Pages

May 18, 2014

[ROUND 2 - THVR] LULU CHRONOSS - THE OTHER LUST ...

[Round 2-Thvr] Lulu Chronoss
"The Other Lust ..."
Written by Penuliswarawiri

---

Bunuh satu!!!


Bayangan mata Thurq yang membara saat pandangan Lulu menantangnya masih membekas. Makhluk, yang mengaku dewa ini, bagaikan menahan geram saat melihat gadis itu lolos dari  barisan makhluk yang disiksanya. Lulu tak tahu mengapa, dan ia juga tidak berminat mencari tahu. Yang pasti sulit untuk membayangkan keduanya bisa berhadapan tanpa yang satu berusaha menghabisi yang lain. 

Dan perintah itu. Terdengar di telinga Lulu bagai sindiran karena tidak ada satu pun yang meregang nyawa di tangan Lulu pada pertarungan sebelumnya. Tidak hanya pertarungan sebelumnya. Tepatnya belum ada satu pun makhluk yang meregang nyawa di tangan Lulu. Membunuh untuk bersenang-senang? Sungguh tidak beradab. Dan makhluk ini menyuruh membunuh hanya untuk mengusir kebosanannya? Gila.

Ya, GILA. Dan semua makhluk rela membunuh demi mengejar satu kesempatan untuk hidup kembali itu juga sama gilanya. Namun saat ini Lulu tidak perduli, dan ketidakpeduliannya ini yang membuatnya tidak merangsek menghadapi 'Dewa' itu. Bagus untuknya. Kalau tidak, mungkin ia sudah menjadi kerak neraka.

Setelah itu, kembali ke titik awal!!!

Kembali ke sini? Kolam mata air panas dengan airnya yang bening ini? Lulu bisa melihat bebatuan putih cemerlang bertebaran indah di dasar kolam, membentuk lukisan abstrak yang meneduhkan mata. Lulu melemparkan pandangan ke sekeliling. Lambaian sutera putih terbentang di antara pilar-pilar putih besar yang menjulang tinggi bagaikan menopang sang langit. Semuanya serba putih. Bahkan lantai yang dipijaknya bagaikan hamparan keramik putih besar tak berujung.

Lulu berlutut, menyentuhkan ujung jarinya ke air kolam. Hangat. Gadis itu mencelupkan kedua telapak tangannya ke dalam kolam. Ia menutup matanya, merasakan nyaman yang mulai menjalar dari tangannya. Pikirannya melayang.

***  

"Bunda, lihat!!!"

Lulu kecil dengan bangga menunjukkan kemampuannya memutar-mutar gumpalan air di udara pada Sang Ratu yang bertepuk tangan sambil tersenyum.

*

"Bunda..."

Gumpalan es yang muncul dari udara kosong kembali membuat Sang Ratu tersenyum, hanya berselang beberapa hari setelah Lulu kecil memperlihatkan kemampuannya memutar gumpalan air di udara.

* 

"Bundaaaa!!!"

Raut wajah cemas tak terkira tergambar di wajah Lulu kecil saat tanpa sengaja membuat ribuan batang es berbentuk mata panah seukuran jari melesat tak terkendali dengan kecepatan yang luar biasa ke arah Sang Ratu. Saat itulah Lulu menyadari kemampuan Sang Ratu yang hanya mengangkat satu telunjuknya untuk membuat robekan udara di depannya dan menyerap masuk seluruh mata panah buatannya.

"Bunda... Apa itu?"

Namun Sang Ratu tidak menjawab. Ia berbalik dan meninggalkan Lulu kecil bersama pelayan pribadi dan pengasuhnya. Lulu kecil menatap gaun putih panjang Sang Ratu dan merasakan bahwa antara punggung Sang Ratu dan dirinya masih ada jarak yang sangat jauh. Jarak yang harus disusulnya untuk bisa berdiri tegak di atas kedua kakinya sebagai seorang Putri Chronoss.


*** 

Suara tawa tertahan dari belakang Lulu menyadarkan gadis itu dari lamunannya. Enam... Bukan. Tujuh orang 'terasa' di belakangnya. Tidak ada sedikit pun aura mengancam. Bahkan aura yang muncul terasa ... nyaman? Perlahan Lulu bangkit dan berbalik menghadap sang empunya tawa tertahan itu. Tujuh bidadari cantik mempesona berbalut kain sutra putih panjang membalas pandangan Lulu sambil tersenyum simpul. Gerakan mereka lemah gemulai bagaikan mengalir tanpa bobot dengan langkah mereka mendekat perlahan bagai melayang, mengingatkan Lulu pada gerak-gerik anggun Sang Ratu.

Dua bidadari mendekat sambil tersenyum, perlahan-lahan menanggalkan pakaian Lulu satu demi satu. Gadis itu hanya terdiam memandangi salah seorang bidadari itu meloloskan jaket merah muda itu dari satu lengannya. Lima bidadari lainnya menebarkan lembaran sutera putih lebar, membentuk dinding yang menghalangi Lulu dan dua bidadari itu dari pandangan.

Tidak lebih dari lima tarikan napas, Lulu keluar dari balik dinding sutera diapit dua bidadari cantik. Tubuhnya terbalut sutera putih yang membentuk gaun dengan lengan dan rok panjang yang anggun. Jauh lebih mempesona dibandingkan dengan ketujuh bidadari yang dalam sekejap merubah penampilan Lulu. Belati Bulan, satu-satunya benda yang Lulu pertahankan saat salah satu bidadari itu bermaksud mengambilnya, tersisip dalam balutan sutera di pinggang rampingnya.

Kelima bidadari itu setengah berlutut saat Lulu telah berdiri tegak di hadapan mereka.

"Apa kabar, Tuan Puteri?"

Pikiran Lulu berputar. Tuan Puteri?

Belum sempat Lulu mencerna kata-kata bidadari itu, sesosok makhluk 'terasa' olehnya. Bukan manusia. Mengamati dengan penuh hawa nafsu yang membara.

*** 

Lazu mengamati delapan bidadari mempesona itu dari balik lembaran sutera yang berkibar. Sebuah sensasi liar mulai menyesakkan dada Si Matoi Kecil ketika menatap sosok-sosok cantik di hadapannya. Tidak logis. Ini tidak logis! Para bidadari itu berwujud manusia. Betapapun cantiknya, semestinya tak akan bisa menimbulkan pesona seperti apa pun untuk Lazu yang berasal dari spesies yang sama sekali berbeda. Apalagi sensasi hangat dan bergetar di bagian perut bawahnya. Pembuluh internalnya berdenyut-denyut tak karuan, hal yang dalam pandangan Lazu seharusnya terjadi saat ia melihat lawan jenis dari spesiesnya. Dan itu tidak mungkin terjadi karena Lazu adalah satu-satunya makhluk dalam spesiesnya.

Kemanapun Lazu mengalihkan pandangan, hal yang sama kembali muncul. Seakan perhatian Lazu hanya terfokus pada wajah dan keindahan tubuh dari sosok manapun yang sedang ditatapnya. Bola matanya terisi kabut merah misterius, tanda sebuah sihir pesona yang hebat sedang mempengaruhinya.

Tatapan Lazu terpaku pada salah satu bidadari. Bidadari itu tersenyum dengan bibir merah muda yang sempurna. Ia beranjak menuju Matoi kecil itu, meninggalkan Lulu dan keenam bidadari lainnya. Saat bidadari itu tepat berada di hadapan Lazu, ia merendahkan berdirinya hingga kepala mereka berada pada tinggi yang sama dan bibir mereka berjarak sejengkal satu sama lain.

Lazu bisa mencium aroma napas sang bidadari, lebih wangi dibanding lavender, dan ia tak bisa melepaskan tatapannya dari bola mata sang bidadari. Lazu membuka mulutnya perlahan dan mengeluarkan lidahnya hingga tepat satu jari di depan bibir sang bidadari yang harumnya seperti susu yang sangat manis.

Lazu merasakan tubuhnya menggigil dan seperti akan meledak. Seperti sebuah refleks, kedua tangannya yang biru menggenggam kedua sisi kepala sang bidadari yang sedang menunggu. Tapi seperti ada yang berteriak-teriak dalam kepalanya. Teriakan itu panik dan menekan isi kepalanya.

Premis menunjukkan pesona interspesies ini tidak logis! Premis menunjukkan gairah ini serupa racun atau mantra!

Mata Lazu berpendar terang, saat itulah alur logika dan analisisnya menerobos gumpalan hasrat kebinatangan. Dan saat itulah cengkeraman Lazu pada dua sisi kepala si cantik itu, bertambah kencang.

"Pongio!!"

Cairan tubuh sang wanita terhisap ke dalam tubuh Lazu. Satu liter, dua liter, tiga liter, delapan liter. Tubuh si wanita berubah keriput seperti nenek-nenek. Lazu merasakan denyutan pembuluh internalnya menghilang. Si bidadari keriput jatuh ke tanah seperti onggokan sampah dengan mata membelalak.

"Begitu bentuk fisikmu berubah dari penyakit, usia, atau kehilangan komponen tertentu, keadaan hipnotik yang menjangkitiku musnah. Berarti ada sihir pemicu gairah di sini, dalam dirimu, dan mungkin di seluruh pulau ini, yang hanya akan aktif dari tangkapan visual dan hanya aktif selama bentuk tubuh kalian tidak berubah."


*** 

Tujuh pasang bola mata cantik menatap Lazu penuh tanda tanya. Satu bidadari yang jauh lebih mempesona dari yang lain maju melangkah ke arahnya, diikuti keenam bidadari lainnya. Kembali pembuluh internal Matoi itu berdenyut-denyut menggedor kepala dan bagian bawah perutnya saat ia menatap sosok-sosok menawan itu. Lazu menutup matanya. Mengisi pikirannya dengan hitungan berapa jarak antara tempat ini dengan lautan tempat tinggalnya bila didasarkan pada gugus bintang di ufuk sana yang memiliki sifat dan anatomi yang seharusnya akan terlihat seperti gugus Matoa bila dilihat dari planetnya pada saat putaran bintang utama sedang berada di lima puluh dua derajat dua puluh dua menit tiga puluh satu detik lintang tenggara dan dua puluh lima...

"Kenapa kau membunuhnya?"

Refleks, Matoi kecil itu membuka matanya. Hitungannya buyar. Pandangannya beradu dengan bidadari tercantik yang pernah ia lihat, yang sedang berlutut memeriksa keadaan si bidadari yang ia serap cairan tubuhnya. Pikirannya berganti dengan denyutan pembuluh internal yang memberikan sensasi aneh antara ingin menyerang dan perasaan menyenangkan itu.     

Hanya satu cara menghilangkan sensasi penuh sihir ini. Kedua tangan Matoi itu terulur, kembali berusaha mencengkeram kepala sang bidadari. Namun sang bidadari menahan cengkeraman itu dengan kedua tangannya. Tak masalah. Tidak ada kepala, tangan pun jadi.

"Pongio!!"

Alis sang bidadari terangkat. Namun alih-alih melepaskan tangannya dari cengkeraman Lazu, bidadari itu justru balik mencengkeram tangan si Matoi. Mata Lazu terbelalak. Tidak ada cairan yang terserap ke dalam dirinya.

"PONGIO!!!!"

Tatapan bidadari itu semakin menusuk. Di tangan Lazu, mulai terasa cairan yang merembes masuk. Namun bukannya terserap, cairan yang merembes itu justru kembali masuk ke tubuh sang bidadari. 

Dari lima ribu dua ratus tiga puluh dua kemungkinan dalam kepala Matoi yang bertanya-tanya mengapa hal ini dapat terjadi, hanya satu kemungkinan yang paling mendekati. Bidadari ini bisa mengendalikan air. Dan pengendalian airnya tidak bisa dianggap enteng.

Jangan panik! Semua hal bisa dipikirkan dengan tenang. Lazu melepaskan cengkeramannya. Bidadari itu, tanpa mengurangi kewaspadaannya, juga melepaskan cengkeramannya. Tanpa sengaja, Matoi itu kembali menatap wajah sang bidadari. Seketika itu juga denyutan keras kembali menyerang Lazu. Pikirannya yang tenang lenyap entah kemana. Hanya satu hal yang dapat Lazu lakukan. Menghancurkan bidadari di depannya.


*** 


Lazu melompat maju. Namun gerakannya terhenti di udara. Ia tidak bisa bergerak sama sekali dan tubuhnya jatuh berdebam ke tanah, tepat di samping onggokan yang sebelumnya merupakan makhluk yang sangat cantik. Seluruh tubuh Lazu, kecuali kepala, mendingin dan mengeras dengan cepat.

Dua bidadari mengangkat onggokan itu dengan hati-hati, membalutnya dengan sutera putih, kemudian membawanya pergi, diikuti oleh bidadari yang paling cantik yang membuatnya terkapar itu.


*** 

"CHRONOSS!!!"

Suara yang keras dan dalam itu menggema kemana-mana. Suara itu... Tak salah lagi. Itu suara Thurq. Lazu dapat melihat langkah bidadari yang paling cantik itu berhenti. Tak tampak sosok Thurq di mana-mana. Hanya suaranya yang penuh tekanan itu yang membuat Lazu yakin bahwa Thurq menyaksikan apa yang terjadi.

"Kau tahu kenapa kau tidak bisa memanggil jiwa?" suara dalam itu kembali menggema.

Bidadari itu mulai berjalan kembali, berusaha mengacuhkan suara yang menggema itu.

"Karena lemari jiwamu tidak ada isinya!" Suara itu menjawab pertanyaannya sendiri sambil tertawa melecehkan.

Langkah bidadari itu kembali berhenti.

"Kau tahu apa isi lemari Rena Chronoss?"

Bidadari itu bergeming.

"Pembunuh! Perampok! Penjahat! Pemerkosa! Ia membunuh semuanya dan menjadikan mereka jiwa-jiwa yang dapat dipanggilnya."

Bidadari itu berbalik, menghadap pada Lazu. Tatapannya bertumbukan dengan Lazu. Tatapan yang menambah keras denyutan pembuluh internal si Matoi. Namun sensasi kali ini bukanlah sensasi yang menyenangkan. Tatapan itu menerbitkan kengerian yang amat sangat dalam diri Lazu.

"Ya. Benar begitu, Chronoss!" Tawa Thurq membahana.

Bidadari itu mencabut belati di selipan sutera di pinggangnya. Ia berlutut di samping Lazu dan mulai mengayunkan tangannya, disertai teriakan menyayat yang keluar dari mulut si Matoi kecil.


*** 

Ayunan belati itu sama sekali tidak merobek udara. Berkali-kali telah ia coba, namun tetap saja sang bidadari tidak mampu membuka lemarinya. Gempuran frustrasi kembali melanda. Matanya membara. Napasnya memburu. Di kakinya, merembes cairan yang sebelumnya membentuk tubuh si Matoi kecil yang kini sudah terbuyar ke mana-mana. Sebentuk beban penyesalan terbit di dasar hatinya. Pemuasan hasrat yang bahkan kini sama sekali tak beralasan itu membuat belatinya lepas dari genggaman.

Lulu, sang Bidadari itu, jatuh terduduk. Baru menyadari bahwa Thurq telah menipunya. Teringat olehnya nama pulau ini. Pulau Nafsu. Mungkin ia menang dalam pertarungan busuk Thurq kali ini. Namun ia jelas-jelas kalah dalam pertarungannya dengan hawa nafsunya sendiri. Nafsu membunuh...

Nafsu membunuh...

Tuan Puteri yang dipenuhi nafsu membunuh...

Tuan Puteri...?

Siapakah orang-orang yang memanggilnya 'Tuan Puteri' itu?

Dan Hvyt pun membawanya pergi.

***

5 comments:


  1. ==Riilme's POWER Scale on Lulu Chronoss' 2nd round==
    Plot points : B-
    Overall character usage : B
    Writing techs : B+
    Engaging battle : B+
    Reading enjoyment : B+
    ==Score in number : 7,4==

    Belakangan penulis seneng banget ya bikin entri pendek"... Tapi apa yang mau disampaikan rasanya masih lebih baik ketimbang r1nya, meski memang berasa cepat sekali karena cuma satu lawan dan langsung selesai, jadi saya juga ngga akan komentar panjang" deh

    ReplyDelete
  2. Aaa.... Pendekk...

    Coba Lulu ketemu entran lain bkal jd spt apa >.<

    Alur : 2,5/5
    Pas baca cerita ini entah ada suara harpa darimana wkwkw >.< berasa ada sesuatu yg muncul dan melimpah ruah di udara (?) dr cerita ini, entah itu apa... Mgkin nafsu mbunuhnya tuan putri, ah entahlah...

    Karakterisasi : 1/1
    Jujur sy bingung ngisinya... Tp pas adegan Lazu sy berasa baca narasinya om Po lengkap dgn istilah2 yg rumit @@

    Gaya bahasa : 2/2
    Mungkin suara harpa entah dr mana itu brsl dr gy bahasa yg mengalun n dramatis o.o

    Typo n Error : 1/1
    Ada bbrp siy yg gk sesuai eyd tp whatsoever lah utk gayanya kak Warwir wkwkw

    Hal-hal lain : 1/1
    Smoga kak Warwir smpet nulis semua apa yg mau ditulisnya ^^)d

    Total poin : 7,5

    ReplyDelete
  3. Penulisan---udah ngga diragukan lagi---oke. Ngalir alami banget gaya bahasa yg dipakenya. Alurnya juga lumayan bikin gereget penasaran, misal di adegan lazu mau nyedot air lulu. Kalo mba irwin yg jadi bidadari juga kayaknya ga bakal kesedot ya. Ide bikin Lulu jadi bidadari jg masuk akal, mengingat dia titipan bunda rena, OC BoR generasi pertama (kalo ga salah) yg satu ini kayaknya emang bisa Thurqk kelimpungan ya, kerasa banget Thurqk yang ngerasa terancamnya. Paling yg minus dari battle yg singkat karena emang gitu situasinya, sama ending:


    Nafsu membunuh...

    Tuan Puteri yang dipenuhi nafsu membunuh...

    Tuan Puteri...?

    Siapakah orang-orang yang memanggilnya 'Tuan Puteri' itu?

    entah kenapa kurang bikin gereget, ngga terlalu ngasih clue apa-apa. Overall, GREAT ini bang!

    7,7

    ReplyDelete
  4. singkat xD
    tp ni lumayan nunjukin galaunya lulu sih, emang lbh bagus gini drpd masukin smua oc tp g kpake, tp rasanya g puas jg sih kak, g ada perlawanan dari lazu x3
    penasaran jg sama nasib oc2 lain
    suara thurqk yg teriak2 itu termasuk ilusi pulau kak? :o
    nilai 7,5 :)

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -