---
:: Catatan si Beleth
Namaku Beleth dan aku adalah bintang tamu di babak sebelumnya, walau sebenarnya tidak diundang sih.
Mungkin banyak yang merasa aneh, siapa aku? Dan kenapa aku tiba-tiba muncul di akhir pertarungan Sal dan membantunya mengalahkan Amdusias?
Biar kuberitahu satu hal, aku tidak tiba-tiba muncul begitu saja, aku sudah ada sejak dari awal. Jauh sebelum Salvatore Jackson lahir di planet Meteo, aku sudah ada di dekat si Musisi Patah Hati bahkan sebelum dia jadi Musisi Patah Hati, terperangkap dalam sebuah biji jambu mete sebesar buah mangga.
Perihal bagaimana caranya aku bisa berada di sana? Well, that is not your business!
Ketika seorang Meteo lahir, dia akan diberi sebuah biji jambu mete yang kemudian ditempelkan di atas kepalanya. Biji jambu mete itu berfungsi sebagai pelindung dan jimat keberuntungan bagi seluruh anak suku Meteo. Biji tersebut bisa dibilang menjadi anggota tubuh tambahan bagi suku Meteo dan akan terus menempel di kepala seorang Meteo sampai ajal menjemputnya.
Tapi seperti sudah ditakdirkan, Salvatore Jackson secara sembrono melakukan ritual berbahaya dan malah 'kehilangan' nyawanya. Tentu saja aku pun ikut terbawa sampai ke dunia Afterlife ini, dimensi yang tercipta atas kehendak Thurqk Iylich, di mana akhirnya aku terbebas dari kutukan biji jambu mete. Jadi terima kasih Iylich-chan, dan terima kasih Sal-chan.
Saat kubilang sembrono, maksudku adalah sembrono dalam skala demonsional. Ada skala regional, nasional, internasional, tata surya, galaksi dan antar dimensi, skala demonsional ada di posisi yang lebih absurb lagi. Mengerti maksudku? Ketika orang sepertiku menyebut tindakan Sal-chan itu sembrono, itu artinya sesuatu yang sangat buruk akan terjadi, karena Elder Scroll Kaditukadieu adalah artifak yang sangat berbahaya.
Ketika seseorang membaca lembaran kuno tersebut, tanpa dia sadari dia telah melubangi dinding pembatas antar dimensi, mengacaukan keseimbangan antar dunia, membuat seseorang dengan kemampuan merampas dan menduplikasi jiwa menjadi leluasa dalam bertindak.
Dan Salvatore Jackson mengaktifkan kekuatan terlarang tersebut hanya untuk menemui seorang perempuan yang dulu ditemuinya di masa lalu.
•••
[Adegan 0] :: Rencana Tersembunyi
Lapangan Tegallega \\ 10 April 2014
Di sebuah taman di pusat kota besar, seorang pria berbadan kurus tinggi sedang berjalan santai menikmati hangatnya matahari sore. Namun sayangnya dia tak bisa menikmati keindahan sang surya yang bersiap menuju peraduannya, hal itu dikarenakan matanya yang buta.
Pria kurus tinggi itu berkepala botak, dan bertelanjang dada. Hampir seluruh tubuhnya dihiasi tattoo bercorak tribal, sementara itu sehelai kain penutup mata berwarna hitam mengelilingi kepalanya. Namanya adalah Kolator Widinghi, sang penjaga gerbang Farum, namun lawan-lawannya lebih mengenal dia sebagai Sang Penyita Jiwa.
Dia tidak berjalan sendiri, seorang gadis muda berjalan di sampingnya. Gadis itu sendiri bertubuh sangat pendek, wajahnya terlihat sangat muda dibanding usia sebenarnya, pakaian yang dikenakannya jauh dari kata modern, sebuah gaun terusan khas china yang disebut hanfu. Rambut hitamnya terurai panjang sepinggang, sementara di punggungnya tergantung sebuah kuas sepanjang dua meter. Nama gadis itu adalah Li Ai Lin, atau dikenal juga sebagai si Rubah Kaki Pendek.
Jelas sekali keduanya bukanlah penduduk asli kota tersebut, beberapa orang tampak memperhatikan mereka berdua dengan seksama, beberapa ada yang kagum, sementara sisanya mengambil gambar mereka berdua menggunakan kamera ponsel. Kata-kata seperti 'Wah mereka berdua cosplayer ya?' beberapa kali keluar dari mulut orang-orang di sekitar mereka. Tapi mereka berdua tak peduli dan terus berjalan.
"Lihat mereka semua, manusia-manusia sampah!" ucap Ai Lin dengan pandangan jijik, "Ternyata Thurqk hebat juga, bisa menciptakan dunia senyata ini, tapi tentu saja, tak ada yang bisa lepas dari 'pandanganmu' kan?"
"Dengan pemahaman Irkaril-ku yang tinggi, mudah bagiku untuk merasakan dunia imitasi ini... Sebagai seorang Farumia Bushan, aku tidak sudi menjadi bidak seorang dewa palsu!"
"Ketika kau menawarkan aku cara untuk keluar dari jerat Thurqk, aku sempat tak percaya. Tapi saat aku melihat dengan mataku sendiri, begitu mudahnya kau menghilangkan keberadaan kita dari para Hyvt itu, aku beneran terkejut."
Kolator hanya mendengus mendengar ucapan Ai Lin, dia kemudian menjulurkan lengan kirinya dan melepas sarung tangan besi yang melindungi tangannya.
"Jangan pernah meremehkan orang buta!"
Bersamaan dengan itu, Kolator menggigit nadi di pergelangan tangan kirinya. Darah pun mengalir keluar deras, membasahi tanah di taman tersebut. Beberapa orang yang kebetulan menyaksikan menjerit ngeri melihat pemandangan itu, tapi tidak ada yang berani mendekat.
"Hey, tapi apa kau yakin, ilmumu mampu mengalahkan Thurqk? Bagaimana kalau dia mengetahui rencana kita?"
"Dibandingkan aku, makhluk merah itu lebih buta dari seekor tikus tanah. Dia hanya melihat apa yang ingin dia lihat. Sungguh kesombongan telah membutakan jiwanya!"
Darah pekat yang keluar dari pergelangan tangannya bukanlah darah biasa, karena darah tersebut membawa energi Farum di tiap tetesnya. Dengan meneteskan darahnya ke dalam tanah, Kolator sebenarnya sedang mengkonversi tanah di dunia tersebut menjadi tanah Farum. Dengan kata lain, dia sedang mengambil alih dunia yang baru dimasukinya sekarang menjadi dunianya sendiri, yaitu dunia dimana Kolator bisa menggunakan energi Farum semaksimal mungkin.
"Water of Farum, inject!" ucap Kolator memulai ritualnya, dan perlahan, tanah yang telah terkena darah Kolator mulai berubah warna menjadi gelap. Begitu pula dengan rerumputan dan pohon-pohon, juga segala jenis tanaman di taman tersebut semuanya berubah menjadi hitam. Orang-orang yang tadinya berada di sekeliling mereka mulai panik dan berlarian, sementara itu langit pun mulai berubah mendung.
"Ayo, larilah sampah, lari kalian semua!" seru Ai Lin, gadis itu menyeringai.
"Dan sekarang hanya tinggal menunggu. Tidak ada satu hal pun yang bisa menghenti--" belum sempat Kolator menyelesaikan kalimatnya, pria buta bertattoo itu jatuh berlutut.
"Ke-Kenapa, Kol?" tanya Ai Lin khawatir.
"Kol? Ng, aku tidak apa-apa, i-ini salah satu ritualnya," jawab Kolator coba menenangkan Ai Lin. Namun dalam hatinya dia menyadari sesuatu yang salah.
'Aku terlalu berlebihan, sepertinya aku jadi kurang darah!'
•••
[Adegan 1] :: Moonlight Scarlet Last Wish
Vishala Rashta \\ pintu ke-7
Sesosok perempuan muda terlihat berlari dengan putus asa, nafasnya terengah-engah dan beberapa kali pandangannya mengarah ke belakang. Perempuan itu memakai jaket hitam yang menutupi kemeja putih sebagai baju atasan, untuk bawahannya perempuan tersebut memakai rok pendek sepaha, sama sekali tidak pas untuk dipakai berlari seperti yang dia lakukan sekarang.
Tapi sesuatu telah membuatnya takut, dan itu bukanlah takut akan kematian. Dia sudah mengalami kematian, menghadapi kematian. Bukan itu yang membuatnya takut.
Perempuan itu telah sampai di pintu tempat dia memulai pertarungan babak keempat. Tapi pintu besar itu dalam keadaan tertutup rapat.
"Buka, tolong buka!" teriaknya dengan putus asa. Di tangannya sebuah senapan laras panjang dengan erat dipegangnya, Sniper Rifle merk AWM .300 Magnum. Tanpa pikir panjang dia menembakkan senapan khusus jarak jauh tersebut ke arah pintu, hanya lima meter jaraknya dengan pintu tersebut.
DUAARR!
Namun usahanya sia-sia, pintu tersebut tidak rusak sedikitpun, apalagi terbuka. Tindakan putus asanya malah membuatnya terjungkal beberapa meter ke belakang, tentu saja akibat daya dorong yang diakibatkan tembakan senapan tersebut. Perempuan itu hanya bisa meringis kesakitan akibat punggunya terjungkal ke tanah.
"Itu tindakan bodoh untuk seorang sniper sepertimu," suara itu tiba-tiba terdengar dari arah si perempuan melarikan diri, "aku pikir kau lebih pintar dari itu Luna."
Perempuan itu terbelalak melihat makhluk yang dia temui sebelumnya, makhluk yang membuatnya melarikan diri, telah berada di belakangnya. Perempuan itu, Luna Aracellia atau disebut juga sebagai Moonlight Scarlet, dia merasakan ketakutan yang luar biasa setelah sempat bertarung dengan sang makluk.
Makhluk itu adalah Anubis, The Soul Guide, atau sang pemandu jiwa. Luna tidak takut pada sosoknya yang berkepala anjing, gadis itu pernah berhadapan dengan makluk sama anehnya yang juga berkepala binatang. Dia juga tidak takut akan kekuatannya yang luar biasa, yang bahkan mampu membuat Rex, seorang ksatria tangguh berbaju besi terlihat seperti anak bayi yang baru lahir. Dia tahu dia tak punya kesempatan menang bertarung di lokasi tertutup tanpa cahaya bulan seperti ini, tidak di Khramanaka no. 7, tidak pula di Vishala Rashta pintu 7.
Luna tidak takut, bahkan dia sudah siap menjemput ajalnya. Yang dia takutkan adalah apa yang mahkluk berwajah anjing itu katakan setelah mengalahkan mereka berdua.
"Jadilah istriku, Luna," ucap Anubis dengan tenang, "Jadilah ibu dari anak--"
"Enak aja, sudah kubilang aku gak mau! Aku ini masih 14 tahun, sialan!" teriak Luna, "Aku gak mau nikah, apalagi kalau calon suaminya itu anjing jelek, hitam sepertimu!"
Luna kemudian tertunduk lesu, air matanya mulai mengalir, gadis itupun menangis tersedu. "Bunuh saja aku! Tolong, bunuh aku! Toh aku udah kalah kan?"
Anubis menatap lembut gadis kecil di depannya, makhluk setinggi dua setengah meter itu kemudian tersenyum.
"Aku takut aku tak bisa melakukannya, aku tidak punya kuasa di dunia buatan ini. Semua kendali ada di tangan Kau-Tahu-Siapa, walau sepertinya Dia-Yang-Namanya-Mirip-Plesetan-Kalkun itu tidak terlalu paham bagaimana menggunakan kendali totalnya," jelas Anubis.
"Kau-Tahu-Siapa itu maksudnya Thurqk? Kenapa gak bilang aja namanya langsung, brengsek!" umpat Luna.
"Dan alasan lainnya karena kau adalah Avatar kesayangan---" suara Anubis begitu halus ketika menyebutkan sebuah nama, bahkan hampir berbisik.
Luna tersentak mendengar nama itu disebut, namun bukan itu saja yang membuatnya terkejut. Tapi informasi yang dia dengar dari makhluk aneh tersebut. Dia melihat ada sebuah kesempatan. Dengan susah payah gadis itu pun berdiri, rasa sakit akibat terjatuh barusan, juga kelelahan akibat pertarungan sebelumnya melawan Anubis.
"Baik, aku akan menuruti keinginanmu, tapi dengan satu syarat!" ucap Luna tegas.
Mendengar itu Anubis pun tersenyum lebar, mata anjingnya berbinar-binar seperti anak anjing yang diberi tulang. Luna sebaliknya menatap tajam ke arah si dewa anjing, dalam kegelapan labirin Vishala Rashta, sorot matanya mulai bersinar merah.
•••
[Adegan 2] :: Kelahiran Kedua
Vishala Rashta \\ setelah babak keempat berakhir
Sejatinya, setajam-tajamnya ilalang takkan bisa menyakiti telapak kaki yang terbiasa berjalan tanpa alas. Tapi ilalang berwarna hitam kemerah-merahan ini berbeda, daun-daunnya kasar, ujungnya runcing, seakan terbuat dari potongan plastik mika yang sengaja digunting menyerupai karpet alam. RACHTAFARI masih sekeluarga dengan pohon Rachta dan tentu saja hanya tumbuh di Kepulauan Nanthara. Ilalang menyebalkan itulah yang sempat membuat Salvatore Jackson yang kemana-mana selalu nyeker, berjingkat kesakitan.
Tapi itu dulu, karena bagi Sal yang sekarang, rerumputan tajam itu tak ada apa-apanya. Malah tiap langkah kakinya membuat rerumputan tajam tersebut hangus terbakar.
"Aku tidak merasakan apa-apa, tidak rasa panas ataupun rasa sakit... Rasanya tidak normal."
Tentu saja tidak normal, Sal yang sekarang hanya terdiri dari tulang belulang tanpa kulit dan daging. Sal yang sekarang adalah perwujudan dari istilah tengkorak hidup bernama Skull-Sal.
"Sepertinya mode Kakofoni benar-benar menguras habis Irama Jiwaku," ucap Sal sambil memegangi dadanya, "Lucu, aku udah gak punya paru-paru, tapi kenapa terasa sesak?!"
Perlahan dia mulai berjalan ke pusat labirin Vishala Rashta. Tapi semakin lama dia melangkah, kekuatannya semakin lama makin berkurang, langkah kakinya mulai sempoyongan. Sedikit demi sedikit kesadarannya pun menghilang.
"Sekarang apalagi?" dilihatnya api merah yang sebelumnya menyelimuti seluruh tubuh tengkoraknya, telah lenyap. Hanya menyisakan kobaran api kecil bergulung-gulung di atas kepalanya yang membentuk rambut kribo.
Samar-samar dia kemudian mendengar suara. Alunan musik tenang nan menghanyutkan terdengar dari arah belakang tempat Skull-Sal berdiri, atau tepatnya berasal dari tempat dia sebelumnya bertarung. Walau sudah tidak punya organ telinga, tapi pendengaran Sal masih berfungsi, dan dia tidak mungkin tidak mengenali suara apa itu.
"Ini suara musik Saksofon... Yang dilapisi Muse... Siapa yang memainkannya?" rasa penasaran Sal membuatnya berhenti, memaksanya untuk berbalik arah, kembali ke tempat suara musik berasal.
Di tempat sebelumnya dia bertarung, di atas panggung merah, terlihat sosok makhluk berkepala kucing sedang asyik memainkan alat musiknya. Makhluk yang mengaku bernama Beleth itu tak terganggu dengan kedatangan Sal dan terus meniup saksofonnya. Suara khas alat musik tiup tersebut mengalir tajam tak terputus.
'Ini... Muse Resital... Dia juga menguasai Muse Harmoni,' batin Sal, tapi Sal tak terlalu terkejut. Dia masih ingat pertarungannya melawan Amdusias, saat itu si Musisi Neraka melantunkan Muse Death-Metal yang membuat para penontonnya diselimuti aura membunuh. Tapi walau begitu, Death-Metal masih termasuk Muse Harmoni. Dan sekarang dirinya yang berawal sebagai Musecian Harmoni, akhirnya menjadi Musecian Kakofoni. Hal itu membuatnya berpikir, mungkin menjadi Musecian Kakofoni adalah takdir tak terelakkan bagi seorang Musecian Harmoni yang melakukan perbuatan melampaui batas.
Muse Resital yang mengalir merdu dari corong saksofon yang dimainkan Beleth, menawarkan rasa tenang kepada siapapun yang mendengarnya, pun tak terkecuali Sal. Efeknya langsung terasa oleh yang tersisa dari tubuh Sal, dan juga jiwanya sendiri. Muse tersebut perlahan mulai menyembuhkan dirinya, walau tentu saja tidak terlihat secara fisik.
Namun pada saat itulah, sesuatu hal membuat Sal tersentak. Sesosok tubuh raksasa berdiri canggung, sosok tersebut terlihat seakan kesulitan menyeimbangkan diri. Tubuh pucatnya mengalami kejang-kejang, dan moncong lebarnya mulai bergetar. Sosok tersebut adalah Amdusias.
"Tidak mungkin... Dia bisa hidup lagi?!" Sal heran bukan kepalang, monster itu harusnya mati. Dialah yang telah mengalahkannya, dengan jurus pamungkasnya Meteo de Jambe.
"AAAAM... BVVV... REE... GVVVL!!" Teriak si monster itu mengguncangkan daerah sekitarnya. Entah apa arti teriakannya, tapi yang pasti teriakan itu adalah teriakan kesakitan. Tubuh Amdusias bergetar hebat, sementara itu suara musik masih terus mengalir dari saksofon Beleth. Namun semakin Beleth memainkan musiknya getaran yang dialami Amdusias pun semakin berkurang, tubuhnya telah beregenerasi total, termasuk culanya.
Makhluk berkepala unicorn itupun mengucapkan kalimat yang sama anehnya, "AMBVREGVL, AMESVYV, BAHRELWEY- BAHRELWEY!!"
Mendengar itu, Beleth menghentikan permainan musiknya, dengan ajaib saksofon terbuat dari emas itu menghilang begitu saja seperti angin. Bersamaan dengan itu, Amdusias menarik nafas panjang, dan kemudian menatap Sal yang baru saja datang. Tatapan yang penuh dendam dan amarah.
"KVBVNVH KAV!" Amdusias dengan gemas level neraka mengepalkan kedua tangannya.
"Berisik kau, kuda!" Seru Beleth, suaranya pelan namun cukup untuk membuat Amdusias terkejut dan balik menatap si makhluk berkepala kucing.
"Jangan kaget seperti itu, memangnya siapa di seluruh semesta ini yang bisa 'membangkitkan' orang mati dengan elegan sepertiku," lanjut Beleth kemudian, pandangannya beralih ke arah Sal, "Dan kau, bukankah sudah kubilang untuk pergi!"
"KAV CVRANG, KAV MEMBANTVNYA!" teriak Amdusias.
"Sudah kubilang beris--" perkataan Beleth terhenti, pandangannya sekarang terarah ke Sal, atau mungkin lebih tepatnya ke belakang si monyet tengkorak tersebut. Ada sesosok makhluk lain mendatangi mereka.
Begitu pula dengan Amdusias yang kemudian juga menatap tajam makhluk di belakang Sal. Mau tidak mau Sal pun berusaha menengokkan kepalanya ke belakang untuk mencari tahu siapa yang membuat Beleth maupun Amdusias terkesima. Dan lagi-lagi Sal terperanjat, namun kali ini dalam skala yang lebih tinggi.
Sesosok makhluk setinggi 3 meter berkepala binatang, anjing tepatnya, berdiri di belakang Sal. Berbeda dengan Anubis yang hitam terawat, sosok ini berantakan. Jika Anubis berwujud seperti anjing Jackal, maka sosok ini berwujud anjing Labrador atau kalau melihat bulu rambutnya yang lebat seperti singa, mungkin lebih mirip Golden Retriever.
Sosok makhluk tersebut bertubuh pria kekar layaknya seorang binaragawan, lutut ke bawah menyerupai kaki rajawali lengkap dengan cakarnya yg tajam, dua pasang sayap tumbuh dari punggungnya, dan sebuah ekor kalajengking menyembul dari bokongnya. Tapi bukan itu yang membuat baik Sal, Beleth maupun Amdusias tertegun. Di bagian depan, bawah perut, tepat di tengah selangkangan, sebuah organ tubuh lain menyembul dengan liarnya, sebuah alat kelamin berbentuk ular sanca meliuk-liuk dengan bebasnya. Nama makhluk itu adalah Pazuzu.
"Siapa dari kalian bertiga yang akan menjadi lawan Zuzu? Atau kalian semua? Zuzu sekarang sedang gak hepi, Lamashtu, sahabat sekaligus rival Zuzu malah mendapat tiga lawan sekaligus! Sementara tidak ada satupun yang mendatangi Zuzu, kenapa sih? Tega banget deh kalian semua!" ucapnya dengan nada suara yang tinggi melengking. Beleth, Sal dan Amdusias, ketiga makluk yang sebenarnya sama anehnya itu hanya bisa melongo, mereka tak bisa berkata apa-apa.
Dan akhirnya kesadaran Sal sudah mencapai batasnya, sesak yang sedari tadi dialaminya semakin menjadi, si monyet tengkorak pun ambruk menyusur tanah Vishala Rashta.
•••
[Ekstra part 1] :: Kepingan Memori
Planet Krismon \\ 30 tahun lalu
"Boot, bangun, Boot!"
Suara itu terdengar serak di telinga Sal, suara seorang anak kecil yang memanggilnya. Tapi Sal malas terlalu malas untuk membuka kelopak matanya.
"BOOT!!" sekali lagi si anak memanggilnya, sekali lagi dengan melempar sebuah batu seukuran bola beklen ke arah Sal yang asyik tiduran di atas gapura desa.
Lemparan si anak sebenarnya tidak keras, justru terlihat seperti seorang pemain bola basket yang coba memasukkan tembakan tiga angka ke dalam keranjang. Lemparan batu itu dengan indahnya membentuk lengkung parabola tepat menuju ke dalam mulut Sal yang kebetulan sedang menguap. Hasilnya bisa ditebak.
"Guheee!!!" reaksi Sal seperti seseorang yang coba-coba memakan kripik Maicih level pedas gila dan ternyata mendapati mulutnya tidak tahan dengan siksaan neraka makanan tersebut. Sal pun kemudian terjatuh dengan polosnya seperti sebuah durian yang matang di pohonnya.
"Sialan kau Dola!! Kau mau membunuhku ya?!" ucap Sal sambil menjulur-julurkan lidahnya untuk membersihkan sisa batu yang kotor. Si anak sendiri hanya terbahak.
"Salah sendiri di bangunin gak bangun-bangun," balas Dola, "Aku udah coba bangunin udah hampir tiga jam tahu!"
"Tiga jam?! Palingan lima menit," ucap Sal yang akhirnya sudah mulai tenang, "Tadi itu aku bisa mati tahu."
"Lebay," ucap si anak itu singkat.
"Apaa?!" ucap Sal berang, "Dengar! Kau selalu saja begini, tiap ngebangunin selalu aja pake cara yang ekstrim, dasar--"
"Hey, Sal, lihat ini, aku menemukan buku tentang planetmu, Meteo, di perpustakaan kota, keren lho ilustrasinya," ucap si anak memotong perkataan Sal. Sal hanya bisa berwajah datar melihat ekspresi gembira Dola, ekspresi yang berkali-kali menguji kesabarannya.
Sudah setahun lebih mereka berteman, walau Sal yakin kalau Dola menganggapnya lebih sebagai peliharaan dari pada sebagai teman. Selama setahun kebersamaan mereka, Dola dan Sal sudah menjelajahi hampir seluruh Planet Krismon. Setiap akhir pekan, keduanya selalu menemukan tempat untuk dikunjungi dan petualangan berbahaya untuk diikuti. Walau sebenarnya di hampir semua petualangan tersebut, Sal tak pernah ikut secara suka rela, alias selalu dipaksa untuk ikut pergi.
Sal pun kemudian teringat saat pertama kali bertemu Dola, saat gadis itu masih fase ulat atau setara dengan anak kecil usia sepuluh tahun. Bangsa Krismonian mempunyai pertumbuhan yang beda dibandingkan ras manusia pada umumnya, pertumbuhan mereka lebih mirip metamorfosis kupu-kupu, dan Dola yang sekarang ada di depannya sedang ada dalam fase kepompong. Tapi berbeda dengan kepompong yang sebenarnya, Krismonian Kempompong adalah masa-masa pertumbuhan yang sangat aktif.
"Bahrelwey, kau udah gak pernah lagi manggil aku kakak ya?" keluh Sal.
"Aku ingin sekali mengunjungi planetmu Sal, aku ingin sekali pergi dari planet ini dan pergi menjelajahi luar angkasa," ucap Dola tak menghiraukan ucapan Sal.
Lagi-lagi Sal hanya bisa berwajah datar, "Kalau kau sudah jadi Krismonian Kupu-Kupu, kau pasti bisa kan?"
"Andai sesederhana itu Sal," jawab Dola, "keluargaku agak sedikit beda."
"Itu lagi- itu lagi, bukannya orang tuamu selalu mengijinkan kau pergi tiap akhir pekan?"
"Tapi hanya sebatas planet ini saja, aku tidak diijinkan untuk pergi keluar planet."
Keduanya terdiam agak lama.
"Kau ingat Dom Koretto, musecian yang kukalahkan di lomba nyanyi antar kabupaten?" tanya Sal, "Dia masih penasaran dan minta tanding ulang, dia menantangku adu nyanyi di turnamen antar planet. Tempat lombanya di planet tetangga, Planet Inflasi, dan waktunya kira-kira sebulan lagi... Aku mempertimbangkan untuk ikut."
Mata Dola berbinar-binar mendengar ucapan Sal, dia paham betul artinya. "A-Apa aku boleh ikut?"
"Tentu saja bodoh, kau kan pelatihku, ingat?" seru Sal, "Aku tidak akan ikut kalau kau tidak ikut!"
"Sebulan lagi, janji ya Sal?"
"Iya, janji."
Dola tak berkata apa-apa lagi, dan senyum lebar menghiasi wajahnya yang kemerah-merahan.
"Oh iya, Sal, sudah saatnya kau bangun."
"Eh?"
"Sudah saatnya kau... Bangun," ucap Dola sambil menyodokkan kedua jarinya ke arah mata Sal, tepat ke dalam ceruk matanya.
•••
[Adegan 3] :: Muse & Mime
Taman Musik Centrum \\ setelah Sal pingsan
Dan Sal pun terbangun, matanya menangkap dua benda hitam tepat di depan matanya. Tidak, lebih tepat kalau disebut dua benda hitam tersebut memasuki dua lubang mata tengkoraknya yang kosong. Cukup lama bagi Sal untuk mencerna apa yang terjadi. Dua benda hitam itu adalah dua jari telunjuk dari tangan kanan dan kiri seseorang yang bagi Sal berpenampilan sangat aneh.
Orang yang ternyata wanita itu terkejut bukan main waktu menyadari tubuh tengkorak Sal yang mulai bergerak. Dengan refleks si wanita mundur beberapa langkah ke belakang, dengan gaya yang aneh dia memperlihatkan ekspresi terkejut. Gaya terkejut ala seorang pemain pantomim yang diperlihatkan si wanita tak ayal membuat Sal melongo. Setelah Sal cukup sadar, dia melihat kalau ternyata seluruh penampilan wanita tersebut menunjukkan kalau wanita itu memang benar-benar seniman pantomim, wajah yang penuh dengan make up putih tebal dan pakaian yang anehnya berwarna cerah.
"Vous ternyata masih hidup!" pekik Colette.
"Siapa kau? Kenapa kau mencolok-colok mataku?" ucap Sal sedikit berang.
"Mencolok-colok? Moi sama sekali tidak mengerti apa yang vous ucapkan," ucap Colette, "vous tidak punya otot atau daging, bagaimana caranya vous bisa bicara, bahkan bergerak?"
"Tekad yang kuat," jawab Sal sekenanya, "Mana aku tahu!"
"Ah, tapi vous harus membantuku menemukan Oochoop!" ucap Colette tiba-tiba, "Moi sudah cape-cape membawa vous ke sini, membantu vous melarikan diri dari monster-monster aneh itu, jadi sekarang--"
"Tunggu! Apa itu Oochoop? Di mana kita sekarang? Melarikan diri dari apa?" Sal pun perlahan mengingat apa yang terjadi sebelumnya, dia ingat merasakan sakit luar biasa pada tubuh barunya, dia ingat bertemu kembali dengan Amdusias, juga dengan makhluk bernama Beleth, dan tentu saja monster paling horror bernama Pazuzu.
"Ah, kenangan yang buruk."
Sementara itu Colette menatapnya penuh harap.
"Tapi serius, ini di mana?" Tanya Sal kemudian. Sal mengarahkan pandangannya ke sekeliling mereka, dia menduga bahwa mereka berdua sekarang berada di kota yang penuh dengan pepohonan. Dia bisa mencium bau daun-daun hijau dan kulit kayu yang kering tak jauh dari mereka. Tempat mereka sekarang terlihat seperti sebuah taman kecil yang berbentuk seperti sebuah mangkok atau kawah yang di kelilingi tanaman. Di sisi taman Sal melihat susunan huruf yang berjajar rapi, membentuk kata.
"Taman... Musik... Centrum? Hmm, sepertinya nama tempat ini."
"Entahlah, moi sendiri bingung, tapi akan moi ceritakan dari awal... Semua berawal ketika moi lahir--"
"Stop!" ucap Sal sambil memberikan salam lima jari, "Tolong mulainya dari saat aku pingsan aja."
Mendengar ucapan Sal, Colette pun mengangguk pelan. Dia kemudian mulai menceritakan semuanya dari awal. Segera setelah Sal kehilangan kesadaran, Pazuzu yang merasa ditinggalkan mulai membabi buta menyerang Amdusias dan Beleth. Kedua makhluk yang awalnya berseteru itu kemudian bersatu melawan Pazuzu. Colette juga menceritakan tentang bagaimana dia bisa ada bersama Sal sekarang, tentang pertarungan terakhirnya dengan Primo dan pertemuannya dengan Beleth.
"Jadi siapa sebenarnya Beleth itu? Dan kau serius dia bisa membuatmu tersembunyi dari mata si Truk?" tanya Sal penasaran.
"Buktinya selama babak keempat moi bebas berjalan-jalan di labirin menakutkan itu, tapi moi gak mau-mau lagi kesana."
"Dan kau berpura-pura menjadi diriku selama pertemuan di pusat labirin? Dengan memakai mantel besar menutupi seluruh tubuh kita? Dan gak ada yang peduli?"
"Oui, soalnya semuanya sibuk mendengarkan penjelasan Nolan si kacamata, jadi gak ada yang merhatiin, terus moi juga gak keberatan ngangkat tubuh vous, soalnya ringan sekali sih."
"Terus, si Nolan itu bilang apa?"
"Nah itu, moi juga gak merhatiin, dia ganteng sih, oho ho hon," Colette hanya bisa ketawa cengengesan, "Ta-Tapi juga karena monster-monster kecil itu mengganggu moi, mereka sepertinya anak buah Deismo, vous tahu entrant berjubah yang tingginya lebih dari vous?"
"Iya, aku sudah pernah melihatnya, tampangnya nakutin banget," ucap Sal merinding, sepertinya melupakan seperti apa sosoknya sekarang, "Kau beneran tidak tahu apa yang dibicarain si Nolan?"
"Moi lupa, moi terus kepikiran soal Oochoop, sejak babak ketiga berakhir moi tidak melihatnya, moi khawatir kalau dia kenapa-kenapa."
"Jadi Oochoop itu nama orang," ucap Sal, "Ah iya, diantara orang-orang yang lolos di babak empat, apa kau melihat wanita tentara berbaju hitam dan Luna, gadis berambut putih yang membawa senapan?"
"Hmm, moi melihat wanita tentara, dia yang aktif diskusi dengan Nolan, tapi kalau gadis berambut putih yang membawa senapan rasanya moi tidak lihat, eh, kalau pria berambut putih yang membawa kepala wanita sih ada."
"Pria berambut putih yang membawa kepala? Mungkin yang kau maksud itu wanita ya? Tapi itu beda lagi, dan dia wanita yang berbahaya!"
"Moi gak salah lihat kok, beneran pria!" seru Colette, namun kemudian dia teringat sesuatu, "Ah, moi ingat, Rex juga tidak ada! Kalau tidak salah kata Nolan ada tiga orang yang tidak selamat, jangan-jangan Rex juga..."
Colette pun tak kuasa menahan tangisnya. Terjebak diantara pertarungan berdarah, membuat sebuah hubungan pertemanan yang pendek terasa begitu berharga. Begitu pula dengan Sal, sebelum memasuki babak keempat, dia sempat bertemu kembali dengan mereka berdua, Yvika dan Luna. Walau dimulai dengan sebuah pertarungan, tapi hubungan yang terjalin, baik atau buruk, akan terasa menyakitkan bila terputus.
"Yah, seenggaknya si wanita tentara itu bisa lolos," ucap Sal mencoba meredakan rasa kehilangan yang dialaminya, "Entah kenapa aku punya perasaan, kalau semua ini berakhir kita bakal ketemu mereka lagi."
"Jadi vous akan menolong moi mencari Oochoop kan?" pinta Colette yang masih menyisakan tangis, terlihat make up-nya sedikit luntur akibat air mata yang mengalir.
Sal terdiam agak lama, sebelum akhirnya menjawab, "Dengar, aku bahkan tidak tahu ini dimana? Apa ini babak lanjutan dari babak sebelumnya? Terus apa yang harus kulakukan untuk menang? Coba kau ingat-ingat lagi."
Colette pun ikut berpikir, dia sedikit banyak menangkap apa yang dijelaskan Nolan, "Dia bicara soal meretas Hyvt, mengendalikan pergerakannya, memantau apa yang dilihatnya, terus soal kristal jiwa, dan ah... Juga soal mengalahkan tiruan teman-teman kita!"
"Mengendalikan Hyvt, katamu tadi si Nolan itu berkacamata?" entah kenapa Sal tiba-tiba teringat pertemuannya dengan Hyvt misterius yang menyebut memperkenalkan diri sebagai No-Hyvt.
"Jadi gimana? Vous akan membantu moi?"
"Jika aku bisa selamat dari babak ini, aku pasti akan membantumu mencari Oochoop," ucap Sal yang disambut tangis gembira oleh Colette.
"Hapus dulu ingusmu itu!"
Sesaat setelah itu, Sal tiba-tiba merasakan Irama Jiwa di sekelilingnya. Walau kumisnya telah hilang, tapi sepertinya tulang-tulangnyalah yang sekarang punya kemampuan mendeteksi keberadaan Irama. Sejak awal dia bisa merasakan Irama Jiwa Colette yang kuat, menandakan wanita di depannya memiliki suatu kemampuan yang tidak bisa dianggap enteng. Tapi Irama yang dirasakan Sal pada diri Colette memiliki Aroma yang berbeda, sedangkan Irama Jiwa yang dia rasakan sekarang memiliki Aroma yang mirip dengan dirinya.
"Musecian?" ucap Sal sedikit ragu. Dan Irama Jiwa tersebut bukan hanya berasal dari satu atau dua orang, tapi hampir mencapai belasan orang.
"Ke-Kenapa wajah vous jadi terlihat cemas begitu?"
"Bagaimana caranya kau melihat wajahku cemas? Wajahku kan tengkorak!" pandangan Sal mulai menyapu sekeliling taman, dia merasakan belasan Irama Jiwa tersebut semakin mendekat.
•••
[Adegan 4] :: Home (Not) Alone
Dago dan Merdeka \\ sabtu sore
Seorang anak kecil usia sekolah sedang berjalan dengan wajah murung di sepanjang jalan yang menurun. Anak yang memakai kaos berwarna hijau dan celana pendek biru tersebut tertunduk lesu, dia berjalan seperti belum makan dari kelas dua SD. Dan di tangannya sebuah kayu pendek dengan tempelan bekas tutup botol yang diratakan, atau disebut juga kecrekan, dipegang si anak dengan sangat erat. Nama anak itu adalah Ucup.
"Ujang! Nina! Angga! Kamarana atuh kalian teh ya?" ucap Ucup merasa putus asa, "Da seinget Ucup mah Bandung teh rame, kenapa sekarang sepi kieu yah, meni gak ada siapah-siapah?"
Seperti yang dikatakannya, setelah memasuki Nanthara Island, Ucup memang pernah sekali ke kota di dunianya sendiri, yaitu pada saat dia mengikuti pertarungan di babak pertama. Tapi Bandung yang dijelajahinya sekarang seperti kota hantu, tidak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali. Sudah hampir dua jam Ucup berjalan dari Dago Atas ke Dago Bawah, terus melewati Jalan Merdeka menuju Balai Kota, tapi tidak ada satupun angkot yang lewat, bahkan mobil pribadi pun tidak ada.
"Padahal ini teh malam minggu, biasana macet jalan teh, atuh kalau beginih mah, gimana sayah mau ngamen? Padahal malming teh pendapatan Ucup bisa naek berkali-kali lipat."
Sesampainya di taman Balai Kota, Ucup pun melihat sekelompok sedang berkumpul di pelataran parkir. Ucup pun dengan gembira mendekati mereka, namun kegembiraan itu tak bertahan lama karena dia mengingat kejadian waktu babak pertama di mana orang-orang tidak ada yang bisa melihatnya. Dia takut orang-orang itu juga sama tidak bisa melihat keberadaannya sekarang.
Tapi keanehan terjadi, Ucup melihat orang-orang itu mulai berbalik ke arahnya. Mereka dengan gerakan anehnya mulai mendekati Ucup, membuat Ucup sedikit gembira. Tapi lagi-lagi kegembiraannya tak bertahan lama, dilihatnya orang-orang itu berpenampilan aneh. Mereka terlihat seperti zombie yang dikendalikan, dan di masing-masing dahi mereka menempel selembar kertas kuning dengan tulisan huruf kanji di atasnya.
"Pampir!" pekik Ucup teringat film Vampir cina yang pernah ditontonnya, "Kalian kenapa? Kok araraneh gitu?"
Orang-orang itu tak menjawab, malah mereka seperti yang tidak mendengar perkataan Ucup. Orang-orang itu seperti dihipnotis atau dikendalikan seseorang. Ketika salah satu orang hanya tinggal berjarak satu meter lagi darinya, Ucup kemudian mengarahkan kecrekannya ke arah orang tersebut.
"Stupefy!" teriak Ucup meniru mantra di film dan seperti di film, orang yang terkena mantra tersebut terlempar jauh. Walau dalam kasus Ucup, adalah gelombang suaralah yang menyebabkan orang itu terlempar. Sementara itu orang-orang yang lain semakin mendekati Ucup, anak kecil itupun lari tunggang langgang.
Terjadi aksi kejar mengejar antara Ucup dan orang-orang yang seperti zombie tersebut, beberapa kali Ucup harus melancarkan serangan gelombang suaranya ke arah mereka.
"Geubis! Ngacleng! Tijengkang!" teriak Ucup memvariasikan mantranya, dan orang-orang itu pun berjatuhan, sebagian yang lain berterbangan. Tapi jumlahnya malah semakin bertambah, yang asalnya hanya belasan orang, sekarang malah jadi puluhan.
"Naha jadi ngalobaan?!" teriak Ucup panik.
Di saat itulah tiba-tiba sekelompok pengendara skuter Vespa menerobos kejaran orang-orang itu. Suara Vespa yang berisik membuat orang-orang itu berhenti mengejar dan menutupi telinganya. Salah satu dari Vespa Rider menarik Ucup dan kemudian memboncengnya pergi, diikuti rombongan Vespa yang lain.
•••
[Adegan 5] :: Die Hard With A Vengeance
Sekolah di Jalan Belitung \\ menjelang maghrib
Sal tak percaya pada apa yang dilihat matanya, walau dia sebenarnya sudah tak memiliki mata. Di hadapannya telah berdiri dua orang yang seharusnya sudah mati, walau kemudian dia meralat pikirannya sendiri. Di alam ini yang mati bisa bangkit lagi seperti halnya waktu dia bertemu Yvika dan Luna sebelum babak keempat dimulai.
Dua orang itu adalah si malaikat muda dan wanita penyihir batu yang pernah ditemuinya saat babak pertama. Enzeru Schwarz dan Celestia Hang. Namun Sal menyadari, kedua orang yang berdiri di depannya tidaklah sama dengan dua orang yang dia temui sebelumnya.
Sesaat sebelumnya,
Sal merasakan belasan Irama Jiwa semakin mendekat menuju posisi dia dan Colette. Tiba-tiba belasan anak muda yang mengendarai sepeda motor jenis skuter dengan cepat melewati mereka berdua.
"Heh, apa mereka yang Irama Jiwanya kurasakan barusan?! Mereka kelihatan muda-muda banget," ucap Sal.
Colette yang juga melihatnya kemudian berteriak, "Ooochooop?!!"
"Ada Oochoop di sana? Yang mana? Jangan-jangan yang Irama Jiwanya paling gede itu ya?"
"Oochoop gak gede kok, dia masih kecil," balas Colette tidak mengerti maksud ucapan Sal, "Ayo kejar!"
"Maksudku... Ah, biarlah, ayo!"
Tapi sebelum mereka beranjak jauh, Sal merasakan suatu firasat aneh. Indera primatanya merasakan bahaya luar biasa dengan cepat mendekati mereka. Dan benar saja, sebuah senjata besar berputar melaju kencang ke arah Colette. Namun Sal dengan gerakan yang lebih cepat memeluk Colette dan menjatuhkan diri ke tanah, senjata itu pun hanya melewati mereka berdua.
"Aku kenal senjata itu!" Sal mengenali senjata tersebut, itu adalah senjata berbentuk sabit raksasa yang dilemparkan seperti bumerang dan biasa disebut dengan nama populernya senjata yaitu Death Scythe. Hanya satu orang yang Sal kenal memakai senjata tersebut. Dan orang tersebut sekarang telah berdiri di depannya, berdua dengan wanita yang hampir membuat membuatnya menjadi batu.
"Ng, Enzeru kan? Kau masih hidup?" ucap Sal senang, "Ah, tapi aku juga sempat melihat Luna juga sih. Tapi aku kaget, kau datang bersama wanita penyihir batu itu."
Tapi alih-alih membalas ucapan Sal, pria yang disapa Enzeru malah mengayunkan sabitnya. Dia bermaksud melancarkan gelombang serangan ke arah Sal. Sal yang masih dalam keadaan memeluk Colette, mau tidak mau menjauhkan tubuh Colette dengan cara mendorongnya ke samping. Tapi kecepatan tebasan sabit Enzeru ternyata lebih cepat dari gerakan tangan Sal, akibatnya lengan Sal pun terputus.
Reaksi normal ketika seorang kehilangan tangannya adalah menjerit kesakitan, tapi tidak bagi Sal. Dia hanya melongo, sedikit kaget, tapi tak ada jeritan kesakitan.
"Tubuhku ternyata memang abnormal, keren juga sih," ucap Sal ringan.
"Oh oh, apa vous terluka?" tanya Colette khawatir.
"Ah tidak kok, anehnya tidak sakit," jawab Sal, "Tapi yang benar aja, Enzeru, kau langsung maen serang aja, apa salahku?!"
Tapi Enzeru menjawabnya dengan sebuah serangan langsung, kali ini Sal bisa menghindar dengan mudah.
"ENGKEU-KEULA!" teriak Sal, tapi Enzeru terus menyerang Sal seakan teriakan Sal tidak mempan terhadap pria berambut ala harajuku tersebut. Namun tidak bagi Colette yang tiba-tiba berhenti.
Hal itu tak disia-siakan Cel yang dengan cepat menghampiri Colette, tentu saja sebilah pedang di tangannya mengarah tepat ke leher Colette. Sal yang melihat hal itu mengeluarkan jurus andalannya, Thousand Step, dan menarik tubuh Colette menjauh dari medan pertarungan. Keduanya kemudian bersembunyi di balik dinding sebuah toko.
"Sial, sepertinya keduanya tidak mempan terhadap Bacott-ku!" keluh Sal, "Kenapa mereka berdua jadi agresif begini?"
"Monsier Sal, ingat waktu moi bilang soal mengalahkan tiruan teman-teman kita?" tanya Colette, "Mungkin ini maksudnya."
"Hah? Jadi kita masih berhadapan dengan teman-teman kita lagi?! Kukira setelah Amdusias, si Truk itu akan memberi kita lawan monster lagi."
"Entahlah, tapi ini sepertinya ide Nolan... Moi juga gak ngerti sih."
"Sialan, kalau ketemu akan kuhajar dia!" geram Sal, "Hey, Enzeru, apa kau sudah kehilangan akalmu? Mau aja kau dijadiin pion, huh!"
Namun Enzeru lagi-lagi tidak menjawab. Sementara itu di belakangnya, Celestia melakukan gerakan aneh, dan segera setelahnya, tiba-tiba bermunculan dari permukaan tanah sosok-sosok manusia yang menyerupai Cel. Baik Sal maupun Colette masih terus bersembunyi. Tak jauh dari sana Enzeru dan Cel perlahan mulai mendekati tempat persembunyian mereka.
"Kalau gitu gak ada cara lain... Colette, kau pergilah duluan, susul Oochoop-mu itu, biar aku yang mengurus mereka berdua!"
"Eh, vous kan janji akan membantuku, jadi biarkan moi membantu vous melawan mereka!"
"Tidak, mungkin ini hutangku di babak pertama, aku tak melakukan pertarungan sama sekali, dan hanya mencari aman... " Sal sempat terdiam dan melihat tangan kanannya yang telah putus, "Aku... Tidak akan melarikan diri lagi!"
"Tapi monsier--"
"Pergilah sekarang, aku pasti menyusulmu!" Teriak Sal.
Colette awalnya sedikit ragu, tapi melihat tekad Sal yang besar, dia pun memutuskan untuk pergi menyusul Ucup. Di depan mereka, sosok manusia batu buatan Celestia semakin banyak bermunculan dan mulai mengurung mereka.
"Baiklah, moi pergi dulu," Colette kemudian memejamkan matanya, "Dan sebagai hadiah pertemanan, moi membantu sedikit."
Colette kemudian melakukan gerakan pantomim memegang senjata berat, tak berapa lama sebuah senjata mesin berkaliber besar termaterialisasi, sebuah senjata yang mampu menembakan ratusan peluru per detik, orang mengenalnya sebagai senjata perang paling mematikan di dunia. Atau biasa juga disebut, Gatling Gun.
"Hebat, jadi ini kemampuanmu!" puji Sal, "Tapi kenapa warnanya pink begini?"
Tapi tak berhenti di sana, Colette pun memulai gerakan pantomim yang baru, namun melihat pergerakannya, benda yang termaterialisasi memiliki ukuran yang lebih besar. Di pihak lain, niat menyerang kembali diperlihatkan Enzeru dan Celestia yang sepertinya coba memamfaatkan waktu materialisasi Colette yang agak lama.
Namun Sal tidak tinggal diam, monyet tengkorak itu mendahului kedua lawannya, dia mengambil Gatling Gun berwarna merah muda dan mulai memuntahkan ratusan pelurunya.
Enzeru dengan cepat terbang menghindar, sementara Celestia bersembunyi di balik para boneka batunya, tubuhnya sendiri mulai mengeras. Sal pun terus menembakkan pelurunya dengan membabi buta, atau dalam hal ini, memonyet buta?
"Zazel Cannonball!" teriak Colette dengan nada gembira, "selesai juga akhirnya."
"Oh, memangnya apa yang--" Sal tak bisa menyelesaikan kata-katanya, matanya terbelalak, walau sebenarnya dia tidak punya mata di wajah tengkoraknya. Sebuah meriam berukuran raksasa tercipta berkat kemampuan Colette.
"Baiklah, moi pergi dulu ya, ingat monsier, susul moi!" ucap Colette sambil memasuki lubang meriam.
"Serius? Eh, iya aku pasti akan menyusulmu, Colette!"
Keduanya pun mengangguk. Colette pun menekan tombol peledak, sedetik kemudian ledakan terjadi di perut meriam dan wanita bermake-up tebal itu pun terlempar jauh.
"Cewek gila!" ucap Sal sambil menghentikan tembakannya, "Nah, sekarang tinggal kita bertiga, aku sudah tak membutuhkan senjata ini lagi, karena aku sendirilah yang akan melawan kalian berdua!"
Enzeru yang melihat Sal berhenti menyerang kembali turun ke tanah, Cel pun demikian, keluar dari balik-balik bebatuan yang hancur, dengan sedikit gerakan ringan, manusia-manusia batu tiruan dirinya kembali muncul.
"Aku yang dulu pasti lebih memilih kabur dengan cepat. Tapi tidak sekarang... Aku yang sekarang, akan memilih cara paling berisik untuk mengalahkan kalian!"
•••
[Adegan 6] :: Mime & Calligraphy
Ketinggian 100 meter \\ pukul 18:30
Memamfaatkan momentum ledakan, Colette membiarkan tubuhnya melayang tinggi di udara. Dia memilih melakukan ini karena dua alasan. Pertama, jika dia melarikan diri dengan cara biasa, besar kemungkinan Enzeru dan Celestia bisa menghentikannya dengan mudah, walau dia agak kaget waktu Enzeru memiliki kemampuan untuk terbang. Dan kedua, dengan terbang memudahkan Colette untuk mencari tahu kemana arah pengendara skuter tersebut pergi, dengan kata lain, arah kemana Ucup pergi.
Semakin lama, kecepatan terbangnya mulai berkurang, begitupun ketinggiannya yang mulai menurun. Cepat atau lambat, Colette pasti akan terjatuh. Tapi itu juga sudah masuk dalam perhitungannya. Dalam keadaan terbang melayang di angkasa, dia kemudian memejamkan matanya dan membayangkan suatu benda. Benda yang pernah digunakannya waktu di pulau Urth, atau pulau Kerakusan. Adalah sebuah jetpack berwarna kuning lemon yang akan membuatnya terhindar dari jatuh dan juga akan membantunya mencari lokasi Ucup dengan cepat.
Colette pun memakai jetpack tersebut dan kemudian melesat terbang ke arah timur kota.
"Tunggu moi, Oochoop, moi pasti akan menyelamatkan Oochoop!"
Namun tiba-tiba, sebuah anak panah melesat cepat ke arah Colette. Untung saja anak panah itu hanya menggores pipinya, jika tidak dia akan terjatuh dengan panah menancap di kepalanya.
"Eh, siapa?!" pertanyaannya langsung terjawab ketika dia melihat sesosok makhluk bersayap tepat di depannya. Sosok tersebut terlihat sedang bersiap menembakkan panahnya lagi. Kali ini bukan satu, tapi sepuluh panah sekaligus. Untuk menghindarinya, Colette terpaksa mengucapkan sebuah kata pembatal. "Adieu!"
Seketika jetpack di punggungnya menghilang, dan Colette pun terjun bebas. Dan waktu yang cepat, Colette kemudian mematerialisasikan satu benda lagi. Sebuah kasur angin muncul di bawah Colette terjatuh, dan dia pun selamat dari kematian. Tempat jatuh Colette sendiri adalah sebuah taman yang tak jauh dari pinggir jalan, pada papan petunjuk tertulis sebuah nama, Taman Pramuka.
Segera setelah Colette selamat, dia berguling ke arah rerumputan dan bersembunyi di balik semak-semak. Kasur angin itu pun menghilang, tapi tak lama, dua benda lain kemudian muncul di tangan Colette. Dua buah pistol revolver yang tanpa pikir panjang langsung ditembakkannya ke arah sosok bersayap.
Sosok bersayap dengan mudah menghindar, sosok itu kemudian menukik tajam ke arah Colette yang terus menembak tanpa arah. Busur di tangan kirinya dipegangnya erat-erat, sementara sebuah anak panah dipegang tangan kanannya. Menghadapi serangan langsung tersebut tentu saja Colette menghindar, tapi tanpa di sadarinya, sosok tersebut berbalik badan, menyiapkan busurnya, dan dalam kecepatan tinggi menembak Colette dalam jarak yang sangat dekat.
"Aaaaargh!!" teriak Colette merasakan sakit di tangannya, rupanya secara tak sengaja Colette mengangkat tangannya ketika panah itu melesat.
"Cih, padahal yang aku arah itu kepalamu!" ucap sosok bersayap tersebut, mendengar suara dan melihat postur tubuhnya yang kecil, sosok tersebut adalah seorang perempuan. Dia adalah Li A Lin, si Rubah Kaki Pendek.
"Kenapa vous menyerang moi? Apa salah moi?" tanya Colette, "Dan siapa vous?"
"Kenapa katamu?" teriak Ai Lin sambil sambil menembakkan panahnya ke arah kaki Colette, bukan untuk membunuh, tapi lebih untuk menyakiti lawannya. Colette menjerit kesakitan, ada dua anak panah yang sekarang bersarang di tubuhnya, satu di tangan dan satu lagi di kaki.
"Kau telah membawa kekacauan ke dunia ini, kau membawa si monyet tengkorak dan anak kecil itu! Semua salahmu, wanita sial!!" maki Ai Lin, "seharusnya tidak ada yang bisa memasuki dunia ini, tapi gara-gara kau, semuanya berantakan!"
"Eh, tapi moi tidak bermaksud seperti itu, moi hanya ingin bertemu Oochoop, moi hanya ingin Oochoop baik-baik saja."
Mendengar itu Ai Lin tertawa keras, "Sayang sekali kalau begitu, Ucupmu itu sebentar lagi akan mati, dia telah memasuki arena perang yang tidak seharusnya dia masuki. Dia tidak akan selamat dan semua itu salahmu!"
"Tidak, tidak, tidaaak!!" teriak Colette, dengan gerakan ringan sebuah pistol termaterialisasi di tangan Colette. Dengan cepat wanita berkulit hitam itu menembakkan pelurunya ke arah Ai Lin.
Tapi seperti sudah faham apa yang akan diperbuat lawannya, Ai Lin mengeluarkan sebuah kertas bertuliskan huruf 鏡 (Jing) dan ajaibnya peluru tersebut memantul dan malah kembali ke arah Colette, tepat mengenai bahunya. Lagi-lagi Colette pun berteriak.
"Dasar sampah, ilmumu sampah, make-up mu juga sampah!" Ai Lin hanya tertawa melihat penderitaan Colette, "Bagaimana kalau kau bunuh diri aja lagi, mati seperti sampah, kau tidak layak untuk berhadapan denganku, dasar sampah!"
Tapi kemudian dia berhenti tertawa. Seperti mendengarkan sesuatu, wajahnya menjadi serius.
"Buru-buru sekali mereka, dasar bocah!" ucap Ai Lin tiba-tiba, membingungkan Colette.
Ai Lin kemudian mengambil kuas dari punggungnya kemudian menuliskan kanji 獅子 (Shīzi) di atas tiga buah kertas, setelah itu tiba-tiba tiga ekor singa berwarna hitam putih muncul di hadapan Colette.
"Kau membuatku malas, sampah! Akan kubiarkan singa-singaku ini bermain denganmu. Jangan khawatir, aku tidak menyuruh mereka membunuhmu kok, aku hanya ingin mereka mencabikmu dan memakanmu hidup-hidup! Supaya kau berharap mati saja, sampah!" ejek Ai Lin, "Orang lemah tidak berhak memilih cara untuk mati, tapi bagi sampah sepertimu, aku ijinkan kau untuk menderita sebelum kau memutuskan bunuh diri!"
Ai Lin pun kemudian membawa satu singa dan menungganginya, menyisakan dua ekor di hadapan Colette. Colette hanya termenung mendengar kata-kata gadis yang lebih muda darinya tersebut. Auman keras sesekali terdengar dari arah dua ekor singa di hadapannya.
Satu anak panah yang menancap di tangannya dia cabut dengan paksa, jeritan kesakitan sekali lagi terdengar. Dan ketika dia akan mencabut anak panah yang menusuk kakinya, dia melihat ada sebuah kertas bertuliskan 回憶 (Huíyì) yang menempel di bulu anak panah. Sebuah kertas yang sama yang tadi dilihatnya ketika memantulkan pelurunya dan menciptakan singa-singa tersebut. Colette mencabut anak panah tersebut dan tersenyum.
"Sampah?" ucap Colette sambil mengelurkan sebuah pecut dari pinggangnya, "Carilah! Apa ada di dunia ini sampah yang bisa menjinakkan singa?"
Lalu dengan gerakan yang percaya diri, Colette menghentakkan pecutnya, keras menuju tanah aspal. Suara yang dihasilkan cambukan Colette sangat keras, dan membuat dua ekor singa buatan kertas itu tampak ragu untuk mendekat. Bahkan kedua singa tersebut terlihat seperti ketakutan.
Tapi semakin ketakutan, semakin keras Colette mencambukkan pecutnya. Colette sama sekali melupakan sakit pada luka di tubuhnya, namun malah tersenyum penuh kemenangan.
•••
[Adegan 7] :: Return of The King
Gedung Sate \\ pukul 17:55
Sebuah gedung berciri unik berdiri tegak di reruntuhan kota yang hancur, sebuah tiang berbentuk tusuk sate ada di puncak tertinggi gedung, tiang yang juga berfungsi sebagai simbol yang menjunjung tinggi semangat perjuangan, keadilan dan segala kebaikan yang ada di dunia. Saat ini pun gedung tersebut menjadi markas perjuangan tentara pemberontak yang bernama Balik Bandung.
Sekelompok pengendara Vespa tiba di pelataran gedung tersebut. Beberapa anak kecil dan remaja menyambut kedatangan mereka.
"Raden tos dongkap! Raden tos dongkap!" teriak-teriak mereka.
Ucup kaget mendengar penyambutan tersebut. Raden tos dongkap, lebih kurang artinya, Raja sudah tiba. Siapa yang mereka maksud.
Seorang pemuda tampan gagah memakai pakaian tentara keluar dari gedung dan buru-buru menghampiri Ucup dan yang lainnya.
"Mana Jang, mana Kang Ucup?" tanya si pemuda tampan. Mendengar itu Ucup agak kaget, dirinya masih anak-anak tapi dipanggil Akang sama orang yang lebih tau.
"Tenang, sabar Ga! Ini masa gak liat, Kang Ucup, sehat wal'afiat," jawab pemuda lain yang membonceng Ucup. Semua orang memandang ke arah Ucup, makin membuat anak kecil itu bingung.
"Aa Ucup!" tiba-tiba seorang gadis remaja keluar dari gedung, dia berlari ke arah Ucup dan kemudian memeluknya.
"A Ucup kemana ajah atuh?" tanya si gadis yang berwajah manis tersebut. Ucup pun tambah bingung.
"Dengan ini, kekuatan kita sudah penuh, sesuai ramalan si Mamah, dengan kembalinya Sang Raden Ucup, kita bisa merebut kembali Bandung!" ucap pemuda yang dipanggil Ga.
"Iya benar, selama ini kita hidup dalam ketakutan dan bersembunyi di celah sonar miliknya, terjebak tak bisa keluar, tapi dengan adanya Kang Ucup kita bisa menyerang langsung Sang Penjaga!" tambah pemuda yang dipanggil Jang.
"Iya, tapi yang terpenting, keluarga kecil kita bisa bersama lagi, itu aja udah bikin Nina senang," ucap gadis yang menyebut namanya sendiri.
"Ga, Jang dan Nina? Angga, Ujang ama Nina?!" seru Ucup kaget, "Kapan gedenya kalian teh? Nyusul urang euy!"
"Nanti aja we ceritanya, pokonamah sekarang kita harus bergerak cepat, menurut info Jaringan-Gap-Satu-Kilometer, si Widinghi itu sedang kesulitan menghadapi para penyusup, dua jenderalnya, Enzeru dan Celestia sedang bertarung dengan monster tengkorak. Mungkin hanya Jenderal Luna saja yang tidak diketahui keberadaannya."
"Luna ya, dia berbahaya, sudah banyak teman kita yang menjadi korban, tapi walau begitu, ini kesempatan kita!"
Ucup hanya bisa melongo melihat mereka berdua, Angga dan Ujang sudah berubah menjadi pria yang dewasa. Dan Nina juga menjadi gadis yang sangat cantik. Padahal dulu sebelum dia mati, mereka selalu mengikuti dia kemana-mana, bahkan kalau mau jajan pun, uangnya dari Ucup. Di saat Nina sakit atau menangis, ucup yang selalu menggendongnya. Entah apa yang terjadi selama Ucup mati.
"A Ucup, Nina tahu A Ucup pasti bingung, tapi Nina akan ceritakan semuanya," seperti seorang kakak perempuan yang mengajak adiknya main, Nina menggandeng tangan Ucup masuk ke dalam gedung, "Ada seseorang yang mau bertemu Aa."
Ucup pun hanya bisa menurut saja apa yang dikatakan oleh si gadis. Namun di dalam gedung, Ucup terbelalak ketika melihat wujud orang yang sudah menunggunya. Seumur hidup Ucup, baru kali ini dia melihat makhluk seaneh itu, tapi karena Ucup sudah mati dan sempat bertemu Hyvt, Thurqk, Kolator dan Deismo. Wajah terbelalaknya hanya berlangsung selama dua detik.
"Saha maneh?"
•••
[Adegan 8] :: Tak Tentu Arah
Patung Ajat Sudrajat \\ pukul 19:00
Sesosok tubuh yang hanya terdiri dari tulang belulang jatah dari ketinggian dan mengenai sebuah patung yang berdiri di tengah-tengah jalan. Tubuh tulang itu pun berantakan tak tentu arah, tengkorak, tulang lengan, tulang iga, bahkan tulang ekor berpencar kemana-mana.
Tapi secara ajaib, sosok tulang dan tengkorak itupun satu persatu mulai bersatu kembali, membentuk sebuah tubuh monyet raksasa. Bahkan tangan kanan yang tadinya terputus pun kembali utuh. Ya, tentu saja sosok itu Salvatore Jackson, atau mungkin sekarang bisa disebut sebagai Skull Sal.
"Sialan si Enzeru, tadi si wanita penyihir batu, sekarang dia, mau pergi kemana mereka?"
Pertarungan antar Skull Sal melawan Enzeru dan Celestia tak berlangsung lama, karena ternyata yang mereka incar adalah Colette. Segera setelah Colette pergi, Celestia tiba-tiba pergi meninggalkan para Amethys-nya dalam keadaan otopilot melawan Sal. Tentu saja para makhluk buatan tanpa akal itu mudah dihancurkan Sal.
Namun saat giliran melawan Enzeru, si malaikat muda itu pun lebih memilih untuk tidak meladeni Sal dan pergi menyusul Celestia.
"Sepertinya ada yang lebih penting bagi mereka, eh, tapi apa itu berarti aku diremehkan?" ucap Sal kesal, "Sialan! Awas kalian ya!"
Skull Sal pun kemudian melihat ke sekeliling, "Nah aku harus kemana sekarang?"
Namun kemudian dia menyadari sesuatu yang janggal. Saat pertama kali tersadar dari pingsannya, Sal sudah merasakan Irama Alam yang kuat menyelimuti kota ini. Terus berturut-turut kemunculan para pemuda yang memiliki Irama Jiwa seperti dirinya, dan satu Irama Jiwa Luar Biasa yang dimiliki Oochoop. Abaikan Irama yang dimiliki Colette, Enzeru, Celestia atau beberapa sosok lainnya yang jauh dari tempat Sal, karena Irama yang dimiliki mereka berbeda jenis.
Kembali ke Irama Alam, pada awalnya Sal mengira kalau Irama Alam ini sudah ada sejak dulu, seperti halnya Irama Alam yang secara turun temurun sudah menyelimuti Galaksi Suling Sakti. Tapi setelah dirasakan kembali, Irama Alam ini tidak berjalan harmonis dengan tanah kota itu sendiri.
"Irama Alam ini... Sihir ini dipaksakan ada, jelas bukan untuk memperbaiki... Tapi justru untuk merusak tanah kota ini."
Tiba-tiba dari arah belakang Sal, sebuah teriakan terdengar, "Monsier Saaall!!"
Ketika Sal melihatnya, dia cukup terkejut melihat Colette sedang menunggangi semacam singa berwarna monokrom.
"Colette? Bagaimana caranya kau--"
"Udah, ikut saja, vous!"
Dengan lincah Sal ikut membonceng di punggung singa yang berlari tersebut, "Untung beratku super ringan, jadi gak ada masalah buat singamu kan?"
"Entahlah, tulang-tulang vous kan besar-besar."
"Ngomong-ngomong, mau kemana kita?" tanya Sal penasaran.
"Kita akan menuju ke taman ke arah selatan, moi... Moi mendengar suara, kalau Oochoop akan ada di sana. Tapi terus terang moi tidak tahu berasal darimana suara tersebut"
"Mendengar... Suara? Kok rasanya famiar," balas Sal, tapi Sal tak coba mengingat lagi karena di depannya Enzeru telihat sedang melompat-lompat gedung. "Itu dia! Akan kulumpuhkan dia sekarang!"
"Eh, moi pikir, vous telah membunuhnya."
"Aku bahkan belum sempat bertarung, ada sesuatu atau seseorang yang menyuruhnya mundur. Dekatkan aku dengannya."
Saat sudah cukup dekat, Sal dengan cepat melesat ke arah Enzeru dan kemudian menubruknya. Enzeru pun terjatuh dan sempat kehilangan sabitnya. Tubuh mereka berguling-guling menyusur atap bangunan, setelah Enzeru menyadari siapa yang menhantamnya, adu pukul pun tak terelakkan.
"Kau bisu ya? Atau sebegitu kuatnya pengaruh hipnotis pada dirimu? HUDANG!!" teriak Sal sekuat tenaga. Tapi seperti sebelumnya, Bacott Sal tak berefek pada Enzeru. Keduanya kembali saling pukul.
Pada satu kesempatan, energi sayap Enzeru telah kembali. Tak membuang-buang waktu, Enzeru pun mengepakkan sayap hitamnya dan mencoba terbang. Tapi hal itu tak dibiarkan Sal, dia meraih kaki Enzeru dan membuatnya kesulitan untuk mencapai ketinggian. Di saat itulah terdengar suara tembakan yang keras, tepat mengenai dada Enzeru, malaikat muda itupun jatuh tersungkur, begitupula dengan Sal.
Namun Sal tidak terluka sedikitpun, dia pun buru-buru mendekati Enzeru. Darah merah terlihat membasahi kaos putih miliknya. Sal membuka kaos Enzeru, mencoba memeriksa luka yang diderita Enzeru. Dia cukup terkejut ketika mendapati sebuah tattoo raksasa bertuliskan huruf kanji 崇信 (Chóng xìn) di dada Enzeru.
"Bukan, ini bukan tattoo, ini tinta biasa!" Sal dengan menggunakan kaos Enzeru membersihkan darah, beserta tinta yang menempel di dada Enzeru yang berlubang.
"Uhuk, siapa kau?" Enzeru tiba-tiba berkata, membuat Sal cukup terkejut. Terlihat Enzeru mulai kesulitan untuk bernafas.
"A-Aku Salvatore Jackson, kita pernah bertemu di babak pertama," jawab Sal, "syukurlah kau sudah sadar, ada seseorang yang mengendalikanmu."
"Ah, kau si monyet kuning kan? Kenapa, uhuk, dengan tubuhmu?" Enzeru perlahan mulai kehilangan kesadaran.
"Hey, dengarkan aku, aku akan menolongmu, okay!" seru Sal. Tapi walau begitu, entah kenapa Sal seperti melupakan sesuatu. Dia merasa yakin bisa menyembuhkan Enzeru, tapi dia seperti kehilangan ilmu atau sesuatu untuk melakukannya.
"Aneh, aku tahu aku bisa, tapi bagaimana caranya?" ucap Sal.
"Uhuk, tidak apa-apa Sal, rasanya ini bukan pertama kalinya aku mati, uhuk, entah untuk yang keberapa kalinya aku mati... Aku..."
"Akan kucari cara--"
"Sal, Sal, entah kenapa aku jadi teringat semasa aku hidup di dunia manusia, entah kenapa... Aku malah teringat pada dia... Aneh, aku dulu selalu mengacuhkannya... Sekarang hanya rasa penyesalan... Yang tertinggal..."
Sal hanya bisa terdiam ketika Enzeru menghembuskan nafas terakhirnya. Sal pun menutup mata si malaikat muda. Hatinya berkecamuk. Banyak yang menganggu pikirannya, kehilangan teman, ingatan yang sepertinya menghilang tiba-tiba, dan yang sekarang paling menganggunya adalah fakta bahwa dia tahu siapa yang melakukan tembakan terhadap Enzeru.
Matanya kemudian mengarah pada satu titik tertingi di kota tersebut, sebuah menara mesjid tampak masih kokoh berdiri dari tempatnya berdiri. Dengan gerakan yang super cepat, Sal pun melesat pergi ke arah menara.
•••
[Adegan 9] :: Battle of Tegallega
ITC \\ pukul 19:30
Colette menghentikan laju singa yang ditungganginya, matanya takjub melihat pemandangan di depannya. Dia mengira kota itu kota yang mati. Tapi pada malam itu ratusan orang sedang terlibat pertempuran melawan pasukan yang terbuat dari tanah dan bebatuan. Ratusan orang itu adalah para pemuda dan juga anak-anak yang memakai senjata kecrekan di tangannya. Seperti seorang penyihir di film-film, anak-anak tersebut mengayunkan kecrekannya ke arah Pasukan Amethys.
Satu persatu Amethys pun hancur akibat serangan gelombang yang diarahkan para anak-anak. Hal itu terjadi karena susunan tubuh Amethys yang hanya terbuat dari tanah atau bebatuan halus, sehingga mudah sekali bagi para pengamen jalanan untuk menghancurkan mereka.
Tapi bukan mereka yang menjadi tujuan Colette, melainkan Ucup.
Tiba-tiba sebuah bilbor raksasa melayang cepat ke arah para pasukan pengamen, menimpa ke hampir semua anak-anak tersebut. Ada yang berhasil menghindar, tapi tak sedikit yang terkena. Colette kemudian sadar kalau bilbor tersebut bukan bergerak dengan sendirinya, tapi dikendalikan oleh seseorang.
Tapi sekali lagi Colette coba meyakinkan dirinya kalau semua ini tidak nyata. Yang nyata hanya dirinya dan Ucup.
Hal yang terjadi selanjutnya bagi Colette terasa berjalan dalam gerak yang lambat. Sebuah panah melesat ke arah singa kertas yang ditunggangi Colette, membuatnya menghilang seketika. Membuat Colette hampir jatuh tersungkur kalau saja dia tidak memiliki keseimbangan.
Dari arah datangnya panah, Li Ai Lin terlihat berdiri angkuh. Dia kemudian mengeluarkan kuasnya dan menuliskan sesuatu lagi di atas kertas. Kali ini yang keluar adalah sebuah tombak bermata kapak besar. Mulutnya terlihat seperti meneriakkan sesuatu, suaranya tidak terdengar karena suara berisik yang ditimbulkan pertempuran di sebelahnya. Tapi Colette cukup tahu apa yang diteriakkan gadis tersebut.
Colette pun kemudian melakukan gerakan pantomim seperti sedang menarik sesuatu. Dia telah membayangkan sesuatu yang besar, sesuatu yang siap jatuh. Sementara itu Ai Lin semakin mendekati tempat Colette berdiri.
Sebuah rantai besi perlahan termaterialisasi di tangan Colette, rantai besi terus memanjang menampakkan wujudnya semakin ke atas. Ai Lin pun sempat berhenti dan memperhatikan kemana rantai besi itu berhenti. Ujung rantai besi itupun kemudian membentuk sebuah bola raksasa, atau sebuah bangunan berbentuk bulat. Bangunan bulat itu perlahan mulai menunjukkan wujud aslinya sebagai toren tempat penampungan air raksasa.
Dari sana, alas toren mulai mematerialisasi, kaki-kakinya pun mulai muncul. Tapi bukannya tegak lurus, kaki-kaki bangunan tersebut miring dan hampir ambruk kehilangan keseimbangan. Kehilangan keseimbangan karena sebuah rantai yang menarik bangunan itu. Kreasi Colette pun selesai dengan sempurna, sebuah tower penampungan air yang sebentar lagi roboh menimpa apapun di bawahnya.
Dan yang tepat di bawahnya sekarang adalah Li Ai Lin yang hanya bisa terdiam melihat kreasi tersebut. Gadis itu tidak sempat melarikan diri saat tower yang kehilangan keseimbangan itu menyelesaikan takdirnya.
Itu adalah karya Pantomim Colette, Bagaimana-Caranya-Membuat-Bencana-Yang-Sempurna.
•••
[Adegan 10] :: The Two Moon
Menara Mesjid Agung \\ pukul 19:40
Sal bergelantung di jendela menara itu, hal itu mengingatkannya akan kejadian di babak pertama saat dia bertemu dengan Luna untuk pertama kali. Kali ini pun hampir sama, hanya saja bedanya sekarang wujud Sal bukan lagi monyet berbulu kuning, tapi tengkorak berjalan. Sementara di dalam ruangan menara, bukan lagi Luna yang waspada pada kedatangan dirinya, tapi sosok Luna yang sudah terbujur kaku dengan lubang peluru di kepalanya.
Di samping mayat Luna, berdiri seorang gadis yang memakai topeng burung hantu. Tubuhnya memakai semacam baju zirah berwarna abu-abu. Rambutnya yang berwarna perak terlihat berkilau walaupun berada dikegelapan malam. Kedua tangannya memegang sebuah sniper rifle yang telah dimodifikasi. Hanya dengan sekali lihat saja, Sal sudah bisa menduga siapa gadis tersebut.
"Luna, kau Luna kan?"
"Bukan," jawab gadis tersebut, "Luna sudah mati, kau tidak lihat mayatnya? Aku yang telah membunuhnya!"
"Tidak, kalian berdua orang yang sama, tapi kau sendiri adalah Luna kan? Kenapa kau membunuhnya?"
"Karena itu satu-satunya cara menyempurnakan jiwamu, membunuh semua tiruan jiwamu!" Luna kemudian bergerak mendekati jendela dan berniat keluar.
"Tunggu sebentar! Apa yang sebenarnya terjadi padamu?" tanya Sal.
"Daripada mengurusi orang lain, urus dirimu sendiri, kau masih punya tugas untuk diselesaikan kan?"
Segera setelah itu, terdengar ledakan dahsyat di arah selatan menara, membuat perhatian Sal sempat teralihkan. Saat Sal kembali untuk melihat Luna, gadis itu telah pergi melayang terbang menggunakan sayap buatan yang menempel di punggungnya.
"Tugas untuk diselesaikan ya?" ucap Sal lebih ke diri sendiri. Dia pun pergi menuju ke tempat pertempuran terakhir.
•••
[Adegan 11] :: Seed of Cacophony
Lapangan Tegallega \\ pukul 20:00
Seorang pria tinggi kurus sedang duduk dengan khusyu di dekat sebuah menumen. Namanya adalah Kolator Widinghi. Dialah aktor di balik pengambil alihan seluruh kota. Dengan menanamkan darahnya ke dalam tanah, dia telah merubah struktur tanah kota tersebut menjadi tanah Farum. Bisa dibilang apa yang dilakukan Kolator adalah mengkonversi sebuah dunia lain menjadi dunianya sendiri.
Dengan kontrol Irkaril yang dimilikinya, dia mengacaukan semua pikiran makhluk yang ada di jangkauannya. Kemudian dengan kontrol Armaril, dia melindungi seluruh wilayah taman itu hanya dengan menggunakan pikirannya. Jangkauan pengendaliannya mencapai radius sampai 5-6 kilometer, namun entah sebuah cacat atau sebaliknya, sebuah jarak sepanjang 1 kilometer yang tak mampu terdeteksi muncul diantara radius kilometer 3 dan kilometer.
Telah lebih dari 8 tahun, Kolator telah menguasai kota kecil tersebut. Waktu delapan tahun adalah waktu yang sempurna dalam proses konversi Water of Farum. Dan pada tahun ke delapan, Farum yang baru telah lahir, sementara Kolator pun kembali menjadi penjaganya. Bersama dengan Li Ai Lin, keduanya menjadi raja dan ratu penjaga New Farum.
Tapi sekarang semuanya telah hancur, kedamaian yang berusaha diciptakan Kolator maunpun Ai Lin dengan membuat para penduduknya menjadi budak telah ternoda dengan kedatangan anomali bernama Colette Reves.
Dan sekarang wanita itu telah berada di depannya.
"Kau telah membunuh--"
"Mana Oochoop?!" teriak Colette memotong ucapan Kolator.
"Dasar tidak sopan! Datang tiba-tiba dan mengacaukan rumahku! Kau akan menerima akibatnya!"
Kolator kemudian menggerakkan tangannya seperti menutup sebuah buku, kejadian selanjutnya sungguh di luar akal sehat. Tanah di sekitar Colette berubah menjadi buku yang hendak menutup, persis seperti yang diperagakan Kolator. Kedua sisi tanah itu makin lama makin menyempit hendak menghimpit Colette.
Colette yang berusaha mati-matian hampir saja remuk kalau saja tidak ada teriakan dari seseorang di belakangnya.
"ENGKEU-HEULA!"
Seketika Kolator pun menghentikan serangannya, dan diam tak bergerak seakan menunggu sesuatu.
"Akhirnya, Bacottku bisa berfungsi juga," ucap Sal lega, "jadi dia musuh yang harus dikalahkan?"
"Monsier Sal, vous tidak apa-apa?"
"Ya, kau sendiri bagaimana, hmm, tangan dan bahumu terluka parah tuh, ah, kakimu juga!"
"Ah, moi tidak apa-apa."
"Kau sudah menemukan Oochoop?"
Colette hanya menggeleng tanda belum bertemu. Sal pun menceritakan bahwa saat perjalanannya menuju kesini, dia melihat Celestia yang melarikan diri.
"Yang pasti pengaruh hipnotisnya menghilang, tapi entah apa yang akan dilakukannya sekarang."
"Mungkin karena pengaruh si wanita kaligrafi sudah hilang--"
"Malah ngobrol!" teriak Kolator marah, wajahnya menunjukkan ekspresi murka luar biasa.
"Ah pengaruh Bacottnya sudah hilang toh, apa sebaiknya kuulangi--" Sal tak melanjutkan ucapannya, badan tulang tengkoraknya tiba-tiba bergetar. Dia belum pernah merasakan Irama Jiwa sebesar ini, Irama Jiwa yang setara dengan Irama Alam Planet.
Colette sempat heran melihat tingkah Sal, tapi kemudian wajahnya menjadi gembira ketika melihat seseorang yang baru saja tiba di pusat taman. Seorang anak kecil berjalan perlahan menuju ke tempat mereka. Wajahnya menunduk seakan merasakan kesedihan mendalam. Awan mendung bergerak dengan cepat menyelimuti langit malam itu, terdengar suara petir mulai bersahutan menyambut kedatangan anak tersebut.
"Oochooop?!!" seru Colette sambil berlari menghampiri anak tersebut.
"Colette, jangan dekati dia!" teriak Sal memperingatkan, tapi terlambat. Sebuah gelombang tak kasat mata tiba-tiba menyerang Colette, membuatnya terlempar ke belakang. Sal dengan sigap menangkap tubuh wanita tersebut.
Di sisi lain, Kolator yang awalnya bersikap tenang tiba-tiba menjadi sangat ketakutan. Walaupun dia buta, tapi jiwanya mampu merasakan energi di sekelilingnya. Dan energi yang ada di anak kecil tersebut sangatlah besar.
"Si-Siapa anak itu?!" teriak Kolator panik, "Dia jelmaan setan!"
Ucup yang mendengar ucapan Kolator, hanya mengarahakan tangannya ke arah pria tinggi itu. Tiba-tiba sebuah petir menyambar tubuh Kolator, sekali, dua kali, terus berulang-ulang sampai pria itu hangus tak bergerak.
Sal hanya bisa tertegun melihat kejadian tersebut. Dia coba memfokuskan kembali pikirannya, dan dia mendapati kenyataan yang sangat buruk. Irama-Irama Jiwa yang sebelumnya dia rasakan pada diri anak-anak dan pemuda yang ada di kota tersebut, semuanya menghilang. Hanya menyisakan satu Irama Jiwa yang maha dahsyat pada diri satu orang anak saja, yaitu anak yang ada di depannya, anak yang selama ini dicari-cari Colette.
"Kenapa bisa begini?" tiba-tiba Ucup berkata, "Padahal Ucup cuma mau bantu ajah... Tapi kenapa udahnya semua malah pada mati, Angga, Ujang, Nina, sekarang Teh Kolet juga?"
Sal yang masih memegang tubuh Colette, memeriksa denyut nadinya dan mendapati wanita itu masih hidup, "Oochoop kan? Tenang, Colette masih hidup kok, tenang ya Choop."
"Bohong!" teriak Ucup sambil mengerakkan kecrekannya, bersamaan dengan itu petir menyambar ke tempat Sal dan Colette, tapi untung reaksi Sal masih cepat seperti biasanya.
"Semua bohong sama Ucup, soal si mamah, soal sagalana!"
"Hah?" Sal sama sekali tidak mengerti apa yang diucapkan Ucup.
'Itu karena Irama Kakofoni telah mengacaukan pikirannya'
Tiba-tiba terdengar suara yang dikenal baik oleh Sal, "Master Frank?!"
'Sudah kubilang aku bukan gurumu, Frank hanyalah salah satu dari sekian banyak avatar-ku.'
"Kau mengajarkan anak ini Muse Kakofoni?" tanya Sal berang, "Dia anak tak berdosa!"
'Mengajarkan? Dia itu Musecian Kakofoni alami, tidak ada yang mengajarkannya.Irama Jiwanya adalah Kakofoni sejak dari lahir. Aku hanya ingin melihat... potensinya.'
"Apa!"Sal sama sekali tidak pernah mendengar hal ini. Dilihatnya Ucup menjambak-jambak rambutnya.
"Diam- Diaaam!! Tong gandeng atuh!!" teriak Ucup.
"Aku harus bagaimana?"
'Kau tahu harus bagaimana... Habisi! Jangan biarkan dia lebih menderita!'
Sal terdiam, dia tidak menyangka lagi-lagi mendapat lawan yang tidak dapat dia hadapi. Tapi sepertinya memang tidak ada cara lain, Irama Jiwa yang dimiliki Ucup terlalu besar dan sangat tidak stabil. Sal pun kemudian meletakkan tubuh Colette agak jauh darinya.
Dia teringat kata-kata Master Frank soal Muse Kakofoni, bahkan Kakofoni adalah murni kekacauan, ibarat lautan, Muse Kakofoni adalah ombak yang tak henti-hentinya menerjang karang. Gurunya juga berkata, tidak ada seorangpun yang bisa menggubah Irama Kakofoni menjadi Irama Harmoni karena energinya yang besar & susah untuk dikendalikan.
Tidak ada yang bisa, kecuali Salvatore Jackson. Dia pernah melakukannya dan akan kembali melalukannya.
"Sepertinya aku akan meniru gerakan-gerakanmu, Colette," ucap Sal sambil menghela nafas, "UNLIMITED BEAT WORKS!"
Seperti sebelumnya, tiba-tiba berbagai jenis alat musik terdengar di sekeliling Sal, namun tidak ada satupun yang terlihat. Kakofoni adalah Kekacauan. Dengan menyatukan Irama Jiwa sebagai medium dan Irama Alam Semesta sebagai objek energi (dalam hal ini Irama Alam Nanthara), seorang Musecian mampu menghasilkan getaran suara tanpa menggunakan bantuan alat musik apapun. Dengan kata lain, seperti sebelumnya, Sal bisa memainkan suara gitar tanpa memainkan gitar, dan juga musik-musik dari instrumen lainnya.
Sal pun memposisikan dirinya dalam keadaan seperti sedang duduk menghadapi sebuah piano.
"Orchestra Air Piano," tak seperti sebelumnya, kali ini Sal mengucapkannya dengan lembut. Jari jemari Sal pun bergerak, memainkan nada yang begitu lembut. Seperti sebuah tetesan air musim dingin, dentingan nada yang dimainkan Sal muncul satu per satu.
Ucup yang tadi berteriak-teriak, ketika mendengar musik yang dimainkan Sal seketika menjadi agak tenang. Dia merasakan pipinya dingin, seperti terkena tetesan air di pagi hari. Ketika dia menengok ke atas, dilihatnya butiran-butiran salju turun dengan tenangnya. Itu mungkin kejadian yang tidak akan pernag bisa dilihatnya di dunia orang hidup. Kemungkinan turun salju di kotanya sangat kecil, tapi yang terjad adalah kebalikannya.
Perlahan suhu di sekeliling Sal semakin menurun. Membuat siapapun yang berada di sana menjadi malas bergerak, termasuk Ucup, anak itupun kemudian membaringkan dirinya di tumpukan salju yang semakin meninggi. Dia coba menjulurkan lidahnya, dan mendapati dingin menjalar ke seluruh tubuhnya. Suhu yang menurun membuat detak jantung semakin melambat. Ucup pun tertidur.
Sal pun menghentikan gerakannya, dia kemudian menggendong Colette dan meletakkannya berdekatan dengan Ucup. Membiarkan keduanya tertidur pulas. Entah kapan mereka kan kembali bangun, Sal hanya berharap mereka akan lebih bahagia lagi.
•••
[Round 5] :: END
Akhirnya entri Sal keluar juga.. Dan meski mepet deadline, ternyata cukup panjang juga. Ini format justify-nya kok aneh ya..tapi teknis gini ga usah dikomen deh. Saya agak bingung, jadi peserta yang jadi lawan Sal sampe di realm Ucup duluan, atau cuma Kolator sama Li Ai Lin yang nunggunya sampe 8 taun? Terus saya masih bingung sama peran Luna, tapi mungkin maaih bisa dimunculin kalo Sal maju ke babak selanjutnya ya. Saya juga ga nyangka Sal dapet bantuan dari Colette di sini - dan Sal yang sekarang berarti invincible kayak Brook gitu ya, diapa"in asal tulangnya intak masih hidup? Jadi penasaran cara ngalahinnya gimana
ReplyDeleteNilai 8
DeleteDendi Lanjung:
DeleteEh iya, kok munculnya gini, apa karena beda office kali ya? sebelumnya MS office, kemarin nyoba pake WPS :/
Soal cerita bisa dibilang gak sesuai rencana awal, byk adegan yang gak sempet ketulis, contoh: harusnya ada kemunculan Thurqk ketemu ma Anubis & Beleth. Luna sepertinya masih bakal muncul (kalo lolos itu juga ^_^) terus kenapa bisa muncul Ucup juga gak keceritain.
Yang pertama muncul di realm Ucup itu Kolator ma Li Ai Lin, 8 tahun lalu waktu realm Ucup.
Soal Sal yang jadi mirip Brook, iya mungkin saya terlalu terpengaruh ma dia XD kelihatannya emang invincible, tapi bukan berarti gak bisa dikalahin ;)
Akhir kata, makasih buat nilainya :D
Sal : Ariyuhuuu! Saksikan laga mantap dari kembaranku, Skull-Sal, musecian yang menapaki Jalan Harmoni dan Kakofoni sekaligus.
ReplyDeleteNema : Waw, Sal. Kau tampak lebih tampan kalau jadi tulang begini. Terutama matamu, jadi lebih indah :P
--
Zany : Ini di mana?
Manggale : Bandung kurasa lah.
Cheril : Bandung? Tapi kok banyak zombienya gitu. Ngeri x_x
Leon : Tenang Neng Cheril. Sini, biar Om rangkul.
*Leon pun merangkul Cheril, tak lama, sebelum dahi Perverty Beary itu ditembus panah Cheril*
Sal : Payah kau, Om. Bukan gitu cara merayu cewek -_-a
...
Baikai : Duelnya seru juga. Ini seperti menonton film. Ada pemberontak. Ada raja lalim. Klasik.
Reeh : Farum dan misteri yang tersembunyi di dalamnya ...
Yvika : Zombie, hah? Tinggal berondong kepala mereka dengan peluru panas, atau hancurkan tubuh mereka berkeping-keping dengan granat. Lalu bakar semua serpihan tubuhnya sampai tak bersisa. Agar wabahnya tak menular.
Elle : Mommy seram, noom ... <.<
Lucia : Tapi mungkin daging zombie lumayan kenyal untuk dijadikan steak.
Elle : Lucy juga sereeem, nom >.>
Rex : Zombie? Ini saatnya pahlawan bertindak! Wahai nenekku yang seksi, Dewi Mirabelle, berkahi aku!!
*Rex pun melaju membabat semua zombie*
...
Ursula : Jadi ini peserta terakhir? Uhuhuhm :)
Ursario : Jurus musiknya bencana buat kuping beruang kita, buraa ...
Ursula : Saatnya kita istirahat. Menanti babak selanjutnya.
Jadi dimana saya start?
ReplyDeletemulai dari bukan kisah 5-5 tapi 5-2, Intro yang sebenarnya cukup keren, menceritakan tentang "ngumpetnya" Para Walk-Outer
tetapi, mungkin set-up yang terlalu heboh ini, tidak sejalan dengan yang ingin diperlihatkan pada akhirnya...
Ditambah layout yang entah siapa bisa disalahkan...
menghasilkan kisah tidak nyaman di R5 ini.
Catatan: saya ngasih nilainya berdasarkan urutan Favor
Nilai Anda
ursario - 9
claudia - 8.7
Nurin - 8.4
Yvika - 8.1
Sjena - 7.8
Sil - 7.5
Stalza - 7.2
Lazu - 6.9
Salvatore - 6.6
deismo - 6.3
HAHAHAHAHA! Sayah numpang ketawa dulu itu karena hal-hal konyol yang di sana XD Meskipun lelucon terbilang sedikit, penggunaan Ambeureugul, Bahrelwey pengganti BTW, sama Colette yg mau nyeritain dari dia lahir udah cukup menghibur saya.
ReplyDeleteKurangnya, entah saya yang rada malaweung waktu baca atau gimana, tapi beberapa karakter kesannya ilang entah kemana di tengah2 cerita. Kesananya gak diceritain lagi. Kalau Luna sih saya maklum ilang karena memang pergi pake sayap barunya. Saya juga sempet gak nangkep mati kesetrumnya Kolator sebelum saya baca ulang.
Setelah Sal ketemu Luna bersayap, saya pikir akan ada pertarungan puncak dengan Kolator, taunya Ucup datang mengacau. Ucup yg berserk ini
Tapi, intervensi ke backstory Ucup itu patut diacungi jempol, lagipula dia juga musisi sih. Bahrelwey, yang ditemui Ucup waktu dia kaget dua detik itu siapa ya? Li Ai Lin?
Oh ya. Hint yang ada di R2 Enzeru juga sempat muncul di sini ya. Terima kasih sudah dibegitukan =D/
Verdict: 7.6
Bahrelwey lagi, format yang aneh gak saya pertimbangkan untuk masuk penilaian. Karena saya bacanya via mobile jadi itu bukan masalah.
ReplyDelete.
ReplyDelete