Pages

April 12, 2014

[ROUND 1 - B] EISTED FODD - KILLER IS KILLED

[Round 1-B] Eisted Fodd
"Killer is Killed"
Written by Justang Zealotous

---

"Untuk dapat bertahan hingga akhir, tak ada cara lain selain mengalahkan siapa pun yang menghalangi kalian. Dari lima puluh lima yang ada di sini, akan kuperkecil jumlahnya menjadi empat puluh empat. Ya, sebelas di antara kalian akan merasakan siksaan yang pedih dariku."

Kata-kata makhluk yang menurutnya sebagai dewa itu terus terngiang di pendengaran Eisted Fodd. Terasa jadi kepedihan tersendiri terdengar dari mulut makhluk yang bisa dikatakan terangkuh seantero Devasche Vadhi. 

Setelah keluar dari Nanthara Island, sebuah tempat yang tak bisa dikatakan sebagai dunia, kalau pun itu neraka, terlalu kejam. Dia dibawa paksa oleh para Hvyt, ditarik-tarik tangannya, lalu ditinggalkan begitu saja. Eisted Fodd lalu membuka matanya lebar-lebar, mengatur posisi kacamatanya, dan sebuah hamparan gurun pasir terbentang luas di hadapannya.

Sebenarnya tempat itu tak terlalu asing baginya. Eisted mencoba menerjemahkan tempat itu dengan pikirannya.

"Aha! Ini adalah Refregia. Apakah ini karena saat hologram tadi dinaikkan namaku yang paling tebal dari semuanya? Dewa Thurqk juga berkata bahwa beberapa di antara kami akan pergi ke suatu tempat yang tak asing. Aku pulang!" Eisted berteriak-teriak. Dia begitu bahagia, wajahnya sedikit berseri-seri.

Eisted lalu bergerak menuju Kota Refreg, kota tempat asalnya. Sembari menikmati embusan angin yang menerbangkan rambutnya yang panjang dan berantakan itu. Dia mencoba memikirkan kembali sebenarnya apa yang telah terjadi dengannya. Namun, hal terakhir yang diingat adalah saat sebuah mobil menabraknya pada suatu malam. Hanya itu.

Saat tiba di perkotaan. Struktur bangunan Kota Refreg masih sama. Rumah-rumah berbentuk segitiga dengan perpaduan warna gelap dan terang. Para binatang-binatang juga masih terdengar jelas bercengkerama. Tumbuhan tampak jenuh. Tapi, anehnya saat Eisted mencoba untuk menyapa para pejalan kaki yang lewat, semua mengabaikannya. Dia tak terlihat bahkan kehadirannya pun tak terasa. Akhirnya, dia baru sadar bahwa dia telah meninggal karena kecelakaan saat malam itu. Jadi, dia hantu sekarang? Begitulah.

Eisted lalu menuju ke rumah tempat tinggalnya. Setibanya, dia melihat saudara perempuannya sedang duduk memangku lutut di garasi rumah. Lalu, disusul dua saudara laki-lakinya yang saling kejar-mengejar, tertawa, dan bercanda. Eisted termenung, menatap mereka pilu. Air matanya pun perlahan terjatuh membasahi pipinya.

"Tempat apaan ini? Semuanya seperti sampah." Eisted merasakan kehadiran seseorang. Terdengar jelas dari pikirannya. Eisted memang mampu membaca pikiran orang lain.

Eisted kemudian mengedarkan pandangannya. Mencari asal suara pikiran itu. Tepat di bawah pohon yang daunnya sudah gugur, terdapat seorang wanita yang memakai pakaian seperti kimono berwarna putih dan ada semacam selendang di atasnya berwarna ungu.

"Ai Lin, berhentilah!" Wanita itu kembali memikirkan sesuatu.

Apakah dia bisa jadi temanku? Pikir Eisted. Lalu dengan langkah perlahan, dia mendekati wanita itu. 

"Spirit of Light!" Baru sekitar tiga langkah, pikiran lain kembali terdengar dari arah belakang. Sekejap, sebuah lentera terayung-ayung dan langsung menghempaskan tubuh Ai Lin. Ai Lin meringis kesakitan saat tubuhnya membentur pohon besar. Wajahnya pun memerah, sangat geram. Lalu sedetik kemudian, sebuah sayap muncul dari punggungnya. Kemudian dia terbang mendekati makhluk hijau dengan dua lentera tergantung di kepalanya.

Ai Lin mendekatkan wajahnya ke wajah makhluk itu. "Beraninya kau!"

"Kenapa tidak? Aku Bara Tumpara." Dengan satu jurus, Bara menggoyangkan kepalanya. Lenteranya kembali terayung dan mengempaskan tubuh Ai Lin jauh lebih dahsyat dari sebelumnya. Keempat batu rohnya lalu menempel dan mengeluarkan energi membentuk pisau pemotong empat sisi. Dia mengayungkannya dan pisau itu berhasil menyayat tubuh Ai Lin. Lebih sakit. Lebih perih. Darah mengucur deras. Ai Lin kini tak berdaya. Sekali hentakan, tubuh Ai Lin bagian atas dan bawah terpisah.

Eisted hanya bisa menganga melihat kejadian tersadis itu secara langsung. Sepertinya dia bakal menghadapi makhuk yang begitu kuat dan berbahaya.

"Woi, kau yang berkacamata. Untuk memenangkan pertarungan ini, jangan lengah atau kamu bakal menjadi makhluk terpayah," ucap Bara sinis.

"Itu belum seberapa, selanjutnya kamu yang bakal kupotong habis-habis." Pikiran Bara terdengar jelas di pendengaran Eisted. Jantung Eisted pun mulai berdetak kencang. Dia berpeluh. Dia berpikir untuk mengangkat kakinya, lalu berlari sekencang mungkin tapi sepertinya itu adalah cara terbaik untuk bunuh diri. Dia terdiam mencari cara terbaik untuk lolos dari makhluk itu.

Tunggu dulu! Keempat batu rohnya telah terpisah jauh akibat membunuh Ai Lin barusan dan Bara tampak terengah-engah. Ini adalah kesempatan besarku. Batin Eisted lebih dalam. Lalu, dia mengendalikan pikiran ranting pohon tanpa daun di dekat mayat Ai Lin. Menyuruh ranting pohon itu membentuk seperti tangan dan mengepal lentera Bara. Lalu, mengempaskan tubuh Bara jauh-jauh, lebih keras lagi. Semangat Bara menurut drastis akibat hempasan itu. Dia mencoba untuk menengkan dirinya tapi semakin lelah.

"Harimau!" Eisted berteriak. Beberepa menit kemudian, sekumpulan harimau datang. Belum sampai situ, dia kembali mencoba berkomunikasi dengan makhluk lain tak kasat mata. Hal itu dilakukan untuk membantunya menghabisi Bara.

"Koyak dia!" seru Eisted.

Harimau itu lalu berlari kencang menuju Bara. Kemudian mengoyak tubuhnya lamat-lamat dengan gigi taringnya yang tajam dan berusaha mencabik hingga kepala Bara terlepas dari tubuhnya. Dengan bantuan makhluk tak kasat mata, kepala Bara lalu diputar 360 derajat. Lentera itu seakan tak berkutip dan membuat Bara sungguh tak berdaya kali ini.

"Maaf! Aku terpaksa melakukan ini," ucap Eisted sambil menutup wajah bersalahnya. Sementara itu, mata Bara menatap panjang, tajam, dan kosong, serta mulutnya pun menganga lebar.

"Kenapa untuk menjadi pemenang harus ada pembunuhan?" Eisted berteriak-teriak. Air matanya sekali lagi tumpah. Dia memang manusia paling melankolis tapi untuk dapat bertahan hingga akhir, tak ada cara lain selain mengalahkan siapa pun yang menghalangi kalian. Itu terus tersimpan di memori Eisted.

Sementara Eisted kembali melamun, berpikir tentang kegilaan yang telah terjadi pada dirinya. Sebuah suara sentakan, pukulan, dan beberapa pikiran-pikiran orang lain yang sedang bertarung kembali menyadarkan Eisted dari lamunan.

Dia lalu mencari asal suara-suara itu. Rupanya tepat di pinggir jalan, dua makhluk sedang bertarung. Mereka wanita dan juga pria. Dari pikiran mereka Eisted menduga mereka adalah Flager Ivlin dan Stella Sword. Tampaknya mereka adalah makhluk terakhir yang mesti dilumpuhkan untuk bertahan hingga akhir.

Eisted memanfaatkan suasana yang ada sambil terus memperhatikan kedua makhluk itu bertarung hingga salah satunya mati.

Flager mengeluarkan pedang dari kainnya. Dia mencoba menyayat tubuh Stella tapi Stella selalu dapat menghindar dari tebasan pedangnya. Namun pada akhirnya Flager berhasil jua, satu luka sayatan berhasil merobek kulit Stella hingga darah merembes keluar. Stella mengerang. Dia menahan rasa sakit itu.

Stella lalu berusaha menyentuh Flager dengan tangan kirinya, bermaksud membakar tubuh Flager. Tapi Flager memang ahli strategi hingga sentuhan itu tak berhasil dilakukan. Malah Flager kembali mengeluarkan pedang samurai yang lebih panjang dan memotong tangan Stella secara cepat. Stella kembali meringis kesakitan. "Arrgghhh!"

Flager mengangkat pedang samurai miliknya, lalu menggoyangkannya dari atas, samping kanan, lalu ke kiri. Prakk! Pedang itu berhasil mengenai perut Stella. Saat pedang itu masih di perut, Flager kemudian memutarnya 45 derajat secara perlahan hingga Stella menjerit keras-keras. Jeritannya sangat pedih. Sekejap, tubuh Stella terkulai dan jatuh lemas ke tanah.

"Hebat!" ucap angkuh Eisted.

Flager membalikkan badannya, sadar akan kehadiran Eisted. Flager lalu menatap Eisted dengan tatapan sinis. Dia tahu, kini Eisted juga termasuk salah satu 'makhluk terpilih' Dewa Thurqk yang mesti dilawannya.

"Makhluk ini akan sangat mudah dilawan. Sekali tebasan di sisi kiri, dia akan langsung terpotong," pikir Flager. Kemudian, dia melakukan aksinya.

Dengan gesit, Eisted bergerak ke sisi kanan dan berhasil menghindari tebasan itu. Flager mengernyitkan alis dan dahinya karena sedikit heran dengan Eisted yang mampu membaca pikirannya. Tapi, sekali lagi karena sebagai ahli strategi dengan tangkas menggoyangkan pedangnya ke kanan. Eisted terluka, kakinya berdarah dan membuatnya jatuh tersungkur. Flager tersenyum sinis.

"Beruang!" Eisted berteriak. Semenit kemudian, kumpulan beruang berlarian ke arah Flager. Mencoba mengoyak tubuhnya seperti mengoyak tubuh Bara Tumpara sebelumnya. 

Sambil memanfaatkan keadaan saat beruang itu berusaha mengoyak tubuh Flager. Eisted berusaha menyeret kakinya dan bergerak cepat menuju pepohonan yang dipenuhi daun di dekatnya. Dia mengambil daun itu lalu membuat sebuah racikan obat tradisional dan menempelkan ke lukanya. Tak cukup semenit, luka itu tak lagi terasa sakit. Eisted mulai mampu menggoyang-goyangkan kakinya.

Rupanya beruang itu bukan lawan tangguh bagi Flager. Dengan kekuatan pedang dari kakinya, beruang itu dapat terbunuh satu per satu.

"Ah, rupanya kau tangguh juga!" tutur Flager agak geram.

Eisted tak tinggal diam, dia harus segera menghabisi Flager jika ingin pertarungan ini segera berakhir, atau bahkan dia yang aka terbunuh. Mulutnya pun komat-kamit mengeluarkan syair-syair yang begitu memilukan. Gelombang suara yang keluar dari mulut Eisted memekakkan telinga Flager hingga ia harus menutup telinganya rapat-rapat.

Syair-syair itu pun dikeluarkan semakin keras. Flager tersentak-sentak. Tubuhnya seperti dicabik-cabik dengan suara super menyedihkan yang keluar dari mulut Eisted. Dia semakin lemah, mentalnya mulai menurun.

Sembari terus mendengungkan syair-syair itu, Eisted mendekati Flager. Dia mendekatkan wajahnya ke wajah Flager. "Pertarungan adalah kegilaan. Pembunuhan adalah keterpaksaan. Bukan aku mau. Aku terpaksa," dengung Eisted dan membuat Flager meronta-ronta kesakitan.

Eisted lalu mengambil pedang Flager dan menusukkan ke perutnya. Lebih tajam. Lebih dalam. Darah keluar dari perut berserta mulut Flager. Banyak sekali. Eisted kemudian menarik pedang itu dan kembali menusukannya hingga Flager perlahan jatuh lemas. Tubuhnya membentur tanah keras sembari darah itu bercucuran keluar, mengalir sangat deras seperti aliran sungai.

"Semua sudah mati. Ini yang kauinginkan Dewa Thurqk?" Eisted berteriak sekian kalinya. Lalu duduk berlutut sambil mengusap air matanya yang terjatuh karena penyesalan atas pembunuhan yang telah terjadi.

***

16 comments:

  1. Konfliknya kurang greget nih, berasa ga ada dinamika antar karakter, yang penting saling berantem doang - padahal banyak yang bisa digali biar ceritanya lebih asik lho

    Terus mungkin pendapat pribadi aja, pergolakan batin si Eistednya berasa datar. Kayak, dia keliatannya nyesel ngebunuh dan dilibatin di permainan ini, tapi kurang nyampe gitu ke saya sebagai pembaca

    6/10

    ReplyDelete
  2. Pertama.....
    Kekuatan dari Eisted Fodd dalam charsheet adalah mampu bicara dengan binatang, tumbuhan dan mahluk astral/gaib/halus. Tapi tidak pernah tertulis kalau dia bisa "mengendalikan" mahluk lain.

    Kedua......
    Dari mana hewan hewan itu datang? Saya telah membaca charsheet Eisted Fodd dan settingnya adalah "Kota besar" akan aneh jika hewan hewan dapat bermunculan dalam waktu singkat.

    Ketiga....
    Peserta lainnya mati dengan gampang. malah terlalu gampang, seperti kematian Li Ai Lin yang terbunuh karena satu tebasan yang membelahnya jadi dua..... atau kematian Bara setelah terlempar kemudian digigit harimau sampai kepalanya putus....


    Akan lebih baik jika battlenya diperpanjang.
    nilai 5,5 untuk sekarang

    ReplyDelete
  3. terlalu pendek kalo saya bilang......
    gak nikmat baca battle, saya juga bingung sama kemampuan Eisted yang harusnya komunikasi tapi malah seakan-akan summon binatang -_-

    5/10

    ReplyDelete
  4. Ah, Flager milikku yang malang... :v

    hmm, bagi saya pertarungan di cerita ini kurang seru mengingat musuh2nya mati begitu mudah.. karena kita berdua berada di blok yang sama, saya sudah tahu semua kemampuan tokoh dalam cerita ini.. Stella dan Bara adalah lawan yang kuat, apalagi "trigger" milik Bara seharusnya aktif karena serangan Harimau itu, tapi dalam cerita ini mereka berdua kelihatan gak berdaya banget..

    untuk pertarungan Flager (yang mana sebenarnya selalu memakai strategi) saya bisa maklumi meskipun strategi yg dipakai agak kurang jelas mengingat ini bukan OC kamu dan membuat cerita pertarungan strategi itu memang rumit..

    Oh, ya.. saya tidak tahu bahwa Eisted ternyata bisa memerintahkan hewan dan makhluk "lain" seperti itu.. di charsheet sepertinya gak dijelaskan tuntas.. seandainya dijelaskan lebih rinci, tentu ini bisa menjadi nilai tambah bagi pertarungan Eisted di canon milik saya.. (di penjelasan kotanya pun gak ada dikatakan memiliki hewan2).. ^_^

    andai nilai saya dihitung, saya akan memberi:

    -----
    6/10
    -----

    ReplyDelete
  5. kaget saya, tau2 udah abis aja ceritanya, dan tambah kaget pas tiba2 di kota ada macan ama beruang.

    Well saya belum baca charsheet Fodd sih jadi kurang tau settingnya.

    sejujurnya saya bingung sama pertarungan ini dan gak bisa nikmatin sama sekali, dan sekali lagi ini terlalu pendek.

    mohon maaf karena saya harus memberi nilai 5/10 untuk entry ini.

    ReplyDelete
  6. Another fast-paced battle and story.

    Sebenarnya ini pendek, tapi entah kenapa berasa panjang saya bacanya. Kurang lebih sejam saya baca ini buat ngerasain chemistry-nya. Tapi, kenapa saya ngerasa agak flat? Bener-bener kayak kurang digali.

    +6

    ReplyDelete
  7. Mengapa dibuat sesingkat ini? Pertarungannya jadi terasa agak hambar. OC-OC yang muncul tidak tereksplorasi. Tak ada interaksi antara mereka sehingga karakteristik masing-masing OC tak muncul. Padahal setiap OC, baik itu Bara, Flager, Li Ai Lin, Stella, serta Eisted Fodd sendiri, semua memiliki stok teknik yang banyak, dan menarik. Karakteristik mereka pun kompleks. Jadinya terasa aneh saja kalau hal-hal itu tidak membuat penulis tertarik untuk mengangkatnya.

    Saran saya, barangkali bisa coba dirancang dulu skenario pertarungannya. Bagaimana setiap OC itu bertemu. Apa efek dari lingkungan tempat mereka berada. Apa hal logis yang terjadi ketika OC satu berjumpa OC lain dengan mempertimbangkan karakteristik mereka. Lalu apa jurus andalan mereka saat terdesak. Kemudian dari skenario itu bisa dielaborasikan menjadi cerita yang menarik.

    Demikian, poin dari saya adalah 4.0

    Yang penting, ayo terus menulis \(o_o)/

    ReplyDelete
  8. #haiyhooo~ (づ。◕‿‿◕。)づ

    waaah , , grup B sudah ramai yg posting~ aaku belum இ_இ

    anoo, , master~ battlenya singkat, , aku cukup suka~
    tp konfliknya kurang nii, , Fodd na terlihat penuh ambisi namun menitik air mata, ,
    berasa kurang tersampai feel na~ lalu aku jugak sempat kaget banyak binatang datang~ (≧◡≦)

    segini dulu yauw, master~
    #ampooooni diriku (>ʃƪ<)

    titip 5/10 dulu yaa di mari,,
    #haiyhooo~ (づ。◕‿‿◕。)づ

    ReplyDelete
  9. "Slow but sure, boy." - someone -

    Wahai kak Justang.

    Perkenankanlah Umi sedikit bercerita dan berkeluh kesah. Umi sedang tak tahu harus mengatakan apa kepada siapa. Anggaplah, kali ini kau sedang sial mendapatkan seorang adik yang suka mengeluh seperti Umi.

    Wahai Kakak Justang,

    Entahlah, cerita ini terlalu cepat. Cepat yang membingungkan. Bukan. Bukan karena ada lubang disana. Bukan pula karena ada ketidakjelasan. Ini hanya Umi. Yang tak merasakan adanya cerita yang telah terjalani.

    Terlalu singkat waktu ini kau buat, hingga kami tak mampu untuk mengatakan "ada sesuatu yang menarik disini."

    Wahai kakak Justang,

    Ijinkanlah Umi sedikit menitipkan harap padamu. Bahwa nanti, ketika kita bertemu lagi dalam jalinan cerita lain yang kau suguhkan, harap Umi, kakak sudah menggunakan narasi indah untuk menciptakan imaji. agar kami mengerti apa yang kau bayangkan.

    Harap Umi, kakak sudah dapat menciptakan dunia, dunia temapt imaji-imaji itu bergumul.

    Umi titipkan nilai 6/10 untuk sebuah kisah penghidur kala sore hari menjelang ini. :D

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -