[Round 1-I] Celestia Hang
"Bloody Moon"
Written by Sri Lestari
---
Cel hanya terdiam saat salah satu Hvyt membawanya. Tubuhnya secara sengaja dibuat kaku dan tak bisa melawan. Sudah lebih dari 1 menit yang lalu ia dibawa terbang oleh Hvyt. Ia bahkan tidak tahu kemana si makhluk jambul ayam ini akan membawanya. Hingga pada akhirnya matanya tertuju pada suatu tempat yang sangat asing. Sebuah kota terbentang luas dihadapannya, tapi kota tersebut tidak berpenghuni. Tak lama kemudian, dengan kasar Cel dijatuhkan pada sebuah gedung. Ia tak mampu menjaga keseimbangan hingga akhirnya jatuh terjungkal di atap gedung. Susah payah dia berdiri dan merapikan pakaian serta rambutnya.
Hati gadis itu sangat kesal dengan perlakuan Hvyt dan mengutuknya berkali – kali. Hal yang tidak bisa diterima adalah bagaimana ia dijatuhkan dan membuat penampilannya menjadi berantakan. Masih sangat jelas dalam ingatan, bagaimana makhluk yang menurut pendapatnya tidak indah mengaku sebagai Tuhan dan bernama Thruqk, mengumpulkan berbagai macam makhluk hidup lainnya ke tempat yang disebut Devasche Vadhi.
Perintah yang diberikan sangat jelas, yaitu ia ingin agar kami saling membunuh dan memberikan tontonan yang menghibur. Dari 55 yang terpilih, dibagi menjadi 11 kelompok dimana dalam 1 kelompok terdiri dari 5 peserta dan hanya 1 yang akan masuk ke ronde berikutnya. Hal ini dirasa tidak adil oleh Cel, bahkan setelah kematian ia harus tetap bertarung, akan tetapi harga kemenangan dari pertarungan ini tak bisa diabaikan.
Sekarang, ia mengedarkan pandangan ke segala arah dan mengamati tempat pertarungan gila ini. Gedung tua tempat ia dijatuhkan terletak di pinggiran kota yang sebelumnya ia lihat saat perjalanan. Tinggi bangunan itu sekitar 20 lantai dengan empat tower di sudut – sudut luar. Sayang gedung tersebut tidak memiliki dinding utuh yang kemungkinan telah roboh termakan usia.
Kembali ia merutuk dalam hati karena tempat ini tidak tepat untuk dirinya bersembunyi dan menyerang dalam jarak dekat. Cermin yang telah dikantongi kini dikeluarkan lagi untuk mengecek wajahnya. "Aaahhh! ...situasi dan kemarahan ini membuat wajahku menjadi layu dan kusam!" teriaknya saat melihat wajahnya sendiri di cermin. Ia berusaha untuk menenangkan diri dan mencoba memperbaiki dengan menyemprotkan pelembab cair. Setelah dirasa cukup memperbaiki, ia berjalan ke lantai bawah menggunakan tangga darurat dan mengamati tiap lantai yang di lewati. Ketika beberapa lantai telah terlewati, tiba- tiba ia mencium bau busuk yang menyengat. Cel berusaha mencari sumber bau tersebut, tetapi bau itu justru semakin mendekat. Ia berpikir sejenak lalu masuk ke salah satu ruangan di lantai itu.
****
Nurin berjalan pelan memasuki sebuah gedung tua dan mencoba mencari tempat bersembunyi. Ia berencana bersembunyi di lantai atas sembari mengamati peserta lain. Sebenarnya ia masih belum mengerti mengapa ia bisa berada di sini, bahkan setelah kematian menghampirinya ia tidak bisa beristirahat dengan tenang. Keringat mengalir deras saat ia telah melewati beberapa lantai menggunakan tangga darurat. Lift di gedung ini sudah tak berfungsi dan memaksanya untuk sedikit berolahraga.
Stamina Nurin memang tidak kuat tapi dia cukup yakin dengan kekuatannya. Bau busuk semakin kuat seiring banyak keringat yang keluar. Gadis ini khawatir apabila para peserta lain bisa mencium bau busuk tubuhnya dari kejauhan, tetapi ia juga merasa lebih baik berada di dalam gedung. Ia bisa mengoptimalkan penggunaan gas milikinya di tempat itu dibandingkan di tempat terbuka.
Suara langkah kaki yang tiba – tiba datang dari lantai atas membuat Nurin kaget sekaligus siaga. Lalat – lalat di sekitar tubuh Nurin seolah mengerti lalu membentuk barisan tertentu untuk melindunginya. Anehnya suara langkah kaki tersebut terhenti seakan menyadari keberadaan Nurin di sana. Pasti karena musuh dapat mencium bau busuk dari tubuh gadis itu.
Nurin bingung harus berbuat apa. Ia tidak bisa naik ke atas lalu menyerang tanpa perhitungan dan persiapan yang matang. Satu menit telah berlalu dan ia masih diam dalam ruangan tersebut sambil memikirkan sebuah rencana. Namun alangkah kagetnya Nurin saat melihat sesosok gadis berambut putih dalam posisi terbalik menatap dia dengan tatapan tajam. Sedetik kemudian sebuah wakizashi dilemparkan lurus kearah Nurin. Untung saja reflek tubuh Nurin cukup cepat sehingga pedang itu hanya menggores tipis pipi kanannya.
"Si-siapa kau? kenapa menyerangku tanpa alasan?" Nurin bertanya penuh keheranan. Mengapa tanpa alasan yang jelas, ia tiba - tiba diserang.
Gadis berambut putih bernama Cel itu memotong tali yang mengikat kakinya lalu masuk melalui jendela tanpa kaca di ruangan tempat Nurin bersembunyi. Cel tidak beranjak dari tempat ia berpijak dan mulai berbicara.
"Pertama, kau bau busuk. Kedua, kau memang musuhku. Ketiga, kau membuatku mual dan itu tidak baik untuk tubuhku." jawab Cel dengan santai. Amarah Nurin naik mendengar perkataan Cel. Kebencian semakin bertambah ketika ia melihat gadis itu lebih cantik dibanding dirinya. Bukan berarti memiliki kelebihan fisik seperti itu, bisa menghina sesuka hatinya. Tak lama, Nurin berdiri dan tertawa keras tanpa alasan.
"Ha ha ha ha… Kau akan menyesal telah mengatakan itu padaku." Lalat – lalat Nurin bergerak tanpa diperintah, mencoba untuk menyerang Cel. Kaget atas serangan tersebut, Cel merubah seluruh permukaan tubuh menjadi lapisan keras igneus dan menangkal serangan lalat- lalat itu dengan sisa pedang di tangannya. Berhasil membunuh satu persatu lalat tersebut, perlahan ia menuju ke arah Nurin dan menyerang. Nurin yang telah siap mencoba menghindar dari serangan wakizashi milik Cel. Namun kecepatan mereka berdua terlihat berbeda, hingga akhirnya Nurin harus menerima tendangan keras di perut.
Cel hanya tersenyum sinis melihat keadaan lawannya. Ia berjalan santai dan mengambil salah satu pedang yang ia lemparkan di awal, lalu menghampiri Nurin yang masih kesakitan.
"Inikah ancamanmu? Sungguh menggelikan." ejeknya sekali lagi.
"Diam kau!" balas Nurin dengan kesal. Lalat yang tersisa kembali menyerang Cel untuk melindungi tuannya. Sementara Cel sibuk mengurus lalat – lalat tersebut, Nurin secara cepat mengeluarkan gas hijau beracun. Sadar akan gas berwarna tersebut sontak membuat Cel kelabakan. Ia mencoba kabur dan menyelamatkan diri. Tanpa pikir panjang, ia langsung berlari ke arah jendela dan melompat. Cel jatuh cukup tinggi, sehingga tulang kaki kanannya bergeser dan tidak bisa digerakkan.
Nurin tersenyum puas melihat Cel jatuh dan kesakitan. Segera ia berlari penuh semangat menuju tempat lawannya terkapar. Namun saat ia telah sampai di sana, Cel justru terlihat baik – baik saja tanpa luka. Kesal karena serangan sebelumnya sia - sia, ia kembali memerintahkan kumpulan lalat pembunuh untuk menyerang Cel. Sibuk dengan pertarungan, perhatian Nurin menjadi lengah sehingga sebuah pedang melayang cepat menghampirinya dari belakang. Pedang tersebut berhasil menancap di punggung dan membuatnya jatuh tersungkur. Wujud Cel yang asli muncul dan berjalan perlahan menghampiri Nurin dengan kaki kanan yang terpaksa diseret.
"Ameth…kemarilah dan pegang dia!" perintahnya kepada makhluk ciptaannya.
Mendengar perintah tersebut, Ameth berlari dengan cepat ke arah Cel. Nurin yang masih mengerang kesakitan tak bisa bergerak banyak.
"Akan kubalas kau dua kali lipat atas apa yang terjadi pada kaki indahku." ungkap Cel penuh dengan amarah.
Ameth telah memegang kedua tangan Nurin, lalu tanpa basa – basi Cel mematahkan kedua kakinya. Nurin berteriak sejadi – jadinya dan mulai menangis menahan kesakitan. Masih merasa kurang puas , Cel memerintahkan Ameth untuk mematahkaan juga tangan gadis tersebut. Setelah puas menghakimi, Cel pergi meninggalkannya dalam penderitaan yang tidak diakhiri.
****
Seorang pria berasal dari ras Meteo duduk termenung di atas tower. Pria tersebut bernama Salvatore. Dia memiliki rambut afro berwarna pirang keemasan dan kumis yang mampu menyerap dan merasakan irama alam. Sudah lebih dari setengah jam ia berada di tempat itu semenjak salah satu Hvyt menjatuhkannya dan belum ada satu orangpun yang ia temui.
Hal paling penting yang membuatnya tidak nyaman adalah tidak ada irama alam di tempat tersebut. Bosan dengan keadaan ini, akhirnya ia mengambil suling bambu dan memainkan alunan lagu yang menenangkan. Ternyata saat asyik memainkan suling, tanpa ia sadari ada sosok humanoid bersayap mendengar alunan musiknya.
Makhluk itu lalu mencoba mencari sumber dari suara itu. Tak lama kemudian, ia berhasil melihat sosok Sal sedang memainkan serulingnya. Humanoid bersayap bernama Enzeru tersebut diam sejenak dan mengamati Sal. Ia sedikit terkejut melihat wujud dari Sal. Walaupun Sal adalah makhluk yang tidak ia ketahui, tapi tetap saja memiliki nyawa yang berharga. Suara musik yang dimainkan Sal tak membuatnya tertarik, karena itu bukan musik kegemarannya dan justru malah menggangu. Setelah lama berpikir, ia membuat keputusan. Sal memang makhluk yang pantas hidup dan menikmati waktu kehidupan, tapi ia juga sadar bahwa dirinya dan orang – orang yang berada di sini termasuk Sal tak lagi hidup. Ia memutuskan untuk menyerang Sal.
Enzeru menyerang dari jarak 500 meter dengan menggunakan sabit dan mengeluarkan gelombang tebasan tepat ke arah Sal. Tak melihat adanya serangan datang, Sal tak mampu menghindar dan terkena racun dari tebasan tersebut. Enzeru mulai mendekat dan ingin menyerang kembali tapi tiba – tiba sebuah peluru kaliber 50 melesat ke arahnya. Untung saja dengan kemampuan Black Light ia mampu menghindar.
Kesal akan serangan dadakan yang ia terima, matanya mulai menyusuri setiap sudut mencari si penembak. Si penembak ternyata berada di tower sisi barat gedung itu, bersiaga penuh dengan sebuah sniper. Penembak itu hanya seorang gadis kecil seperti baru berumur belasan tahun. Sebelum Enzeru mulai menyerang, gadis itu kembali menarik pelatuk snipernya. Tapi serangan itu sama tidak berarti dengan serangan sebelumnya. Enzeru mampu menghindar dan melemparkan Death scythe ke arah gadis berambut silver. Sayangnya, serangan enzeru juga tak berhasil melukai gadis itu. Gadis tersebut terkesima dan mulai bertanya pada Enzeru.
"Luar biasa, baru kali ini ada yang mampu menghindari peluru dari sniperku. Siapa namamu tuan sayap?"
"Sebelum kau bertanya nama seseorang, seharusnya kau perkenalkan dirimu terlebih dahulu." ekspresi enzeru terlihat datar saat ia berbicara.
"Oh…Namaku Luna Aracellia, dan kau harus mengingatnya baik – baik karena aku akan membunuhmu." jawab Luna kesal pada makhluk bersayap tersebut. Luna tidak akan mulai menyerang dan merasa kesal seperti ini jika bukan karena Enzeru menyerang Sal yang tak berdosa. Awalnya ia tak mau menerima kenyataan bahwa dirinya dan orang – orang yang dikirim ke tempat ini telah mati. Tapi saat melihat mereka seperti 'hidup' ia akan berempati, tapi bagi orang seperti Enzeru yang menyerang tanpa alasan jelas ia tidak akan bersimpati.
Luna mengambil dua buah pistol magnum dan mulai menyanyikan song of the moonlight. Saat Enzeru melihat hal itu, ia memafaatkannya untuk menyerang Luna. Makhluk bersayap itu berpindah tempat dengan kecepatan cahaya dan muncul di belakang Luna. Ayunan sabit besar mulai menyerang, tapi Luna cukup lincah untuk menghindar. Gadis itu berlari menghindari sabit sambil terus menyanyikan lagunya. Ketika selesai, cahaya bulan terang menerangi area di sekitar. Segera Luna menembakkan peluru dari pistol magnum ke arah Enzeru. Namun Enzeru kembali menghilang dengan cepat menghindari rentetan peluru.
Sudah lebih dari belasan kali Enzeru menggunakan Black Light, ia harus membatasi penggunaannya. Tapi ia heran mengapa peluru gadis itu tak pernah ada habisnya. Kali ini ia melemparkan scythe miliknya dan memaksa Luna untuk menghindar. Disaat itulah Enzeru berpindah tempat dan berhasil menendang perut gadis kecil itu. Luna terpental jauh, mengerang kesakitan menahan tendangan keras darinya. Enzeru mendekati Luna dan berkeinginan menebasnya. Namun tiba – tiba tangan dan kakinya merasa kaku dan sulit bergerak.
Ternyata Sal yang berada di seberang tower membantu Luna. Sal menyanyikan nyanyian Pabeulit yang membuat Enzeru sulit bergerak.
"Setidaknya carilah lawan yang pantas untukmu kawan." ucap Sal saat menghina Enzeru. Meskipun keadaan tubuh Sal digerogoti racun, ia ingin membantu Luna. Sal tidak sanggup melihat bila ada seorang gadis yang tersakiti.
Memanfaatkan kesempatan itu, Luna bangkit dan menembaki Enzeru. Keadaan tubuhnya yang sulit bergerak berakibat fatal padanya. Sebuah peluru dari pistol magnum milik Luna bersarang di perutnya. Lubang di perut Enzeru menganga luas dan mengeluarkan darah begitu banyak, membuat tubuhnya lemas dan pandangan kabur.
"Mari kita akhiri ini tuan bersayap" ujar Luna sambil menarik pelatuk pistolnya. Enzeru yang sudah tak bisa melawan hanya pasrah pada takdir. Ia kalah dalam pertarungan dan diam dalam sepi dengan peluru yang tertanam di kepala.
Luna berlari menghampiri Sal yang suda tak sadarkan diri akibat racun. Ia berniat membawa Sal ke dalam gedung tempat dulu ia menyimpan berbagai macam obat, dan berusaha untuk menyelamatkan Sal.
****
Cel diam sendirian di dalam sebuah ruang lantai dasar. Ia masih kesakitan menahan pergeseran tulang di kakinya. Situasi ini membuatnya tak bisa bergerak banyak untuk mengintai lawan selanjutnya. Saat ini yang bisa diharapkan hanya Amethys makhluk ciptaannya. Selama Ia bisa berdiri di atas tanah atau bebatuan, Ameth bisa diciptakan berulang.
Belum lama Cel menikmati waktu istirahat, dari depan gedung terdengar erangan seorang perempuan. Sumber suara itu tak lain adalah milik Luna. Susah payah Luna memapah atau menyeret tubuh Sal yang besar. Ia belum mau menyerah untuk menyelamatkan penolongnya.
Luna tak menyadari ada orang lain di dalam gedung itu. Ia hampir kehabisan tenaga membawa tubuh Sal. Pintu di ruangan Cel berada tertutup dan membantunya bersembunyi saat Luna melewati tempat itu. Cel hanya diam dan akan mengamati keadaan.
Luna sudah sampai di tempat tujuan. Dengan cepat ia membuka lemari berisikan obat – obatan yang tentu saja ia sudah hafal akan khasiatnya. Sal diberikan obat penangkal racun yang biasa ia pakai, walaupun sebenarnya ia tidak yakin itu bisa berfungsi atau tidak dengan tipe racun yang dikeluarkan oleh tuan bersayap. Luka bekas tebasan ia cuci dengan cairan infus dan mulai menjahitnya. Hasil jahitan darinya memang tidak rapi tapi setidaknya itu akan membantu. Setelah selesai mengobati, Luna berencana akan mengambil perlengkapan tambahan di ruang bawah tanah gedung itu.
Sebelum pergi meninggalkan Sal, ia mengamati keadaan disekeliling. Tanpa ada kecurigaan akan adanya musuh di lantai dasar, dengan tenang ia meninggalkan Sal yang masih tak sadarkan diri.
Setibanya di ruang bawah tanah, Luna mengambil beberapa bom dan sniper baru. Setelah dirasa cukup baginya, ia kembali ke lantai atas tempat dimana Sal masih tak sadarkan diri. Belum sempat ia masuk ke dalam ruangan Sal, terdengar percakapan antara dua orang.
Salah satu suara tersebut ia yakini adala suara milik Sal. Ternyata penolongnya telah sadar dari pingsan dan obat pemberiannya manjur. Namun yang ia tidak tahu siapa sumber dari pemilik suara perempuan itu.
'Tidak salah lagi pasti itu peserta lain' pikir Luna di dalam hati. Ia belum tau apa dan bagaimana kekuatan dari perempuan itu dan memutuskan untuk tetap berada di luar sambil mendengarkan percakapan mereka.
"Siapa kau cantik? Mengapa kau bisa berada di tempat seperti ini?" tanya Sal pada sosok perempuan di depannya.
"Terima kasih, aku tahu kalau diriku memang cantik. Tapi alasan mengapa aku disini, itu bukan urusanmu." balas gadis berambut putih itu dengan bangga.
"Hei, hei jangan seperti itu cantik. Siapa namamu? Apakah ada yang bisa kubantu untukmu?" Cel berpikir sejenak lalu berjalan mendekati Sal. Wajah Cel dan Sal saling berhadapan.
"Apa kau mau mati untukku?" jawab Cel dengan diiringi senyum di wajahnya.
Jawaban dari gadis itu sontak membuat kaget Sal dan Luna yang masih menguping. Luna sudah bersiaga dan akan menerjang masuk bila gadis itu mulai bertindak menyakiti Sal.
Mendengar pertanyaan yang tidak wajar seperti itu membuat Sal bingung. Namun sebelum Sal menjawab, Cel dengan cepat telah menusukkan pedang miliknya. Luka di perut Sal kembali menganga dan membuatnya merintih kesakitan.
Rintihan Sal seperti menjadi alarm bagi Luna. Ia menuju pintu dan ingin menarik pistol di tangannya, yang juga sudah tidak sabar untuk memuntahkan peluru ke arah Cel. Tapi Ameth datang dari sisi kanan lalu memotong salah satu tangannya. Pistol tersebut jatuh seiring dengan pergelangan tangannya yang lepas. Ia menjerit sejadi – jadinya saat menerima serangan tersebut. Belum sempat Luna menyerang balik, Ameth terlebih dahulu menyerangnya. Gerakan Luna tak dapat mengimbangi kecepatan dari makhluk ciptaan Cel itu. Hingga pada akhirnya pedang tersebut menembus perut kecil Luna. Luna jatuh terkapar dan tak mampu untuk membalas lagi.
Pemandangan berbeda terlihat di dalam ruangan dimana Cel berada. Cel mencabut pedang dari perut Sal. Efek racun sebelumnya masih belum hilang dan ditambah lawannya adalah seorang perempuan, Sal tak mampu dan tak berkeinginan untuk membalas. Sal hanya bisa menahan sakit yang ia terima dari gadis di depannya.
"Sayang sekali kau bukan tipeku, walaupun sebenarnya aku menyukai suaramu." ujar Cel sesaat sebelum akhirnya dia menghunuskan pedang ke leher Sal.
'Inikah harga yang harus dibayar hanya untuk bertemu denganmu Ethan?' ungkapnya sedih dalam hati. Cel terduduk lemas dan mulai menangis melihat orang – orang mati di sekitarnya. Menangis sendirian dalam kesunyian yang di isi kematian dari orang – orang yang telah mati.
Hmm..
ReplyDeleteSebenernya saya bisa bilang tulisan ini rapi dan enak dibaca... Tapi mungkin sedikit kritiknya adalah rada" fast-paced buat saya. Kayak, tiap kejadian terlalu cepat durasinya (ini subjektif sih). Terus, keliatannya karakternya kurang muncul interaksinya, jadi ga ninggalin kesan buat saya selain orang" yang bertarung, dah gitu aja
7/10
Kayaknya Cel menang mudah di sini ya. Yang berkesan di saya waktu si Sal ngegodain Cel, dengan narsisnya dia bilang dia tau dia cantik terus si Sal malah disuruh mati aja. Gatau kenapa kayaknya wajah Sal bakalan keliatan watir banget kalo dijutekin gitu XD
ReplyDeleteWaktu Enzeru nyuruh Luna buat memperkenalkan diri lebih dulu juga menarik. Gap umurnya sama kepribadian 2 OC itu keliatan di sini. Enzeru yang tipe "menghargai" sama Luna yang straightforward, sangat remaja. Kesannya jadi kayak Enzeru seorang kakak yang marahin adiknya tentang sopan santun. Pertarungan di sini cukup oke menurut saya.
Poin minus paling dari minimal dialogue di antara battlenya (cerita saya juga kayak gini sih kayaknya ._. kadang rada kagok emang buat masukin dialog), sama penggunaan EYD, kayak "di sini", "disekeliling" sama penggunaan hyphen di kata ulang "Lalat-lalat" & "obat-obatan".
Oh ya, paparan di awalnya bagus nih, Masuk akal juga kalo Cel dibuat paralyzed biar ga berontak saat dibawa Hvyt. :D
Euh, lupa poinnya nih.
Delete6/10
Typo sensor saya mendeteksi typo, tapi ya sudahlah.
ReplyDeleteAgain, saya baca ini kecepetan, fast-read, dan kurang menceritakan (kurang dialog, sepertinya)
6.5/10
Tulisannya udah cukup rapi, narasinya juga lumayan enak diikuti. Tapi kok cepet banget? Tiba-tiba udah selesai. Dikejar deadline ya? O ho ho ho ho hon. Terus terang moi tidak mendapat adegan2 yang berkesan. 6,5 dari moi.
ReplyDeleteSampai sini sudah dicatat
ReplyDeleteTulisannya rapi, diksinya rapi, typo ngga seberapa ganggu,
ReplyDeletetapi sayang fast paced
mungkin karena kejepit deadline
+7
Sejujurnya Umi baca ini di awal asik banget. Narasinya bikin Umi - yang notabenenya memvisualisasikan apapun yang dibaca- jadi gampang dan berasa nonton adegan. Tapi makin kebawah-bawah, rasanya jadi makin ga enak. Berasa nonton kaset rusak. dari kejadian A ke B deket banget.
ReplyDeletegomen 5/10
yg kuliat adlh bahwa bukan cuma tulisan ini bertempo cepat, tapi kecepatannya kurang diimbangi dgn penjelasan apa yg sbnrnya terjadi, shingga kesannya asal tarungnya beres gt. utk karajter Cel sendiri terkesan masih nggak dieksplor motivasi dan kepribadiannya krn kesannya mikirin penampilan aja.
ReplyDelete5/10
lupa kasih nama - Po
Deletelangsung aja ya kak...
ReplyDelete1. tata bahasanya rapi, bagus, enak dibaca
2. untuk cerpen yang singkat, langsung masuk ke konflik adalah pilihan yang bijak. namun, entah kenapa tulisannya cepat bgt sehingga pembaca tidak dibiarkan untuk menikmati apa aja yg terjadi dalam tulisan itu. bahkan, jika dibanding dengan thriller sekalipun (yg dari sononya emang fast-paced), alurnya terlalu cepat.
selain itu, komentar saya udah diambil kakak2 di atas rupanya. hehehe...
saya ngasih poin 7.0 ya...
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete