Pages

July 29, 2014

[ROUND 4 - ANTABOGA] SILENTSILIA - REMEMBER

[Round 4] SilentSilia vs Antaboga
"Remember"

Written by authorhinataumi

--- 

“Don’t be too high, Human. You don’t know the God’s plan.”
-          Hinata Ummi – The Author -

Dimana aku?

Gelap.

Tanganku terikat?

Siapa?

Kenapa?

“Ha... Ha... Ha...”

Suara itu? Tawa itu... Dia... Sakit.. Ini... Ah...

Ya.. Akhirnya Sil mengingat semuanya. Ia... mengingat semuanya.

* * *

“Bagaimana kabarmu, Sil?”

Gadis itu terbangun ketika merasakan sentuhan di bahu kirinya. Matanya yang terpejam perlahan membuka, menatap lapangan luas yang kini ia dan seseorang lainnya tempati.

Terdengar olehnya suara berdesing dari dua buah benda tajam yang bersinggungan.

Suara ini...

“Kenapa? Kau takut?”

[Carl?]


Ia mencoba menatap ke kanan dan ke kiri mencari sumber suara yang sudah sangat lama ia rindukan.

“Ya... Ini aku sayang.” Suara lembutnya, suara tenangnya. Ia sangat merindukannya.
[Kau benar-benar Carl?]

Hari itu adalah pertama kalinya Sil bertemu Persona, setelah beberapa hari ia dikurung di dalam ruangan bawah tanah kerajaan Lait. Sungguh walaupun keadaannya terikat, ia merasa sangat senang. Apalagi ia bertemu dengan sahabat yang paling dekat dengannya.

Ya... Sil masih terlalu naif saat itu.

“Hai Sil..” Ujar sang Persona Felisius sambil tersenyum ceria menatap si gadis tanpa mulut. ”Ah.. rasanya sudah lama sekali kita tidak bertemu...”

[Carl, tolong lepaskan ikatan ini! Tanganku sakit.]

“Lepaskan katamu? Aku sudah susah payah menemukan pola simpulnya dan kau meminta untuk melepaskannya? Tidak semudah itu sayang, tidak setelah kau lebih memilih Laza dibandingku.”

Sil, menatap tak percaya pada pendengarannya. Ia tahu bahwa pria di hadapannya ini memiliki predikat buruk di mata teman-temannya. Tapi Carl tidak pernah mennyakitinya. Tidak sampai hari ini.

[Apa maksudmu?]

Carl tersenyum tenang ke arah sang gadis. Menyentuhkan jari telunjuknya ke wajah Sil perlahan. Menikmati setiap elusan yang tercipta antara jemarinya dengan kulit halus di wajah cantik itu. “Kau tahu aku menyukaimu kan Sil? Lalu kenapa kau lebih memilih Laza?”

Carl? Menyukaiku?

[Aku tidak mengerti apa yang kau maksudkan Carl!]
[Mencintaiku kau bilang?]
[Sejak kapan?]

Sil bahkan tidak tahu mengenai perasaan Carl padanya. Yang ia tahu, ia dan Carl hanya sebatas teman biasa. Tak lebih.

Itu, yang ia pahami sampai saat itu.

“Jangan berpura-pura tidak tahu SilentSilia, kau jelas-jelas paham apa yang ku maksudkan! Bertahun-tahun kedekatan kita, tidak berarti apa-apa untukmu? Sungguh lucu!” Tatapan matanya menatap sinis pada Sil. Seolah ingin membuka tabir kebohongan yang tak pernah ada dari mata sang gadis.

[Sungguh!]
[Carl, aku tidak paham apa maksudmu!]

Ia mencoba mengguncang-guncangkan telapak tangannya, berusaha membuka simpul cairan yang terikat erat.

“Kau tahu Sil, betapa aku sangat patah hati, ketika kau memilih untuk menerima permintaan Laza menikahimu?”

Laza.. Bagaimana keadaannya?

“Kau pasti bertanya-tanya bukan? Bagaimana keadaan calon suamimu itu? cih...” Carl tertawa keras, tertawa sekeras-kerasnya.

Senyumnya.. Bukan! Ini bukan Carl! Ini bukan Carl sahabatku. Bukan!!

“Kenapa Sil? Kau terganggu dengan kenyataan bahwa akulah yang melakukan ini semua?” Tangannya dengan jelas sekali membuka lebar disamping kanan dan kirinya. Menujukkan kesombongan yang tak pernah terlihat dari seorang Carl Felisius yang ia kenal.

Aku benci Carl yang seperti ini. Tidak!

[Kau apakan Laza, Carl?]

“Laza? Aku... sudah membunuhnya. Bersama dengan 100 orang Persona Silium lainnya.”

Tidak... tidak mungkin! Carl.. membunuh?

“Ya.. aku memang tidak akan bisa membunuh Sil! Tapi itu semua berbeda jika aku mendapatkan bantuan!”

[Carl, ini tidak lucu!]
[Ini sungguh tidak lucu!]

“Aku juga tidak berniat melucu Sil!” Persona Felisius itu tertawa demi melihat aura takut dari wajah gadis yang selama ini dipujanya. Yang juga menolak cintanya.

[Siapa yang membuatmu seperti ini, Carl?]

“Siapa? Sungguh Persona tak tahu diri kau Sil. Tapi tak apa, aku akan memaafkanmu. Toh Dewa juga sudah memaafkanmu.”

Gadis itu menatap tajam ke arah Sang Felisius berharap pembunuhan itu bukanlah inisiatiif Carl sendiri. Berharap ada orang lain yang memang mempengaruhinya dan memaksanya untuk melakukan kekejian semacam itu pada umat Persona Silium.

“Kau tahu, di saat aku terpuruk mendengar berita pernikahanmu, dia yang menenangkanku. Di saat aku merasa aku adalah Persona yang paling sedih di dunia ini, dia yang menemaniku. Dia selalu ada untukku Sil, bahkan saat kau tak ada di sampingku, dia yang menemaniku.”

[Carl!]
[Siapapun itu!]
[Dia sudah membuatmu membunuh Carl!]
[Dia bukanlah Persona yang baik!]

“Ya! Kau benar, Dia yang mengatakan bahwa aku berhak membunuh Persona yang Ia ciptakan! Persona-persona yang membangkang dari nikmat-Nya berhak kubunuh!” Wajah Carl berubah sinis. Tersenyum dengan sangat mengerikan. Sil sampai dibuat bergidik karenanya.

“Kuperkenalkan kau pada Dewa yang menolongku. Dewa yang kalian pungkiri keberadaannya. Dewa yang kalian nafikan. Dewa yang menciptakan kalian, dan kalian dustakan. Thurqk.”

* * *

“Nona, bangunlah... kita sudah tiba di tempat pertarungan.” Hvyt. Sentuhan kasar di bahunya adalah sentuhan tangan Hvyt yang selalu mengantakannya ke medan pertempuran.

Sil membuka matanya perlahan. Suara tenang itu menyadarkannya bahwa ia baru saja bermimpi. Mimpi tentang kejadian yang telah lama ia lupakan. Kejadian yang membuatnya tak pernah menginginkan keberadaan Tuhan dalam hidupnya.

Ya... aku mengingatnya.. Thurqk, Dewa itu. Aku mengingatnya. Ia yang menyebabkan kematian seluruh keluargaku.

Air mata Sil jatuh tak tertahankan. Tangannya yang masih lemah, akibat tergiling di blender raksasa saat melawan Lucia Chelios hanya bisa tergeletak di samping tubuhnya yang sama tak berdayanya.

“Ya, kau memang harus mengingat-Ku SilentSilia.”

Suara Thurqk membahana di langit pikirannya. Ia menatap langit merah Jagatha Vadhi. Mencoba menghilangkan rasa sakit yang terus menderanya.

“Kau kira, mengapa kau masuk ke dalam neraka-Ku, SilentSilia?”

Kembali, suara Thurqk bergaung di dalam keheningan Jagatha Vadhi.

“Kau harus merasakan penyiksaan yang pedih sebelum merasakan kenikmatan yang terindah dari-Ku, setelah kau melakukan semua ketidakpercayaanmu terhadap-Ku!”

Sil mencoba mengangkat tangannya, menghapus air matanya. Dengan sisa tenaganya ia bangkit dan menatap ke langit Jagatha.

Bahkan jika kau sudah menyiksakupun, aku tak akan mempercayaimu Thurqk! Kau hanyalah Persona biadab yang memiliki kekuatan berlebih! Hanya itu!

“Kau masih mendustai-Ku Sil? Baiklah. Semoga perjalananmu menyenangkan di dunia Labirinth-Ku.”

Sil menatap tajam pada Hvyt bersuspender yang terlihat bingung disampingnya. Mungkin Hvyt bingung dengan ekspresi kemarahan yang tiba-tiba muncul pada raut wajah SilentSilia, padahal gadis itu tak punya lawan bicara.

“Maaf nona, pertarungan selanjutnya akan segera dimulai. Silahkan anda masuk melalui pint ini.” Ucapnya setelah ia dapat menguasai diri dari kebingungannya.

[Terima kasih, Hvyt.]
[Aku berhutang banyak padamu.]

“Nona, minum ini. Ini akan membantu anda untuk kembali seperti sedia kala.”

Sil meminum cairan merah pekat yang diberikan Hvyt padanya. Benar saja. Tubuhnya langsung merasa segar bugar.

Cairan pohon Rachta.

“Selamat berjuang, Nona Sil.”

Dalam sekejap Hvyt melesat jauh di angkasa. Meninggalkan Sil berdiri di depan pintu gerbang arena pertarungan berikutnya, sendiri. Sil menatap pintu gerbang yang tinggi menjulang hingga ke langit tersebut. 

Pintu yang sangat antik. Di kanan kirinya terdapat patung singa duduk yang matanya selalu menatap ke arah Sil. Kedua patung tersebut memegang sebuah pentungan kayu mirip pemukul kasti dengan duri di seluruh bagian atasnya. Bagian kepala mereka dihiasi oleh semacam topi kecil yang sering disebut teman-temannya dahulu sebagai blangkon.

Bagaimana caranya aku masuk?

“Sentuhkan saja tanganmu pada benda kecil di tengah gerbang itu. Jika kau memang yang terpilih, maka ia akan membuka dengan sendirinya.” Patung singa di sebelah kiri berbicara.

“Jika tidak, maka kau akan binasa!” sambung patung singa di sebelah kanannya.

Keduanya tak berbicara, mulutnya bergerak. Namun tubuhnya tetap di tempat. Tak bergerak sama sekali.

[Kalian, dapat berbicara?]

“Kami tidak sepertimu nona. Kami memiliki mulut. Tentulah kami dapat berbicara.” Seketika mereka tertawa menatap rendah ke arah Sil.

Ah... Sebaiknya aku segera masuk dan menyelesaikan pertandingan kali ini.

Sil, menatap benda kecil yang tergantung pada pintu gerbang. Warnanya hitam pekat. Terlihat sudah karat. Bentuknya seperti kepala naga. Matanya terlihat kosong.

Perlahan Sil mendekatkan tangannya ke wajah naga kecil. Tepat ketika jemarinya berada di hadapan naga kecil itu, mata sang naga bercahaya keemasan. Mulutnya membuka lebar. Seolah meminta Sil untuk memasukkan jari ke dalamnya. Ia teringat kata-kata dari kedua singa penjaga pintu gerbang.

<Jika tidak, maka kau akan binasa!>

Sil menarik kembali jarinya. Seketika, cahaya keemasan tersebut menghilang. Mulut naga kecil langsung menutup kembali. Terdengar kikikan dari kedua singa di sampingnya.

“Dia takut, dia takut. Khikhikhikhi.”

Sil menatap tajam ke arah keduanya. Ia langsung memfokuskan kembali pandangannya kepada si naga kecil. Seperti sebelumnya, tepat ketika jarinya berada di hadapan sang naga, mata sang naga bersinar keemasan dengan mulut sang naga yang membuka lebar.

Dengan perlahan, Sil mendekatkan jarinya ke dalam mulut sang naga. Secara tiba-tiba mulut sang naga mengggigit jemari Sil. Wajahnya meringis menahan sakit yang muncul dari ujung jarinya. Darah menetes dari mulut sang naga.

Cahaya berpendar ke semua arah. Pintu gerbang yang tadinya usang, berubah warna menjadi seperti baru kembali. Jari sil yang tadinya ‘nyangkut’ di mulut sang naga, kini dilepaskan. Terlihat jelas jari itu terluka, membentuk gigi sang naga.

Diiringi dengan bunyi berderak keras, perlahan pintu gerbang bermotif antik tersebut terbuka. Seketika, terlihatlah bagian dalam gerbang yang perlahan bercahaya. Tahulah Sil bahwa kini ia akan berhadapan dengan tempat seperti Khramanaka lagi.

“Selamat datang di labirin tuan Anataboga, Nona SilentSilia. Anda sudah ditunggu di dalam. Selamat menikmati pertarungan anda dengannya.”

Sil bergerak masuk ke dalam labirin. Luas dari tempat ini tidak lebih dari 5 meter. Dengan tembok yang tinggi menjulang. Sil bahkan memiliki keyakinan, walaupun ia terbang setinggi apapun, tak akan membuatnya melihat ujung dari tembok tersebut.

Belum jauh ia berjalan ia dihadapkan pada pilihan untuk berjalan lurus atau berjalan ke kiri. Untuk pilihan pertama ia memilih untuk terus berjalan lurus. Tak berapa lama ia pun menemukan tikungan kembali untuk berbelok ke kanan. Lalu ke kiri, lalu ke kiri, lalu ke kanan, lalu ke kanan, lalu ke kiri, lalu ke kiri, lalu ke kanan, lalu ke kiri, lalu ke kiri, lalu ke kanan. Sil menarik nafas dalam ketika akhirnya ia menemukan persimpangan jalan.

Aku harus kemana sekarang? Pilihanku ke kanan atau lurus.

Sil memilih untuk berjalan ke kanan. Ketika ia berjalan, Sil menatap ke arah sebongkah batu yang terlihat bergerak-gerak ke kanan dan ke kiri. Semakin ia mendekat ke arah batu tersebut, semakin batu itu bergerak kencang. Hingga ketika jaraknya dengan sang batu tinggal 1 meter, batu tersebut berhenti bergerak, dan meledak.

Asap membumbung ke semua arah. Sil langsung menutupi seluruh tubuhnya dengan Silianya. Berusaha melindungi seluruh tubuhnya dari pecahan batu yang terlempar kesana kemari.

Ketika akhirnya sudah tak ada lagi batu yang terlempar. Sil mencoba menatap ke arah batu tersebut. Terkejutlah ia. Menatap pemandangan yang sangat aneh di hadapannya.

Bagaimana bisa?

Batu besar tadi telah berubah menjadi sesosok makhluk besar nan kekar. Sesosok makhluk yang bahkan tak dapat dilihat oleh pandangan mata fana. Sesosok ular bersisik dengan sayap kecil di punggungnya. Naga.

“Wraaauuuuuurrrr...” suara sang Naga sambil menyemburkan api dari mulutnya. Mata sang naga bergerak liar ke sana ke mari mencari pengganggu tidurnya yang nyenyak.

Sil, menatap bongkahan batu yang kini sudah berubah wujud menjadi naga tersebut dengan ngeri dan takut. Kobaran api di dalam mulut sang naga seperti sudah siap unntuk disemburkan ketika mendapatkan korbannya.

“Kau, manusia yang membangunkanku, hah?” Suara semburan kini bergerak menuju Sil. Lidah api dengan cepat melesat terarah ke samping tubuh SilentSilia. Dengan gesit SilentSilia segera menerbangkan diri menghindari lidah api yang terbentuk.

[Kau siapa?]
[Aku tidak bermaksud untuk membangunkanmu!]

“Aku, tahu! Kau pastilah orang suruhan Thurqk! Kau pastilah yang harus kubunuh hari ini!” ucap sang Naga sambil sesekali memuntahkan api dari mulutnya.

[Tidak! Aku tidak berniat mengganggumu!]

“Lalu mengapa kau membawa benda tajam seperti itu? Kau sungguh manusia yang munafik! Rasakan ini!” Bersamaan dengan itu satu semburan api kembali dilemparkan dari mulut sang naga.

Ya.. Sil sendiripun bingung, mengapa di tangannya kini tergenggam sebilah pedang. Sebuah pedang berwarna putih bening dan terlihat sangat tajam. Entah sejak kapan pedang itu di sana. Yang jelas kini mau tidak mau ia harus melakukan sesuatu agar dapat melewati sang Naga. Ia harus segera membunuh sang naga jika ingin mengalahkan Thurqk.

Tepat ketika Sil akan bergerak untuk menyerang sang Naga, kembali semburan api diluncurkan untuk menyerangnya. Dan saat itu pulalah, ia mendengar suara hati bergaung di pikirannya.

<Wahai, anak muda. Aku tahu bahwa kau dapat mendengarkan suara bathinku. Perkenalkan, namaku Anataboga. Aku adalah dewa pelindung bumi.>

Lalu mengapa kau menyerangku seperti ini?

<Thurqk memberikan ramuan agar aku menjadi jahat seperti ini. Ia ingin menjadi satu-satunya dewa yang memerintah dunia ini. >

Aku hanya ingin lewat.

<Ya aku tahu! Maka dari itu, sabetkan pedangmu itu pada leherku, maka aku akan segera mati, anak muda. Tolonglah aku! Aku ingin terbebas dari belenggu ramuan ini.>

Ta-tapi, jika kau mati...

<Aku akan beregenerasi kembali. Aku akan menjadi dewa yang baru.>

Baiklah jika begitu...

Sil-pun kini berfokus pada leher sang Naga. Namun sayangnya tak semudah itu mengincar leher dari mekhluk yang berukuran 20 kali lipat dari ukuran tubuhmu! Apalagi dengan semburan api yang tak henti-henti dari mulut sang Naga.

“Kau mau membunuhku? Tidak akan bisa!” kembali semburan api dimuntahkan ke tubuh Sil. Kini bahu Sil terbakar terkena semburan tersebut.

Ia meringis. Sakit. Ia terjatuh melayang di udara dan menghantam bumi. Tubuhnya terkena luka bakar.

<Ayolah Nak, jangan menyerah!>

Sil, tak bergerak. Tubuhnya terasa sangat sakit. Terlihat jelas di hadapannya sang Naga  mendekat dengan seringai lebarnya. Sang Naga menarik nafas untuk menyemburkan lidah api yang terakhir. Sil menatap ngeri dengan pemandangan yanga da di hadapannya tersebut. Ia segera memejamkan matanya. Menyerah.

“Sil kalau kau menyerah sekarang! Kau tidak akan dapat mengalahkannya!” Tiba-tiba suara Laza, terdengar entah dari mana. Teriakan keras itu membuatnya segera bangkit dan menghidar dari lidah api yang disemburkan sang naga.

Aku harus melawannya!

Mengabaikan rasa sakitnya, Sil terbang menuju sang Naga. Segera ia tebaskan pedang ke sana ke mari menuju tubuh sang naga. Walaupun kecil, Naga itu mulai terluka sedikit demi sedikit terkena lidah api yang ia ciptakan sendiri.

Setiap kali Sang naga akan menyemburkan api, ia pun dengan sigap bergerak ke arah bagian tubuh sang naga. Sehingga setiap lidah api itu tersembur, bukan mengenainya melainkan tubuh sang naga itu sendiri.

Kini Sil sudah berada sangat dekat dengan kepala sang naga. Hanya tinggal satu meter lagi. Sil dengan kencang terbang menuju leher sang Naga, dengan sekali tebasan, terbelahlah kepala naga tersebut.

Tak disangkanya, tubuh sang Naga kini menjelma menjadi sosok pria yang sangat dikaguminya. Laza. Dengan pakaian coklat yang dihiasi gambar dedaunan, serta topi yang sering disebut blangkon oleh banyak Persona.

[La-Laza?]

“Bukan, aku adalah Anataboga. Dewa Bumi lapis tujuh. Ini adalah wujudku dalam triwikrama. Siapa namamu wahai nona?” ucap pria tersebut.

[Si-SilentSilia.]

“Baiklah, Nona SilentSilia. Aku sungguh sangat berterima kasih atas bantuanmu melepas segel Thurqk pada wujudku. Kini aku sudah dapat kembali menggunakan wujud asliku.”

[Jadi ini wujud aslimu?] SilentSilian tidak percaya dengan wujud asli sang Naga yang sungguh mirip dengan Laza.

”Ya. Sebagai imbalan karena kau sudah menolongku. Aku akan memberikanmu satu kemampuanku. Aji kawastram.”

Dengan gerakan memutar kecil, tangan dewa Anantaboga memngeluarkan cahaya. Perlahan cahaya itu bergerak menuju Sil dan masuk ke dalam tubuh gadis itu melalui ubun-ubunnya.

”Dengan ini, kau akan memperoleh kemampuan untuk berubah wujud menjadi apapun yang kau inginkan.”

[Terima kasih.]

“Nah.. sekarang, kau harus melanjutkan perjalananmu. Bergeraklah terus ke arah kananmu, lalu ke kiri dan ke kiri lagi. Ketika kau menemukan belokan kembali berbeloklah ke kanan dua kali yang harus kau lanjutkan dengan berbelok ke  kiri. Setelah itu, kau hanya perlu untuk berjalan lurus. Ada seseorang yang sudah menunggumu di sana.”

[Terima kasih Anataboga.]

Sil bergerak menuju ke arah yang ditunjukkan oleh Anataboga padanya. Semakin ia bergerak ke dalam, semakin menyempit tembok-tembok raksasa di kiri kanannya. Semakin gelap pula aura yang tercipta.

Hingga sampai di satu titik, ia melihat cahaya terang di ujung lorong. Dengan cepat ia terbang melesat kesana. Kembali. Ia dikagetkan dengan sosok yang dikatakan menunggunya. Seorang pria dengan wajah yang sangat mirip dengan Thurqk. Dengan wajah berwarna kuning duku. Tersenyum ke arahnya.

“Selamat datang, SilentSilia....”

To Be Continued....

9 comments:

  1. Ada sedikit typo di sini (pintu jadi pint), tapi tidak mengganggu. Lalu saat membaca kata pentungan, entah kenapa saya membayangkan fpi :v Dan Antaboga mengarahkan jalan... Jadi terbayang seorang Jogja yang nunjuk-nunjuk pake jempol :v BTW, meski saya tidak terlalu mengikuti canon ini, saya menikmati cerita ini. Dan ini menunjukkan betapa berbahayanya friendzone :v Nilai akhir: 8,3 :3

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anonymous29/7/14 10:22

      Fentungan?

      Itu kenafa nilai akhirnya mesti dibagi tiga lagi?
      8,3 :3 kan jadinya 2,7

      Tega fisan

      Delete
    2. Anonymous29/7/14 13:16

      :v
      Itu simbol smiley, neng :v

      --Yafeth--

      Delete
  2. Tulisannya rapi, alurnya enak diikuti tau tau uda beres aja. Latbelnya Sil seru, dan ternyata ada hubungan ma Thurqk. Cuman pas uda lawan Anantaboga agak gimana gitu kurang pas di hati, kayak kurang dasyat perkelahiannya. Nilai 7,5.

    ReplyDelete
  3. Karena baru baca entri Nim sebelum baca ini, saya jadi ngerasa poin" canon mereka agak" mirip. Flashback tentang loved ones, kebingungan ngadepin pertarungan, nyimpen perasaan negatif ke Thurqk... Cuma saya sebagai sesama deadliners ngerti juga betapa dikebutnya tulisan ini. Pertarungannya juga cepet selesai, malah kayak dikasih bantuan banget sama lawan, berasa ada tutorialnya. Btw, kejam juga ya, cerita friendzone berakhir begini.

    Nilai 7

    ReplyDelete
  4. berasa 2 pharagraph ini terbalik.


    Mengabaikan rasa sakitnya, Sil terbang menuju sang Naga. Segera ia tebaskan pedang ke sana ke mari menuju tubuh sang naga. Walaupun kecil, Naga itu mulai terluka sedikit demi sedikit terkena lidah api yang ia ciptakan sendiri.

    Setiap kali Sang naga akan menyemburkan api, ia pun dengan sigap bergerak ke arah bagian tubuh sang naga. Sehingga setiap lidah api itu tersembur, bukan mengenainya melainkan tubuh sang naga itu sendiri.


    [La-Laza?] [Si-SilentSilia.]

    explain to me how a wriiten word became sttuttered?

    well, i'm not even mad about 1 hit kill it seems to be recurring theme in R4.

    Final Verdict: 7.9 (+1.0 Karena ini kisah paling lancar saya baca.)

    ReplyDelete
  5. "Rasakan ini!"

    Hum... entah kenapa kalau saya baca pertarungan dengan remark seperti ini sebelum menyerang rasa-rasanya agak sia-sia. Apa iya kau akan menyerang lawan dengan berteriak dulu ala film silat jadul?

    Dan... what the hell... tau-tau beres... Sil ga mau bertarung, lawan Anataboga yang juga ga mau bertarung sampai mau-maunya memberi hint untuk membunuhnya...

    Score 7

    ReplyDelete
  6. sukses baca kebut! \ :D / Berarti narasinya enak dibaca whhwhw
    .
    well, gw suka momen revelationnya (kalo si Thurqk ternyata adalah pembisik si Laza)... tapi kok kesan dramatisnya seperti kurang ya. suka tapi ga tergerak untuk WOW gitu >.< andai ditweak dikit dan diperpanjang momennya gw rasa bisa lebih bagus sih
    .
    nilai 8 :D
    (hayo, bukan 8 dibagi D ya wkwkwk)

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -