[Round 1-E] Richella Elleanor
"We Are Going to Dum Nom~"
Written by daeVa
---
Dibarisan terdepan, di pojok paling ujung istana. Elle, sesosok gadis gnome berambut amber berdiri tegap. Tatapannya terpaku menatap sosok merah diatas balkon istana. Tangannya kuat menggenggam sebuah palu tempa. Genggamannya kuat mencengkram, dan sorot matanya tajam kearah makhluk merah tersebut.
Kesal bercampur kecewa tergambar jelas pada tatapannya. Kesal karena ia terpisah dari teman-temannya, dan kecewa ketika acara tidak sesuai dengan apa yang dipikirkannya.
Fakta bahwa siksaan menunggu mereka yang gagal adalah alasan utamanya. Elle tertegun, ia menunduk memikirkan keadaan teman-teman barunya. Keberadaan Zuzu bisa ia rasakan tidak jauh darinya. Namun ia tidak yakin dengan Cheril dan Zannny.
"Aku tidak boleh gagal nom"
"Tidak kali ini, dan tidak lagi!"
Kilatan masa lalu melintas dibenak Elle. Sebuah alasan dibalik perubahan bentuk tubuh dan sifatnya yang sangat ceria.
***
Elle tertunduk lesu. Menyesali keputusan yang telah ia buat.
Meninggalkan The Sentinels adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.
Elle kesepian, sendirian dan tidak tahu harus kemana.
Ia begitu takut kehilangan teman-temannya lagi.
Hanya mengubur kesedihannya saja yang bisa ia lakukan sekarang.
Dan memancarkan keceriaan berharap orang disekitarnya tetap bersamanya.
Alasan untuk mencari ayahnya memudar setelah keputusannya itu.
Elle frustasi, ia mengalihkan pikirannya pada permen dan penemuan baru.
Beberapa bulan berlalu tanpa kabar dari teman-teman seperjalanannya dulu.
Sedih, gusar, kesal. Elle semakin frustasi dan terus memakan permen loli sebagai sarana pelampiasannya.
Berat badannya membengkak. Elle yang sebelumnya mungil dan ringan bertransformasi menjadi sosok bulat yang menggemaskan.
***
Sesosok Hvyt mendekati Elle. Tanpa ragu membawanya membumbung tinggi dan melesat entah kemana. Elle menutup mata dan pegangannya erat merangkul tangan Hvyt. Genggamannya bergetar dan wajahnya begitu pucat.
Dari kejauhan samar terdengar suara yang sudah tidak asing lagi baginya.
"Elle nom, berjuanglah!"
Elle tersenyum. bersyukur bahwa salah satu temannya, Zuzu baik-baik saja. ia tidak ingin kehilangan teman-temannya lagi. tidak lagi, dan tidak akan pernah.
Mereka bertiga menjadi alasan utama Elle bertahan di tempat ini, selain bertemu dengan ayahnya dan impian-impian lainnya.
1st Scene
Sepanjang perjalanan, Elle menggumamkan sebuah lagu. Lagu riang kaum gnome dikala menjelajahi hal baru. Ia yakin bisa bertahan, tidak, ia harus bertahan. Walaupun harus menggunakan segala cara.
"We are going to, Dum Nom~"
"We are crafting the, Dum Nom~"
"Everybody, Dum Nom~"
"For the spirit of Merrygold, Dum Nom~"
"We are going to, Dum Nom~"
"Everybody, Dum Nom~"
(Twinkle-twinkle little star Gnome Remix)
Hvyt turun perlahan, lembut menurunkan Elle di sebuah kota yang amat sibuk. Langit senja menyingsing cakrawala. Kata-kata terakhir Hvyt jelas terdengar.
"Bertahanlah, dan berjuanglah nona Richella" sebelum akhirnya Hvyt membumbung tinggi dan lenyap seketika.
"Eh?" Elle tidak begitu yakin dengan apa yang ia dengar barusan. Namun sampai detik ini Elle yakin bahwa Hvyt yang mengantarnya itu adalah Hvyt yang pertama kali membawanya ke lapang berpohon merah.
***
Elle berjalan tanpa arah. Ditengah kota metropolitan yang jauh lebih besar dari kota kaum humeno di dunianya. Elle tidak tahu harus memulai dari mana.
Ia berusaha merasakan keberadaan makhluk-makhluk disekitarnya, namun hasilnya nihil. Makhluk – makhluk yang Elle lihat sama sekali tidak menyadari keberadaan-nya. Ia mencoba menepuk salah satu makhluk di dekatnya, namun tepukannya menembus raga dan menjatuhkannya.
"Eh?" bulu kudu Elle berdiri.
Ia sontak berlari menyebrangi jalanan. Tidak peduli dengan benda-benda ber roda yang lalu lalang hampir menabraknya.
"Nooooooommmmm" teriak Elle tanpa arah. Membawanya kedepan sebuah kampus megah yang terlihat sepi, sangat sepi.
Elle memutuskan untuk memulai pencariannya di tempat ini. Tempat yang begitu mencolok menurutnya.
***
Bangunan megah dihadapannya berdiri kokoh memancarkan kilauan lampu putih. Pepohonan rindang berderet disepanjang jalan menuju bangunan tersebut.
"Rionell University"
Terpajang jelas pada lengkungan besi diatas gerbang.
Elle berjalan pelan kearah sudut tergelap kampus. Berniat untuk mempersiapkan beberapa alat di tempat yang tidak begitu mencolok. sambil bergumam, Elle melangkah menyanyikan lagu Dum Nom lagi namun tanpa lirik.
Namun baru beberapa langkah, sesuatu yang begitu asing ia rasakan.
"Eh? Makhluk jelly nom?" pikir Elle menatap kearah makhluk tersebut..
Tanpa ragu Elle mendekati sebuah gumpalan biru. Diatas tanah dekat sebuah air mancur. Elle menatapnya aneh. Ia-pun mengambil sebuah ranting yang tergeletak tak jauh darinya.
Elle berjongkok, lalu menusuk-nusukan ranting tersebut. Ranting menembus masuk melewati jelly berwarna biru transparan dan mulai menggeliat.
Elle mundur beberapa langkah, wajahnya berubah penasaran. Makhluk jelly tersebut bergerak pelan menuju air mancur dan kini berdiri diatas siku-siku sekitar air mancur. Makhluk jelly lalu kembali menggeliat-geliat. Membentuk dirinya menjadi seperti humeno, lengkap dengan tangan, kaki, kepala, namun masih tetap berwarna biru transparan.
"Wiih, keren nom!" seru Elle menepuk tangannya.
Ia terlihat duduk santai dengan kepala yang tertuju pada Elle. Samar terdengar makhuk tersebut mengeluarkan suara. Berasal dari sebuah bola yang berwarna biru gelap yang tidak transparan.
"Kau ini… Dwarf?" tanya makhluk jelly.
Elle tidak begitu mengerti dengan apa yang ditanyakan makhluk jelly tersebut. Ia malah tertunduk aneh, menatap makhluk jelly dengan puluhan pertanyaan dibenaknya.
"Dwarf nom? Apa itu? Apa sesuatu yang bisa dimakan nom?" balas Elle mendekati makhluk jelly
"Dimakan? Tentu tidak. Kau mirip dengan mereka"
"Mirip? Lalu dwarf itu apa nom?"
"Makhluk pendek. Ya pendek. Juga sangat bersahabat" Elle memerjitkan alis matanya, menatap kesal makhluk dihadapannya.
"Jadi kau sebut aku pendek!?" teriak Elle kesal
"Asal kau tau nom, tinggiku 100Cm. dan itu sangat tinggi!"
"Teman sebangsaku saja hanya 98Cm, itu baru pendek nom!" seru Elle memalingkan muka.
"Woah-woah, aku tidak bermaksud seperti itu nona. Maaf jika perkataanku menyinggungmu"
Elle tidak peduli dengan perkataan makhluk jelly. Ia berbalik dan menjauhi makhluk biru tersebut. Ia berniat meninggalkannya dan memasuki area gelap tempat dimana ia akan bersembunyi. Namun belum sepuluh langkah yang ia tuju, Elle berbalik dan menunjuk makhluk jelly.
"Kau jahat nom. Aku benci makhluk sepertimu."
Makhluk jelly berdiri lalu berjalan mendekati Elle. Ia menunduk dan meminta maaf dengan sopan. Namun sekali lagi Elle memalingkan mukanya. Ia tidak peduli dan berjalan mundur.
"Ternyata terkaanku salah. Kau memang bukan dwarf. Kau lebih mirip manusia."
"Manusia? Apa yang kau maksud itu humeno?"
"Terserah kau sebut mereka apa. . ."
Makhluk jelly mulai membentuk sebuah pedang ditangan kanannya. Memasang kuda-kuda dan mulai mengibas-ngibaskan pedangnya.
"Aku benci manusia. Mereka makhluk busuk"
Elle berhenti, tatapannya ngeri kearah makhluk jelly didepannya. Ia tidak mau tahu dengan apapun yang diucapkan makhluk tersebut. Namun perkataan mengenai humeno mengganggunya.
"Eh? Kau bilang apa barusan? Humeno itu busuk nom?"
Makhluk jelly melesat kearah Elle, pedangnya ia hunuskan tepat didepan kening Elle. Elle semakin kesal dibuatnya. Ia berjalan pelan, memberanikan diri menengadahkan kepalanya kearah makhluk jelly. Darah merah mengalir perlahan.
"Jika kau pikir semua humeno itu sama nom, maka kau ini makhluk paling bodoh yang pernah kulihat NOM!"
Makhluk jelly menggeliat perlahan. Semakin menusukkan pedang transparan ditangannya. Menusuk dalam hingga darah mulai mengucur deras.
"Berisik! Sudah kuduga sebelumnya. kau ini, bersahabat dengan makhluk hina itu hah?."
"Lalu kenapa nom?" deraian darah merah semakin deras mengucur,
"Tidak semua humeno sama seperti yang kau pikirkan makhluk bodoh!"
"Memangnya apa yang kau ketahui tentang mereka?"
"Tidak, aku tidak tahu siapa mereka. Tapi sahabat humeno yang kukenal tidak busuk. Mereka wangi, menyenangkan dan baik hati"
Tertegun dengan perkataan Elle, makhluk jelly menurunkan pedangnya. Kepalanya tertunduk lesu. Dan perlahan pedangnya lenyap tak-bersisa.
Elle menundukkan kepalanya, ia mengangkat keempat jari tangannya dan mulai menghitung. "Cheril, Zuzu, lalu… Zanny, eh tunggu nom, apa Zanny itu humeno? Entahlah… Yang pasti dia mirip humeno nom. mereka semua baik hati dan wangi, sama sekali tidak busuk nom."
"Belum lagi Lynda, dae. . . ." belum sempat Elle meneruskan kalimatnya, Makhluk jelly dihadapannya membentuk kembali pedang ditangan kanannya. Menebaskannya namun menghentikannya tepat didepan mata Elle.
"Cukup! bisakah kau tutup mulutmu itu?"
Elle terkejut, terjatuh hingga tubuhnya gemetaran. Ia bisa merasakan makhluk jelly dihadapannya berubah serius. Elle tidak bisa berbuat banyak. Ia yakin perkataannya telah membuatnya marah.
Makhluk jelly menghunuskan pedangnya, mengarah tepat didepan mata Elle.
"Mereka semua sama. Manusia itu busuk!"
Perkataan makhluk jelly begitu memuakkan. Baru kali ini Elle bertemu dengan makhluk yang begitu membenci manusia.
***
Elle menatap serius makhluk dihadapannya. Gusar, kesal, murka, semua kalimat amarah yang bisa ia pikirkan terlintas kala itu. Ia merangkak mundur perlahan, namun selalu diikuti secara perlahan oleh makhluk tersebut.
Elle tidak bisa berbuat banyak. Ia tidak memiliki alat ciptaannya kala itu, hanya dash boots dan comwatch saja yang dari awal selalu ia kenakan. Elle memejamkan mata, berusaha merasakan keberadaan sekitarnya lebih intens lagi. ia memusatkan indra perasanya kearah bagian tergelap dari kampus, lalu mulai tersenyum simpul setelah berhasil merasakannya.
"Jika kau pikir sebuah loli pelangi yang kau nikmati busuk . . ." Elle berusaha mengalihkan perhatian makhluk dihadapannya, ia mengeluarkan sebuah loli pelangi yang telah ia bekal sebelumnya.
"Apa kau akan menyalahkan pabrik yang menghasilkannya nom?" seru Elle mulai mengemut loli ditangannya.
*Dzink*
Kedua telinga Elle mendengung. Pandangannya buram dan makhluk dihadapannya terlihat berganda. Tubuh Elle mulai menggigil kedinginan. Sensasi yang selama ini ia rasakan setelah berhasil memakan sejuta loli pelangi. Elle tersenyum riang. Menatap makhluk dihadapannya dengan cibiran manis yang keluar dari mulut mungilnya.
"Kau itu bodoh nom, terlalu bodoh untuk mengenal siapa sebenarnya humeno itu!" cibir Elle.
Sontak makhluk jelly menarik pedang ditangannya, lalu dengan sigap menusukkannya kearah Elle.
Elle tidak bergeming, Ia tersenyum sinis menatap makhluk menyedihkan dihadapannya.
***
Lesatan pedang biru memotong sebagian rambut amber Elle, melukai pipi kiri-nya dan menancapkan pedangnya diatas tanah untuk sesaat. Elle dapat merasakan perubahan getaran diatas tanah, dan memberikan sinyal waspada hingga membuatnya bisa dengan mudah mengelak serangan makhluk jelly.
Elle dengan sigap berdiri. Sebelum makhluk jelly berhasil mencabut pedangnya, Elle telah siap dengan palu tempa di genggaman tangannya. Mulutnya penuh dengan loli pelangi, semakin menggembungkan pipi Elle yang chubby. Tatapan Elle berubah serius, dan hantaman keras kearah tubuh makhluk jelly berhasil menjatuhkannya. Hantaman tersebut tepat mengenai bola biru yang sedari tadi mengeluarkan suara. Elle jengkel dengan bola biru tersebut, dan dampak yang terjadi jelas terlihat padanya.
Elle tahu betul serangannya lemah. Tidak mungkin bisa menghetikan makhluk jelly tersebut. Elle memiliki waktu untuk bersembunyi. Tidak, tidak untuk sembunyi. Elle telah memikirkan puluhan kemungkinan yang bisa dia gunakan untuk menghentikan makhluk menjengkelkan itu.
"Catch me if you caaan~ nom~. Catch me if you can!" Ejeknya sebelum akhirnya berlari kencang dan lenyap dalam bayangan.
*** Emils PoV ***
Emils berdiri kesal, wujudnya sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Emils bergerak cepat, mengalir kearah air mancur dan menyerap beberapa liter air. Emils gusar dengan tingkah bocah cebol tadi. Berlagak tahu segalanya mengenai manusia. Berpikir manusia itu makhluk baik. Dia tidak tahu kenyataan yang telah Emils alami. Sama sekali tidak mengetahuinya.
Kenangan terakhirnya mengenai manusia selalu menghantuinya. Gelar tawa manusia2 petualang kala meninggalkan gubug si penyihir-lah yang membuatnya kesal sekesal-kesalnya.
Emils sempat melihat bocah cebol berlari cepat dan menghilang di sudut tergelap kampus. Ia berniat untuk mengejar bocah tersebut, namun sesuatu membuatnya gundah.
Berpikir bahwa bocah tersebut sama sekali tidak berbahaya, Emils terus dan terus meyakinkan dirinya. "Si cebol adalah sahabat manusia, dan semua yang bersahabat dengan manusia berarti musuh kaum mereka." Gumamnya.
Emils kembali membentuk tubuhnya menjadi sosok manusia. Ia kini yakin sepenuhnya, pedang kembali ia ciptakan, dan dengan sigap bergerak cepat kearah sudut tergelap kampus mengikuti jejak tetesan darah merah.
Sebuah lorong gelap panjang menunggu dihadapan Emils. Suara dentuman nyaring besi yang saling beradu, lalu gumaman riang yang terdengar lemah dari sudut terdalam lorong tersebut menghentikan gerakan Emils.
Gumaman yang Emils dengar terus terulang beberapa kali, sebelum akhirnya gumaman dan dentuman lenyap seketika. Suasana menjadi sunyi, dan hawa di sekitar lorong berubah aneh.
"Nom~ nom~ nom~… El… raf…a… Nom"
***
Elle merasakan pergerakan makhluk jelly, ia bergerak lincah dan berhenti didepan lorong gelap tempat dirinya menyiapkan semuanya. Elle tersenyum riang. Palu di genggaman tangannya siap memulai sesuatu yang menyenangkan.
"Tiga buah Shock O Matic, dua buah Springfield, lalu satu Dr. Ill" gumam Elle senang. "Baiklah… waktunya telah tiba nom. Terrain Playground? Yesh..." seru Elle melenyapkan tubuhnya dan bergerak cepat kesegala arah. Menyimpan semua alat yang telah ia buat, dan membuat beberapa lainnya dari barang-barang disekitarnya.
10 detik berlalu dan Elle telah selesai memasang semuanya.
Elle berjalan mendekati makhluk jelly. Tanpa palu di genggamannya, dan mulutnya masih mengemut permen loli pelangi. Ia menatap sinis makhluk jelly. Luka dikening, dan pipi kirinya telah tertutup kain coklat.
Elle mencabut lolipop dimulutnya, lalu kembali mengolok-olok makhluk jelly dihadapannya.
"Bodoh, bodoh… Dasar makhluk bodoh!"
Sontak lesatan pedang jelly menukik kearah Elle. Namun sayang, sepersekian detik sebelumnya Elle telah merasakan gerakan makhluk jelly dan menghindar dengan melenyapkan dirinya dalam kegelapan, sebuah cahaya amber muncul dari Shock O matic yang Elle lempar sebelum lenyap dalam kegelapan.
"Party Time!" di sudut tergelap lorong, Elle memukul Palu yang menjadi Trigger taman bermainnya. Getaran diatas tanah mulai menyebar, mengaktifkan beberapa alat yang telah Elle siapkan.
Sebuah Springfield dibawah kaki makhluk Jelly aktif. Senyuman merah diatas logam kuning meluncurkan jelly keatas langit, meluncurkannya dalam sudut 45˚. Disusul kilatan Shock O Matic yang berbinar tepat dihadapan jelly. Mengagetkannya sekaligus membutakannya untuk sesaat.
Jelly terjatuh kehilangan keseimbangannya. Tubuhnya mendarat dan menghantam tanah tepat dihadapan Elle. Pandangannya masih buram, dan keseimbangannya belum sepenuhnya pulih. Makhluk Jelly berusaha untuk berdiri, lalu melesatkan pedangnya tanpa arah, hampir menyabet kedua mata Elle.
Sebuah hantaman palu lainnya kembali terdengar. Getaran diatas tanah kembali mengaktifkan alat lainnya yang tersisa.
Sebuah tuas menghantam bagian bola biru dari depan. Comwatch milik Elle sengaja ia pasang pada tuas tersebut, dan efek magneticnya mendorong kuat jelly hingga terdorong jauh ke sudut terluar lorong.
Springfield terakhir mendorong kotak sampah dari samping. Menutup jalan keluar lorong siapapun yang berada disana. Jelly berusaha untuk bergerak namun kilatan Shock O matic terakhir membutakannya lagi. Di bagian terdepan kotak sampah, Dr.Ill berputar kencang.
*DUM*
Dentuman keras terdengar jelas. Dentuman tubuh Slime yang sudah berhenti bergerak terpaku dibagian muka tempat sampah. Tubuhnya perlahan menyusut, dan bola biru tertusuk Dr.Ill yang terus berputar menghentikan sistem tubuh makhluk jelly, selamanya.
***
Elle menghela napas panjang, ia gugup melihat apa yang telah ia perbuat. Demi bertahan, demi sesuatu yang menyenangkan, demi menyelesaikan semuanya, Elle melakukan semuanya itu. Ia teringat dengan makhluk merah diatas balkon istana. Ia tahu betul makhluk tersebut adalah dalang dari semua yang terjadi disini. Namun tidak ada waktu bagi Elle untuk memikirkan hal yang menurutnya belum waktunya. Dibenaknya hanyalah ingin mengakhiri permainan yang tidak menyenangkan ini.
Ia berjongkok, mengeluarkan beberapa bahan tempa dan mulai menempa beberapa alat. Mulutnya menggumamkan lagu yang biasa ia gumamkan.
"Nom~ Nom~ Nom~ Elle craft a Nom~"
2nd Scene
Malam makin larut. Disisi lain kota metropolitan, seorang pemuda berlari kencang dibawah sinar rembulan. Cahayanya meredup perlahan terhalang arak-arakan gumpalan awan besar. Matanya berkilauan dan rambutnya perak memantulkan sinar rembulan yang tersisa.
Suara hentakan musik dari headphone mengiringi tiap langkahnya. Terdengar samar lagu yang didengarnya berirama keras dengan deruan drum dan petikan gitar cadas. Wajahnya tampak kesal, sesekali ia menoleh kebelakang dan mencoba memanggil ruh malam, namun usahanya sia-sia.
Mata sang pemuda menyipit, tatapannya mengarah pada sebuah bayangan yang muncul di samping kanannya. Iapun sigap menggenggam kapak berantainya. Bayangan melesat cepat menendang sang pemuda, menghempaskannya jauh ke sisi lain jalanan.
Lesatan kapak berantai mengarah lurus kearah sosok bayangan, menyabet lengan kiri sosok tersebut hingga membuatnya berlutut mengerang. Akibat lainnya adalah sebuah mobil yang terbelah dua dan berhenti di tengah jalan. Disusul mobil-mobil dibelakangnya yang ikut berhenti dan mulai membunyikan klakson mobil.
Suasana berubah panas, pemuda di sisi jalan berdiri tertatih – tatih. Efek tendangan yang ia terima terlihat berdampak besar. Sementara sosok bayangan yang mulai tampak tersorot sinar rembulan masih merintih memegang lengan kirinya yang terluka.
"Cih, Payah" seru pria bermata biru.
Pemuda elf kembali melesatkan kapaknya. Namun dengan mudah di hindari oleh pria bermata biru. Pantulan sinar rembulan yang memantul pada kapak memudahkan pria tersebut untuk menghindari serangannya.
Pemuda Elf menarik rantai dan mengembalikan kapak, namun sial. Sepersekian detik kemudian pria bermata biru memukul mundur pemuda Elf. Menggulingkannya beberapa kali kebelakang. Kapak ditangannya terhempas jauh, sementara pemuda memegang dadanya dan terus mengerang kesakitan.
Malam memang memberkatinya, cahaya rembulan memberinya kekuatan lebih, namun tanpa ruh bulan, ia tidak sanggup melawan sosok dihadapannya.
Listrik statis mengalir di telapak tangan pria bermata biru.lesatan listrik berkumpul di kepalan tangannya. Ia melompat, siap memukulkan listrik bertegangan tinggi kearah pemuda elf.
***
Tujuh buah bola amber, lalu dua pelontar telah siap didalam kantung selendang Elle. Ia bergegas meninggalkan lorong gelap dan berniat mencari sosok-sosok lainnya.
Ia berjalan perlahan menuju pintu keluar kampus. Namun sesuatu yang melayang dibelakangnya tidak bisa ia rasakan. Elle tidaklah begitu waspada kala itu, dan hanya sorotan bayangan saja yang terlihat menimpa bayangan Elle.
Elle berbalik, wujud gadis berambut panjang melayang dihadapannya. Tangan kanannya memegangi perut yang terlihat dari sela robekan, sementara yang lainnya memegang alat berbentuk bunga dengan beberapa kelopak yang telah hilang.
Robekan gaun hitamnya menunjukkan tato bunga yang sedari tadi terus ia tutup-tutupi. Gadis berambut panjang melayang rendah, menatap Elle tanpa expresi.
[Apa kau salah satu dari kontestan turnamen?]
Rambut hitam gadis dihadapan Elle memanjang, lalu membentuk kata demi kata hingga bisa dibaca dan dipahami.
Elle tentu saja terkejut. Melihat sesuatu yang memukau seperti itu. Ia nyaring membaca tulisan yang dibentuk gadis tersebut dan menjawabnya.
"Turnamen ya nom, umm. Bisa jadi, bisa jadi nom" seru Elle semangat, menunggu kata-kata lain yang muncul
[Mengapa kau tidak menyerangku?]
Elle duduk diatas tanah lalu berpikir keras, ia tidak tahu bahwa makhluk dihadapannya bisa membaca pikirannya.
"Entahlah nom, aku ingin menyelesaikan permainan ini, namun bingung harus melakukan apa nom"
Gadis berambut panjang menyadari bahwa Elle berkata sesuai dengan apa yang ia pikirkan. Namun sedikit terusik setelah mengetahui bahwa Elle telah mengalahkan salah satu kontestan.
[Alangkah lebih baik jika kita berbicara santai di dalam ruangan, bagaimana?]
"Tunggu nom…" seru Elle
"Alat ditangan kirimu, itu apa nom?"
*** Sil PoV***
"Ba, bagaimana mungkin ia bisa melihat lotus flowerku?"
Sil, gadis berambut panjang terkejut dengan pertanyaan dari bocah bernama Elle itu. Terlebih setelah mengetahui kebenaran bahwa salah satu kontestan telah disingkirkannya. ia yakin bahwa hanya makhluk berhati bersih saja yang dapat melihat lotusnya. Lalu, apa seseorang yang telah menyingkirkan salah satu kontestan turnamen ini bisa dikatakan berhati bersih?
Sil berusaha menerka-nerka. Kemungkinan ada alasan dan penjelasan masuk akal dibalik semua ini. Mungkin dengan mengorek sedikit informasi darinya, atau mungkin dengan membodohinya.
[Kau tertarik dengan alatku ini?]
"Uhh" Elle mengangguk,
[Kalau begitu ikutlah bersamaku, akan kujelaskan nanti]
Elle tersenyum, lalu mengikuti Sil dari belakang. Menaiki beberapa tangga menuju lantai atas bangunan.
"Eh, umm… siapa namamu nom?" tanya Elle yang berlari dan mulai berjalan disampingnya.
[Panggil saja Sil, Silent Sillia. Kalau kamu?] mencoba membalas secara normal
"Elle. Richella Elleanor dari gunung Merrygold nom" Senyum manis tergurat diwajahnya.
Sebuah ruangan terbuka menyambut Sil dan Elle. Sebuah aula musik tempat sekelompok musisi melakukan latihan kala itu. Alunan musik membahana. Menjadi Backsound tempat dimana beberapa jam kemudian akan menjadi padang pertarungan.
***
Elle terlihat menggigil ketakutan, belum tahu kebenaran bahwa merekalah yang tampak menjadi sosok hantu. Bukan seperti yang dipikirkannya, dimana makhluk-makhluk yang terlihat namun tidak bisa dirasakan olehnya disebut hantu.
[Kau kenapa Elle?]
Sil berusaha memastikan keadaan bocah disampingnya. Yang dipikirkannya hanyalah hantu aneh yang tergambar mirip Persona Sapiens. Si bocah gemetaran, dan tangannya tak mau lepas dari balik lutut kaki kirinya.
"Aku takut hantu nom, apa suara itu dimainkan oleh hantu? Apa hantu se kreatif itu nom?"
[Hantu? Mereka?] tunjuk Sil kearah asal suara
[Kau salah Elle, Justru wujud kitalah yang tidak mereka rasakan. Kitalah hantu yang sebenarnya disini.]
"Eh? Yang benar nom?" wajahnya tampak melega, dan kembali tersenyum riang.
Sil mengajak Elle memasuki ruangan aula bermusik. Aula besar dengan beberapa alat musik yang tengah dimainkan oleh para musisi. Berderet diatas kursi yang berjejer rapi ke atas mirip tangga. Dan seseorang dibagian terbawah ruangan, dimana menjadi pusat perhatian beberapa makhluk diatasnya terlihat menjadi komandan yang mengatur alur irama.
Sil memasuki ruangan terlebih dahulu, sementara Elle berlari lalu menabrak tembok. Ia meringis kesakitan, matanya berlinang dan mukanya berubah memerah sedu.
[kau kenapa Elle?]
"Ta…Tadi Sil bilang kita ini hantu?, Elle hanya ingin menembus tembok saja nom" balas Elle tersedu.
Alunan lagu dimulai, suara yang dilantunkan dari piano di pojok bawah ruangan menjadi penanda dimulainya semuanya.*
*(The Walking Dead Meet Metal – By Erock360)
"Lalu apa yang akan kita lakukan disini nom?"
[Kita nikmati saja pertunjukannya]
3rd Scene
Hantaman kepalan listrik menukik tajam kearah pemuda yang tergeletak diatas trotoar jalan.
Tangan kirinya masih sempat menarik rantai dan mengembalikan kapaknya.
*Bam*
Hantamannya tepat mengarah ke jantung sang pemuda, namun terhalang rantai di pergelangan tangan kirinya. Aliran listrik yang timbul menyebar, mengejutkan seluruh indra dan tubuh sang pemuda. Mati rasa, sang pemuda tak henti-hentinya mengerang kesakitan.
Kulitnya perlahan terbakar hangus, mengepulkan asap putih ber aroma mirip daging panggang. Tatapannya semakin meredup, dan hantaman terakhir tangan kiri pria bermata biru menghentikan semuanya.
"Kau sama sekali tidak beruntung, terlebih setelah mengganggu gadis berambut panjang itu" seru pria bermata biru bergegas berjalan meninggalkan pemuda tersebut.
Tubuh pemuda hangus sepenuhnya, kulitnya berubah gelap dan rambutnya mengejang tidak karuan. Bola matanya masih berkilauan, dan beberapa saat setelah ucapan pria bermata biru. Tubuhnya menyerap cahaya rembulan, memulihkannya dan mengembalikan semuanya sedia kala.
"Uhk…." Pemuda terbatuk batuk, berusaha berdiri dan menatap kesal sosok yang telah mencabut nyawanya kedua kalinya.
"Sialan…!" Teriak nya, melancarkan serangan balasan.
Pemuda berlari kearah pria bermata biru. Sadar bahwa lawannya tidak menyadari kondisinya yang telah pulih, lesatan kapak sang pemuda berhasil menancap dipunggung pria bermata biru.
"Sial, sedikit meleset…"
Pria berbalik, menatap tajam pemuda yang kembali menarik rantai ditangannya. Namun sebelum kapaknya melayang kembali, pria menarik rantai tersebut, secara tidak langsung membawa lawannya kehadapannya.
Tangan kanan sang pria melesat cepat mencengkram kuat leher lawannya. Sementara tangan kirinya erat memegang rantai. kapak tergeletak berlumuran darah disamping kanannya dan tawa angkuh tersirat diwajahnya.
"Heh, kupikir kau telah hangus terbakar" seru si pria angkuh.
"Ugh… uhh… si… sialan"
Pemuda menendang samping kanan tubuh lawannya. beberapa kali hingga cipratan darah memuncrat dari punggungnya.
"Heh… heh, diamlah sedikit pemuda tanggung."
Kedua tangan si pria bermata biru mengalirkan kilatan-kilatan listrik, namun belum sempat listrik terpancar sesuatu merasuki tubuh lawannya.
Kilauan butiran-butiran cahaya terus memasuki tubuh sang pemuda, tatapannya berubah tajam, dan hawa disekitar tubuhnya berubah drastis. Beberapa butiran cahaya mengikuti diatasnya, dan beberapa berbisik mengeluarkan suara-suara kecil merdu memberi isyarat. Sang pemuda berlari meninggalkan lawannya.
"Pipipi, pi… pi… pii pi… pipi"
(dibangunan sana Scarlet, gadis pengungkap masa lalu itu ada disana)
Scarlet, nama pemuda tersebut bergegas kearah gerbang tempat dimana bangunan paling mencolok berada. Lawannya ia tinggalkan begitu saja dan berharap sosok berambut panjang belum melumpuhkan kontestan lainnya.
*** Collin PoV***
Collin meringis, menahan luka yang jelas menganga di punggungnya. Lawannya berlari meninggalkannya begitu saja setelah memperoleh kekuatan lain ditubuhnya. mengetahui kemana arah lawannya pergi, Collin berusaha memusatkan listrik pada telunjuk kanannya. Menembakkan listrik statis tepat kearah lawannya.
Lawannya bergerak melambat, kapak dipunggungnya ia genggam. Kemudian berbalik dan melesatkan kapaknya. Berbeda dengan lesatan sebelum-sebelumnya, kapak bersinar memancarkan cahaya keperakan, sementara kecepatan lesatan meningkat beberapa kali.
Collin terkejut, lesatan listriknya diserap oleh kapak tersebut. Kapak melayang cepat kearahnya, namun berhenti dihadapannya begitu saja. seandainya dirinya bergerak sedikit saja, mungkin lesatan kapak dihadapannya akan membelah kepalanya menjadi dua.
Collin hampir kehabisan tenaga. Listrik yang bisa dia hasilkan tidak akan sekuat sebelumnya. Menghemat sisa tenaga yang tersisa menjadi jawaban baginya setelah melihat lawannya dengan mudah menghilangkan listrik yang dia tembakkan.
Collin memusatkan listriknya di sekitar luka punggungnya, membakar perlahan kulitnya sendiri, berusaha menutup lukanya untuk sesaat. Tanpa erangan, Collin terus membakar punggungnya sendiri hingga luka dipunggungnya tertutup sepenuhnya.
Collin memutuskan untuk mengejar lawannya. tak ingin gadis berambut panjang menjadi korban lawan untuk kedua kalinya.
"Jangan sampai partnerku terluka olehnya lagi, tidak… tidak boleh"
***
Alunan lagu didalam aula telah selesai dilantunkan, Elle melompat-lompat kegirangan, menepuk tangan dan tersenyum lebar kearah Sil.
[Apa bisa kita lanjutkan Elle?] tanya Sil tanpa expresi
"Uhh… Boleh-boleh nom" balasnya mengeluarkan lolipop pelangi terakhirnya.
"Kau mau loli nom?" tangan kanannya menawarkan lolipop
[Tidak, terima kasih]
Elle mengemut lolipop ditangannya. Kembali, sensasi ia rasakan dan tatapannya buram tak terarah. Tulisan yang dibentuk Sil terlihat berbayang. Ia sama sekali tidak bisa membacanya, dan pikiran Elle mulai melayang, memikirkan wujud Sil disampingnya. kemungkinan-kemungkinan kemampuannya, dan tebakan-tebakan liar lainnya yang terus menerus bermunculan dibenak Elle. Sil terkejut seketika dibuatnya.
Elle merasakan gerakan Sil, Ia berdiri dari duduknya, lalu melayang menjauh menatapnya yang sangat menikmati permen lolipopnya. Pikirannya terus memunculkan ide-ide aneh. Sesekali menggambarkan sebuah suasana di ruangan tersebut dimana Elle bermain bersama Sil. Adapula penggambaran alat-alat yang disimpan didalam tas Elle, dan alat-alat lainnya yang mungkin akan dia rakit.
Sil terlihat lebih waspada. Tatapannya tajam menatap kedua mata Elle. Tangan kiri Elle memegang ujung lolipop, sementara tangan kanannya dimasukan kedalam tas selendangnya, siap mengambil sebuah bola amber yang sebelumnya telah dia siapkan.
Rambut Sil memanjang, mengarah cepat kearah Elle yang sebelumnya telah melemparkan bola amber. Kilauan berwarna Amber memancar didalam aula, mengagetkan para musisi yang sontak histeris meninggalkan ruangan.
Kaki kiri Elle terjerat, melemparkan lolipop ditangannya. Sil sebelumnya telah membaca pikirannya dan sebelum kilauan amber muncul, kedua matanya dipejamkan. Elle sekilas menatap wajah Sil yang tanpa Expresi, perubahan dan gerak gerik pada matanya mampu ia tangkap.
Elle terjatuh dan tubuhnya kini dililit rambut-rambut hitam, mengangkat dan membawanya kearah Sil.
Sil memetik kelopak lotus biru ditangan kirinya, lalu menusukkan kelopak tersebut pada kening Elle. Elle terkejut, kedua matanya menatap lelah Sil lalu bergumam pelan.
"Nooom~"
Sepersekian detik kemudian Elle terlelap dalam ilusi yang Sil ciptakan.
***
Elle termenung, ia menatap sesosok humeno dihadapannya.
Tatapannya kesal, setelah menggebrak meja, humeno berbalik dan meninggalkannya.
Elle ingat betul kejadian tersebut,
Kejadian dimana Elle meninggalkan The Sentinels, dan memutuskan hubungan baik dengan rekan-rekannya terdahulu.
Elle melihat rekan-rekannya perlahan menjauh.
Elle berusaha mengejar mereka, namun tak selangkahpun dirinya beranjak.
Elle berusaha berteriak, namun tak seucap katapun tersampaikan.
Elle terjatuh, berlinang air mata.
Didepan sebuah gerbang hitam, rekan-rekan seperjalanannya dulu menatap kesal kehadapannya.
Salah satu menunjuk kepadanya, mengucapkan kata demi kata yang tak bisa ia dengar.
Elle menunduk, menyesali kebiasaanya yang tak pernah mendengar perkataan orang lain.
Dibawah kakinya, bayangannya-pun ikut menunjukknya.
Elle berusaha untuk bangkit, namun beban dipunggungnya terlalu berat menahannya.
Senyumpun sama sekali tidak bisa ia lontarkan, sosok didepan gerbang hitam lenyap tak bersisa.
Elle merintih, air matanya terus menerus mengalir, dibalik semua usahanya untuk terus ceria.
Elle menyimpan kepedihannya sendirian.
Namun, sesuatu yang menghangatkan tubuh Elle terpancar dari arah pintu gerbang hitam.
Meringankan beban di punggungnya, dan mengembalikan wajah cerianya.
Elle beranjak, lalu berjalan kearah gerbang hitam.
Perlahan gerbang berubah warna menjadi putih di tiap langkahnya.
Elle tersenyum, menggosok kedua matanya dan menghentikan linangan air matanya.
Sebuah jawaban yang selama ini ia cari dan tunggu.
Mungkin Elle tidak bisa melupakan kesedihan masa lalunya, Namun
Elle berhasil menghilangkan kesedihannya itu, setelah bertemu sosok yang kini menyambutnya.
Cheril, Zuzu, dan Zannny. Sosok yang akan selalu ada didalam hatinya.
Sosok, Yang akan menjadi alasan terbesarnya untuk bertahan dalam permainan maut ini.
***
Elle terbangun dari illusinya, matanya masih berlinang, dan tubuhnya menggigil kelelahan.
Sil yang membaca dan melihat langsung Ilusi yang Elle alami mendadak tertegun. Menatap bocah polos nan lugu itu dengan tatapan yang lebih respect lagi. linangan air mata-pun tak bisa ia tahan.
Menggenggam palu untuk bertahan, Elle yang tergeletak disisi kiri piano berusaha bangkit, namun kelelahan menahan keinginannya itu.
Terpaksa, Elle menekan sebuah tombol pada alat dilengan kirinya, mengaktifkan sistem dash pada sepatunya.
Tiga detik dikala Sil memalingkan pandangannya, Elle melesat kearah Sil. Memukulkan palu tempanya tepat kewajah Sil.
Final Scene
Langit malam semakin pekat kentara, cahaya rembulan berkilau menyapu bersih gumpalan-gumpalan awan disekitarnya. Scarlet terus berlari mengikuti ruh malam. Menaiki tangga menuju bagian atas kampus.
Collin mengikuti dari belakang, kedua tangannya mengarah kebelakang, memusatkan kilatan listrik dikedua telapak tangannya. Ia berhenti, lalu mendekatkan kedua telapak tangan dan mengarahkannya tepat kearah Scarlet.
*Demm*
Cahaya listrik berbentuk macan putih melesat cepat, berlari diatas tanah berbatu, melewati air mancur dan melesat menerjang tangga-tangga kampus. Kekuatannya beberapa kali lipat dari sebelumnya dan suaranya meraung-raung mendekati Scarlet. Ia mencoba menahan dengan kapaknya yang bersinar keperakan, namun tegangan listrik yang ditembakkan terlalu kuat.
Scarlet terhempas, membanting tubuhnya pada tembok tangga menuju bagian ter-atas kampus. Tenaga Collin hanya bersisa separuh saja, ia berlari dan menghampiri Scarlet yang gemetaran tak bergerak. Kejang, tubuhnya tidak bisa ia gerakan, dan headphone dikepalanya rusak akibat tegangan tinggi dari serangan Collin.
"Hah… Bisakah kau menyerah huh? Hah… Hah…"
Kelelahan, Collin menggusur Scarlet yang tengah menyerap cahaya rembulan dan memulihkan tubuhnya kembali. Menggusurnya naik keatas bangunan. Namun…
Belum sempat Collin bernapas lega, Scarlet terbangun. Ia menendang punggung lawannya dan menjatuhkannya. Luka di punggungnya kembali terbuka.
Scarlet berlari menggusur rantai ditangan kirinya. Menariknya lalu mengaitkan kapaknya dibelakang punggung. Ruh malam hanya tersisa satu saja. Yang lainnya telah lenyap dikala senjatanya diperkuat oleh ruh malam dan ketika Scarlet dirasuki ruh malam.
"Piiii… pi pii pi… piii"
(Didalam sana, mereka disana)
Scarlet berdiri gemetar, sosok wanita berambut panjang begitu mengerikan dibenaknya. Terlebih kemampuannya untuk melemahkan seseorang lewat ingatan masa lalunya. Dirinya saja tak sanggup melawannya dan mati ditangan-nya.
Scarlet meyakinkan dirinya, ia bergegas berlari kedalam namun tendangan dari belakang menghempaskannya masuk.
Tepat disaat Scarlet terhempas masuk, serangan palu Elle mendorong Sil hingga terhempas kearah pintu keluar.
Collin yang berada diluar sigap menangkap Sil, partnernya. Sementara Scarlet tertatih berdiri memegang kapak ditangannya.
Tatapannya tajam kearah Elle. Setelah yakin bocah tersebut menghempaskan gadis berambut hitam, Scarlet berlari mendekati Elle. Sebelumnya melesatkan kapaknya keatas langit-langit hingga memadamkan penerangan.
***
Ruangan berubah mencekam. Namun getaran disekitar ruangan bisa Elle rasakan. Ia menghentak-hentakkan kakinya, berusaha merasakan keadaan sekitar, posisi benda dan juga sosok-sosok yang ada di ruangan tersebut.
Elle menyadari kedatangan Scarlet, ia bersiap dengan palu tempanya.
"Kita harus bicara"
Tangan kanan Scarlet membopong Elle. Membawa paksa Elle kebagian atas sisi tergelap ruangan tersebut. Tangan kirinya mendekap mulut Elle. Elle berusaha memberontak, namun kekuatan Scarlet terlalu kuat baginya.
"Uhf…nuff… uhhhh…" Elle berontak, ia menggigit tangan Scarlet sekuat tenaga.
Scarlet semakin bergegas, lalu membanting Elle disudut ruangan. Elle kembali berontak, ia tidak suka perlakuan kasar Scarlet terhadapnya.
"Dengar bocah, aku tak tahu siapa dirimu, namun kumohon dengarkan diriku" Ancaman kapak dipangkal leher Elle memaksanya untuk setuju, tangan kirinya kembali mendekap mulut Elle.
"Mereka berdua berbahaya. Sangat berbahaya"
"Aku tak tahu kemampuanmu, ataupun alasanmu ada disini, namun bisakah kita bekerja sama?"
Elle kesal dengan sosok mirip Nordelve dihadapannya, begitu kasar dan terlalu berkuasa. Ia berusaha untuk menganalisa keadaan, memikirkan kemungkinan dan langkah selanjutnya. Palu masih ia genggam erat. Dan sebuah ide melintas dibenaknya. Elle tahu apa yang harus ia lakukan.
Elle mengangguk, Scarlet melepaskan dekapan tangannya. Elle menunjuk kapak dipangkal lehernya, dan Scarletpun menjauhkannya beberapa senti.
"Baiklah, namun ada syaratnya. ceritakan apa yang kau ketahui tentang mereka, nom"
"sebelumnya, beritahu namamu, dan kemampuan terbaikmu"
"Elle, aku gnome dari gunung merrygold. Aku seorang penemu dan ahli mesin. Apa itu cukup nom?"
"Ahli mesin dan penemu, apa yang bisa kau rakit Elle?"
Elle bergeming, kilatan-kilatan cahaya di arah pintu keluar terlihat mendekat. langkahnya jelas mendekati mereka. Elle menepuk pundak Scalet memberi isyarat kedatangan mereka.
"Mereka mendekat nom"
"Mendekat? Darimana kau tahu?"
"Getaran bumi, Dewi Regina memberkati kaumku dengan kekuatan ini nom"
Elle menunjuk, mengarah pada pintu keluar ruangan.
"Disana, Sil masih terdiam."
Scarlet tersenyum kagum. Kepekaan instingnya saja belum tentu bisa merasakan keberadaan sosok didalam ruangan tersebut. Ia menatap Elle yang sedari tadi bergumam aneh. Tangannya dipenuhi alat musik tiup yang entah sejak kapan ia mengambilnya.
"Ini, alat baruku. Kuberi nama Saxogun nom" Elle menunjukkan alat ciptaannya. Walaupun kegelapan begitu pekat, namun Scarlet bisa dengan jelas melihatnya.
"Kau membuat itu? Sejak kapan?"
"Sudahlah, mereka mendekat nom. beritahu tentang mereka cepat"
Scarlet mengangguk, ia berbisik kepada Elle menceritakan semua yang ia ketahui. Elle tersenyum terkikih lali menepuk pundak Scarlet dan berbisik. Elle meminta waktu lebih untuk merakit alat lainnya. Scarlet mengangguk, menyetujui permintaanya. Scarlet bersiap dengan kapaknya.
"Kuberi waktu tiga menit, kau bisa?"
"Satu menit nom, itu jauh lebih dari cukup"
Scarlet melompat, melesatkan kapaknya menembus kegelapan pekat.
***
Sil tersadar, hantaman palu dari Elle jelas mengagetkannya. Ia kembali melayang, berusaha mencari keberadaan makhluk disekitarnya dengan membaca pikiran. Ia berhasil menemukan rekannya Collin yang kini tengah bertarung ditengah kegelapan melawan Scarlet.
kedua benak mereka begitu bising, memikirkan serangan dan gerakan disaat yang bersamaan. Sil tidak bisa merasakan dimana posisi Elle, apa mungkin bocah polos tersebut berhenti berpikir? Apa itu mungkin? Apa ia sudah tahu kemampuan Sil?
Sil melayang tinggi, mencoba memusatkan pikirannya, namun sesuatu yang tidak disangka-sangka olehnya melesat cepat kearahnya. Sebuah bola amber mendorong Sil hingga tersudut lalu kilauan cahaya amber terpancar darinya. Sil terjatuh robekan di gaunnya membesar, dan tato diatas kulitnya terlihat lebih jelas.
Sil terkejut mendapat serangan tiba-tiba tersebut, pertarungan ditengah ruangan pun terhenti untuk beberapa saat. Suara teriakan dari sudut terjauh ruangan terdengar nyaring.
"Sekarang nom, cepat"
Sil berusaha untuk berdiri, namun serangan bola amber Elle membutakannya, sekaligus memberi efek statis yang cukup tinggi. Lumpuh sesaat, Sil tergeletak tak berdaya. Rambutnya pun ikut lumpuh dibuatnya.
***
Scarlet menahan pukulan Collin. Ia melompat kebelakang, melesatkan ujung rantai dan melilit tangan kanan Collin. Scarlet melempar kapaknya kearah piano. Menancap kuat dan menahan Collin untuk sesaat.
Collin masih bisa menendang Scarlet, namun instingnya berhasil menghindarinya. tiga bilah pisau lempar Scarlet ciptakan dalam kurun waktu lima detik.
Scarlet melempar salah satu pisau kearah Collin, menusuk tepat di sela-sela rantai dan menembus kulitnya. Collin mengerang, menghentak-hentakkan kakinya tanda kesakitan.
Scarlet bergegas berlari dengan kedua pisau ditangannya. Ruh malam terakhir yang sedari tadi membayangi Sil masuk menyinari kedua pisaunya. Kilauan keperakan kembali terpancar, menyinari ruangan untuk sesaat. Collin berusaha keras untuk melepas pisau dan rantai yang membelenggu tangannya, sementara Elle? Ia tengah sibuk memompa Saxogun miliknya dan mengisi amunisi lagi berupa Bola amber ciptaannya.
*Stab*
Scarlet menusuk tubuh bagian tato Sil dengan kedua pisau ditangannya, lalu membelah tubuhnya menjadi dua bagian.
Sil mati bergelimang darah merah.
Collin terpaku, melihat partnernya tersudut dan mati ditangan Scarlet, pisau dibelakang tangan Scarlet meneteskan darah merah, pancaran sinar keperakan jelas memperlihatkan Sil yang tergeletak tak bernyawa.
Collin mengerang murka.Ia mencabut paksa pisau dilengan kirinya, lalu Collin mengumpulkan tegangan listrik dikedua telapak tangannya. Ia menatap tajam Scarlet. Kesal bercampur gusar mempengaruhi pengendalian listriknya.
***
Elle menyadari pergerakan Collin. ia belum selesai memompa senjatanya, mengumpulkan angin untuk kemudian menjadi pendorong bola amber didalamnya. Collin berlari kencang, kedua lengannya mengumpulkan listrik yang berkilat-kilat. Sementara Scarlet terhuyung hampir terjatuh. Kedua pisaunya-pun mulai meredup.
*Kaching*
Saxogun bisa Elle gunakan. Elle mengarahkannya kearah Scarlet, sambil tersenyum riang.
"SURPRISE!" teriak Elle menekan salah satu tuts saxogun. melesatkan bola amber kearah Scarlet.
Beruntung instingnya masih peka, ia melempar kedua pisaunya tepat kearah Collin, salah satunya mengenai pundaknya. Kedua tangannya membentuk sebuah palu martil berukuran besar, lalu berputar kesamping.
Collin berhenti dihadapan Scarlet, kedua tangannya memancarkan listrik kuat, lalu melesatkannya kearah Scarlet. Namun sepersekian detik sebelumnya, Scarlet berputar kesamping dan memukul bola amber, menghujam tubuh Collin hingga terpental jauh kebelakang.
Scarlet terhempas oleh raungan serangan listrik berbentuk macan putih. Terhempas jauh keluar ruangan musik. Sekali lagi, Scarlet kejang-kejang dan kehilangan nyawanya.
Sementara Collin tersudut dengan luka bakar didadanya. Kilauan warna amber sama sekali tidak berpengaruh padanya. Tubuhnya menancap pada kapak dimuka piano.
Collin berusaha untuk bergerak, namun darah yang mengucur begitu deras, dan organ dalam yang terluka parah memaksanya untuk menyerah.
***
Elle beranjak dari tempatnya, berlari keluar kearah Scarlet yang tergeletak tak sadarkan diri. Luka disekujur tubuhnya mulai pulih. Namun tatapannya kabur tak terfokus. Elle bersyukur melihat sosok dihadapannya masih bernapas.
"Terima kasih Elle, tanpamu mungkin aku tak bisa membunuh gadis terkutuk itu"
"Maksudmu Sil nom?"
"Ya, kemampuan ilusinya terlalu kuat. Dan aku benci melihat masa laluku"
Elle tahu betul rasanya terjebak dalam ilusi Sil. Ia tersenyum riang kearah Scarlet dan membantunya berdiri.
"Apa semuanya telah usai nom?" tanya Elle
"Belum, sepertinya belum, lihatlah itu" tunjuk Scarlet kearah langit yang mulai terang benderang, Silhouette Hvyt terlihat mengawasi mereka berdua.
Rembulan mulai lenyap dan pancaran mentari pagi menyongsong hari baru. Elle menatap wajah scarlet yang memucat. Elle meninggalkan Scarlet, berlari kearah Hvyt dan berteriak kesal.
"Hei Cuckoo, apa permainan telah usai huh?"
Hvyt menatap tajam Elle, ia enggan menjawab, namun sudah kewajibannya untuk menginformasikan jalannya pertandingan.
"Belum, lawan terakhirmu disana" balas Hvyt menunjuk Scarlet yang tergeletak lemas
"Ta… tapi nom. bisakah kita menyelesaikan permainan ini? Ayolah nom"
"Kalahkan lawan terakhirmu itu dan jadilah kontestan yang bertahan sampai akhir. Ingat perkataanku ini" Seru Hvyt melayang lebih tinggi dan masih memperhatikan keduanya.
Elle melangkah mendekati Scarlet, ia membisikan semuanya. Scarlet tersenyum, wajahnya terlalu lelah untuk kembali bertarung.
"Apa kau ingin bertarung melawanku Elle?"
"Ti, tidak nom. tidak mau"
"lalu apa yang harus kaulakukan untuk mengakhiri semua ini huh?"
"Entahlah nom, Elle bingung… walaupun kau kasar, tapi kau telah melindungiku nom"
Scarlet tersenyum, ia menatap gadis polos dihadapannya yang berbalik tersenyum kepadanya.
"Baiklah, Aku menyerah!" seru scarlet berteriak.
"Eh? Mengapa nom?"
"Kau lihat? Aku kelelahan, dan tak sanggup untuk bertarung lagi. dan lagi, kau bukanlah lawan yang ingin aku lawan."
"Jika kita bisa berjumpa lagi lain waktu, bisakah kita bekerja sama lagi?"
"Uhm… tentu tuan… emm, maaf siapa nama tuan nom?"
"Scarlet, Scarlet Nite'elf si pengembara kegelapan"
Sesosok Hvyt mendekati Elle, sosok berbeda dari Hvyt yang melayang diatas langit. Hvyt yang mendekati Elle sudah pasti yang membawanya ketempat ini.
"Selamat Nona Richella, Kau memenangkan Round pertama ini"
Elle tersenyum lega, berjalan perlahan kearah sosok Hvyt lain yang tengah sibuk dengan tombak dari tulang ditangannya.
Sedetik kemudian Hyvt melesat. Menukik tajam menusuk Scarlet tanpa ampun. Hvyt yang lainnya merangkul Elle, membawanya pergi meninggalkan kota tersebut, Elle yang sekilas melihat kejadian tersebut berubah geram.
Elle berontak, kesal dan memukul-mukul tubuh Hvyt.
"Ini sudah menjadi perintah tuan Thurqk nona Richella" balasnya dingin
***
Richella mignonne! 7,5 dari moi
ReplyDeletethanks Bro :D btw, ga ada review / komen / saran / kritik kah? takutnya ga masuk nilai darimu bro ^_^
DeleteAnulir~
DeleteTres bien, moi komen ulang.
DeleteRichella is mignonne, super cute. Kudos buat August, karena Richella is well-build character. Bahkan sudah punya gaya khas tersendiri, baik gaya bicaranya atau sifatnya. It is a joy to read. Karakter kedua setelah Ursario yang bikin moi gemes.
So, pardon to Monsieur Admin, moi kasih nilai 7,5 mohon kali ini tercatat.
Kyaaaaaaaa.... umi takjub... umi takjub....
ReplyDeleteSebagai teman satu Blok, Umi takjub dirimu berhasil menunjukkan Sil dengan sangat baik, Super baik malah >///< bahkan umi ga tahu lagi harus bilang apa. Padahal dirimu jarang tanya-tanya soal Si.
Sepertinya Charsheet Sil sudah cukup untukmu mengerti Sil kyaaaaaa
---------------- le kritik starts here----------------------------------
- typo cuy... di kalau menunjukkan tempat seperti disitu, disini, dihadapannya, itu dipisah jadi di sini, di situ, di hadapannya.
- oh iya... minor dan bisa diabaikan, tato itu memancarkan cahaya pelangi kalo dicucuk :/
------- le kritik stops here------------
dan tahu enggak, umi bikin Elle marah sama Emils juga karena disebut pendek >.<
oh iya, umi paling suka banget bagian ini -->
""Ba, bagaimana mungkin ia bisa melihat lotus flowerku?"
Sil, gadis berambut panjang terkejut dengan pertanyaan dari bocah bernama Elle itu. Terlebih setelah mengetahui kebenaran bahwa salah satu kontestan telah disingkirkannya. ia yakin bahwa hanya makhluk berhati bersih saja yang dapat melihat lotusnya. Lalu, apa seseorang yang telah menyingkirkan salah satu kontestan turnamen ini bisa dikatakan berhati bersih?"
somehow bagian itu tuh bikin ummi bergidik ngeri sendiri, karena sebelumnya umi sempat berpiki sama sama Sil. Kok Elle bisa tahu >.<
anyway... 9 point >/////< umi suka ceritanyaaa banget.
Kyaaaaaa... Umiiiiii Wuv youuuu Umiiii #Plak Digampar Elle...
DeleteEhm...
Thanks banget ya Umi.... terlebih Kritiknya... bakalan kutingkatin buat kedepannya :D
saya hanya BASED on Charsheet aja Cc, and pertanyaan2 minor di group chat itu, selebihnya pengenalan Char Aja :D
Makasih ya Umi
*Peluk*
*Ditendang ampe bunting* >///<
Penggambaran karakter Elle menarik buat saya....
ReplyDeletebattle tidak memberi kesan "wow" tetapi lebih ke "penasaran lanjut membaca"
untuk merayakannya, mari kita nyanyikan
"We are going to, Dum Nom~"
"We are crafting the, Dum Nom~"
"Everybody, Dum Nom~"
"For the spirit of Merrygold, Dum Nom~"
"We are going to, Dum Nom~"
"Everybody, Dum Nom~"
9/10
Thanks Bro :D
Delete"Wanna Sing with me nom?"
"We are going to, Dum Nom~"
"We are crafting the, Dum Nom~"
"Everybody, Dum Nom~"
"For the spirit of Merrygold, Dum Nom~"
"We are going to, Dum Nom~"
"Everybody, Dum Nom~"
^_^
Catet deh
Delete1. tanda antar bagian *** sebaiknya dipakai saat memang ada jeda dalam cerita seperti 20 menit berlalu atau 10 menit berlalu, bukan dalam hitungan detik.
ReplyDelete2. soal PoV. kamu itu pakai PoV3 gak perlu dari "sudut pandang si Anu" karena gak pakai kata "Aku" sebenarnya penempatan spotlight saja.
3. Petarungan 4 arahnya bikin saya bingung mengenai setting.
Typo Lesson:
manusia-manusia, gubuk, penyihir lah. DI + tempat pakai spasi,
Tapi overall ceritamu enak banget dibaca.
Final Verdict: 7
Kadang pacenya aneh, dan pov gitu saya lebih prefer ga usah disebut nama, yang penting tunjukkin fokusnya siapa dan ada jeda yang jelas sebelum pergantian fokus
ReplyDeleteTapi selain yang sifstnya teknis, lain"nya asik sih. Elle-nya berkarakter banget. Akhirannya juga entrant nyerah, bukan dibunuh atau dibikin hilang kesadaran
7/10
Tercatat
DeleteMari kita bernyanyi bersama!~
ReplyDelete"We are going to, Dum Nom~"
"We are crafting the, Dum Nom~"
"Everybody, Dum Nom~"
"For the spirit of Merrygold, Dum Nom~"
"We are going to, Dum Nom~"
"Everybody, Dum Nom~"
:D
Char Elle ini menarik yah, catchprhasenya itu kek punya si Narto Safrudin yang pake akhiran "dattebayo" di tiap akhir kalimatnya.
XD
oh iya, agak bingung karena pake tanda *** nya keseringan. Setahuku kalo mau pake tanda itu kalo scene-nya berubah ke tempat lain, atau fast forward di waktu yang berbeda.
terus, penggunaan sfx yang pake bahasa inggris itu kadang bikin ane 'pause' dalam kegiatan membacanya.
:p
+ 7 ya
:D
Tercatat
DeleteAlur : 2/3
ReplyDeleteSaya suka konsep kalo mereka itu hantu (udh mati)
Sil ternyata kyk gitu ya wkwk, tpi battle nya krg intens nih
Elle sebenernya ngapain nom?
Deskripsi tempatnya jg krg menyatu, beberapa hal seolah hnya muncul keberadaannya ketika dibutuhkan, selebihnya gk disinggung seolah gk ada... ._.
Karakterisasi : 1,5/3
Yah, lumayan lah... Walo Emils nya kok mau berwujud jd manusia meski kyaknya dia benci setengah mati sma manusia...
Gaya bahasa : 1/2
Err.... Lebih oke, kalimatnya pendek2 cuman masi kaku >__<
Dan kalimat yg terlalu pendek, bsa digabung dgn kata hubung spy kesannya lebih ngalir... Misalnya...
--
Scarlet terus berlari mengikuti ruh malam. Menaiki tangga menuju bagian atas kampus.
--
Scarlet terus berlari mengikuti ruh malam, kemudian menaiki tangga menuju bagian atas kampus.
--
Selain itu, kyaknya kak August suka bgt ya sma nama Elle... Tiap paragraf muncul kata 'Elle' lebih dari tiga, itu agak ganggu imo >.< Saran, coba pakek kata ganti, kalimat pasif, atau imbuhan '-nya' ....
Typo n error : 0/1
Udh dikomen sama Umi, ttg penggunaan kata depan 'di' dan imbuhan 'di-'
Cukup mengganggu n bkin gk nyaman baca... Bgitu jg dgn 'ke' dan 'ke-'
Hal-hal lain : 1/1
Sy percaya Elle ini brpotensi itk char lovable, n penulisnya jg suka mempelajari #mungkin xD
Jdi sy kira battle berikutnya akan lebih baik ^^)d
Total : 5,5 >.<
Maaf ya, sy kira bisa dpt poin 7 tp bahasa n typoerror nya bkin gak nyaman baca >.<
Saran, byk2lah membaca *w*)d
Wah wah wah..
ReplyDeleteIni ceritanya enak dibaca.
Ngalir gitu, dan karakter si Elle ini somehow manis.
Terlepas yang bagus-bagus, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, sama seperti yang disebut kak Ivan, Kak Sam dan Bang Ichsan mengenai POV, tanda jeda, dan sound effect yang dinarasikan. Sama penggunaan tanda dash (garis datar), saya nemuin ada banyak disini, terutama sebelum kata 'pun'.
Well, tapi saya asik bacanya,
+8
Ergh ... sebenarnya saya malas mengingatkan soal ini, tapi “di” (ataupun “ke”) sebagai kata depan itu penulisannya dipisah, dong. Kan nggak susah juga .... oTL
ReplyDeleteOke, masuk ke penilaian. Pertama, agak membingungkan sewaktu Scarlet dan Collin masih dinarasikan sebagai pemuda dan pria. Kenapa tidak dikenalkan saja nama mereka dari awal? Lalu haruskah ada tulisan =POV si Anu= setiap berganti sudut pandang karakter? Dan perkenalan nama karakter seperti Emils dan Collin justru dari keterangan =Emils’ POV= dan =Collin’s POV=. Padahal akan lebih elok kalau nama karakter dikenalkan dalam dialog ataupun narasi~
Pertarungan si Elle dengan Jelly (Emils) lumayan menggambarkan karakter Elle sebagai tinker yang mengandalkan banyak booby traps. Saya cukup suka bagian ini, meskipun Jelly mati terlalu awal.
Tapi ada yang aneh dalam interaksi Elle dengan Sil, dari yang tadinya pasif, tiba-tiba malah bertarung. Sepertinya terlalu lompat. Proses koalisi antara Sil dan Collin pun tidak dijelaskan—tiba-tiba saja pembaca tahu kalau mereka itu rekan. Dan jurus macan putih listriknya Collin, biarpun saya nggak menemukan itu di charsheet, tapi yah ... bolehlah. Yang membuat saya terkejut adalah pisau buatan si Scarlet mampu membelah tubuh Sil menjadi dua??
Ah iya ... di sini Elle dan Scarlet kan akhirnya bertemu. Mereka sama-sama pembuat senjata. Tadinya saya mengharapkan mereka membuat senjata gabungan atau apalah. Tetapi akhirnya mereka hanya membuat senjata sendiri-sendiri ...
Narasinya sudah lumayan, pergantian sudut pandangnya agak membingungkan, tapi secara keseluruhan ini cerita yang masih bisa saya nikmati.
Oleh sebab itu saya berikan 6.0, nom~
Sedikit tambahan, padahal si Scarlet bisa digambarkan mati kehabisan tenaga saja. Toh malam sudah berlalu sehingga dia kehilangan kemampuan regen-nya. Dibunuh oleh Hvyt terasa aneh—apalagi kalau nanti ternyata Scarlet masuk dua besar dan serta merta dihidupkan lagi oleh Thurqk :v
Ceritanya cukup bervariasi, dan karakter Richella si gnome yang punya "obat" untuk mengatasi hampir semua macam musuh sangat menarik. Namun, perlu diperhitungkan kembali kekuatan masing-masing kontestan.
ReplyDeleteAda yang sedikit aneh, di cerita lain Emils tidak bisa begitu saja ditumbangkan oleh Collin yang pengguna petir/listrik, sementara Shock-o-Matic si Elle bisa mengurai elemental si makhluk jelly itu. Mungkin memang butuh petir yang lebih canggih daripada yang "asal sambar" saja.
Yang saya paling suka, setiap kontestan punya andil untuk mengeliminasi kontestan-kontestan lainnya, walau pamungkas-pamungkas mereka tak begitu kentara. Dan kelihatannya Emils yang inteligensianya paling "kurang" di antara mereka semua.
Biarkan Thurqk menentukan realita dari versi-versi kisah ini. Dasar "dewa" menyebalkan.
Sementara saya, musafir dari another realm memberi modal 7/10 untuk kisah ini.
Oya, juga ada variasinya juga berupa kerjasama dan keinginan bahwa sebenarnya kalau bisa tak perlu battle royalenya sampai bunuh-bunuhan agar menang dan bisa hidup kembali.
Deletemakasi komennya Gan
DeleteSbenernya Shock O Matic tidak menguraikan Emils, lebih ke membutakan saja.
Yang menguraikan Emils tu gara2 inti biru tuanya kena Dr.Ill yg terpasang didepan kotak sampah ^_^
Tercatat
DeleteELLEEEEEEEEE NOOOOOOOOOMMMM KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
ReplyDeletepengen peluk elle bener2 dah
karakternya dijelasin dengan baik. plotnya juga,
emosi nya juga dapet.
battlenya gak meriah tapi mantep.
I wanna give ten for this..
but...
typo dan pergantian pov yang ga perlu..
:<
so.
8/10 for youuuu ellleeeeeeee
Tercatat
DeleteElle~ <3
ReplyDeleteKeimutanmu jadi hilang loh kalau bertarung :( mending kita makan lolipop bareng yuk :3
Playground-nya keren, battlenya juga meskipun saya merasa kesulitan untuk membayangkan tiap adegannya .-.
Oh No! Banyak typo! Dan pergantian PoV dengan menuliskan nama (kayak Elle PoV atau Collin PoV) itu sebenarnya nggak boleh loh ^_^ (penyakitnya para newbie nih)
7/10
Tercatat
Delete