September 1, 2014

[ROUND 5] PRIMO TROVARE - DIVINE LIGHT EXPLOSION

[Round 5] Primo Trovare
"Divine Light Explosion"
Written by Blackz

---

"Aku tak benar-benar mempercayai ini sebenarnya, tapi tak salah lagi itu adalah ekstrak dari jiwa-jiwa kalian," jelas Nolan.

Primo mendenguskan nafasnya, ia tahu bahwa kristal jiwanya masih ada di tubuhnya, dan juga ia mampu merasakan kristal jiwa kedua belas petarung yang ada di ruangan kecil ini masih ada di dalam tubuh mereka.

Tepat sebelum ia dipindahkan ke pulau bibit kemarahan Amon, Primo menyadari, bahwa pembantaian yang dilakukan Thurqk itu adalah salah satu cara mengekstrak Kristal Jiwa, dengan merusak tubuh fana yang terbentuk di neraka.

Tepat setelah Primo memasuki ruangan dengan sinar terterang tersebut, Primo mendapatkan dirinya diceramahi oleh pemuda yang bernama Nolan itu.


Ia menjelaskan apa yang sudah diketahui oleh Primo bahkan sebelum permainan keduanya, Thurqk bukanlah pencipta, Ia hanyalah seorang Satan.

Menariknya di dalam penjelasan gambar bergerak yang diberikan oleh pemuda itu, Thurqk menciptakan permainan ini untuk memanen Kristal Jiwa.

Kalau hanya untuk memanen kristal jiwa, Thurqk sudah memiliki hak untuk semua kristal jiwa petarung, bahkan punyaku… lalu untuk apa ia mempertarungkan kita semua? Tidak mungkin hanya untuk hiburan semata.

Primo tidak habis pikir, masih banyak misteri yang tersebar dibalik permainan besar ini. Pemuda di depannya ini hanya memberikan satu jawaban dari puluhan pertanyaan lainnya.

Primo tidak lagi memperdulikan apapun penjelasan sang pemuda, karena ia tidak lagi mengungkit mengenai Kristal Jiwa, ataupun latar belakang Thurqk.

"Ada pintu di sana, di mana kalian akan menerima bentuk pertarungan selanjutnya. Lorong yang terhubung langsung dengan lantai dasar Devasche Vadhi. Pastikan kalian bisa lolos dari sistem yang sudah kusiapkan." Tunjuknya.

Nolan juga menjelaskan bahwa yang dihadapi oleh Primo nantinya adalah teman-temannya yang gugur.
Ia melihat sekilas kepada para petarung di dalam tidak ada satupun dari mereka yang menjadi teman-teman Primo di Devasche Vadhi.

Si gadis kecil serba tahu bernama Carol, wanita pucat dari padang pasir dan juga kedua pria yang bertarung bersamanya di pulau kemarahan.  Kenyataan jelas terpampang, mereka semua sudah meninggal.

Akankah Primo bisa bertemu mereka lagi? Akankah teman-temannya itu membunuh dia di ujung lorong tersebut?

Bersamaan dengan kedua belas petarung lainnya Primo menyusuri lorong sempit itu.

Setiap dari mereka saling berdiam diri, tidak ada yang berkata apa-apa. Lorong bergetar, cahaya di ujung lorong tersebut menyebar luas dan memenuhi seluruh lorong.

Primo menyadari bahwa dirinya tengah dipindahkan, tetapi bukan melalui transportasi kristal jiwa Hvyt, karena kali ini, ia berpindah sekejap.

***

Bahkan sebelum ia menyadari dirinya berada di mana, aroma amis dari air laut dan angin memasuki indra penciumannya.

Primo mendapati dirinya kini berada di atas sebuah kapal besar, kapal yang menariknya tidak memiliki layar.

Primo berjalan di atas dek kapal tersebut mencoba meraih sisi teralis di sebelah luar, sekali lagi ia mendapati bahwa tidak ada satu pun dayung raksasa yang keluar dari sisi lambung kapal.

Keajaiban apakah yang mampu membuat sebuah kapal raksasa tiga tingkat ini memiliki kemampuan mengarungi lautan ini? bagaimana ia bisa bergerak?

Tetapi hembusan angin dan lautan yang dibelah oleh lambung kapal menyatakan kapal ini sedang melaju kencang di atas laut.

Hal-hal mencengangkan membuat Primo terkesima, ia harus bicara dengan kapten kapal atau siapapun yang bisa menjelaskan keadaan ini.

Langkah kakinya membuat ia melangkah menuju ke bangunan tengah kapal. Di sana, sebuah pintu ganda membatasi antara lantai luar kapal dengan bangunan di dalamnya.

Primo menarik daun pintu sebelah kanan, secara bersamaan daun pintu sebelah kiri pun tertarik. Saat kedua pintu terbuka bersamaan, Primo melihat wajah pria yang ia kenal. Pria yang sempat menjadi teman seperjuangannya, rambut coklat dengan poni memanjang aneh ke arah kiri.

"Leon?"

Sapaan Primo tidak disambut dengan benar, yang menyambutnya adalah sebuah tebasan dari pistol berbilah miik Leon.

Primo melompat mundur tepat sebelum ia tertebas. Di antara Leon dan dirinya kini melayang beberapa helai rambut-rambut coklat keriting miliknya.

Leon? Ada yang salah denganmu?

Primo menggenggam tangan kirinya, pistol-busur surgawi terbentuk. Tidak menunggu kata dan basa basi, Primo menembakkan anak panah surgawi kepada  Leon, mengetahui anak panah tersebut tidak akan melukai manusia biasa, hanya menyadarkan mereka.

Tetapi saat sinar tersebut menghantam tubuh Leon yang tengah berlari menerjang Primo, alih-alih terhenti tubuh Leon terdorong mundur seakan-akan ia baru saja menghantam tembok tak terlihat.

"Aneh, seharusnya sinar surgawi tidak akan menghentikan  gerakan makhluk fana."

Leon menepuk-nepuk tubuhnya, seperti hendak memastikan tubuhnya tidak terluka sama sekali.

"Leon, dengarkan, kau kini mungkin dalam jeratan Thurqk!"

Primo berlari menuju Leon mencoba melihat apakah ada yang salah dengan kawannya itu.

Tetapi sekelebatan Hitam meloncat dari belakang sosok Leon. Mengangkat pandangannya ke udara, Primo melihat seorang gadis tengah  memutarkan tombak-golok ke arahnya.

Menggenggam telapak kanan, Primo memanggil pedang kerubim dan melintangkan pedangnya untuk menahan tebasan.

Keputusan buruk, serangan vertikal yang dibantu oleh berat senjata dan gravitasi seperti itu hampir tidak berguna. Pedang kerubim tertekan turun,  untungnya pistol busur surgawi melintang di satu ujung pedang kerubim menambahkan daya pertahanan pedang sehingga mata tombak-golok tersebut tidak membelah tubuh Primo menjadi dua.

Tubuh gadis yang belum menyentuh tanah tersebut didorong mundur oleh persilangan antara pedang kerubim dan tombak-golok, membuatnya melayang mundur. Berdiri tepat di samping kanan Leon.

Dua, Primo menyadari, kali ini ia melawan musuh lebih dari satu yang memiliki keinginan yang sama, bukan dalam kondisi saling membunuh satu sama lain. Situasi yang hanya ia dapatkan saat kargo ayahnya tengah dirampok oleh bandit-bandit jalanan.

Tidak, bukan dua.

Mengambil selangkah mundur,  Primo melintangkan pedangnya vertikal tepat di depan tubuh, sebuah tebasan tak terlihat menghantam pedang kerubim.

Pria pirang dengan zirah tengah menebaskan pedang tidak terlihat ke arah Primo, Primo benar-benar tidak bisa membawa dirinya di jarak aman dengan pengguna pedang tersebut.

Tiga hantaman terdengar di udara, kedua benda bukan logam tersebut saling menghantam begitu saja, setiap pertukaran serangan dan pertahanan, Primo sedikit lega mengetahui bahwa musuhnya menggunakan permainan pedang Inggris lama, salah satu dasar pengajaran berpedang di masanya.

Melintangi gerakan tebasan sang Zirah dan bertukaran hantaman dengan pria berambut pirang tersebut membuat Primo menyadari, bahwa sang Zirah tidak terlalu berbahaya, karena pedang tidak terlihatnya itu tidak tajam sama sekali, lebih seperti sebuah pedang kayu.

Tetapi Primo tidak bisa berhenti cemas begitu saja, karena kali ini Leon dan juga gadis berjaket hitam tersebut ikut dalam pertukaran tebasan, ditambah mereka berdua tidak mengganggu pertarungan, melainkan malah menekan Primo bersamaan.

Berbeda dengan serangan bandit, Serangan ketiga petarung ini lebih terkoordinasi, gadis Jaket Hitam itu menggunakan pedang yang sama dengan pedang asia timur milik Petra, tebasan-tebasannya lebih lebar dari pistol-pedang milik Leon.

Pedang Primo berkelebatan, Primo tidak lagi bisa berada dalam posisi menyerang, yang bisa ia lakukan hanyalah membuang serangan sang Zirah yang mudah ditebak, membuat ancaman ringan kepada kedua temannya.

Setelah membuang pedang tak terlihat Zirah agar menghantam tubuh gadis Jaket Hitam dan menembakkan tiga buah anak panah surgawi. Kedua gerakan itu memberikan jarak antara Primo dengan ketiga lawannya.

Bahaya, dengan begini Primo malah akan mendapatkan serangan serentak, ia hanya punya dua senjata. Belum kenyataan bahwa terdapat dua sosok dibelakang ketiga musuhnya yang juga berlari memutari, hendak menyerang .

Primo meloncat dan mengembangkan sayapnya. Tidak, waktunya salah, ia belum bisa terbang sebelum sayap cahayanya tercipta utuh. Loncatan yang tingginya membuat ia kembali ke darat, dimana lima buah pedang menunggunya.

Pedang kerubim dan pistol-busur surgawi menahan lima buah pedang tersebut, sementara tubuh Primo sudah melayang sepenuhnya.

Kepakan sayap cahaya membuatnya melayang tinggi, menjauhi kelima sosok tersebut, Primo terbang menuju ke Dek tertinggi, tepat di atas gedung tiga lantai di tengah kapal tersebut.

"Kapal Pesiar Milky Sea" itu terpampang di sebuah plat besi pada dek teratas.

Dari dek teratas itu Primo dapat melihat kelima petarung yang tadi mengerubungi dirinya, Leon, gadis bebaju Hitam bertato, sang Zirah yang dengan ironinya berada di samping petarung padang pasir, dan Gadis dengan jaket putih.

Primo pernah melihat mereka semua di Jagatha Vadhi dan kini kelima pemain pedang tersebut hanya memiliki satu tujuan, membunuhnya.

Kelima petarung tersebut bergerak, Leon, gadis Jaket Hitam dan sang Zirah berlari memasuki kabin, sedangkan gadis Jaket Putih dan juga Turban langsung melompati tiap dek menuju ke arah Primo.

Primo menyadari, ia kini berada di dek teratas, sebuah dek terbesar dengan berbagai fasilitas seperti kolam air dan juga pojok minuman.

Tidak ada waktu untuk menikmati hal seperti ini, kedua petarung yang tadi kini telah melayang di atas udara, entah dengan kekuatan apa keduanya mampu menukikkan tubuh mereka menebas diagonal ke arah Primo.

Primo melompat mundur, menghindari kedua tebasan itu.

"Bapa, kini anakmu berada pada ujung lima mata pedang, di saat seperti ini hanyalah kepada perlindunganmu aku bersandar, berikanlah berkat kepada langkah-langkah kecil ini sehingga pada akhirnya aku tetap berada di sini, di dunia ini, bertahan."

Saat Primo selesai membacakan berkat, kedua petarung tersebut itu kembali menerjang maju, Tebasan pertama datang dari gadis Jaket Putih yang ternyata memiliki kecepatan tinggi. Begitu pedang kacanya berkaitan dengan pedang kerubim, Primo terdorong mundur begitu jauh, seaakan pada detik benturan tubuhnya hanya menjadi seringan bulu.

Perkiraan itu benar, Tubuhnya memang seringan bulu, karena begitu angin kecil menerpanya dari belakang tubuhnya meluncur kencang ke arah petarung Turban, Primo dengan panik menembakkan anak panah surgawi kepada Turban, membuatnya menyingkir sehingga Primo tidak tertebas olehnya.

Berbeda dengan tiga petarung sebelumnya, gadis Jaket Putih dan Sang Turban memiliki hal lain selain teknik bertarung, pengendalian bobot tubuh dan juga pengendalian angin. Saat ini ia berada dalam posisi yang lebih berbahaya daripada sewaktu ia melawan tiga petarung yang lain.

Tetapi secara kuantitas Primo tetap lebih aman, ini membuatnya menyadari bahwa ia bisa memulai penyerangan sebelum semua petarung lainnya berkumpul.

Kali ini, Primo yang mulai menerjang terlebih dahulu Ia menargetkan serangan kepada Turban, bukan karena rasis ataupun dendam negara melainkan ia tahu bahwa dirinya akan segera kehilangan pijakan jika bertukar tebasan dengan gadis Jaket Putih.

Kepakan sayap cahaya Primo menambahkan kecepatan terjang,  detik selanutnya pedang api kerubim bersilangan dengan scimitar Turban.

Tetapi Primo yang kini dalam keadaan terbang tidak memerlukan pijakan ataupun orientasi, Lututnya kini bersarang di pelipis Turban, membuat turban terdorong ke samping.

Tidak bisa beristirahat, Primo segera terbang maju karena gadis Jaket Putih kini menyerangnya, menghentikan niat Primo untuk melanjutkan serangan kepada Turban.

Enam kali gadis Jaket Putih melancarkan tebasan pedang kaca tersebut, enam kali juga Primo berkelit menghindar. Ia hanya bisa menembakkan anak panah surgawi kepada sang gadis, menghentikan kecepatan serangan bertubi-tubinya.

Kini sang Turban kembali dari efek serangan kepada kepalanya, menambahkan tekanan kepada Primo.

Primo hanya melihat satu jalan keluar, ke atas. Mengepakkan sayapnya Primo menempatkan dirinya di udara, menjauhi kedua petarung itu.

Berbeda sekali dengan ketiga petarung di bawah, hanya dalam bertukar serangan, Primo tahu gadis Jaket Putih dan Turban adalah yang terkuat di antara mereka berlima.

Kedua petarung di bawah itu saling bertukar pandang, seakan saling membaca pikiran tiba-tiba tubuh sang gadis terangkat begitu saja dari tanah… ia seakan tidak memiliki bobot dan diterbangkan angin begitu saja.

ANGIN?!

Telat bereaksi hembusan angin kencang naik dari kapal menuju ke posisi Primo, membawa gadis Jaket Putih itu mendekat.

Primo berkelit di udara, terbang mundur sembari terus menembakkan anah panah surgawi. Setiap anak panah surgawi seperti biasa selalu tepat sasaran. Setiap terkena, gadis Jaket Putih terpental menjauh, namun aliran angin malah menambah kencangnya ayunan balik untuk mengejar Primo.

Saat gadis Jaket Putih menghindari satu anak panah cahaya, lalu anak panah tersebut kembali dan menghantam punggungnya, seketika itu juga jarak antara gadis Jaket Putih dan Primo memendek.

Di depan mata Primo pedang kaca tersebut hendak menghantam dadanya. Tidak adalagi yang bisa dilakukan kecuali menahan pedang tersebut dengan pedang kerubim.

Pedang kaca Gadis Jaket Putih, bersilangan dengan pedang api kerubim. Efek yang terjadi selanjutnya persis seperti dugaan Primo. Tubuhnya memberat, seakan kini ia memiliki bobot sepuluh Ton, bahkan kepak sayap cahayanya tidak melambatkan jatuhnya.

Tetapi dengan adanya sayap, Primo mampu memposisikan dirinya. Ia melepaskan genggaman tangan kiri, pistol busur itu menghilang kini tangan kirinya yang bebas, meraih kerah jaket gadis Jaket Putih.

Satu kepakan sayap, membuat tubuh Primo termundur, dan tarikan dengan bobot berat seperti itu menambah laju jatuh mereka berdua, Primo melempar gadis Jaket Putih ke bawah.

Jaraknya diantara mereka berbeda jauh, terutama saat gadis Jaket Putih jatuh menembus dek teratas dan menciptakan lubang hingga beberapa lantai ke bawah.

Seketika itu, cengkeraman gravitasi di tubuh Primo memudar, bobot tubuhnya menjadi normal. Primo bernafas lega.

Sayangnya rasa aman itu semu diganti dengan suara kencang ledakan, dan gadis Jaket Hitam yang terbang melayang ke arahnya. Gadis itu menggunakan tebasan ledakan Leon untuk meluncurkan dirinya ke arah Primo.

Tombak-golok yang diacungkannya membelah angin, Primo menggeser tubuhnya ke samping saat di udara, tetapi gerakan setengah hati itu malah dimanfaatkan oleh gadis Jaket Hitam.

Menarik tangan Kanan ke belakang, tombak-golok itu berputar, tongkatnya menghantam pipi Primo, dan sepertinya meretakkan tulang tengkoraknya.

Kehilangan kesadaraan sesaat, saat pandangan Primo kembali ia disuguhi dengan pemandangan bokong dari pemilik celana hitam ketat, itu dan juga tendangan Cangkul yang membuat seluruh tubuhnya menukik turun tajam ke Dek.

Kepakan sayap dan kedua tangannya menghentikan tubuh primo menghantam lantai Dek, mengingat bahwa sang gadis Jaket Hitam memiliki tombak-golok, Primo segera menggulingkan tubuhnya kesamping menghindari jatuhnya senjata tersebut.

Primo bangkit berdiri, ketiga petarung lain di dek belum bergerak, Primo menggunakan kesempatan ini untuk mencabut tombak-golok tersebut, dan melempar balik ke arah gadis Jaket Hitam yang tengah terjun bebas.

Tombak-golok itu meluncur membelah udara, tetapi angin kencang meniupkan tubuh Jaket Hitam menghindari proyektil, serta mendaratkannya dengan aman.

Primo tahu, ia kembali berada di posisi awal, terjebak di antara petarung-petarung handal. ia tidak bisa bertahan saja, ia harus melawan dan demi Tuhan, ia harus membuat semua musuhnya tidak sanggup melawan lagi, walaupun harus membunuh mereka tanpa penyucian.

Primo berdiri menyamping, ia menggenggam kembali tangan kanannya menghadirkan pedang kerubim yang melintang tepat di samping tangan kanannya, sebuah kuda-kuda anggar sempurna terbentuk.

"EN GARDE!" Teriaknya memprovokasi para petarung itu untuk segera mengakhiri ini.

Leon, Jaket Hitam dan sang Zirah merangsek maju. Turban tetap berada di tempatnya kemampuan bertarungnya memang bisa berakibat fatal jika salah menyasar.

Primo menyadari satu hal, Gerakan sang Zirah yang paling lambat di antara tiga petarung lainnya bisa membuatnya tersingkir terlebih dahulu, terutama pada kenyataan petarung abad pertengahan tidak cocok dengan petarung abad pelayaran dan penjelajahan. Alasannya, mereka tidak bisa berenang!

Tebasan Diagonal Jaket Hitam, Primo merunduk lalu memberikan tembakan anak panah surgawi berturut-turut membuatnya terdorong mundur.

Tebasan pistol-pedang Leon ditahan oleh pedang kerubim, saat tebasan Zirah mencoba menyerang titik dari samping Primo, Primo malah mendekatkan diri ke arah Leon untuk menghindari tebasan tersebut, berhadapan muka dengan muka hidung ketemu hidung bahkan Primo bisa merasakan nafas dari Leon.

Serangan penghenti gerakan pria dikeluarkan oleh Primo. Lutut kirinya menghantam kemaluan Leon yang membuatnya melepaskan pistol-pedang dan berlutut memegangi kemaluan tersebut.

Menapaki kaki kirinya ke dada Leon Primo mendorong tubuh Leon menjauh, sebelum berbalik badan dan menghadapi sang Zirah.

Mengetahui bahwa pedang yang dimiliki sang Zirah tidak tajam Primo melepaskan semua senjatanya dan menunggu saat pedang tersebut menghantam bahu kirinya. Rasa sakit yang diterima Primo akan sepadan dengan mengeluarkan satu lawan dari pertarungan ini.

Hantaman itu mendarat, tetapi segera dibalas Primo dengan kedua tangannya menggenggam lengan sang Zirah.

Sayap cahaya kembali mengembang dan terkepak membawa tinggi Primo dan sang Zirah keluar dari batas kapal, sebelum akhirnya Primo melepaskan pegangan tersebut.

Angin kencang berhembus hendak menyelamatkan sang Zirah, Primo yang sudah mengantisipasi ini segera mengeluarkan pistol busur surgawi. menembakkan serentetan anak panah surgawi menghantam sang Zirah sampai seluruh tubuhnya terendam oleh lautan.

Ia melihat kembali ke arah dek teratas kapal pesiar tersebut, Kini gadis Jaket Putih kembali naik memanjati lubang yang dibuat oleh tubuhnya.

Hanya pikiran tidak waras yang akan membuat Primo kembali ke dek teratas, Primo kembali mengarahkan terbangnya ke salah satu balkon tempat kamar penumpang, mencoba menghilangkan dirinya di antara kabin dan lorong-lorong kapal pesiar tersebut.

Langkah-langkah kaki kecil berlarian terdengar nyaring dari atas kepala Primo. ia harus menjauhi mereka, harus bisa bertarung satu lawan satu kepada mereka. Primo berlari meninggalkan lorong ruang kamar penumpang.

Terus berlari mengikuti instingnya dan langkah kaki yang terberkati, melewati dapur, ruang makan, aula pesta, hingga terus menuruni tangga mendaratkan ia keruangan gelap dimana banyak pipa-pipa dan roda-roda pengatur di bagian kapal tersebut.

Ia menyamping, mencoba bersembunyi di salah satu pipa, mencoba menyembunyikan dirinya di antara kegelapan.

Primo mengatur nafasnya, mencoba memikirkan kerusakan yang dialami tubuhnya, tulang pipi kananya, ubun-ubun serta bahu kiri. Rasa nyeri yang terlupakan akibat adrenalin kini mulai merayapi tubuhnya,

Tidak parah, tetapi cukup membuatnya menjengit sesaat menggerakkan tubuhnya.

"Hanya kepadamu aku berserah Bapa, kepada tanganmu aku domba yang tidak berdaya ini menyerahkan tubuhku. Mengharapkan berkat dan penyembuhan untuk mengangkat diri dari cengkeraman kematian"

Primo memberkati kesehatan tubuhnya. Walaupun ini berarti mencabut keberuntungan langkah kakinya.

Rasa segar membasuhi dirinya, sesaat walaupun tidak terlalu efektif kepalanya menjadi lebih ringan dan bahunya mendapatkan rasa kebas sementara.

Kini ia hanya berharap satu, hanya satu petarung yang akan turun dan menghadapi dia di tempat ini.

Suara gesekan mata pedang dengan lantai logam terdengar jelas, Primo menyesali harapannya. Siapapun selain dia.

"Leon…"

Primo keluar dari sudut tergelap, memanggil nama seseorang yang pernah menjadi sahabatnya.

"Tidak, kau bukan Leon!"

Leon tidak mendengarkan perkataan Primo ia berlari menerjang Primo yang tanpa senjata.

"Apa yang Thurqk lakukan kepada tubuhmu? Mengapa tubuhmu menjadi seperti terkutuk? menolak cahaya surgawi dan terluka bila ditebas pedang kerubim?"

Saat Leon hanya berjarak satu meter dari Primo Leon terhenti, tubuhnya tersangkut, sikut kanannya terhenti di barisan pipa sebelah kanan, sedangkan pedangnya terselip di celah-celah  jerurji lantai logam.

"Hentikan Leon, ruangan sempit ini tidak cocok dengan gaya bertarungmu!"

Primo meloncat maju dan menendang Sikut kanan yang tersangkut itu, membuat Leon terjatuh mundur tanpa senjata.

"Kau hanya bisa bertarung di lorong sempit ini dengan tusukan, ambil pedangmu…" Primo menendang pistol-pedang itu ke arah Leon, "… dan mari kita selesaikan kesengsaraanmu!"

Menggenggam tangan kanannya, Primo mengaktifkan pedang kerubim.

"En Garde!"

Teriak Primo, itu adalah tanda ia siap untuk dibunuh atau membunuh lawannya, walaupun ia berharap tidak akan pernah menghabisi Leon.

Leon berdiri, mengangkat pedangnya, ia yang mengerti apa yang diajarkan oleh Primo mengubah kuda-kudanya, kali ini ia berdiri menyamping, tangan kanan memegang pistol-pedang  di belakang atas, dan tangan kiri di depan memegang dua buah kristal merah dan biru.

Tangan kiri itu menggenggam kristal tersebut dan menjadikan seluruh tubuhnya menguarkan aura ungu. Kekuatan dan kecepatan Leon telah berlipat ganda.

Tusukan dan buangan pedang tertukar di lorong sempit itu, tentu saja Primo yang terbiasa dengan Duel anggar, berada di atas angin. Tetapi ia tidak bisa meremehkan kekuatan dari buangan Leon, karena kekuatan Leon benar-benar menekannya.

Ia harus memakai taktik yang tepat, tetapi juga taktik kejam yang seharusnya tidak dilakukannnya.
Setelah mereka berdua terpental karena sama-sama membuang tusukan Primo kembali melangkah miring maju.

Primo dengan sengaja bergerak sedikit agak lambat dengan tangan rendah yang memberikan petnjuk bahwa ia hendak menusuk pinggang.

Leon yang menyadari itu menebas turun untuk membuang tusukan Primo ke bawah, sesaat sebelum pistol-pedang itu membuang pedang Primo, Primo melepaskan genggamannya, menghilangkan pedang kerubim.

Pedang tersebut segera terbentuk kembali di genggaman tangan kirinya, Primo segera menginjak pistol-pedang milik Leon lalu meluruskan lengan kirinya, menusuk pangkal tenggorokan Leon dengan pedang api kerubim.

Primo dan Leon berhenti bergerak, Leon anya berdiri di situ, dari mulutnya mengalir darah, dan ia membatukkan cairan darah itu ke kaos sutra putih milik Primo.

Saat tubuhLeon melemas maju  dan terjatuh, Primo melepaskan genggaman pedang kerubim menangkap tubuh Leon yang penuh darah.

"Maafkan aku Bapa, aku tidak tahu apa kebajikannya yang membuatku bisa menyelematkannya, tanpa harus mengembalikannya menjadi kristal jiwa yang dikendalikan oleh Thurqk."

Primo menahan tubuh papah Leon, yang bisa ia lakukan adalah  menggenggam erat, Memaksakan kesadaran Leon pada detik-detik terakhirnya

Tetapi mata Leon menutup, tubuhnya terkulai lemas dan sebuah perubahaan lengkap terjadi secara mendadak di hadapan Primo.

Kulit Leon memerah, dan iris warna hitam di matanya memenuhi seluruh bola mata. Di atas pangkuan Primo sosok yang ia kenal sebagai Leon berubah menjadi sosok pelayan Thurqk, Hvyt.

Primo terdiam, ia tidak bereaksi rasa terkejutnya mencoba menyusul semua pertanyaan tentang ronde ini. tentang  kristal jiwa, tentang Status Thurqk, tentang hukum keabadian, tentang ciptaan Bapa.

Seakan baru disiram air dingin, Primo akhirnya mengerti apa alasan dibalik permainan yang diciptakan Thurqk ini.

Primo berdiri menjatuhkan mayat Hvyt, membuat tubuh itu terguling masuk kebalik pipa-pipa di lorong sempit tersebut.

Suara telapak kaki terdengar kencang, Turban melangkah turun perlahan, tidak menerjang dan tidak melawan.

"Hentikan sandiwaramu, menyamar sebagai petarung, atas nama dewamu jawablah pertanyaan ini apakah engkau Hvyt?"

"Atas nama Dewa Thurqk, Bukan kami adalah Hvyt-Reeh."

Reeh, Nama itu pernah dilihat Primo di sebuah kertas raksasa yang diperlihatkan Thurqk. Hvyt-Reeh, Mereka bukanlah Hvyt yang biasa, mereka adalah Hvyt yang dibentuk menggunakan kristal jiwa petarung yang kalah.

Membuat mereka sama persis seperti Primo, makhluk semi-fana. Makhluk Fana yang memiliki unsur keabadian, Membuat mereka bisa bertarung melawan makhluk abadi, tetapi tidak memperdulikan hukum Keabadian.

Hukum keabadian, satu-satunya hukum Bapa, Bapa yang menyukai status quo ini menyatakan Makhluk Abadi tidak bisa akan saling membunuh jika belum waktunya, Waktu yang dimaksud adalah setelah hari penghakiman.

"Menciptakan pasukan semi -fana untuk melakukan revolusi kepada surga? Satan baru yang Ingin kuasa atas segalanya… Kini, aku mengerti Mengapa dia menjuluki dirinya sendiri pencipta!"

Menggenggam kedua tangannya, Primo membentuk pistol busur surgawi di tangan kiri dan juga pedang kerubim di tangan kanan.

Primo, seumur hidup ia tidak pernah memiliki amarah yang sebesar ini. ini adalah amarah yang dibalut kebencian, sesuatu yang baru yang pertama kali ini dia rasakan. Ia mengacungkan pedang kerubim tersebut kepada Hvyt-Reeh.

"Aku akan yakinkan Helel, bahwa ia tidak akan meninggalkan neraka ini sampai seluruh akar pemberontakan surgawi ini dibasmi!"

Hembusan Angin menerpa kencang dari belakang Hvyt-Reeh, ini bukanlah gelombang angin biasa, terpaan itu mengangkat tubuh Primo dan mendorongnya ke ujung lorong.

Primo mengeluarkan sayap cahayanya, mengendalikan tubuhnya yang melayang, menghindarkan dirinya dari tangga.

Tubuh Primo tetap terhantam pintu besi yang memisahkan ruang besi dengan aula pesta, kehilangan keseimbangan Primo terjatuh dan terguling menghantam beberapa meja besar untuk makan para tamu.

Dari ruang mesin Hvyt-Reeh menaiki tangga, di balkon atas gadis jaket putih itu menatap tidak bergerak kepada Primo, sedangkan dari lorong menuju dapur gadis jaket hitam keluar membawa katananya

Detik berikutnya tiga sosok tersebut menyerang Primo. Primo menembakkan anak panah surgawi kepada gadis Jaket hitam menahan gerakannya, Ia adalah petarung tercepat sehingga membatasi gerakannya merupakan keputusan tepat.

Tetapi kedua petarung lain tidak bisa dipandang sebelah mata. Primo baru saja menghentikan tebasan dari gadis jaket putih menggunakan pedang kerubim.

Saat pedang kerubim dan pedang kaca itu berbenturan, Primo dan gadis jaket putih mendadak melayang, bobot mereka menghilang.

Primo menggunakan kesempatan ini untuk memposisikan tubuhnya menggunakan sayap cahaya, memberikan tendangan ganda kepada gadis jaket putih membuatnya terpental ke seberang ruangan.

Dari atas, Hvyt-Reeh menukik turun sembari menebaskan pedangnya vertikal, Primo menahan serangan itu menggunakan pistol busur surgawi.

Kesalahannya adalah, Tubuh Primo yang kini tanpa bobot malah terpental dahsyat ke tanah, belum selesai hembusan angin kencang yang menyertai tebasan Hvyt-Reeh mendoronganya terguling.

Tubuh Primo menghantam beberapa meja hingga akhirnya saat bobotnya kembali ia meluncur deras menembus jendela kaca dan terhantam lantai besi di dek kapal bagian depan.

Primo mendapati dirinya kembali ke lokasi dimana ia pertama kali diturunkan di kapal ini. Sebuah Dek luas dengan Lingkaran besar dan huruf H yang terpampang di lantai logam tersebut.

Ketiga Hvyt generasi baru itu datang kembali ke hadapan Primo. Gadis jaket hitam maju beberapa langkah, sedangkan Hvyt-Reeh dan gadis jaket putih. Tetap bergerak di tempatnya.

Primo menyadari keputusan yang diambil mereka tepat, Kedua petarung yang ada dibelakang bukanlah tipe yang tepat untuk mengerubungi musuh, serangan mereka berdua memiliki dampak yang sangat menyusahkan bagi lawan dan juga kawan.

Sedangkan gadis jaket hitam terus berjalan perlahan ke arah Primo, di tangan kanannya pedang asia timur itu digenggam dengan erat, tangan kirinya memegang sesuatu di pergelangan kanan, Saat ia menarik tangannya, Sebuah pedang lainya tertarik keluar.

Pedang itu berbentuk sama dengan pedang satunya, hanya saja bilah pedang tersebut berwarna hitam dengan plat ular yang terpampang diatasnya.

Gadis jaket hitam berlari menerjang Prmo, Seperti biasa reaksi Primo adalah menembakkan anak panah surgawi. kali ini gadis berjaket hitam menghidarinya dengan melompati cahaya itu, dan saat anak panah cahaya berbelok mengejarnya, sang gadis malah menggunakan anak panah surgawi tersebut untuk menapak di udara.

Kecepatan dan kelincahan  gadis jaket hitam itu meningkat tajam, Primo yang juga memiliki dua senjata masih kerepotan untuk membaca asal serangan dan juga pergerakan gadis itu.

Primo masih selamat karena instingnya, ia sudah menyadari bahwa pedang hitam itu sangat berbahaya, Aroma pedang itu saat membelah udara serta suara desisan cairan asam yang selalu terdengar dari pedang itu.

Primo menganggap bahwa pedang tersebut sangatlah berbahaya, Semua pergerakan dan pertahanan ia paksakan agar pedang hitam itu tidak menyentuh tubuhnya, hal ini membuat beberapa tebasan pedang biasa dan juga tendangan-tendangan gadis jaket hitam mendarat telak ke tubuh Primo.

Ratusan tebasan tanpa henti sudah saling bertukar di udara, Menghindari tusukan Primo, gadis itu berputar ke kanan, menambahkan momentum pada tebasan tangan kiri, Primo menahan tebasan  pedang hitam tersebut tetapi Primo sudah kehabisan momentum untuk bertahan.

Tebasan kedua meluncur, Primo membuang tubuhnya ke kanan, menjauhi arah tebasan. Kecepatan dan lompatannya tidak terlalu kuat membuat lengan atas dan bawahnya tergores oleh  pedang tersebut.

Primo berguling, dengan menghentakkan kedua lengan atas Primo segera mencoba untuk bangun, Saat tubuhnya sudah berdiri tegak, di depan wajahnya  gadis itu sudah bersiap menusukkan pedang hitam ke arah Primo.

Tetapi dalam jarak sehelai rambut dari dada Primo pedang hitam tersebut menghilang begitu saja. Gadis Hitam itu malah memukulkan tangannya ke dada Primo.

Primo terdiam, gadis itu terdiam. Sayangnya sang gadis yang terlebih dahulu menyadari bahwa batas waktu pedangnya telah habis, ia melanjutkan serangannya dengan menusukkan pedang yang satu ke arah Primo.

Primo telat menghindar, Pedang tersebut meleset dari dada tapi menancap penuh di belikat kiri Primo.

Primo mencoba melompat mundur sebelum hal yang lebih buruk terjadi, tetapi gerakan tangan sang gadis ternyata lebih cepat, dengan menggeser pedang itu ke kiri.

"ARRRGHH!"

Primo berteriak bersamaan dengan terbelahnya daging serta tulang dari belikat kiri Primo hingga ke lengan atas.  Luka itu terbuka memperlihatkan darah dan juga potongan tulang.

Primo berteriak kesakitan, tubuhnya gemetar, kesadaranya ingin menghentikan dia untuk berteriak dan tetap tenang. Tubuhnya berkata lain, ia harus teriak mencoba menyalurkan rasa sakit ini ke udara, hal yang sia-sia.

"Tenang, apapun yang kamu lakukan jangan shok, jangan kehilangan kesadaran lawan rasa sakit itu dengan hal-hal yang membuat kamu tenang!"

Helel, ia mengingatkan Primo, ia memaksa diri untuk bangun dari tidurnya mendengar teriakan penuh kesakitan yang dikeluarkan Primo.

Primo melepaskan genggaman pedang kerubim, dan menahan lengan kirinya menempel ke tubuh, semakin ia membiarkan lengan itu bergelantung, rasa sakitnya semakin berlipat ganda.

Primo menjatuhkan dirinya, buat dia berdiri saat ini adalah sebuah penderitaan, dengan terpaksa Primo menyeret bokongnya mundur hingga punggungnya bisa bersandar pada teralis.

Gadis jaket hitam berjalan perlahan, Primo mengenali tampang wajahnya, keangkuhan dan rasa aman menyadari kalau ia sudah menang.

"Apa ini Primo, di dalam tubuhmu ada… kekuatan baru, bukan berasal dariku, aura ini Abaddon… tapi kekuatan ini… kekuatan surgawi?"

Helel meracau tidak jelas, Primo tidak mengerti apa yang ia bicarakan.

"Kekuatan ini bisa menolongmu, tetapi aku akan kembali tersegel begitu mengaktifkan kekuatan ini… untuk sekarang Primo, keluarkan sayap cahaya kita!"

Primo mendengar nasihat Helel, hanya dengan berkeinginan, Primo kembali mewujudkan sayap cahaya di punggungnya.

Melihat bahwa Primo masih memiliki perlawanan, gadis jaket hitam itu kembali menerjang maju, Tetapi langkahnya terhenti seperti biasa terhantam tembakan anak panah surgawi.

Anak panah surgawi  itu bukanlah dari lengan kiri disfungsi Primo. tetapi dari belakang Primo. dari balik kirinya sesosok manusia kecil terbang dengan sayap cahaya maju melewati Primo.

Primo tersenyum, ia merasakan geli sendiri melihat sosok dirinya yang hanya setinggi satu kaki tersebut. Aneh, seharusnya ia merasakan sakit saat tertawa kecil seperti itu.

Melihat ke bahu kirinya, terdapat tiga sosok Primo kecil lainnya yang tengah menangkupi kedua tangannya ke bahu Primo mulut mereka bergoyang seakan berdoa tetapi tidak ada suara yang keluar dari mulut mereka.

Luka Primo menutup drastis, darah-darah yang ada disekitar luka hanya mengering begitu saja. Primo tidak bisa menyembuhkan siapapun dengan tingkat keefektifan seperti itu, kalau satu Primo tidak bisa, mungkin tiga Primo kecil bisa.

Primo memutarkan tubuhnya, disana ia menyaksikan pemandangan menakjubkan, Sayap Cahaya yang tadi ia keluarkan telah menghilang dan membentuk tepat seratus Primo kecil.

Primo yang hanya setinggi satu kaki ini membawa semua persenjataan lengkap Primo Asli, baik pedang kerubim kecil, pistol busur surgawi kecil, atau bahkan sayap cahaya kecil yang membantu setiap dari sosok itu terbang.

Beberapa dari mereka melesat terbang menerjang gadis jaket hitam, Primo membalikkan tubuhnya melihat ke arah pertempuran tersebut, gadis jaket hitam tengah melawan belasan Primo kecil. Gadis tersebut tetap cepat ia telah menebas dua atau tiga Primo kecil.

Primo kecil yang tertebas itu meledak menjadi butiran cahaya, lalu kembali memasuki tubuh Primo. Sedangkan gadis jaket hitam makin kewalahan, setiap tebasan pedang kerubim, setiap tembakan anak panah surgawi semakin melukai tubuh gadis jaket hitam tersebut.

Saat gerakan gadis itu melambat secara signifikan, bagaikan sebuah harmoni belasan Primo kecil itu menukik menancapkan pedang kerubim ke setiap bagian tubuh gadis jaket hitam… saat semua Primo itu terbang mundur, tubuh Hvytlah yang menggantikan sosok gadis Hitam itu, terjatuh dan tergeletak di atas dek.

Primo berdiri tegap, ia berada di bagian terdepan dari dek kapal tersebut, dan di hadapannya tersisa dua musuh paling menyusahkan dalam permainan kali ini.

"Aku sudah lelah, nyawa kalian—wahai Hvyt-Reeh dan satu Hvyt lagi yang tidak kukenal—kuserahkan kedalam tangan para pembantu surgawi ini, Tubuh dari tubuhku, darah dari jiwaku…" Primo mengangkat tangannya.

"KERUMUNAN SURGAWI!" Menghentakkan tangan kanannya kedepan 97 Primo kecil tersebut bergerak serentak.

Hvyt-Reeh dan juga gadis jaket putih bergeming, seakan mereka sudah memiliki cara untuk mengalahkan kerumunan surgawi Primo.

Gadis jaket putih mulai memegang pedang kacanya dengan kedua tangan, Dengan berlutut ia menusukkan pedang kaca tersebut ke dek.

Seketika, semua yang ada di atas area kapal pesiar selain gadis jaket putih dan Hvyt-Reeh kehilangan bobot, Primo sendiri akan segera melayang seandainya ia tidak berpegangan kepada teralis.

Saat Primo dan keseluruhan kerumunan surgawi itu tidak berbobot, angin kencang berhembus dari segala arah, semuanya terpusat kepada satu titik di dek. Sebuah bola angin terkumpul dan terus berputar tanpa henti menghisap kerumunan surgawi menjadi satu.

Primo sendiri masih terus berpegangan kepada teralis kapal, karena tubuhnya masih terus terhisap oleh bola angin tersebut.

Dalam sekejap, Hvyt-Reeh dan gadis jaket putih menerobos bola angin tersebut memberikan tebasan dengan jumlah tak terhitung. Itu adalah pembantaian, itu adalah pembunuhan masal.

Bobot normal Primo kembali, ia melihat ke arah sepasang Hvyt tersebut dan juga bola angin yang sekarang sudah sepenuhnya menjadi bola cahaya, tidak ada lagi Primo kecil di dalamnya.

"Kalian hebat, tapi kalian salah perhitungan." Primo tertawa melihat apa yang baru saja dilakukan oleh sepasang petarung palsu tersebut.

"Kerumunan Surgawi terbuat dari cahaya surgawi seperti sayap dan juga anak panahku, dan saat kalian mengumpulkan kerumunan menjadi satu lalu membunuh mereka semua secara instan, tubuh mereka secara bersamaan akan kembali menjadi cahaya surgawi.

Tetapi, dalam keadaan tertekan dan menempel erat seperti itu, kalian kira apa yang akan terjadi saat bola angin itu berakhir? Tekanan dari dalam bola lebih besar dari bola tersebut?"

Untuk pertama kalinya sejak Primo menjejakkan kaki ke kapal, ia bisa melihat emosi di wajah petarung palsu, dan emosi kali ini yang terpampang di wajah mereka adalah rasa takut!

"Yang terjadi adalah… LEDAKAN!"

Putih, semuanya Putih tidak ada yang terlihat lagi ledakan cahaya itu benar-benar melingkupi semua pandangan Primo.

Semua cahaya itu memasuki tubuh Primo, kembali kepada pemiliknya.  Saat Primo membuka mata, dihadapannya adalah tiga sosok Hvyt yang sudah kembali ke bentuk aslinya.

"Thurqk, be careful, I. Survive."

Kalimat terakhir itu memotong kesadaran Primo, ia jatuh pingsan kehabisan tenaga dan adrenalin yang menjaganya tetap sadar setelah penyiksaan gadis jaket hitam.

===End of Round 5===

Lawan di Ronde ini: Rex, Leon, Kilatih, Darcia, Reeh
Arena Ronde ini: Kapal pesiar antar 2 Benua Leon

10 comments:

  1. Sebagai sesama kreator karakter malaikat di season ini, I hereby claim R5's very first comment! *mengepalkan tinju ke udara untuk efek dramatis*

    Yang menarik dari entry Primo yang ini adalah paparan dugaan Primo yang pelan2 berusaha menguak misteri rencana Thurqk. Dari awal diperkenalkan rencana panen kristal jiwa (yang somehow in line dengan kata2 Thurqk yang jadi hints di R2 Enzeru), lalu ada rencana 'tersembunyi' lainnya karena yang panen jiwa itu dinilai ga cukup berarti bagi Primo, dan di akhir Primo menyimpulkan recana Thurqk yg sesungguhnya seiring dia mendapat informasi saat bertarung melawan para Hvyt tipe baru itu.

    Sempet ngerasa aneh sama penjulukan karakter lain, tapi saya sadar kalo itu bagian2 ciri para karakter yang mungkin dianggap eyecatching sama Primo, juga tetep masuk akal karena yang dikenal Primo cuma Leon. Seiring battle juga penamaan terus berkembang seiring informasi yang Primo dapet, contohnya waktu identitas Hvyt-Reeh keungkap, narasinya ngikutin nyebut Hvyt-Reeh, alih-alih Turban. Ini nunjukkin kalo penulis tetep fokus dalam informasi mana yang sudah dan belum didapat Primo sampai R5 ini.

    Yang membuat saya rada senyum juga ada, kayak ditendangnya kemaluan si Leon dan perbandingan lucu para petarung berdasarkan zamannya XD Kemampuan Abaddon sampe bikin Primo jadi kecil-kecil itu ngingetin saya sama Pouf HunterxHunter. Dialog2 di akhir lumayan 'ngebayar' sepinya dialog pada saat pertarungan di tengah cerita. Kurangnya entri ini paling penggunaan kapital yang kadang ga tepat dan hilangnya sdikit tanda baca,

    Verdict: 8.7/10

    ReplyDelete
  2. setengah cerita awal isinya full fighting tanpa ada dialog banyak, dan itu sebenarnya bikin agak bosen juga karena rasanya kita kayak nonton film silat yang isinya cuma adegan pertarungan sampai mati tanpa banyak bacod. Tapi ternyata setengah berikutnya mulai menarik, apalagi pas Primo tau kalau ternyata yang dilawannya itu Hvyt, bener2 bikin deg2an, lalu apa pula itu mini Primo, ngakak saya padahal kekuatannya epic.

    Andaikan pas pertarungan lebih banyak dialog walaupun lawannya gak nanggapin saya bakal kasih nilai lebih, dan btw Primo kan udah gabung dengan Hellel, jadi harusnya dia bisa lihat pedangnya Rex.

    Nilai 7,5/10

    ReplyDelete
  3. Banyak poin yang sebenernya saya suka di entri ini. Beberapa di antaranya bisa ditebak, kayak pertarungan dengan semua pengguna pedang, reuni dengan Leon dan revelation soal konsep jiwa dari versi Primo, hingga jurus pamungkas baru yang muncul di akhirnya. Sayangnya - seperti yang mungkin sempat penulis sendiri khawatirkan sebelumnya - banyak kesulitan yang saya alami selama baca ini, terutama karena alurnya yang padat (mungkin udah ada yang bilang, tapi perbandingannya mirip sama R3 Reeh) dan membuat kadang saya kehilangan arah tentang apa yang baru terjadi atau apa yang sedang berlangsung. Singkat kata, agak sulit visualisasi tiap scenenya. Meski demikian, hal teknis itu tidak mengurangi nilai Primo sebagai salah satu karakter yang canon-nya lumayan berpotensi untuk diteruskan maju ke babak selanjutnya.

    ReplyDelete
  4. Somehow saya kesulitan ngikuti cerita ini. Pertarungannya padat banget membuat agak skimming, dan skimming nya keterusan. #plak Agak bimbang, tapi nampaknya saya akan menurunkan nilai desimal.

    6,5

    ReplyDelete
  5. Back xD
    .
    kak ivansky, I love the way you bring me in to the medieval era just with the naration. This is primo's story characteristic for me. XD
    .
    Dibanding sama R2 dan R3, jujur aja untuk koreobatle umi lebih suka di sini. Visualisasi di otak umi jalan dengan lancar tanpa delay.
    .
    Cuma emang agak kesel sih karena minim dialog dan interaksi oral dari karakter yang bikin umi mau ga mau skim.
    .
    Dan umi suka konsep satan surgawi yang dikau bawa xD
    .
    Last : 8 out of 10 for you xD

    ReplyDelete
  6. Ursula : Hei, Ursario. Kamu menyadari itu?
    Ursario : Si Primey itu .. d-dia ... bau cahayanya pekat sekali, bura.
    Baikai : Helel. Demon (atau malaikat?) level tinggi. *nyemil keripik*
    Ursula : Bapak Moyangnya Luxa Demon pasti, uhuhuhm. Oh iya, apa kau pernah dengan cerita tentang Lucibear dan--
    Ursario : Aku nggak mau dengar ceritamu, buraaagh!!
    ...
    Rex : Ne-nenek!! Aku tercebur ke laut!! Toloooong!!
    Nema : Bagus. Pasti zirahmu itu sangat cocok untuk berenang.
    Lucia : Matilah kau, Rex. Wahahaha!
    Leon : Hmm, Leon yang ada di sini ... bukanlah Leon! Tapi dia punya Gunblade? Pasti itu beli kawe-an di Glodok :v
    Reeh : Hamba pun muncul di sini, dengan hembusan angin yang tiada asli.
    Leon : T-tapi biarpun palsu, si Kilat tetep seksi, eiy. Pengen ngerasain boingnya--
    *kemudian Leon dihajar semua Beary betina*
    ...
    Elle : Oke, nom. Ayo kita merusuh di lapak yang lain nom.

    ReplyDelete
  7. 1. Hampir semuanya adalah narasi pertarungan. Penulis menawarkan tulisan yang berusaha mengelaborasi setiap gerakan pertarungan; koreografinya.
    .
    2. Tell, no show. Saya mengira inilah saatnya untuk show. Terlalu banyak tell membuat tulisan ini kering, datar, dan tanpa emosi. Sejujurnya, saya tiga kali melewatkan beberapa bagian karena sudah bisa ditebak, beberapa kalimat seterusnya pasti tell.
    .
    3. Formula narasinya sangat ketebak. (1) Pukulan khas; (2) Gerakan yang sangat mendetail (3) Sebab-akibat yang 'tell'. Ini membuat seluruh cerita sangat tertebak sebab penuh narasi pertarungan; kecuali plotnya.
    .
    4.Kalimat tidak efektif di mana-mana. Di bagian pertama, satu kalimat adalah satu paragraf. Di bagian lain, banyak kalimat yang terlalu banyak 'bumbu', padahal bisa dibuat kalimat baru. Beberapa penjelasan juga sangat tidak di mengerti karena kalimatnya rancu, seperti "Perkiraan itu benar, Tubuhnya memang seringan bulu, karena begitu angin kecil menerpanya dari belakang tubuhnya meluncur kencang ke arah petarung Turban, Primo dengan panik menembakkan anak panah surgawi kepada Turban, membuatnya menyingkir sehingga Primo tidak tertebas olehnya."
    .
    5. Selain perlu show, tulisan ini juga perlu sentuhan drama. Saya benar-benar tersentuh secara emosional dengan Primo yang ogah menyakiti Leon, juga ketika Helel harus berkorban demi kekuatan baru Primo. Sebenarnya narasi-narasi itu juga perlu drama. Saya seperti menyaksikan kosplay yang pura-pura bertengkar, pertarungan antarmanekin, atau koreografi film Tiongkok tahun jebot, datar tapi mengutamakan tampilan.
    .
    6. Jujur, saya suka dengan dialognya Primo. Ia seperti bersabda dalam Alkitab. Sebab dialog tersebut memiliki metafora, sementara narasi tidak. Saya anggap dialog tersebut sebagai oase, cukup menyenangkan ada dialog itu. Masukan dari saya, cobalah beberapa metafora untuk narasi.
    .
    Nilai: 4 dari 10.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Revisi pada poin 5. "Saya benar-benar tidak tersentuh secara emosional..."

      Delete
  8. sama kyk yg lain, narasi aksinya beneran padat kak, seru sih krn alurnya pergerakanya detil bgt, cuman krn kbanyakan narasi terpaksa agak skim bacanya, tp suka pas primo mulai paham sama kristal jiwa sama peran hvyt :3
    suka jg sama kekuatan baru primo dan endingnya :)
    oya penggunaan setingnya juga keren kak :D
    smoga primo bisa lanjut ke ronde berikutnya
    nilai 9

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -