Pages

April 8, 2014

[ROUND 1 - B] STELLA SWORD - THE GENIUS OR CRAFTINESS OF ALEXIS WITCH

[Round 1-B] Stella Sword
"The Genius or Craftiness of Alexis Witch"
Written by Muchy MM

---

Stella merasa kebingungan, pasalnya ia disuruh berbaris dengan paksa. Dibarisannya tepatnya didepannya ada makhluk berkacamata, ia berdampingan dengan makhluk yang sebagaian besar tubuhnya dililit oleh kain, satu baris di belakangnya ada makhluk yang berpakaian pakaian tradisional cina dan disamping makhluk tadi ada makhluk aneh berwarna hijau, telinganya memanjang dan diujungnya ada lentera yang memancarkan cahaya.

“Hah? Nggk salah lihat nih aku? Ada makhluk yang bisa mempunyai lentera dibagian telinganya, bukannya makhluk yang bisa mempunyai lentera seperti itu adalah ikan jenis Angle Fish dan Dragon Fish” Stella membatin sambil masih mengedarkan matanya ke sekelilingnya.

“Shhhuuut, bisa diam nggak sih?” Ucap makhluk berkacamata.

“Damn! Dia bisa baca pikiranku” batin Stella, ia mendengus kesal karena pikirannya bisa terbaca oleh makhluk berkacamata.

“…” makhluk berkacamata mengepalkan tangannya, rupanya ia dibuat kesal oleh Stella.

***

“Selamat datang di Devasche Vadhi.” Suara makhluk berwarna merah yang disebut-sebut Dewa Thurqk membuat semua yang ada di sana termasuk Stella terfokus kepadanya.

“Sebelum salah paham, aku akan mengatakan hal ini. Kalian semua yang ada di sini, sudah mati.” Semuanya hening termasuk Stella, ia berusaha mencerna kembali perkataan Dewa Thurqk.

“Kalian berada di Nanthara Island. Pulau yang hanya bisa dijejaki oleh mereka yang sudah mati,” lanjut Thurqk, “beberapa dari kalian masih mengingat bagaimana kalian mati, apapun caranya semuanya adalah kehendakku, akulah yang mematikan kalian. Sedangkan makhluk di sekitar kalian, para Hvyt, mereka yang menjadi perantaraku dalam melakukannya. Mengambil nyawa kalian dan membawanya ke sini.”

Thurqk menyapu keadaan di depannya dengan pandangan dingin.

“Kalian adalah jiwa yang dipadatkan. Kalian akan merasa seolah masih hidup, dan memang tidak ada bedanya bagi kalian. Kalian tetap membutuhkan makan, minum dan bernapas. Tentu kalian juga bisa terluka. Ah, beberapa dari kalian sudah membuktikannya sendiri.”

“Aku yakin kalian akan menghiburku. Sebagai gantinya, tak peduli seberapa banyak dosa yang telah kalian lakukan di dunia, hukuman atas itu ditunda hingga rencanaku selesai.”

Sebuah layar hologram raksasa yang persis sama dengan yang muncul di langit Jagatha Vadhi menyala terang di langit. Menampilkan nama-nama “mereka yang terpilih”.

“Huh, itu namaku, kenapa ia bisa mengetahui namaku? Apa benar, Thurqk itu benar-benar dewa?” Stella membatin, wajahnya menampakkan wajah kebingungan.

“Lagi-lagi kau …” Makhluk berkacamata kembali menggeram. Stellapun terdiam. Ia berusaha mengosongkan pikirannya untuk sementara.

“Lima puluh lima. Hanya akan tersisa satu pada akhirnya, yang akan mendapatkan penghapusan dosa dan kelahiran kembali ke dunia tempat asal kalian. Tak ada yang lebih berharga daripada kesempatan kedua untuk memperbaiki takdir kalian.”

Thurqk mengeluarkan kobaran api ganas dari tangan kirinya. “Kalian tak akan bisa mundur. Mundur artinya lenyap. Aku sendiri yang akan membakar kalian. Tentu saja perlahan-lahan dan sangat menyiksa.”

“Kini kalian sudah mengerti. Untuk dapat bertahan hingga akhir, tak ada cara lain selain mengalahkan siapa pun yang menghalangi kalian. Dari lima puluh lima yang ada di sini, akan kuperkecil jumlahnya menjadi empat puluh empat. Ya, sebelas di antara kalian akan merasakan siksaan yang pedih dariku.”

Layar hologram menampilkan nama-nama lagi, namun kali ini dengan susunan yang berbeda di dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil. 

“Aku berada dikelompok I-B, bersama Li Ai Lin, Flager Ivlin, Eisted Fodd dan Bara Tumpara. Apa ini kelompokku?” Ucap Stella lirih.

“Huh, aku bersama makhluk menyebalkan” ucap orang berkaca mata. Stella mengkerutkan dahi.

“Siapa yang kau bilang menyebalkan? Memangnya siapa kau?” Stella mendengus kesal.

“Siapa lagi kalau bukan kau. Aku Eisted, Eisted Fodd” jawab makhluk berkaca mata yang ternyata bernama Eisted Fodd.

“Shh, jangan ribut! Aku Flager, Flager Ivlin” ujar Flager yang disamping Stella

“Aku Li Ai Lin” 

“Aku Bara, Bara Tumpara”

Dengan sekejap Stella mengenal makhluk-makhluk dikelompoknya tanpa menanyakan nama satu persatu.

“Setiap kelompok akan kukirimkan ke tempat yang berbeda-beda. Tempat yang tidak akan asing bagi salah satu dari mereka, namun akan terasa sangat asing bagi yang lainnya. Namun, jangan anggap hal itu sebagai keuntungan. Lengah berarti kalah. Kalah berarti lenyap. Siksaanku akan sangat pedih.”

Thurqk menjentikkan jarinya ke arah salah satu Hvyt. Hvyt segera terbang dan berdiri di belakang Thurqk dengan gagahnya.

“Satu hal, jangan membuatku merasa bosan,” kata Thurqk lagi dengan nada yang amat mengancam. “Aku tidak menciptakan makhluk hanya untuk menjadikan mereka seorang pengecut.”

Thurqk beranjak pergi dari balkon. 

“Hem … ceramahnya sudah selesai rupanya,” Stella manggut-manggut

Sedetik kemudian, para Hvyt mulai bergerak dari posisinya, membawa paksa makhluk-makhluk yang dipaksa berbaris tadi termasuk Stella dan juga kelompoknya ke suatu tempat yang belum mereka ketahui.

***

Hvyt mengantarkan Stella ke hutan. Setelah mengantarkan Stella, Hvyt langsung terbang dan menuju portal yang tadi dilewatinya menuju Devasche Vadhi.

“Eh-eh, mau kemana? Aku kan mau nanya, langsung main pergi aja” Stella mendengus kesal akibat ulah Hvyt yang langsung pergi tanpa memberitahu apa-apa kepadanya.

“Tunggu-tunggu, jikalau perkataan Dewa Thurq benar yang ‘Setiap kelompok akan kukirimkan ke tempat yang berbeda-beda. Tempat yang tidak akan asing bagi salah satu dari mereka, namun akan terasa sangat asing bagi yang lainnya’ mungkin saja ini adalah nama orang yang berukuran lebih besar daripada yang lain dikelompokku, jadi ini tempatnya si makhluk berkacamata yang super menyebalkan itu?” Stella kembali mendengus.

“Aku harus segera menyelesaikan ini” geram Stella.

Stella memungut tongkat sihirnya yang tadi sempat terpental akibat dirinya tadi memberontak kepada Hvyt.

Stella mengedarkan pandangannya kesekelilingnya. Hutan yang dipenuhi pohon-pohon beraneka ragam, ingin rasanya ia memetik salah-satu buah disana, namun diurungkan karena tempat itu terlalu asing baginya, sama seperti di Jagatha Vadhi. Ia ingat Rafa di jagatha Vadhi pernah tersedak akibat memakan buah-buahan disana. Stella takut tersedak dan mati jika makan salah-satu buah disini.

Stella mendengar gemericik air, “Ada air, walaupun memang nggak terlalu jelas, tapi aku tahu kalau disekitar sini ada air, sebaiknya aku cepat kesana, untuk memulihkan dan menyegarkan tubuhku” Stella berjalan dengan mantap.

***

“Akhirnya kutemukan juga, untung diperjalanan tadi tak ada tanaman berduri. Tapi walaupun kena duri kalau nggak sampai parah masih bisa disembuhkan dengan air dari air terjun ini. Sebaiknya aku berendam saja”

Tanpa basa-basi, Stella merendamkan tubuhnya kedalam air yang jernih itu, ketika sedang asik-asiknya berendam, Stella dikejutkan oleh suara langkah kaki yang semakin lama semakin jelas. Ia pun bersembunyi didalam goa dibalik air terjun.

Disana gelap dan juga licin, dinding-dinding gua berlumut. Stella agak merasa jijik ketika ada didalam goa.

“Shit….” umpat Stella tertahan. Dari dalam goa ternyata ada gadis berpakaian tradisional cina.

“Li Ai Lin” gumam lirih Stella.

“Kita ketemu disini rupanya” ujar Li Ai Lin

“Jadi …”

“Agh, k-kau p-pengendali a-air?” ucap Ai Lin terbata, kini tubuhnya diselimuti es yang membeku, namun hanya sampai perutnya saja.

“Xixixi, sekarang giliranku,”

“Gege (Kakak laki-laki)” ucap lirih Ai Lin sambil melukiskan sesuatu diudara.

“Si-siapa k-kau? Kenapa kau tampan sekali?” Stella menghampiri pemuda tampan yang tiba-tiba muncul, ia tak tahu bila pemuda itu adalah salah-satu karakter yang dibuat oleh Ai Lin.

“Siapa namamu?”

“Lepaskan Ai Lin!”

Wajah Stella dan sosok pemuda tadi saling berpandangan hingga tinggal satu inchi jarak antara wajah dua makhluk yang berbeda itu.

Nafas Stella terasa berat ketika berdekatan dengan pemuda itu, Stella mengendus endus ketika ia mencium aroma cat didekat pemuda itu, ia merasa aneh dengan pemuda itu.

“Jadi kau memiliki kemampuan melukis ya, dan ini salah-satu lukisanmu? Tampan juga namun aku tak terlalu suka dengan seni lukis” Stella mendorong pemuda itu hingga keluar goa, ketika seluruh tubuh pemuda itu menyentuh air dari air terjun, tubuh pemuda itu meleleh seiring derasnya air terjun.

“Kau sudah menipuku, jadi kau harus kubunuh”

“Water Ice, sword (Pedang)” Stella menggenggam pedang es dengan penuh amarah, tangan kiri Stella mengeluarkan api, poni yang menutupi mata kirinya terangkat.

“Pilih mana?”

“Tunggu-tunggu, sebaiknya aku manfaatkan saja gadis cina ini, mungkin aku bisa membunuh tanpa mengotori tanganku sendiri” Stella membatin, Pedang es yang sedari tadi digenggamnya diarahkan ke tangan kirinya, dengan seketika pedang es itu mencair.

Li Ai Lin kebingungan dengan tindakan yang dilakukan oleh Stella. “Water Ice” ucap lirih Stella, kini tubuh Ai Lin terselimuti oleh es.

Stela berjalan mendekati Ai Lin, ia menarik maskernya hingga leher.

“Ini untuk pertama kalinya, kau akan menjadi eksperiman pertamaku. Dark Kisses”

Pupil Ai Lin berubah menjadi hitam, kini es yang menyelimuti dirinya meleleh. “Fufufu, rupanya berhasil juga, sekarang ikut aku” tanpa dikomando dua kali oleh Stella, Ai Lin langsung mengikuti arah Stella berjalan.

Mereka berdua menyelam, rupanya makhluk yang tadi ke tempat Stella berendam sudah tak ada. Setelah keluar dari air, mereka berdua mengeringkan pakaiannya dibantu oleh kekuatan Stella.

“Sekarang, kau hadapi Bara, biar aku yang mengurus Eisted, tapi jika kau mampu, enyahkan juga si Flagger. Kita berpisah sampai disini, temui aku diperkotaan” seru Stella kepada Ai Lin, ia pun menguapkan tubuhnya untuk pergi keperkotaan, sementara Ai Lin menelusuri hutan.

Stella sampai diperkotaan, ia merasa aneh sekaligus kagum, pasalnya dia melihat sebuah kota yang sangat aneh dengan arsitektur kuno dan modern. “Akulturasi yang benar-benar bagus” Stella berkeliling kota hamper semua rumah dikota itu berbentuk piramida, dengan bahan rumahnya terbuat dari kaca dan juga batu. Di ujung atapnya terdapat batu Swarovski beragam ukuran mulai dari yang besar hingga kecil juga beragam warna.

Dia melihat Eisted, namun jarak antara Stella dan Eisted cukup jauh, “Akhirnya ketemu juga, tapi makhluk-makhluk itu kenapa yak kok dipanggil-panggil nggak menggubris panggilan Eisted? Padahal suara Eisted terdengar sampai ketelingaku, apa jangan-jangan mereka tak melihat Eisted. Oh iya, aku, Eisted dan juga yang ada di Devasche Vadhi telah meninggal pantas makhluk-makhluk yang menghuni kota ini tak bisa mendengar atau melihat Eisted.” Stella menyimpulkan.

Ingin rasanya Stella menghampiri dan langsung menghabisi Eisted, namun ia urungkan niatnya itu setelah melihat wajah putus asa Eisted. Eisted berjalan dengan terhuyung mendekati sebuah pohon besar yang rindang, ia memanjatnya dan ia menempatkan tubuhnya di ranting pohon yang agak besar, ia duduk dan menyandarkan tubuhnya.

Stella melangkahkan kaki mendekati Eisted namun tidak terlalu dekat. Eisted terlihat membuka dan membaca bukunya. Angin yang tiba-tiba berhembus sangat kencang membuat buku yang sedang dibaca oleh Eisted jatuh kesemak-semak. Stella yang mengetahui itu langsung berubah menjadi uap dan mengambil buku itu.

Eisted terlihat sangat panic mengetahui buku kesayangannya itu jatuh, tanpa berfikir panjang ia langsung mlompat dari ketinggian 2 setengah meter. Wajah Eisted terlihat pucat pasi, ia tak berhasil menemukan buku kesayangannya itu.

“Kau mencari buku ini?” ucap Stella dengan menunjukkan buku yang sekarang ada ditangannya.

Eisted menyadari kehadiran Stella, ia menyambut Stella dengan senyum kecut.

“Kembalikan!” perintah Eisted, namun Stella tak mengindahkan perintah Eisted.

“Memangnya kau siapa? Berani menyuruh, kau bukan dewa, kau bukan orang tuaku dan kau juga bukan temanku,” Stella tersenyum sinis, ia langsung mentupi senyuman sinisnya itu dengan maskernya.

“Memangnya buku apa sih ini? Sepertinya sangat penting untukmu,” Stella mulai membaca beberapa halaman walau dengan sekilas.

“Ah, bukan buku yang seru, lebi baik aku bakar saja ini” Stella memegang buku Eisted dengan tangan kiri, dengan seketika buku itu menjadi abu, Stella dengan liciknya membuang abu itu, Eisted yang melihat perbuatan Stella langsung wajahnya merah padam.

“K-kau …” Eisted mengepalkan tangannya.

Stella menggenggamkan kedua telapak tangannya dan menaruhnya didepan dadanya, dengan seketika muncul tongkat sihir alexis.

“Kau akan kubakar juga hidup-hidup seperti buku kesayanganmu” ucap Stella sinis, ia berjalan mendekati Eisted. Stella mengarahkan tangan kirinya ketubuh Eisted namun meleset.

“Jika kau ingin menyerang, sebaiknya kau jangan membicarakannya kepada lawan, karena lawan bias menghindari seranganmu, karena lawanmu sekarang ini adalah orang yang bukan pelupa” Eisted tersenyum mengejek.

“Oh ya?” Stella menimpali kesimpulan Eisted dengan nada yang agak tinggi, Stella mengarahkan bola Kristal yang ada di tangan kanannya ke perut Eisted.

“Stones” ucap lirih Stella. Bola kristalnya berpendar, mengeluarkan cahaya merah keemasan. Berakhirnya cahaya tadi bersamaan dengan berubahnya tubuh Eisted menjadi batu.

“Zehaahha, rupanya kau salah mengira Eisted, kau terlalu bodoh untuk orang sepintar kau. Dengan mudahnya kau berkesimpulan bahwa kau akan menang telak karena kau bias mengetahui pikiran orang lain, untuk orang yang ceroboh sepertimu, seharusnya sudah dienyahkan dari dunia afterlife ini, karena Dewa Thurqk pasti akan bosan dengan tingkah cerobohmu ini” Stella menghancurkan Eisted y ang sudah menjai batu itu dengan bagian bawah tongkat sihirnya, dengan mudah Eisted dihancurkan oleh tongkat sihir alexis milik Stella. Roh Eisted keluar dengan seiringnya hancurnya tubuh Eisted.

“Mau lari kemana kau?” Stella mengarahkan bola kristalnya ke Roh Eisted, bola Kristal berpendar mengeluarkan cahaya biru langit dan menghisap Roh Eisted.

***

Ditempat lain, tepatnya ditengah-tengah hutan terjadi pertarungan seru antara Bara Tumpara melawan Ai Lin melawan Flagger Ivlin.

Ketiga-tiganya mempunyai prinsip bahwa yang ada disitu bukanlah temannya, mereka saling menjatuhkan satu sama lain.

Flagger menarik kain yang melilit tubuhnya dan seketika itu kain itu berubah menjadi senjata. Flagger mengarahkan senjatanya keperut Ai Lin. Dengan seketika Ai Lin ambruk meregang nyawa.

Stella yang masih diluar hutan menyadari kalau suruhannya (Ai Lin) mati dengan mudahnya. Stella merubah dirinya menjadi uap dan segera mencari posisi Flagger dan Bara berada. Ketika sampai, Stella tak langsung menemui keduanya, ia memilih sembunyi dibalik batang pohon. Ia masih merasa kalau Roh Ai Lin masih berkeliaran disini, ia ingin menangkap roh Ai Lin namun ia menunggu adanya cahaya juga dari kemampuan Bara.

Stella mengetahui kemampuan bara dan juga Flagger dari tongkat sihirnya, jadi ia berharap kalau bara mati dulu baru ia menghabisi Flagger.

Stella mengamati pertarungan Flagger dan Bara. Ia melihat Bara mengayunkan lenteranya disaat bersamaan Stella mengarahkan bola kristalnya kearah Roh Ai Lin, bola kristalnya berpendar mengeluarkan cahaya biru dan seketika itu pula roh Ai Lin masuk di dalam bola kristalnya.

Flagger yang sudah tau arah dari kemampuan Bara dengan mudah menghindarinya, disaat bersamaan dengan menghindar ia mengeluarkan senjata dari dalam kainnya dan mengarahkannya tepat ketubuh Bara dengan seketika Bara ambruk meregang nyawa. Dengan sigap ia menghisap Roh Bara seperti Roh Eisted dan juga Ai Lin.

Flagger menyadari bahwa ada seseorang dibalik pohon yang membelakanginya.

“Keluarlah!” ucap Flagger dengan lantangnya. Stella pun keluar dari balik pohon.

“Rupanya kau, sekarang kaulah korbanku selanjutnya” lanjut Flagger,

“Mungkin aku adalah korbanmu yang terakhir karena Eisted sudah aku bereskan,” ucap Stella dengan nada sinis.

“Tapi aku tak tahu kalau aku ini adalah korbanmu atau akulah yang akan membunuhmu?” lanjut Stella lagi, ia berjalan dengan mantap menghampiri Flagger.

Flagger sudah siap dengan senjatanya, setelah dirasa cukup dekat, Flagger menancapkan pedang panjangnya yang tadinya hanya kain yang membalut tubuhnya ke perut Stella.

“Aggghhh”

“Rupanya kau cukup mudah untuk dikalahkan”

Stella memanfaatkan kelengahan Flagger dengan menancapkan bagian bawah tongkat sihirnya keperut Flagger.

“Rasakan ini”

“Aagghh” darah keluar dari mulut Flagger,

“Rupanya kau tak mempan dengan senjataku dan tadi kau hanya pura-pura kesakitan seperti akan meregang nyawa” Flaggerpun ambruk meregang nyawa.

“Rupanya kau ceroboh juga ya sama seperti Eisted” Stella menarik keluar snjata Flagger. Dan membuangnya ke jasad Flagger.

Dengan sigap Stella mengambil Roh Flagger seperti mengambil Roh Ai Lin, Eisted dan juga Bara.

“Aku sudah menyelesaikan misi ini” ucap Stella dengan lantang.

Ia tebang dengan Fair dragonnya kesuatu tempat entah kemana.

***

15 comments:

  1. Entah kenapa semua di cerita berasa canggung.
    Dialognya, battlenya, narasinya... Meski saya habis baca ini sampe selesai (yang ternyata cukup pendek), saya kayak ngerasa kosong di akhir, kurang ada sesuatu yang kebawa buat saya sepanjang ceritanya

    6/10

    ReplyDelete
  2. "Zehaahha" itu ketawanya Black Beard..???
    dan ending yang cuman bisa bikin "Hah?"
    battlenya juga agak garing -_-

    5/10

    ReplyDelete
  3. oke, rasanya agak aneh aja pas OC saya jadi tokoh di cerita orang lain.. :D mungkin perbedaan kepribadian bisa saya maklumi, tapi ada beberapa hal yang memang fatal..

    ^_^

    adegan semua tokoh kelompok B yang berdiri berdekatan itu sepertinya sangat kebetulan banget. Adegan perkenalan mereka juga menurut saya agak canggung. kalau dipikir2, hampir agak mustahil baru pertama kali ketemu bisa kenalan langsung nyebutin nama kayak gitu...

    pertarungan juga kayaknya monoton.. tokoh2 terlihat begitu lemah (cuma Stella aja yang agak kuat) padahal menurut saya si Bara justru lebih seram di sini.. pertarungan juga berjalan terlalu cepat, kemampuan tokoh lain gak terlihat keluar...

    endingnya juga datar..

    jadi, saya gak tau apakah author lawan boleh memberi poin, tapi seandainya diperkenankan dan bisa dihitung, saya memberi poin:

    -----
    6/10
    -----

    ReplyDelete
  4. Well...
    Buat saya, cerita ini masih too telling, saya teringat lagi sama karya A, temen saya yang pernah bikin saya stres.

    Pertarungannya flat, saya masih belum ngerasain apa-apa.

    +6,5

    ReplyDelete
  5. #haiyhooo, masteeer~ (づ。◕‿‿◕。)づ

    story na lucuuu~ gemaaass, , (≧◡≦)
    tapi prolognya masih berasa kurang ngeblend, master~
    dan flow yg disuguhkan masih belum greget, , juga cukup banyak typo dan missed word akibat ulah papa mikrosop~ (≧◡≦) (≧◡≦)

    ookay, , aku titip 3/10 yauw d mariii, ,
    #ampoooooni saia masteeer~ இ_இ

    berjuanglah!! ganbatte! (9'̀3'́)9

    ReplyDelete
  6. Stella mendengar gemericik air, “Ada air, walaupun memang nggak terlalu jelas, tapi aku tahu kalau disekitar sini ada air, sebaiknya aku cepat kesana, untuk memulihkan dan menyegarkan tubuhku” Stella berjalan dengan mantap.

    Monolog kayak gini sebenarnya bisa digantikan dengan narasi loh... soalnya rada aneh mendengarkan orang ngomong eperti ini.

    ...

    dan ternyata selanjutnya juga gitu... BRB, cek Charsheet Stella.

    hooo ternyata...

    1 ilmu buat munchy yah... "sesuatu yang terletak di dalam tanda kutip" mengartikan suara.
    jadi kalau pedang bertabrakan...
    "trang"
    kalau orang ngomong "hai"
    tapi kalau orang cuman membatin dan berpikir, gak perlu tanda kutip.

    satu ilmu lagi, Kalau sudah membatin lebih enak diubah ke Narasi, kecuali kalau yang dipikirkan itu lebih pendek daripada yang ditulis.

    Karakter musuhmu seakan gak ada perjuangan, dan semua pertarungan terlalu singkat.

    Final Verdict: 4

    ReplyDelete
  7. Oke, ada banyak typo, kesalahan EYD, dan semacamnya. Dialog-dialognya pun terkesan baku dan aneh kalau dibayangkan. Semua karakter memperkenalkan diri di awal ... caranya terkesan tidak natural. Terasa aneh juga saat tiba-tiba Stella berkata “Si-siapa k-kau? Kenapa kau tampan sekali?” kepada jurus ‘gege’nya Ai Lin. Dan masih banyak lagi dialog yang kesannya hambar, ataupun tak wajar.

    Kemudian masuk ke karakterisasi. Setiap OC muncul secara cukup singkat, sehingga tak aneh kalau karakterisasi mereka dan skill-skill mereka tak tereskplor dengan baik. Cara menarasikan kematiannya pun seolah datar-datar saja. Begitu juga dengan adegan pertempurannya yang kurang memikat, kurang terolah.

    Saran saya adalah berlatih lagi bermacam-macam dialog sesuai dengan karakter orang yang berbeda-beda. Bisa lihat di film, baca di novel, atau di mana pun. Yang penting adalah agar setiap dialog itu pas dan untuk tahap selanjutnya ... dramatis.

    Lalu tak ada salahnya lagi dicoba untuk membuat semacam koreografi pertempuran dan skenario yang agak panjang. Coba untuk mengeksplor lagi setiap karakter musuh. Munculkan kekuatan mereka, sisi menarik mereka, bagaimana kira-kira mereka bicara, dan bagaimana mereka bersikap. Tak lupa, pancarkanlah motivasi mereka ... toh, ini adalah pertempuran hidup dan mati.

    Demikian dari saya. Untuk sekarang, poinnya adalah 5.0

    Tetap berkarya dan terus berkarya~

    ReplyDelete
  8. "Words are build to clear the unclear." - another unknown-
    *sambil berusaha keras menerima kenyataan ada beberapa kalimat ambigu di cerita.*

    kakak munchy :3 this battle is not epic. umi baca mulai dari awal dan ga nge-skip, tetep aja ga epic. bukan cuma di satu battle, tapi di seluruh bagiannya.
    Ending ceritanya juga cuma.... gitu.

    ini beberapa hal lain yang bikin ga nyaman :

    - typo : di[spasi][keterangan tempat/waktu], di[kata kerja], bias, afterlife harusnya Afterlife,

    - wow, Stella pinter juga yah? dia langsung tahu si gege itu hasil lukisan. >.<

    - meh, "kau terlalu bodoh untuk orang sepintar kau"

    gomenasai, 4/10 dari umi. ga ada bagian yang menurut umi bisa jadi bagian Favorit.

    ReplyDelete
  9. Hummm... ini datar banget canonnya. Moi berharap bisa menemukan cerita yang penuh warna seperti rambut Stella dan battle yang asyik, sekompleks kekuatan yang dimiliki Stella di charsheet. Tapi moi ga dapet di sini. Narasi, teknik penulisan, character build, semuanya terasa hambar. Moi titip nilai 5.

    ReplyDelete
  10. Anonymous27/4/14 18:01

    yg kuliat antara dialog dan narasi sering nggak saling nyambung. ekspresi pas bicara jg kurang jelas krn tanda bacanya sering kurang pas. battlenya selewat2 dan mendadak selesai krn kelengahan lawan yg kurang tergambar dgn jelas jg.

    3/10 -Po

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -