura hitam pekat muncul dan mulai menyelimuti tubuh Rex. Melihat hal itu, secara insting Sil langsung melepaskan tubuh Rex masih sejak tadi dia ikat dan melayang mundur. Gadis bersilia itu merasakan sesuatu yang sangat jahat dari aura hitam yang menyelimuti tubuh lawannya.
"Gggghhhh..."
Di tengah aura hitam yang terus menelan tubuhnya, sang ksatria perlahan bangkit. Baju besinya yang tadinya berwarna putih, kini berubah menjadi hitam legam dengan bentuk yang berbeda.
[Dia berubah?!]
Saat kegelapan berhasil menelan sang ksatria sepenuhnya, seluruh tubuhnya telah tertutupi oleh armor hitam dengan lengan dan kaki yang berbentuk seperti cakar dan helm dengan desain seperti naga hitam.
"UUUWOOOOOOOGGRRHHH...!!"
Sang ksatria putih yang kini telah berubah menjadi ksatria hitam meraung keras.
Sil bergidik melihat sosok mengerikan yang berdiri di depannya itu, namun sebelum si gadis tanpa suara sempat melakukan sesuatu, sang ksatria hitam sudah lebih dulu melompat dan menerjang ke arah dirinya dengan kecepatan tinggi.
Sebuah pukulan keras menghantam tepat ke tubuh Sil sebelum gadis itu sempat menghindar. Walaupun tubuhnya tidak bisa dilukai tapi dirinya masih bisa merasakan sakit, dan rasa sakit dari pukulan ksatria tersebut seperti dihantam oleh sebuah kendaraan besar berkecepatan tinggi.
Pukulan tersebut langsung merenggut kesadaran si gadis bersilia dan menghempaskan tubuhnya hingga tercebur ke tengah danau, tenggelam.
"GAAAAALAAAAAAAUUUU...!!!!!"
Sang ksatria kembali meraung penuh kegalauan bahkan setelah memukul seorang loli sekuat tenaga hingga terlempar ke danau, sungguh ksatria yang kejam! Apa kata dunia?
***
Zany benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya. Padahal, dia terus memakan buah-buahan namun anehnya rasa laparnya belum juga hilang, malahan dia menjadi semakin lapar hingga tenaganya hampir habis.
Si gadis bermata pelangi jatuh bertekuk lutut saat tenaganya yang tersisa habis digunakan untuk berjalan. Dengan nafas yang terengah dan rasa lapar yang terus menyayat perutnya, mati-matian Zany berusaha memetik salah satu buah yang berada paling dekat dengannya.
"Sedikit...lagi.."
Tepat sebelum tangannya berhasil meraih buah tersebut, sebuah tangan lain sudah lebih dulu mendahului Zany memetik buah tersebut.
"Siapa?!" Zany menoleh ke arah pemilik tangan tadi dengan geram.
Seorang pria berjubah panjang, dengan sebuah tandauk yang tumbuh di dahinya menatap Zany dengan pandangan yang amat merendahkan. Di samping pria itu berdiri, terlihat seorang wanita berambut keriting yang Zany pernah lihat sebelumnya, namun ada yang aneh dengan wanita itu, Zany merasa pandangan mata wanita itu menjadi kosong.
"Berikan buah itu padaku!!" Zany memaksa.
"Kau menginginkan buah ini? Kalau begitu ambillah sendiri,"
Zach melempar buah yang dipegangnya tidak jauh di depan Zany.
"Ayo ambil, dekat begitu, kau pasti bisa melakukannya~" Zach tertawa kecil seraya menepuk-nepuk tangannya di depan Zany, seperti seseorang yang sedang bermain dengan anjing peliharaannya.
"BRENGSEEEK!!"
Zany yang geram langsung memunculkan sebuah pistol dan menodongkannya pada Zach.
"Heh.."
Sebelum Zany sempat menarik pelatuk, Zach langsung menendang pistol tersebut hingga terlempar dan menghilang, dan sebelum Zany sempat bereaksi, Zach kembali menendang dada Zany hingga gadis itu terhempas berguling dan memuntahkan darah.
"Tak kusangka aku akan menemukan mangsa semudah ini, dengan begini aku bisa segera pergi dari pulau menjengkelkan ini tanpa susah payah," Ucap Zach seraya memunculkan salah satu tombak petirnya.
"Selamat tinggal, nona manis~" Zach menodongkan tombaknya pada Zany.
"Ja-jangan...."
Kedua mata Zany mulai berkaca-kaca saat dirinya dihadapkan pada kematian. Tubuh gadis itu gemetaran saat Zach mulai mengangkat tombaknya seraya tersenyum dingin.
"UUUUUWWWOOOOORGGGHHHHH!!!!! MMMMOOOOEEEEEEEEE!!!!"
Sebuah raungan keras yang membahana langsung mengalihkan seluruh perhatian peserta yang ada di tempat itu. Di kejauhan, Terlihatlah sesosok makhluk yang berperawakan seperti manusia namun dengan tubuh yang terbalut oleh semacam baju pelindung logam berwarna hitam legam.
"Makhluk apa lagi kali ini?" Gumam Zach kesal.
Makhluk yang ternyata adalah sang ksatria hitam langsung melompat dan mendarat tidak jauh dari tempat Zach berdiri.
"Siapa kau?" Tanya Zach yang tetap tenang sekalipun sang ksatria terus menyebarkan aura kesuraman yang pekat.
"Nenekku pernah berkata.."
Kedua alis mata Zany terangkat saat dia mendengar kata-kata barusan.
"Jangan-jangan dia..."
Sang ksatria hitam mengangkat cakarnya, menunjuk tepat pada Zach.
"Kegalauan itu lebih dekat daripada layar monitormu!"
Sungguh mengerikan. Bahkan dalam keadaan lepas kendali sekalipun sang ksatria masih sempat-sempatnya mengutip ucapan neneknya yang sedang galau. Benar-benar sebuah quote yang sangat epic dan imba!!
Setelah menyelesaikan ucapannya, sang ksatria langsung menerjang ke arah Zach sambil mengayunkan cakar hitamnya yang tajam.
Sang demon yang sejak tadi telah siap langsung memunculkan sepasang tombak lengkap dengan selapis dinding udara untuk menahan serangan tersebut. Di luar dugaan, bahkan pertahanan terkuatnya sekalipun masih belum sanggup untuk menahan pukulan dari sang ksatria galau, eh, hitam.
Pukulan berkekuatan kegelapan tersebut berhasil menembus dinding udara dan mematahkan kedua tombak sakti milik Zach. Sang demon melompat mundur, namun pukulan tersebut masih tetap mengejarnya.
"NOOOOONN!!"
Colette yang sejak tadi hanya diam seperti patung, secara tiba-tiba langsung melompat ke depan Zach hingga pukulan sang ksatria menghantam tubuh wanita ramping tersebut dengan amat keras.
Tubuh Colette yang serasa hancur perlahan mulai lunglai dan jatuh.
"Coleeeeettee!!"
Zach segera melompat dan menangkap tubuh Colette sebelum gadis itu ambruk ke tanah.
"Dasar bodoh, aku tidak memerintahkanmu untuk melindungiku!!"
"Tidak....moi melakukannya atas kemauan moi sendiri. Walau moi harus mati, setidaknya moi sudah membalas kebaikan monsieur Zach.." Segera setelah Colette menyelesaikan ucapannya, wanita itu kehilangan kesadarannya.
Zach menggeram penuh amarah. Dalam hatinya sang demon benar-benar ingin menghabisi si ksatria hitam dan menyiksanya tanpa ampun, tapi baginya saat ini keselamatan Colette menjadi prioritasnya. Sambil menggigit bibir, Zach membopong tubuh Colette dan melarikan diri dari tempat itu.
Kini hanya tinggal si ksatria galau dan Zany yang tersisa.
"Kau....Rex?" Tanya Zany tidak percaya.
Sang ksatria hitam yang kehilangan mangsa kini berbalik dan menatap Zany yang masih terduduk di tanah.
"Barusan...kau menolongku?"
Sang ksatria hitam tidak menjawab. Nafasnya terdengar semakin memburu.
"GGGGGRRRRHHHHH!!! MMMOOOOOEEEEEEEEHHHH!!!"
Sang ksatria hitam kembali meraung keras. Setelah sebelumnya dia meraung-raung sambil mengucapkan kata galau berkali-kali, kini dia malah meraung sambil mengucapkan kata moe!! Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah penulisnya sudah kehabisan ide?
Mendengar raungan yang mengerikan dari sang ksatria hitam membuat Zany merinding ketakutan. Sang gadis imagyn mengumpulkan seluruh tenaganya yang tersisa dan langsung berlari demi menyelamatkan dirinya.
Melihat mangsanya berusaha lari, sang ksatria langsung mengejarnya, dan secepat kilat tangan bercakar si ksatria sudah lebih dulu menggenggam kaki kanan Zany yang sedang berlari.
"AAAAAAAGHH..!!"
Zany menjerit kesakitan saat kuku-kuku tajam sang ksatria mulai merobek kulit betis Zany.
Seolah belum puas, sang ksatria melempar tubuh lemah Zany hingga menabrak pohon besar dengan keras.
Zany hampir kehilangan kesadaran, tenaganya habis dan kakinya terluka parah, dia sudah tidak bisa lari lagi.
Di kejauhan, dia bisa melihat si ksatria mulai melangkah menuju tempatnya terjatuh. Zany berusaha merangkak, namun tenaganya sama sekali tidak mau keluar.
"UUUWWOOOOOGGHHH!!"
Sang ksatria kembali melompat dan menerjang ke arah Zany dengan cakar tajam. Zany bahkan sudah tidak peduli lagi untuk sekedar menutup mata saat cakar sang ksatria sudah berada di depan wajahnya.
Zany Skylark...
Sebuah suara lembut memanggil nama sang gadis berambut putih, dan bersamaan dengan suara tersebut, seluruh dunia mendadak diam, seolah seluruh waktu berhenti untuk sang imagyn saat itu. Bahkan, gerakan sang ksatria hitam sekalipun terhenti di udara, seolah membeku.
"Si-siapa?"
Saat Zany mencari-cari di mana pemiliki suara tadi berasal, secara tiba-tiba seseorang sudah berdiri tetap di sampingnya. Dan saat matanya menoleh pada sosok tersebut, dilihatnya seorang wanita yang amat cantik, dengan rambut putih panjang seperti dirinya, dan mengenakan gaun yang sangat indah sedang tersenyum padanya.
"Namaku Mirabelle. Syukurlah aku datang tepat pada waktunya."
Wanita yang mengaku bernama Mirabelle itu mendesah pelan.
"Kau...yang melakukan semua ini?" Zany bertanya apakah Mirabelle yang menghentikan waktu, atau lebih tepatnya, menghentikan seluruh gerakan di dunia ini, kalau memang iya, apa alasannya?
"Maafkan aku yang tiba-tiba muncul di depanmu, tapi aku memiliki sebuah permintaan dan hanya kau yang bisa membantuku melakukannya," Kata Mirabelle dengan amat memohon. Senyuman di wajahnya berubah menjadi raut yang menunjukkan sebuah kesedihan yang mendalam.
"Apa yang kau inginkan? Dan kenapa kau memilihku?"
"Hanya orang yang bisa emlihat peang suci yang dapat berkomunikasi denganku, dan kau adalah salah satu dari sedikit orang yang bisa, karena itu aku memohon padamu, tolong selamatkan Rex!"
Mirabelle membungkuk seraya memohon pada Zany.
"Yang benar saja, dia hampir membunuhku dan sekarang kau memintaku untuk menolongnya? Kau pasti bercanda!!" Zany membentak kesal.
"Aku tahu kau tidak akan langsung setuju, tapi aku memohon dengan sangat, dia orang yang sangat penting bagiku. Dia menjadi seperti ini karena dia masih belum bisa memaafkan dirinya atas apa yang terjadi padaku, sehingga kekuatannya menelan dirinya sendiri."
Zany memalingkan muka seraya mengernyitkan dahi. Setelah beberapa saat, gadis itu menghela nafas lelah.
"Baiklah, aku akan melakukannya karena kau sudah menyelamatkan nyawaku," Jawab Zany dengan nada kesal.
"Terima kasih.." Mirabelle tersenyum lembut.
"Lalu apa yang harus kulakukan?"
Mirabelle menggenggam lembut kedua tangan Zany. Perlahan, secercah cahaya yang terasa hangat muncul di kedua tangan Zany dan mulai menyelimuti seluruh tubuh sang imagyn.
Begitu cahaya tadi redup, sosok Mirabelle sudah menghilang dari hadapan Zany.
"Mi-mirabelle?!" Zany mencari-cari keberadaan Mirabelle dengan panik.
Menyanyilah bersamaku...
Zany mendengar suara di dalam kepalanya.
"Kau ada di dalam pikiranku? Tunggu, tapi aku tidak bisa bernyanyi!"
Biarkan tubuh dan jiwamu yang melakukannya, kau hanya perlu membiarkan dirimu bebas...
"Aku tidak begitu mengerti, tapi akan kucoba."
Zany bangkit dan kembali berdiri dengan kedua kakinya. Anehnya dia tidak merasakan sakit sedikitpun sekalipun beberapa saat sebelumnya dia menerima begitu banyak luka yang parah.
Sang gadis bermata pelangi menarik nafas panjang, dan di saat bersamaan, waktu kembali berjalan seperti seharusnya.
"GRAAAAAAAAAARRRHHHH!!"
Sang ksatria meraung kesal karena mangsanya berhasil lolos dari serangan barusan. Di pihak lain, Zany mengangkat kedua tangannya dengan gerakan yang gemulai dan mulai menyanyikan sebuah lagu dalam bahasa yang asing.
Sonwe oriye oz yor~
To your ears, I shall sing.
Gerakan sang ksatria hitam tiba-tiba tertahan saat mendengar bait pertama dari lagu tersebut. Armor kegelapan yang menyelimuti kedua kakinya perlahan hancur menjadi serpihan kaca seiring lagu tersebut dilantunkan.
Zany menutup kedua matanya, membiarkan tubuh dan jiwanya mengalir mengikuti lagu yang dia nyanyikan.
Was touwaka ga wearequewie ieeya~
Was ki ra presia messe tes mean~
Give us hope, Please, may it be conveyed to us.
Sang ksatria hitam terus berusaha untuk melawan kekuatan dari lagu tersebut dan terus melangkah menuju Zany yang terus bernyanyi bagai seorang bintang di atas panggung. Kali ini armor yang menyelimuti lengan kanannya hancur sama seperti sebelumnya.
Was quel ga presia hyma spiritum~
In this desperation, please listen to the souls
Kali ini armor di lengan kiri Rex yang hancur, namun Rex tepat melangkah menuju Zany sekalipun kekuatan dari lagu tersebut menahannya dari melakukan hal tersebut.
Rrha ki gagis wearequewie hymme
I wish that we may sing
Rex mengulurkan tangan kanannya, berusaha menggapai sosok Zany tetap menyanyi dengan tenangnya. Baju besi yang menyelimuti tubuhnya hancur oleh bait lagu tersebut.
Sedikit lagi...
Zany tersenyum lebar seraya terus bernyanyi. Sang gadis bermata pelangi membuka kedua matanya yang sejak tadi tertutup, lalu perlahan mulai melangkah menuju sang ksatria yang berusaha menggapai dirinya seraya melantunkan bait terakhir.
Rrha zweie erra wearequewie pitod~
I wish that we may be together
Zany mengulurkan kedua tangannya dan menggenggam erat tangan Rex yang sejak tadi berusaha menggapainya. Saat Zany menyelesaikan lagunya, armor yang menutupi wajah sang ksatria akhirnya hancur, membawa kembali pemuda yang telah tenggelam dalam kegelapan kembali pada cahaya.
Baik Zany maupun Rex tersenyum dan saling menatap mata satu sama lain, untuk beberapa saat sebelum tubuh si ksatria ambruk karena kehabisan tenaga.
***
Zacharias menyandarkan tubuh Colette yang masih belum sadarkan diri pada sebatang pohon besar. Wanita itu memang tidak sadarkan diri, dari nadinya masih berdenyut, menandakan bahwa wanita bertubuh ramping itu masih punya kesempatan untuk selamat.
Zach menggeram tertahan. Dalam hatinya sang demon bertanduk tunggal itu merasa bersalah sekaligus bingung, kenapa Colette melindunginya, padahal dia sudah pernah hampir membunuh wanita itu, lalu mengendalikan pikirannya dengan kemampuan yang dimiliki Zach.
"Kenapa manusia sepertimu malah menolongku?!" Zach memukul batang pohon di sampingnya sekuat tenaga. Dia benar-benar tidak mengerti dengan pikiran manusia.
Di tengah kekesalannya pada diri sendiri, sang demon merasakan tanah berguncang. Awalnya hanya seperti gempa bumi kecil, lalu lama-kelamaan semakin keras seolah tanah terbelah.
Benar saja, tanah di sekitar tempat Zach berdiri mulai retak, dan saat sang demon menemukan arah sumber retakan yang ternyata berasal dari reruntuhan istana besar yang berada tidak jauh di depannya, reruntuhan tersebut perlahan hancur.
Dan dari dalam reruntuhan tersebut, sesuatu yang mengerikan muncul dari dalamnya.
"Benda apa itu?"
Zach sama sekali tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, bahkan kenyataannya, dia sama sekali tidak mau percaya. Karena apa yang dilihatnya saat ini benar-benar diluar akal sehat. Sesosok makhluk berukuran raksasa setinggi hampir dua puluh meter muncul dan bangkit dari dalam reruntuhan tersebut.
Tapi bukan itu bagian yang mengerikannya.
Yang membuat makhluk itu mengerikan adalah karena tubuhnya terbentuk dari puluhan, atau malah ratusan ekor monster-monster yang seukuran manusia. Monster-monster tersebut saling menempel satu sama lain seperti ditempel oleh alat perekat secara paksa hingga membentuk sesosok monster berukuran raksasa.
Sang monster raksasa mulai melangkahkan kaki besarnya yang sepertinya tidak terlalu seimbang, dan setiap kali kaki monster itu melangkah, tanah bergetar bagai terjadi gempa.
Zach langsung memanggil kedua senjatanya dan bersiap untuk apapun yang terjadi.
"Mwaaahahahahahaha!! Benar-benar boneka yang luar biasa, dengan boneka ini aku tidak akan terkalahkan!!"
Suara tawa yang lantang terdengar dari bagian atas monster tersebut, tepatnya di atas kepala. Seorang gadis berkamacata dengan rambut acak-acakan terlihat sedang berbaring santai sambil menggaruk punggungnya yang gatal.
"Sekarang aku hanya perlu mencari peserta lainnya dan menjadikan mereka bagian dari boneka ini."
Nurin bangkit dari tidurnya dan berdiri dengan pose malas di atas kepala monster raksasanya.
Sang monster raksasa menggerakkan kepalanya seperti seseorang yang sedang mencari sesuatu, dan gerakannya terhenti saat Nurin melihat sesosok manusia lain, atau lebih tepatnya demon yang sedang berdiri tidak jauh dari tempat itu.
"Sepertinya hari ini keberuntungan sedang berada di pihakku," Sambil memasang senyum ala maniak, Nurin menjentikkan jarinya.
Pertarungan pun dimulai.
***
Warning: Innuendo ahead!
"Pe-pelan pelan ya."
"Te-tentu saja, kalau terlalu sakit beritahu aku."
Zany mengangguk pelan. Wajahnya gugup dan pipinya memerah seperti berusaha menahan sesuatu.
"Uuh...uuggh..!!"
Zany merintih menahan sakit, kedua tangannya memegang kuat bahu Rex sambil terus menahan rasa sakit yang mulai bertambah.
"Ka-kau baik-baik saja? Kalau terlalu sakit sebaiknya kita hentikan sebentar..."
Rex menatap cemas wajah Zany yang sudah hampir menangis.
Zany menggeleng pelan.
"Tidak...hhnngg!! Lanjutkan...!!"
"Ak-aku mengerti."
Rex kembali menggerakkan kedua tangannya sewaspada mungkin. Sesekali dia menggerakan tangannya pelan, dan sesekali dia melakukannya dengan kuat.
"Ngghh..!! Aaaah...aahh...!!"
Zany berusaha untuk menahan suaranya, namun sayangnya rasa sakit yang dirasakannya terlalu kuat hingga mau tidak mau dia terus merintih seraya menahan sakit.
"Sedikit...lagi..!"
"Re..Rex...euughh..!!"
Dan beberapa saat kemudian....
"Baiklah, sudah selesai!"
Setelah berhasil membalut luka pada kaki Zany dengan perban yang dibawanya, Rex mengusap dahinya yang mulai berkeringat karena dia harus ekstra hati-hati mengingat luka yang diderita Zany cukup dalam.
"Caramu mengikat perban kasar sekali, rasanya sakit sekali tau!!" Protes Zany sambil mengelus-elus kakinya yang di perban.
"Maaf, aku baru pertama kali mengobati perempuan, jadi aku tidak terlalu terbiasa," Kata Rex seraya membungkuk pada Zany.
Melihat Rex yang duduk bersimpuh seraya membungkuk padanya, Zany menghela nafas.
"Terserahlah, yang penting masalahnya sudah beres," Jawab Zany seraya mencoba bangkit.
Namun saat gadis itu berusaha untuk berdiri, luka pada kakinya membuatnya terjatuh kembali.
"Jangan memaksakan dirimu, lukamu itu cukup parah!"
Rex segera membantu Zany bangun.
"Dan menurutmu salah siapa sampai aku terluka separah ini?" Zany melirik Rex dengan pandangan kesal.
"Ma-maaf..." Rex kembali membungkuk.
"Karena kesalahanku kau jadi terluka seperti ini, aku benar-benar sudah gagal sebagai seorang ksatria. Sebagai gantinya aku bersumpah akan selalu melindungimu dengan segenap jiwa dan ragaku!"
Rex berlutut dalam pose seorang ksatria yang sedang menghadap tuannya.
"Kalau begitu matilah untukku!"
"Eeeh?!"
Baru saja melakukan sumpah untuk melindungi, dan perintah pertama dari orang yang harus dilindunginya adalah mati. Rex gelagapan sendiri dan bingung harus berbuat apa.
"Pfftt..." Zany tertawa tertahan.
"Eh? Apa yang lucu?" Tanya si ksatria bingung.
"Ahahahaha! Kau ini lucu sekali, ini pertama kalinya aku melihat orang yang bingung sendiri saat disuruh mati. Dasar bodoh," Ucap Zany sambil tertawa riang.
Melihat Zany yang tertawa tanpa beban, diam-diam Rex tersenyum. Pemuda itu memutuskan, kalau dia tidak hanya akan melindungi gadis di hadapannya itu, tapi dia juga akan melindungi senyuman di wajah gadis bernama Zany Skylark itu.
Tiba-tiba terjadi guncangan keras.
"Ap-apa ini?"
"Zany!" Rex langsung menangkap tubuh Zany yang limbung dan membantunya untuk tetap berdiri.
Deti berikutnya, guncangan keras lain kembali terjadi, kini di iringi oleh suara ledakan.
"Sepertinya ada yang sedang bertarung," Gumam Zany.
"Kalau begitu ayo kita ke sana!"
"Untuk apa? Biarkan saja mereka bertarung," Zany menolak.
"Pulau ini dihuni oleh monster, mungkin saja mereka sedang membutuhkan bantuan, kita harus segera ke sana!"
Zany kembali menghela nafas.
"Terserahlah kalau kau mau pergi, tapi aku tidak bisa ke mana-mana dalam keadaan seperti ini," Zany menunjuk kakinya yang terluka.
Rex tersenyum tipis, lalu mengangkat tubuh Zany seperti sedang menggendong seorang putri.
"Tu-tunggu, jangan seenaknya menggendongku!!" Protes Zany sambil meronta meminta diturunkan.
"Tenang saja, aku sudah berjanji akan menjagamu kan!" Balas Rex seraya tersenyum pada Zany yang masih berada di tangannya.
Zany membuang muka, berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah.
"Cih, terserah," Ucapnya pelan.
Tanpa berkata-kata lagi, Rex langsung memacu kedua kakinya menuju arah asal ledakan tadi.
***
"Double violet slicer!!"
Zach kembali melompat tinggi dan melakukan serangan berputar dengan kedua tombaknya.
"Sudah kubilang percuma!"
Sama seperti sebelumnya, serangan tersebut ditahan oleh sepasang lengan raksasa sang monster sebelum sempat melukai tubuh Nurin.
"Giliranku!"
Nurin menggerakkan kedua tangan sang monster dan mencoba untuk menepuk Zach dari dua arah seperti lalat. Sang demon memadatkan udara di bawah kakinya dan menggunakan dinding udara tersebut sebagai pijakan untuk melompat sebelum kedua lengan monster raksasa tersebut menyentuhnya.
"Violet rain!!"
Kali ini Zach menciptakan empat bilah tombak petir dan langsung menghujamkannya tepat ke arah Nurin. Kecepatan gerak monster Nurin tidak sebanding dengan kecepatan tombak Zach sehingga kedua lengan monster tersebut tidak sempat untuk melindungi tubuh tuannya.
BLAAARR!!
"Berhasil kah?"
Zach turun kembali ke tanah. Saat asap yang mengepul akibat serangannya barusan mulai pudar, terlihatlah sosok Nurin yang masih berdiri dengan tenangnya di atas kepala sang monster.
"Cih, bagaimana bisa, seharusnya seranganku telak!"
"Kau terlalu meremehkanku, serangan bersiaplah untuk serangan balasan dariku!"
Nurin menggerakan monsternya untuk melangkah menuju Zach, lalu secara tiba-tiba, monster tersebut melakukan sebuah lompatan yang seharusnya tidak mungkin dilakukan oleh monster seukuran itu.
"Akan kubuat kau gepeng!!"
Zach menggeram kesal. Sang demon langsung bergerak untuk menghindari timpaan monster raksasa, namun ternyata tubuhnya terlalu lelah akibat memadatkan udara berkali-kali dalam waktu singkat sehingga dirinya tidak bisa berlari secepat biasanya.
Bayangan monster raksasa yang melompat di atas Zach semakin lebar. Kedua mata Zach melotot lebar saat tubuh raksasa tersebut bersiap untuk membuatnya gepeng seperti dendeng.
"Cast off!!"
<<Cast_Off>>
<<Change_Speed>>
Sesosok manusia bergerak dengan kecepatan tinggi dan langsung menarik tubuh Zach sebelum monster tersebut sempat melumatnya. Suara dentuman keras menggema ke seluruh pulau.
"Hampir saja!!" Sosok yang barusan menyelamatkan Zach menghela nafas lega.
Zach sendiri masih terengah karena syok ringan, dan saat sang demon bertanduk menoleh ke arah penolongnya, yang berdiri di sampingnya adalah seorang pemuda berambut pirang yang mengenakan armor canggih tipis warna putih.
"Siapa kau?" Tanya Zach penasaran.
"Aku adalah pria yang akan menaklukan segalanya! Namaku Rex, ingat itu baik-baik!" Sahutnya penuh percaya diri.
***
Nurin menoleh ke arah Zach dan Rex dengan bosan. Ternyata mangsanya barusan berhasil selamat.
"Rupanya calon boneka koleksiku bertambah satu lagi!" Sahut nurin masih dengan senyum ala maniaknya.
"Ngomong-ngomong, makhluk apa itu?" Tanya Rex pada Zach.
"Mana kutahu, yang jelas tenaganya cukup kuat untuk menghancurkan kita semua," Jawab Zach dengan nada kesal.
"Apa menurutmu masih ada kesempatan untuk menghabisi makhluk itu?"
"Kurasa selama kita tidak menghabisi gadis berkacamata itu terlebih dulu, monster itu tidak akan bisa dihentikan."
"Kalau begitu bagaimana kalau kita kalahkan monster itu bersama?" Tawar Rex seraya mengulurkan tangannya pada Zach.
"Bertarung denganmu? Jangan bercanda!" Tolak Zach sambil menepis uluran tangan Rex.
"He-hei, tapi kan kalau berdua kemungkinan menangnya lebih besar!!"
"Berisik, aku tidak butuh bantuan dari orang sepertimu!"
"Hoi, jangan mengabaikanku, keparat!!"
Nurin, sang last boss yang merasa diacuhkan langsung mengayunkan lengan besar monsternya pada kedua tokoh utama yang sedang bertengkar ala manga shounen jadul. Zach melompat ke atas lengan besar tersebut dan mulai berlari menuju pundak sang monster, sedangkan Rex langsung berlari memutar menuju bagian kaki monster tersebut.
"Violet rain!!"
Zach melempar tombak petirnya yang mengarah pada bahu si monster raksasa yang langsung meledak dan menciptakan lubang menganga pada bagian bahu kanan monster tersebut.
"Full house!!"
Kali ini giliran Rex yang menyerang. Sang ksatria melakukan sabetan menyamping tepat pada pergelangan kaki kiri sang monster hingga terpotong sebagian.
Serangan di dua arah yang berbeda membuat tubuh monster raksasa tersebut gontai dan nyaris rubuh. Tapi sebelum hal itu sempat terjadi, para monster yang berada di bagian tubuh lain langsung bergerak menuju bagian yang terluka dan menutupinya seperti baru.
"Sialan, apa makhluk ini tidak punya kelemahan?!" Bentak Rex kesal.
"Rex, serang bagian belakang lehernya, itu pasti kelemahannya!!" Zany yang sejak tadi bersembunyi di balik pohon menyahut pada Rex.
"Kau tahu darimana?!"
"Aku pernah membacanya di sebuah komik terkenal!!"
Rex langsung menepuk muka.
"Mwahahahaha!! Biar kutambah serangannya!!"
Nurin mengangkat kedua tangannya tinggi, dan dari balik punggung sang monster, segerombol lalat hitam muncul dan terbang menuju Zach. Sang demon melempar tombaknya pada kumpulan lalat yang semakin mendekat, sayangnya lalat-lalat tersebut cukup pintar untuk menyebar saat tombak yang dilemparkan ke arah mereka datang dan bergerombol kembali setelahnya.
Zach melompat turun dari tubuh si monster dan terus berlari menghindari kejaran lalat Nurin.
"Woi, jangan bawa lalatnya ke sini!!"
Rex yang kaget karena Zach yang datang berlari ke arahnya ikut berlari dan keduanya pun berlari bersama demi menghindari kejaran lalat.
"Larilah demi nyawa kalian, makhluk lemah!" Nurin tertawa sambil menonton kedua tokoh utama yang terus berlari.
BLAAAARR...
Sebuah ledakan mengguncang tubuh monster Nurin.
"Apa itu barusan?"
Di kejauhan, seorang wanita berambut keriting terlihat sedang memegang senapan bazooka yang baru saja ditembakkan.
"Moi tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi jika vous berniat menyakiti monsieur Zach, maka moi tidak akan tinggal diam," Seru Colette yang ternyata telah sadar dari pingsannya.
"Badut keparat!!"
Nurin mengalihkan perhatiannya pada Colette dan menggerakan monsternya menuju si wanita keriting.
"Colette, cepat lari, dia terlalu berbahaya!!" Sahut Zach yang masih berlari bersama Rex.
"O ho ho hon! Tenang saja, moi cukup kuat untuk melawan raksasa itu!"
Setlah mengucapkan hal tersebut, Colette langsung menciptakan jetpack dan terbang melesat menuju Nurin.
"Whaaats?! Kemampuan apa itu?!" Nurin yang terkejut saat melihat Colette yang tebrang ke arahnya langsung menggerakan kedua lengan monsternya, berusaha menjatuhkan si rambut keriting yang terbang seperti lalat.
"O ho ho hon~ Moi jadi ingat film king kong!"
Colette terbang tinggi ke atas, dan tanpa diduga oleh siapapun, wanita bertopi lucu itu mulai melakukan gerakan pantomim di udara bebas.
"Apa yang dia lakukan?" Tanya Rex masih terus berlari.
"Entahlah," Jawab Zach singkat.
Setlah melakukan gerakan pantomim selama hampir semenit, Colette menepuk tangan dan muncullah sebuah pesawat jet F-16 di udara.
"How the heck?!"
Kedua mata Nurin melotot lebar dan mulut baunya ikut menganga saat Colette menciptakan sebuah pesawat jet dari udara kosong.
"Sekarang saatnya moi beraksi!"
Colette langsung melompat masuk ke dalam kokpit pesawat dan mulai terbang melesat membelah langit.
"Mari kita langsung masuk ke hidangan utama!" Colette menekan tombol merah di samping layar kokpit, di saat bersamaan, ke empat buah rudal yang menempel di bagian bawah sayap pesawat langsung meluncur menuju tempat Nurin berdiri.
"NUUUOOOOOOHHH!!"
BUUUUUUUMMM!!
Empat buah rudal meledak beruntun.
***
Sementara itu, Rex dan Zach yang masih saja berlari dikejar lalat semakin kelelahan.
"Sialan, apa tidak ada cara untuk menghabisi gerombolan lalat itu?"
"Percuma, saat diserang mereka akan menyebar, benar-benar hama penyakit!"
"Rex, bawa lalat itu ke sini!!" Sahut Zany tiba-tiba.
"Apa yang mau kau lakukan?!"
"Jangan protes, bawa saja lalat-lalat itu kemari!!"
"Loh, gadis itu masih hidup?" Tanya Zach kaget.
Rex langsung menarik lengan Zach dan berlari menuju Zany yang berdiri sambil bersandar pada sebuah pohon. Jarak mereka semakin dekat, dan saat jarak antara Rex dan Zany tidak lebih dari lima meter, Zany langsung mengangkat kedua tangannya ke depan.
"Sekarang , lompat ke samping!!"
Rex dan Zach mengikuti perintah Zany dan melompat berlawanan arah, kini lalat-lalat yang bergerombol terbang melesat menuju Zany.
"Mampus kalian!"
Sebuah alat fogging ukuran jumbo tiba-tiba muncul di tangan Zany, sang gadis bermata pelangi langsung menyemprot kumpulan lalat di depannya dengan tenaga penuh.
"Nguuueeeuuuueeeeng...."
Kumpulan lalat yang bergerombol dan tidak sempat menyebar itu mulai berjatuhan dan mati seketika. Zany menjatuhkan alat fogging di tangannya dan menghela nafas lega.
BUUUUUUMMMM...
Suara ledakan keras yang berasal dari monster Nurin mengalihkan perhatian mereka semua. Di kejauhan terlihat sebuah pesawat jet yang terbang merendah. Asap yang mengepul tebal membuat semua orang tidak bisa melihat apa yang terjadi pada Nurin dan monsternya, apakah serangan barusan berhasil menghabisi si gadis berkacamata, ataukah...
Dari balik asap yang masih mengepul, sebuah tangan raksasa tiba-tiba muncul dan menangkap pesawat yang dikendarai Colette saat jet tersebut terbang semakin rendah.
"Aaaaaah!! Mayday!! Maydaaaaay!!"
Colette menarik tombol eject di samping tempat duduknya, palka kokpit terbuka dan kursi yang diduduki collete langsung meluncur keluar dari pesawat tepat sebelum tangan monster raksasa meremasnya hingga hancur.
"KALIAN BENAR-BENAR MEMBUATKU MURKAAAA!!"
Dari balik asap, suara teriakan Nurin yang terdengar begitu murka menggema ke segala penjuru. Sang monster raksasa melangkah keluar dari dalam kepulan asap dan terlihat tidak terluka sedikitpun.
"Mustahil! Padahal seharusnya serangan tadi sudah menghabisinya!" Colette yang sudah mendarat kembali ke tanah terbelalak tidak percaya.
"Benar-benar monster!!" Zach semakin geram.
"Tanduk satu, kita harus menyatukan kekuatan!!" Sahut Rex pada Zach.
"Kau pikir ini power ranger?! Dan jangan panggil aku tanduk satu, namaku Zach!!" Bentak Zach kasar.
"Sial, moi tidak sanggup kalau harus membuat megazord!"
"Kau jangan malah ikut-ikutan!!"
Rex menghela nafas pendek.
"Maksudku, kita harus menyerangnya bersamaan, dengan begitu pasti ada celah untuk menghabisinya!"
Zach terdiam sesaat, dalam hatinya sang demon sendiri tidak mau jadi makanan monster menjijikan itu, dan di sisi lain dia juga tidak mungkin mengalahkannya sendirian.
"Baiklah, aku akan bekerjasama denganmu, tapi hanya untuk kali ini saja!"
"Bagus, jadi begini rencananya.."
***
Rex sang ksatria putih, dan Zach sang demon bertanduk satu berjalan berdampingan dengan wajah yang penuh keyakinan untuk menang. Keduanya melangkah cepat menuju monster raksasa yang terus mengomel sendiri dengan senjata andalan di tangan masing-masing.
"Kalian sudah membuatku geram, ditambah lagi kalian juga membunuh lalat peliharaanku, perbuatan kalian benar-benar tidak bisa dimaafkan!"
Dari atas monster raksasa, Nurin menyahut geram.
"Berisik, gadis busuk. Mulailah menghitung dosa-dosamu!" Sahut Zach dengan wajah serius.
"Dan perlu kukatakan sebelumnya, dari awal hingga akhir, kami akan melakukannya dengan sebuah klimaks!" Lanjut Rex seraya tersenyum penuh keyakinan.
"Sombong!!"
Nurin kembali mengayunkan lengan raksasa monsternya untuk menghantam Rex dan Zach. Sang ksatria dan demon melompat menghindar ke dua arah yang berlawanan.
"Ayo lakukan!!"
"Tidak usah kau suruh pun aku sudah mengerti!"
Rex berlari ke bagian depan si monster, sedangkan Zach berlari ke bagian belakang. Keduanya mengambil kuda-kuda dan bersiap untuk menyerang.
"Mau apa kalian?!"
Nurin menggerakan kaki kanan monsternya dan berniat untuk menendang Rex yang ada di depannya, melihat hal tersebut, si ksatria langsung berlari sekuat tenaga dan melompat menuju tubuh monster raksasa seraya melakukan sebuah tusukan dengan pedangnya.
Di sisi lain, Zach melakukan hal yang sama. Sang demon berlari sekuat tenaga dan melompat sambil menusukkan tombaknya ke arah si monster.
"DOUBLE PENETRATION!!"
Pedang Rex dan tombak Zach menghantam bagian perut monster raksasa secara bersamaan. Serangan tersebut berhasil menciptakan lubang besar di bagian perut si monster yang membuatnya kehilangan keseimbangan.
"Zach!!"
"Aku mengerti!!"
Zach yang masih berada di udara langsung menciptakan pijakan udara dan berlari secepat angin menuju tempat Rex berada.
"Combination technique!!" Sahut keduanya bersamaan.
Zach mengayunkan tombak saktinya di depan Rex, dan sang ksatria yang sudah mengerti apa yang harus dilakukan, langsung melompat ke atas tombak dan menjadikannya sebagai pijakan.
"CLIMAX JUUUUUMP!!"
Zach mengayunkan tombaknya sekuat tenaga, dan melempar tubuh Rex jauh ke atas.
"Ke-keparat, kalian kira bisa menyentuhku?!"
Nurin yang hampir jatuh karena tubuh monster raksasanya mulai goyah berpegangan sekuat tenaga pada bagian kepala si monster. Sang gadis berkacamata memusatkan kekuatannya untuk menutup lubang menganga yang ada di perut sang monster.
"Akan kuakhiri dalam semenit! Pedang cahaya kemilau!!"
Cahaya yang sangat menyilaukan mata muncul dari pedang Rex, kali ini cahayanya jauh lebih terang daripada sebelumnya.
"Ma-mataakuuuu!!" Nurin menjerit keras sambil berusaha menutupi kedua matanya.
"Sword of the devoted!!"
<<Exceed_Charge>>
Seluruh energi sihir yang berada dalam baju besi Rex mengalir ke dalam pedang Giruvedan, membuatnya menyala terang keemasan. Saat seluruh energi sihir berkumpul sepenuhnya pada pedang, sang ksatria langsung melemparkan pedangnya bagai sebuah tombak tepat ke arah Nurin yang masih mengusap-usap matanya.
"Tu-tubuhku tidak bisa bergerak?!"
Rex bersalto sekali di udara, lalu dengan sekuat tenaga melakukan sebuah drop kick yang mengarah langsung pada Nurin.
"MAXIMUM PENETRATION!!"
"HE-HENTIKAAAAAAAAN....!!"
Sebuah ledakan yang amat luar biasa terjadi saat kedua kaki Rex menyentuh ujung gagang pedang Giruvedan. Cahaya terang menyelimuti tubuh sang monster raksasa, sedangkan Zany, Zach, dan Colette langsung memasang kacamata hitam yang sudah disiapkan oleh Colette untuk menyaksikan kehancuran Nurin dan monsternya.
Setelah beberapa detik, cahaya yang menyilaukan tersebut akhirnya lenyap, dan bersamaan dengan hal tersebut, sosok Nurin dan monster raksasanya pun ikut lenyap tak bersisa.
"Hup!"
Rex Mendarat dengan selamat tidak jauh dari sumber ledakan barusan. Sang ksatria bangkit seraya membetulkan letak kacamata hitamnya yang dia pakai sesaat setelah sang monster meledak.
"Sesuai rencana," Ucapnya seraya tersenyum.
Angin berembus pelan seolah menandakkan telah berakhirnya pertarungan panjang yangbenar-benar diluar dugaan semua orang. Rex berbalik menghadap teman-temannya seraya mengacungkan jempol, yang dibalas juga dengan acungan jempol dari ketiga rekannya.
"Tak kusangka orang sepertimu bisa membuat rencana seperti ini," Ucap Zach seraya melepas kacamata hitamnya.
"O ho ho hon~ Monsieur Rex memang luar biasa!" Sahut Colette memuji.
"Ah, biasa saja. Lagipula aku tidak akan bisa melakukannya tanpa bantuan kalian," Balas Rex tersipu.
"Heh, kupikir kau Cuma ksatria me—"
Sebelum Zany sempat menyelesaikan ucapannya, sekelebat bayangan hitam seperti tentakel membelit tubuhnya dan menariknya ke dalam hutan.
"Za-Zany?!" Rex yang terkejut segera mengejar si gadis imagyn ke dalam hutan.
"Apa yang terjadi?!" Tanya Colette yang juga terkejut.
"Sepertinya ada musuh lain yang muncul," Jawab Zach yang langsung berlari mengejar Rex.
"Tu-tunggu moi!"
***
Rex terus berlari mengejar Zany yang terus ditarik oeh sesuatu seperti tentakel hitam hingga tiba di sebuah danau yang luas dan jernih. Rex ingat tempat itu, karena sebelumnya dia bertarung dengan seorang gadis berambut silia di dekat danau tersebut. Apakah mungkin tentakel barusan berasal dari gadis itu?
"Rex!!"
Zany yang masih terikat oleh silia yang amat kuat sama sekali tidak bisa melepaskan diri dan melayang di udara. Dan di dekatnya, seorang gadis kecil tanpa mulut terlihat melayang di tepi danau.
"Zany, kau baik-baik saja?!"
"Dasar bodoh, sudah jelas aku tidak baik!! Cepat tolong aku!!" Bentak Zany yang terus berusaha melepaskan lilitan di tubuhnya.
"Gahahahaha!! Akhirnya kau datang juga, ksatria terpilih!"
"Ka-kau...siapa kau?!" Tanya Rex yang terkejut, karena tiba-tiba gadis bersilia tersebut bisa bicara, seharusnya tidak mungkin karena gadis itu tidak punya mulut.
"Aku adalah iblis penguasa pulau ini, dan aku akan menghabisimu sama seperti aku menghancurkan seluruh penduduk di pulau ini!"
"Iblis penguasa? Jadi kau iblis yang diceritakan oleh Kamerosh?!"
"Kalian berdua membicarakan apa sih? Kalau tidak ada hubungannya denganku sebaiknya cepat lepaskan aku!!" Zany yang masih terikat kembali protes.
"Diam!!" Sang iblis yang merasuki tubuh Sil menghantam kepala Zany dengan silia hingga gadis itu kehilangan kesadarannya.
"Zany!!"
Rex yang geram langsung berlari menerjang dan melompat ke arah Sil sambil mengayunkan pedangnya.
"Gahahaha! Percuma saja!"
Saat pedang Rex hampir menyentuh tubuh Sil, sebuah dinding pelindung kasat mata tiba-tiba muncul dan mementalkan serangan si ksatria dan menghempaskannya jauh.
"Rex, apa yang terjadi?!"
Zach dan Colette yang barusaja tiba segera membantu Rex yang jatuh tergeletak di tanah.
"Si-siapa gadis kecil itu?" Tanya Colette yang ketakutan saat melihat wujud Sil yang melayang di udara dengan sulur-sulur silianya yang bagai tentakel.
"Gadis itu, dia dirasuki oleh semacam iblis penguasa pulau ini..." Jelas Rex seraya bangkit.
"Akan kuhabisi kalian dan kuserap seluruh kekuatan kalian!!" Sang iblis langsung menggerakan seluruh silia di tubuh Sil dan mulai menyerang Rex dan kedua rekannya dengan membabi buta.
Ketiganya melompat ke arah yang berbeda dan bersembunyi di balik pohon. Colette segera menciptakan sebuah gatling gun dan memberondong tubuh Sil dengan senapan tersebut.
Di lain pihak, Zach berlari melewati pepohonan yang lebat seraya menghindari kejaran silia lalu melemparkan empat buah tombak petir pada Sil. Sebuah ledakan besar terjadi, namun sekalipun telah dihajar habis-habisan, tubuh Sil tidak terlihat terluka sedikitpun.
"Sudah kubilang percuma. Sekarang giliranku!"
Sil mengangkat tinggi tubuh Zany yang tidak berdaya, dan dari silia yang mengikat tubuh gadis imagyn tersebut, suatu aura hitam muncul dan mulai menyelimuti tubuh gadis tersebut.
"Hentikan, apa yang kau lakukan pada Zany?!" Rex yang geram kembali melompat dan mengayunkan pedangnya.
Secara tiba-tiba, sebuah pedang berukuran besar muncul di hadapan Rex dan langsung menghantam tubuh si ksatria hingga jatuh berdebum ke tanah.
"Ap-apa...?!"
"Dia bisa menggunakan kekuatan si gadis berambut putih?!" Sahut Colette tidak percaya.
"Sekarang habislah kalian semua!"
Saat pedang raksasa yang menghantam Rex tadi lenyap, kali ini sebuah meriam partikel canggih berukuran besar muncul di hadapan Sil.
BUUUUMM
Sebuah tembakan partikel besar melesat menuju Rex dan kedua rekannya. Sebuah ledakan besar terjadi, dan ketiga orang tersebut terlempar ke udara bagai debu saat meriam tersebut meledakkan tanah tempat mereka berpijak.
"UUUAAAAARRGGHH!!"
Beberapa saat setelah tembakan meriam partikel berlalu, yang tersisa dari pertarungan tadi hanya tubuh ketiga orang yang tergeletak di tanah. Ketiganya menderita luka yang cukup serius akibat serangan tadi.
"Uuugh..."
Rex berusaha bangkit dengan menggunakan seluruh tenaganya yang tersisa. Sebagian armornya hancur akibat serangan barusan, dan tubuhnya memar di mana-mana.
"Zach, Colette, kalian masih hidup?!" Sahut Rex pada kedua rekannya yang terbaring tidak jauh.
"Ke-kekuatan macam apa itu..." Zach yang babak belur berusaha bangkit.
"Noooon...Moi sudah tidak sanggup lagi..." Colette berusaha bangkit, namun tubuhnya yang lebih lemah daripada kedua rekannya yang lain membuatnya kesulitan bahkan untuk mengangkat kepala sekalipun.
"Apa...tidak ada cara untuk mengalahkan iblis itu..?"
"Kau tidak akan bisa mengalahkannya dengan cara biasa."
Sebuah suara yang terdengar agak serak memalingkan pandangan Rex dan Zach. Tepat di belakang Rex yang masih berusaha untuk bangkit, seorang pria tua berjanggut dan berkacamata hitam sedang berdiri dengan menggunakan tongkat kayu sebagai tumpuan.
"Ka-kamerosh?" Tanpa sadar Rex berteriak saat melihat pria tua yang ditemuinya saat pertama kali tiba di pulau.
"Kamerosh? Siapa pria tua itu?" Tanya Zach.
"Si-siapa yang muncul, moi tidak bisa lihat!!" Sahut Colette yang masih kesulitan untuk mengangkat wajahnya.
"Bu-bukankah kau jatuh ke jurang? Bagaimana kau bisa kembali?!"
"Jangan meremehkanku, anak muda. Walaupun aku sudah tua tapi aku masih sanggup untuk memanjat jurang," Jelas kamerosh seraya membetulkan letak kacamatanya.
"Kurasa orang muda sekalipun tidak akan sanggup melakukannya.."
"Kakek tua, barusan kau bilang iblis itu tidak bisa dikalahkan dengan cara biasa, memangnya kau tahu bagaimana mengalahkannya?" Sela Zach yang akhirnya berhasil bangun dan duduk bersandar pada sebatang pohon.
"Untuk mengalahkan iblis itu, kalian harus memecahkan segelnya."
"Segel? Segel apa?"
Di sekitar tubuh sang iblis terdapat medan pelindung yang melindunginya dari serangan apapun, jika kalian bisa menghancurkan medan pelindung tersebut, maka kalian bisa mengusir sang iblis dari tubuh gadis kecil yang dirasukinya," Kamerosh mengakhiri penjelasannya.
"Lalu bagaimana cara menghancurkan medan pelindungnya, aku sudah coba menyerangnya tapi pelindungnya malah mementalkanku."
"Untuk melakukannya kalian harus menyatukan hati dan kekuatan kalian!" Ucap Kamerosh tegas.
"Me-menyatukan hati dan kekuatan?" Tanya Rex bingung.
"Benar, jika kalian menyatukan hati dan kekuatan kalian pada satu orang, maka kekuatan itu akan sanggup untuk menghancurkan pelindung sang iblis!"
"Lalu bagaimana caranya? Ini kan bukan serial precure."
"Benar, kakek tua. Aku tidak pernah dengar ada orang menyatukan hati," Kata Zach yang juga tidak mengerti.
"Kalian hanya perlu percaya sepenuhnya pada satu sama lain. Ketika ikatan batin antara kalian bertiga mencapai tingkat yang tidak bisa dihancurkan, maka saat itulah kekuatan yang sesungguhnya akan muncul."
"Kepercayaan..." Zach terdiam dengan wajah tertunduk. Selama ini dia tidak pernah percaya pada siapapun, lalu apakah dia bisa percaya pada rekan-rekannya saat ini?
"Saling percaya..." Dengan segenap tenaga, Colette mengangkat wajahnya. Wanita berambut keriting itu pun ikut terdiam dengan wajah kelam.
Untuk beberapa saat, hanya keheningan yang ada di tempat itu, baik Rex, Zach, maupun Colette tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Setelah hampir semenit terdiam, akhirnya Zach mengangkat wajahnya seraya tersenyum.
"Kalau begitu, aku akan mempercayakan segalanya padamu, Rex," Ucapnya tenang.
"Eh? Ke-kenapa aku?"
"Moi juga, moi percaya kalau hanya Rex yang bisa mengalahkan iblis jahat itu," Kali ini giliran Colette yang bicara. Wanita berambut keriting itu tersenyum lebar.
"Kalian semua..."
Rex benar-benar terpana karena kedua rekannya itu mau mempercayainya sepenuhnya. Sesaat kemudian, dari tubuh Zach dan Collete muncul dua buah bola cahaya kecil, yang satu berwarna biru dan satunya berwarna kuning.
"Cahaya apa itu?" Tanya Zach yang takjub.
"Itu adalah bukti bahwa ikatan kalian sudah tidak teragukan lagi. Sekarang, Rex, raih kedua cahaya itu!" Sahut Kamerosh.
Rex mengangguk pelan. Keraguan dan ketakutan telah lenyap dari hatinya, dan yang ada saat ini hanyalah rasa percaya pada kedua rekannya dan keinginannya untuk menyelamatkan Zany.
Sang ksatria bangkit dan dengan tenaganya yang tersisa diraihnya kedua cahaya tersebut dengan kedua tangannya. Saat cahaya tadi menyentuh telapak tangan Rex, cahaya tersebut menyebar dan menyelimuti seluruh tubuh Rex dalam balutan cahaya.
"Pe-perasaan ini..!!"
Rex bisa merasakan keyakinan dalam diri Zach dan Colette saat cahaya tersebut merasuki tubuhnya, dan ketika cahaya yang menyelimutinya lenyap, armor yang tadinya hancur kini telah kembali utuh, bahkan bertambah kuat dari sebelumnya.
<<Hyper_Cast_Off>>
<<Change_Power_With_Love>>
"Armorku..berubah?"
Baju besi Rex yang tadinya hanya berwarna putih, kini telah berubah menjadi lebih canggih dan warnanya juga berubah menjadi merah dengan garis berwarna putih. Di tambah lagi, kini dia juga mengenakan scarf panjang yang juga berwarna merah.
***
Cahaya terang yang amat kuat menarik perhatian sang raja iblis yang berada di tepi danau. Sang iblis menggeram kesal, dia kenal betul cahaya itu, cahaya yang paling dia benci, cahaya dari cinta dan harapan.
"Rupanya mereka masih hidup.."
Dengan geram sang iblis menggerakan tubuh barunya dan melayang menuju sumber cahaya tadi.
"HEEEYAAAAAH!!"
Tanpa diduga oleh sang iblis, secara mendadak sesosok manusia tiba-tiba muncul dari balik pepohonan dan menyerangnya dari samping. Tanpa membuang waktu, sang iblis langsung menggunakan Silianya untuk memblokir serangan tersebut.
"Keparat, rupanya kau masih hidup?!"
Sang iblis yang bertambah geram langsung menggerakkan silia lainnya untuk menyerang Rex, memaksa sang ksatria untuk melompat mundur.
"Nenekku pernah berkata, aku adalah dunia, dan selama dunia masih ada, maka aku akan selalu ada!!"
"Omong kosong!!"
Silia-silia yang bertebaran langsung mengarah pada Rex dan berusaha menangkap tubuh si ksatria.
"Serangan seperti itu sudah mempan lagi!" Rex mengayunkan pedangnya sekuat tenaga. Angin kencang tercipta dari tebasan tersebut dan menghalau seluruh silia yang datang.
"Rex, pusatkan seluruh kekuatanmu pada satu serangan!" Kamerosh yang muncul dari balik pepohonan dan di ikuti oleh Colette dan Zach yang telah cukup pulih untuk berjalan menyahut pada Rex.
"Aku mengerti!"
Sang ksatria mengangkat pedangnya ke depan. Perlahan, seluruh kekuatan yang ada dalam dirinya mengalir pada pedang di tangannya.
"Ca-cahaya ini...mustahil!!"
Sang iblis yang mengenal betul cahaya yang bersinar dari pedang Giruvedan perlahan mulai melayang mundur.
"Benar, ini adalah cahaya cinta dan harapan!!"
Rex melompat tinggi ke udara. Sang ksatria mengangkat pedangnya tinggi dan mengayunkannya sekuat tenaga tepat pada sang iblis.
"Tidak...jangan...!!"
"FABULOUS PENETRATION!!"
Pedang dan medan pelindung kembali beradu. Kali ini, Rex terus menekan pedangnya kuat sekalipun silia-silia yang ada terus menyerang tubuhnya tanpa henti. Perlahan medan pelindung yang menyelubungi tubuh Sil retak, dan dengan dorongan terakhir dari Rex, akhirnya medan pelindung itu pun hancur berkeping-keping bagai kaca yang pecah.
"AAAAAARRRGGHHH!!"
Saat medan pelindung tersebut hancur, aura hitam yang amat pekat mendadak keluar dari dalam tubuh Sil dan lenyap seperti asap. Rex yang menyadari hal itu langsung memeluk tubuh Sil dan Zany sebelum keduanya mulai jatuh karena tarikan gravitasi.
Sang ksatria mendarat bersama kedua gadis dengan selamat. Perlahan, Zany yang sejak tadi tidak sadarkan diri mulai membuka matanya.
"Uu..uuuh..?"
"Oh, kau sudah sadar?" Tanya Rex seraya menghela nafas lega.
Untuk beberapa saat Zany masih kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi, dan saat dirinya sadar kalau dirinya berada dalam pelukan Rex, si gadis bermata pelangi langsung menciptakan pemukul bisbol dan menghantam kepala Rex.
"Ngapain peluk-peluk?!"
"Gaaah!?"
Zach, Colette, dan amerosh yang menyaksikan pertarungan Rex dari jauh segera berlari menghampiri Rex yang jatuh akibat pukulan Zany.
"Syukurlah akhirnya semuanya sudah berakhir," Ucap Colette lega.
"Tidak, sayangnya masih belum,"
"Eh?"
Kamerosh yang sebelumnya berjalan dengan pelan tiba-tiba melesat bagai anak panah saat tiba-tiba sebuah bola cahaya hitam terbang melesat ke arah mereka.
"UWOOOGHH!!"
Kamerosh mengayunkan lengan kanannya sekuat tenaga dan memukul bola kegelapan tersebut hingga menghantam pepohonan dan meledak.
"Gahahahaha!! Kalian pikir bisa membunuhku, manusia lemah?!"
Suara tawa mengerikan yang sama seperti sebelumnya kembali terdengar menggema ke penjuru pulau. Rex dan rekan-rekannya terkejut bukan main karena aura hitam yang harusnya sudah lenyap tadi kembali muncul dan membentuk sebuah bayangan hitam seperti monster.
"Dia masih hidup?!" Sahut Zach tidak percaya.
"Rex, pergilah dengan teman-temanmu menuju pantai yang berada tidak jauh dari tempat kau jatuh tadi pagi, saat perjalananku kemari aku melihat sebuah kapal yang berlabuh di sana, kalian bisa keluar dari pulau ini dengan menaiki kapal itu!"
"La-lalu bagaimana dengan iblis itu?"
"Aku yang akan menghabisinya, selama dia tidak memiliki medan pelindung, makhluk itu sudah bukan ancaman lagi!"
Di tengah pembicaraan, tiba-tiba guncangan yang amat keras terjadi, tanah perlahan-lahan mulai retak dan pepohonan mulai tumbang.
"Akan kutenggelamkan kalian bersama pulau ini!!" Teriak sang iblis seraya tertawa keras.
"Aku..aku akan bertarung denganmu!!" Rex memaksa Kamerosh.
"Jangan bodoh!! Makhluk itu tidak bercanda saat dia bilang menenggelamkan pulau, pergilah dan selamatkan teman-temanmu sebelum pulau ini tenggelam!!"
"Tapi.."
"Rex, kita harus segera pergi dari sini!!" Sahut Zach di kejauhan.
Tanah terus berguncang, bahkan semakin keras. Di kejauhan mereka bisa melihat satu persatu bagian pulau mulai tenggelam ke dalam tanah.
"...jaga dirimu, pak tua!"
"Sudah kubilang jangan meremehkanku.."
Setelah mengucapkan kata-kata terakhirnya, Rex segera berlari mengejar teman-temannya yang sudah lebih dulu berlari menuju pantai.
Kamerosh menatap punggung anak muda yang telah membantunya melawan raja iblis yang telah menghancurkan pulau tempat tinggalnya. Si pria tua tersenyum, dan saat sosok anak muda berbaju besi itu lenyap dari pandangannya, si pria tua langsung berlari secepat kilat menerjang sang raja iblis.
***
"Di mana pantainya?" Tanya Zach yang terus berlari sekuat tenaga seraya menggendong Sil yang masih tidak sadarkan diri.
"Seingatku ada di arah timur, tepat setelah kita keluar dari hutan ini!" Jawab Rex yang juga ikut berlari.
"Uuuugh..."
Zany yang berlari paling belakang, tiba-tiba terjatuh di tengah jalan.
"Zany, ada apa?" Rex yang melihat hal itu segera berbalik dan menghampiri Zany yang masih terduduk sambil memegangi luka di kakinya.
"Ma-maafkan aku, kurasa lukaku terbuka lagi. Aku tidak akan bisa lari dalam keadaan seperti ini. Pergilah duluan!"
"Tenang saja, aku akan menggendongmu!"
"Tapi kalau kau melakukan itu, kau tidak akan sempat keluar dari hutan ini! Lagipula walaupun aku mati di sini, masih ada kemungkinan Thurqk akan menghidupkanku kembali di jagatha vadi."
"Bodoh, mana mungkin aku meninggalkanmu di sini! Aku sudah berjanji akan menjagamu!!"
"Tapi..."
Rex mengepal kedua tangannya sekuat tenaga dan berusaha menahan seluruh perasaanyang ada dalam dirinya, lalu detik berikutnya, sang ksatria memeluk erat tubuh Zany seraya berkata..
"Aku tidak akan meninggalkanmu di sini! Aku akan membawamu pulang bersamaku!!"
Zany yang terkejut dengan perbuatan Rex yang tiba-tiba sama sekali tidak melawan ataupun protes, malahan sang gadis bermata pelangi menutup kedua matanya dan berkata...
"Kenapa kau sampai melakukan hal seperti ini untuk orang sepertiku...?"
"Karena aku sudah bersumpah, kalau aku akan terus menjaga dan melindungimu!!"
Mendengar jawaban Rex, air mata mulai mengalir membasahi pipi Zany.
"Rex...maafkan aku. Aku...aku sama sekali tidak tahu kenapa, tapi aku merasa ingin selalu bersama denganmu.."
"Zany..."
"Maafkan aku..."
Sang ksatria mengelus lembut kepala sang imagyn dengan tangan besarnya. Keduanya saling menatap satu sama lain, dan setelah beberapa saat, akhirnya Zany tersenyum pada Rex.
"Ayo kita segera pergi," Ucap Rex seraya mengangkat tubuh Zany dengan kedua tangannya.
Zany membalas dengan sebuah anggukan pelan.
***
Zach, Colette dan Sil yang sudah tiba di kapal benar-benar khawatir karena Rex dan Zany masih belum muncul dari dalam hutan. Hvyt yang menjadi nahkoda kapal tersebut mengatakan kalau mereka harus segera pergi, sehingga Zach terpaksa mengancamnya supaya mereka bisa menunggu kedatangan Rex.
"Ap-ap mungkin terjadi sesuatu dengan monsieur Rex?" Tanya Colette yang amat khawatir. Saking khawatirnya wanita berbaju lucu itu tidak bisa berhenti berjalan bolak-balik di atas kapal.
"Tenang saja, kau sendiri tahu kan bagaimana pria itu, dia pasti akan segera datang," Jawab Zach yang berusaha menyembunyikan rasa khawatirnya.
Seluruh pulau terus berguncang tanpa henti. Saat ini, sudah hampir setengah bagian dari pulau yang tenggelam, untungnya bagian pulau tempat mereka berada masih belum menunjukkan tanda-tanda akan tenggelam.
"OOOOOIII..!!"
Dari kejauhan, suara teriakan yang tidak asing terdengar di telinga Zach dan Colette.
"Reeeex!!" Sahut Colette riang.
"Cepat naik, kapalnya sudah hampir tidak sanggup lagi menahan gelombang yang tinggi!!"
"Tunggu kami..!!"
Rex berlari sekuat tenaga sambil menggendong Zany di kedua tangannya. Tanah yang dipijaknya perlahan mulai terbelah dan tenggelam. Sang ksatria harus segera naik ke kapal sebelum seluruh tanah yang bisa dipijaknya lenyap.
Sang ksatria melompat tinggi tepat sesaat sebelum tanah yang dipijaknya tenggelam.
"AAAWWAAAASS!!"
Zach langsung melangkah mundur sedangkan Colette dengan cepat menciptakan sebuah bantalan empuk yang besar saat Rex dan Zany melompat ke arah mereka. Rex memutar tubuhnya dan mendarat dengan punggung lebih dulu di atas bantalan yang telah disiapkan oleh Colette.
Di saat yang bersamaan, suara ledakan besar yang di ikuti oleh pilar cahaya yang menjulang tinggi ke langit terlihat dari bagian tengah pulau.
"Kapal akan berangkaaat!!" Para Hvyt yang menahkodai kapal segera mengangkat sauh dan kapalpun mulai berlayar meninggalkan pulau Urth yang mulai tenggelam ke dalam laut.
***
Kapal yang berlayar menuju jagatha vadi melaju tenang di tengah lautan yang luas.
Zach yang kelelahan terlihat sedang duduk bersandar di tepian geladak kapal secara memandang ke arah laut. Di samping sang demon, seorang gadis kecil bersilia terlihat sedang tertidur dengan lelapnya sambil bersandar pada Zach.
Sedangkan Colette, wanita bertubuh ramping tersebut terlihat sedang memperagakan gerakan pantomim di depan para Hvyt yang bertugas sebagai anak buah kapal.
Lalu Rex dan Zany? Mereka berdua berdiri berdampingan seraya menatap ke arah lautan yang membentang luas.
"Benar-benar langit yang indah.." Ucap Rex dengan nada yang tenang.
"Kurasa kita tidak akan pernah melihat langit ini lagi.." Balas Zany, wajahnya terlihat sedikit murung.
"Mungkin kita tidak akan bisa melihat langit yang seindah ini lagi, tapi aku yakin, suatu hari nanti kita pasti bisa melihat langit yang jauh lebih indah lagi," Lanjut Rex seraya tersenyum pada Zany.
Sang gadis imagyn membalas dengan senyuman yang tulus.
"Kau benar, suatu hari kita pasti bisa melihat langit yang lebih indah...bersama..." Gumam Zany pelan.
"Ng? Apa katamu barusan?"
"Bu-bukan apa-apa!" Elak Zany dengan wajah memerah.
"Kalau kau bilang bilang begitu aku malah jadi penasaran.." Rex menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Po-pokoknya bukan apa-apa, lupakan apa yang kukatakan barusan!!" Zany membuang muka seraya melipat kedua tangan di depan dada.
"Eeh..?"
"Noooooon!! Monsieur Rex milik mooooi!!"
Colette yang tiba-tiba muncul langsung memeluk Rex dari samping.
"Ap-apa yang kau lakukan, ce-cepat lepaskan dia!!" Sahut Zany yang kesal bercampur malu.
"Enak saja, terserah moi mau melakukan apa~" Balas Colette dengan nada mengejek.
"Kau ngajak kelahi ya?!"
"Siapa takut, Hmmph!"
"Aaarrgghh!! Kubunuh kau badut sialaaaan!!"
Perang mulut antara Zany dan Colette kini telah berubah menjadi ajang kejar-kejaran di atas kapal. Melihat hal itu, Rex hanya tertawa kecil. Sang ksatria lega karena semuanya berakhir bahagia.
FIN.
==Riilme's POWER Scale on Rex's 2nd round==
ReplyDeletePlot points : B
Overall character usage : B+
Writing techs : B
Engaging battle : B+
Reading enjoyment : A-
==Score in number : 7,8==
For every man there's one forte to each of their own.
The comedy attempt is really heavy on this one. Meski sekilas terlihat terlalu banyak unsur random dan klise yang dilempar ke dalam cerita ini, dalam analogi 'cerita = masakan', penulis cukup apik meramunya jadi sesuatu yang ninggalin kesan wacky but fun. Setidaknya buat saya sih begitu.
Ini kenapa Rex jadi kayak conquer tiap cewek di pertandingannya ya? Kemaren Carol, sekarang Zany... Dan ini Rex lagi berserk kok tetep aja bisa ga keilangan sifat konyolnya (what's with the 'MOOOEH!'?). Saya seneng juga ngeliat Saber-Lancer teamup sama si Zach, dan bagian paling konyol di cerita ini pas Colette mendadak ngeluarin air fighter... Sempet nanya Sil ilang ke mana pas mereka lawan Nurin, tapi ternyata dijadiin true last boss ya
Sayangnya Kamerosh berasa kurang relevan - tapi ga bisa disalahin juga, nginget kayanya dia ada cuma buat elemen komedik dari pulau ini. Saya rada pengen protes juga sama endingnya : 'Wut? Tau" mereka naik kapal ninggalin pulau berempat? Terus aturan pertandingannya?'
yang penting kan bunuh salah satu peserta, gak ada aturan gak boleh bawa pulang peserta lain dari pulau *ngeles*
Deletethanks udah mau baca, maklum nulisnya juga sambil galau sih jadi apa aja yang muncul di kepala dimasukin ke cerita
Ugh... Umi geli bayangin kakek-kakek tua yang manjat tebing dalam >.<
ReplyDeleteUmi suka narasinya yang lucu dan masih sempat ngebanyol walau sedang dalam kondisi perang keras, >.<
Konsep pulaunya juga lucu banget >.< di saat yang lain menggambarkan pulau dengan keragaman makanan, disini malah makanannya sama semua dengan rasa yang beragam >.<
dan ceritanya sendiri keren, plotnya lucu. dan apa-apaan itu dirimu bikin parodi batle Coco sama Sil >.< wkwkwk kocak
Umi kasih nilai 7 ya Al-chan >.<
Seperti di R1, canon Rex ini konyol banget.. :v
ReplyDelete-konfliknya menurut saya.... gimana bilangnya ya, udah bagus tapi terasa lucu.. ya iyalah lucu, banyak komedinya.. XD
-ngerasa baca komik ecchi aja pas bagian ini:
"Kalau begitu, maukah kau melakukan apapun untukku?" Bisik Zach lembut.
Seluruh tubuh Colette serasa tersambar aliran listrik statis saat mendnegar bisikkan tersebut. Kesadarannya tiba-tiba memudar, dan tanpa dia sadari mulutnya mulai bergerak di luar keinginannya.
"Moi akan melakukan apapun yang vous inginkan..."
:D walaupun saya gak paham mereka mau ngelakuin apa setelah perbincangan itu (tau2 Collete udah dibawa gitu aja dan tatapannya kosong)..
-Efek pulaunya jg lumayan terasa.. benar2 buahx bikin lapar gitu..
-itu Nurin kasihan amat ya. kekuatannya jadi bumerang, malah bikin gak bisa makan buah.. -_- saya senyum2 geli aja pas baca bagian Nurin ini.. XD
-IMO, kurang nyaman dengan SFX itu, macam BRUAKK, FWOOOSHH, dll..
-And... yes, selamat berlima (lima atau empat tadi ya? aduh, lupa)? jadi ini anggapanx cukup bunuh 1 org peserta? saya mikirx kalau TIAP peserta-lah yg harus bunuh 1 agar bisa lolos.. ah, bingung ah.. MOE, GALAU pokoknya..
jadi....
-----
7,8/10
-----
Canon Rex bikin saya senyum-senyum sendiri di warnet kayak orang gila, sumpah -_-
ReplyDeleteKomedinya fun, walapun ada beberapa yang saya pikir garing
btw, rulenya berlaku meskipun keroyokan? saya pikir harus numpang last hit
7,9/10
DOUBLE PENETRATION!
ReplyDeleteFABOLOUS PENETRATION!
K..KENAPA HARUS PENETRATION SIH.. B..BAKA!
#dihajar
Anyway nama2 jurusnya itu bener2 bikin ngakak. Meski banyak joke attempt yang garing tapi banyak joke lain yg bikin ngakak dan innuendonya bener2 bikin senyum2 najong sendiri di kamar #plak.
Oke review dimulai.
Plot : Ringan, tipikal cerita R-13, sebenernya dari segi plot masuk E(everyone, bukan ecchi), tapi karena unsur innuendonya jadi E-ecchi deh, wkwkwk.
Seperti R1 kemarin, joke masih menjadi unsur utama dari canon Rex.
Adegan power ranger, omg im died xDDDDDDDDDDD
Karakter : Rex, kamu kok playboy sangaaaaaaaaaaaaaaat!!!
Kemaren Carol, sekarang Zany ama Collete. Ckckck kalo diliat nenekmu apa kata dia ntar #plak
Nurin yang di canonnya cukup suram bisa jadi karakter yang cukup ringan di sini. Lagi2 karena unsur jokenya. Nurin berasa fresh di sini, klo baca canonnya dia bener jijik lho :v
Collete dan Zany jadi korban pesona Rex deh, wkwkwk. (nggak bisa komen tentang personality mereka karena blm baca canon mereka, sama Sil juga)
Battle : Di R1, Rex tampak keren dengan kekuatan rahasianya. Tapi disini, berserk modenya hilang kerennya gara2 dia GALAUUUUUUUUUUU. Ganteng2 kok galau :v
Utk battlenya sendiri, karena unsur humornya membuat battle di sini menjadi lebih ringan untuk diikuti, dan masih tetep seru.
Overall aku nggak bisa komen banyak sih, buatku cerita udah oke banget. Plotnya somehow ngingetin aku ama Dr*ag*on B*a*ll the movie #sensorgagal# versi jadul.
Aku nggak tau soal peserta diperbolehkan ngeroyok 1 musuh lalu tetep dihitung menang. Dan soal itu aku rasa balik ke imajinasi masing2, selama nggak ditulis ya boleh..menurutku.
Dariku 8/10
ok, smua jd bodoh krn cinta #pletak x3
ReplyDeletekomedinya lumayan sih kak, battlenya jg kocak dan heroik gitu, tp beneran g suka krn colette sama zany terkesan ooc, mereka kan cewe kuat kok dsini cuman dpukul dtendang dikit aja udh nangis2 minta tolong sama oc cowo =_=
apalagi zany kan bs regenerasi sndiri, jd adegan inuendo itu gak bgt deh >.<
tp lumayan seneng krn pada bisa kluar pulau bareng2 gitu :)
nilai 7
T-Ternyata moi salah menilai Rex! Rex ternyata alay! Rex ga gentlemen! Rex lebih milih Zany! REX BRENGSEK! TUH LIAT SEKARANG! ZANY GA BAKAL IKUT R3! REX MENCAMPAKKAN MOI? FINE! MOI AMA ZACQUE AJA! #drama #lebay :v
ReplyDeleteOke, waktunya serius.
Entah karena R1 udah banyak banget joke-nya, atau karena sekarang pake acara breaking the 4th wall, atau entah alasan selera... moi ngerasa di canon ini too much joke, too much humor, sampe akhirnya bosen. R1 author moi sampe ketawa ngakak guling2. Di sini, author moi cuma terkekeh2 aja. Apalagi pas bagian inuendo. Joke-nya ga smooth. Kasar. Too much. Baru nikmatin pas bagian bertarung ama Nurin.
Di R1, moi tidak memikirkan soal narasi yang berantakan karena merasa terhibur. Di sini, moi mau ga mau merasa terganggu dengan narasinya yang komikal banget, dengan typo dan kesalahan EYD yang berhamburan di mana2. Sekali lagi, karena joke2 di canon ini gagal menghibur moi, akhirnya kesalahan2 tersebut lebih visible.
Tapi moi mengapresiasi beberapa parodi dari canon moi. O ho ho ho hon. Merci! :*
7 dari moi.
sebenarnya R2 ini saya cuma mau lihat sampai di mana batas toleransi humor para pembaca, makanya saya bikin lebay...
Delete~~~ ( >A< ) ~~~
ReplyDelete