May 5, 2014

[ROUND 2 - KHRD] PRIMO TROVARE - BROTHERHOOD OF VIRTUE

[Round 2-Khrd] Primo Trovare
"The Brotherhood of Virtue"
Written by Blackz

---

Foreword:
Bagi yang ingin mengikuti Canon Primo secara sempurna, ada dua hal yang bisa dilakukan, pertama kalian bisa cek perubahan dalam Char Sheet Primo lebih tepat di sini. kedua, maafkan jika bagian pertama dalam cerita ini sedikit panjang, karena saya memasukkan sekalian apa yang terjadi di Jagatha Vadhi. Jadi seksi kedua dari cerita ini, sama persis dengan apa yang saya tuliskan di Lounge RP.

Jika kalian ingin langsung membaca cerita, tinggal langsung saja cari [The Wrath Island] menggunakan CTRL + F.

Terima kasih J

---

Jagatha Vadhi

Primo kembali melayang perlahan sampai telapak kakinya menyentuh tanah, kristal jiwanya baru saja dimaterialisasikan oleh salah seorang terkutuk. Terkutuk yang menjadi transportasi untuk setiap petarung di tempat ini.

"Aku harus menunggu lagi sampai diberangkatkan?"

"Beristirahatlah, sebelum tuan Thurqk menetapkan nasibmu selanjutnya"


Istirahat, kalimat itu adalah hal yang dirindukan oleh Primo. Dia harus menghilangkan kelelahan ini, baik tulang punggungnya yang sedikit nyeri saat dia menunduk, ataupun kepahitan yang terdapat di jiwanya saat ia merasakan semua penderitaan Lulu.

Primo sadar, ia tidak harus menyimpan jiwa Lulu di tubuhnya, ia masih bisa mengeluarkan Sentuhan Terkutuk, tetapi hatinya tidak tega membiarkan jiwa Lulu disiksa dibawah kendali Leviathan.

Langkah kakinya secara perlahan dan pasti membawa ia ke pohon Rachta terdekat. Seakan mengetahui apa yang diinginkan, Pohon itu merendahkan ranting hanya agar Primo tidak harus mengangkat tangan terlalu tinggi.

Tanpa berpikir panjang ia mencoba menggigit buah itu, ia sudah melihat beberapa petarung memakan buah Rachta sebelum mereka dibawa ke hadapan Thurkey, dan mereka tidak mengalami satu hal pun yang mengkhawatirkan.

Gigitan pertama ia memakan buah Rachta tersebut, rasanya tidak asing bagi lidahnya. Rasa itu tidak pernah menempel di Lidah Primo sebelumnya. Tapi ia tahu rasa nikmat dan juga pahit secara bersamaan ini membuka kembali ingatannya sebelum menjadi Primo.

"Ini… tempat ini adalah Neraka!"

Yah, lidahnya tidak salah. Ini adalah Delima Neraka. Buah yang sama yang digunakan Asmodeus untuk memikat wanita bumi, memikat Nephilim tercantik yang pernah ada.

Sebuah suara bising terdengar sekilas di langit-langit Jagatha Vadhi, berikutnya sebuah lembaran kertas dengan gambar bergerak terpampang di dalamnya.

Gambar itu menunjukkan Thurkey, beberapa Terkutuk bawahannya dan juga sebelas petarung yang pernah berbagi tempat dengan Primo di Jagatha Vadhi.

Di antara sebelas orang ia dapat melihat si Pria bertopeng yang telah dibelah oleh Petra Arcadia dan juga Marion, wanita yang menemani waktu awal-awal ia berada di tempat ini.

Gambar bergerak itu memperlihatkan jelas betapa ia ingin mempertunjukkan kekejaman dirinya kepada beberapa peserta yang melawan keputusannya ia hancurkan sedemikian rupa.

Untuk kesekian kalinya ia menyatakan dirinya sebagai pencipta, sebelum akhirnya kertas besar itu menghilang dengan sendirinya.

Delima neraka ini, permainan adegan barusan, beberapa misteri tentang apa yang terjadi di tempat ini mulai terkuak di dalam benak Primo. Sekiranya ia mengetahui apakah arti ini semua. Tetapi pikiran logisnya menyatakan semua itu tidak mungkin.

"Kau sudah siap, wahai manusia?"

"Pertarungan kedua?"

Terkutuk yang menjadi transportasi Primo itu mengangguk.

"Bawa aku, setidaknya aku akan mengikuti apa yang Iblis bernama Thurkey itu inginkan, selama ia masih memilki jiwaku!"

Primo kembali memegang lengan sang Terkutuk, dan sekali lagi secara begitu saja ia kehilangan kesadaran. Ia telah menjadi kristal jiwa untuk dibawa sang Terkutuk.

---

The Wrath Island

Kesadaran ia kembali saat ia melayang di atas permukaan air, satu langkah di hadapannya adalah daratan.

Sebuah daratan dengan jalur kecil sempit di depan mata. Pandangan primo hanya dihentikan tembok yang membawanya ke dua arah berlainan. Koridor itu hanyalah selebar rentangan tangan.

Persis seperti yang ia dengar dalam kisah Ovid, seorang penyair yunani. Yang berada dihadapannya adalah labirin, terbuat sepenuhnya dari bangunan batu.

Primo tidak berniat melangkahkan kakinya, ia tahu ia disadarkan di atas permukaan air untuk alasan tertentu. Primo sendiri menyadari ada sesuatu yang kurang.
"Thurkey tidak memberitahukan harus apa?" tanyanya, karena ia sudah yakin sang Terkutuk transportasinya ada tepat di belakangnya.

"Dewa Thurkey, untukmu manusia." Nada korektif terdengar, tidak ada kemarahan ataupun ketidak setujuan seakan ia hanya menasihati Primo.

"Dewa Thurkey ingin kami meneruskannya kepada kalian, Tugas semua petarung adalah sama: raih satu kemenangan melawan musuhmu, dan kembalilah kepada kami."

"Terkutuk, Siapakah namamu?" Primo sudah sedikit tidak nyaman menganggap pembawa jiwanya ini sebagai terkutuk.

"Kami dipanggil Hafit, Malaikat yang melayani sepenuhnya Dewa Thurkey."

Malaikat? Delusi seperti apa yang dibuat oleh Thurkey dalam nerakanya sendiri. Hingga ia mengubah kenyataan jati diri bawahannya yang seorang terkutuk menjadi malaikat Surgawi?

"Baiklah Hafit, terima kasih atas bantuanmu."

Primo mengambil langkah pertamanya ke daratan yang merupakan labirin batu tersebut.

Sekejap sesuatu segera mencengkram jiwanya, sesuatu yang tidak asing bagi masa lalu Primo. Hawa yang begitu pekat hadir di seluruh permukaan tanah.

"Amoooon!!!" teriak Primo kencang, memberikan kekuatan pada jiwanya melawan amarah yang memasuki jiwanya secara paksa.

Sebuah ledakan angin tercipta dari bawah kakinya. Telat seberapa besarnya usaha menolak kemampuan Godaan murni tersebut, Primo sadar, di dalam jiwanya saat ini ada benih amarah murni. Kemampuan para Satan untuk menanamkan benih dosa dalam jiwa mangsanya. Kenyataan bahwa Lucifer di dalam dirinya memiliki dendam khusus kepada Amon tidak membantunya.

Pandangannya bergetar, ia melawan rasa amarah yang mulai menggerogotinya dengan mengatur nafas. Akal logisnya semakin menyatukan pecahan-pecahan, ia mengerti alasan utama mengapa Amon meminjamkan kemampuan Godaan kepada Thurkey.

Langkah demi langkah ia berjalan melintasi koridor sempit. Makin dalam ia memasuki koridor itu, ia mendengar suara tangisan.

Tangisan yang seharusnya memilukan hati siapapun yang mendengarnya memiliki efek berbeda saat di pulau ini. Tangisan itu menambahkan amarah ke dalam jiwa Primo.  Tanpa ia sadari sendiri, langkah kakinya membawa ia menuju ke suara tangisan tersebut.

Setelah satu tikungan terakhir ia melihatnya seorang anak kecil yang menangis sesunggukan dan duduk bersila di tanah.

"Terkutuklah suaramu yang menekan jiwa pendengar, terkutuklah tenggorokanmu yang mengeluarkan tangisan pengganggu. Hentikanlah tangisanmu atau kau akan menerima akhir yang kejam!" Kalimat kutukan itu keluar dari pikiran penuh amarah Primo.

Segera setelah kutukan itu meluncur dari mulut Primo, sang bocah terbatuk, tangisannya berhenti walau hanya sesaat.

Entah pikiran macam apa yang mendorongnya, Primo berlari ke arah bocah yang belum sempat melihatnya, menggenggam kepala kecilnya itu. lalu menjerembabkannya ke tanah.

"Itu adalah suara yang tepat. Saat tidak ada satu pun suara yang keluar dari mulutmu!"

Primo mengerahkan tenaga terus membenamkan kepala sang bocah itu ke tanah…

TUNGGU, ini bukanlah Primo, Ia tidak pernah mencoba melukai orang dengan sengaja. Genggamannya melemah, seperti terbangun dari sebuah mimpi buruk Primo terjatuh dari duduknya dan menggeser tubuhnya mundur. Ia sadar yang baru saja ia lakukan adalah pengaruh dari Godaan Amon, bibit akan kemarahan itu masih ada di dalam jiwanya.

Ahimsa: to stop yourself from harming people

Bocah itu terbangun dari telungkupnya, sedangkan primo masih terkejut akan apa yang baru saja ia lakukan.

Bocah tersebut tidak menangis, tetapi air matanya tetap keluar, walaupun sesuatu yang aneh terpampang jelas. Raut wajah bocah tersebut bukanlah raut wajah seseorang yang tertindas lebih terlihat seperti seekor binatang yang mengambil posisi pertahanan agar tidak diganggu, namun Jelas Primo telah mengganggunya.

"Kamu orang  jahat!" Sebuah teriakan keluar bersamaan dengan gelombang energi, tetapi kutukan Primo membuat suara yang keluar serak dan lebih kecil daripada yang diniatkan oleh sang Bocah.

Sebuah hembusan angin yang cukup kencang menerpa tubuh primo. Tapi tidak melukai sedikitpun, hanya seperti kencangnya angin di sebuah pelabuhan.

"Anak muda, tenanglah dulu!" hardik Primo, ia tahu apa yang terjadi di dalam tubuh si Bocah, Godaan Amon akan amarah telah menguasainya.

"Ucup enggak percaya kamu!" sebuah teriakan lagi, kali ini suara dan juga benda aneh ditangan bersuara lebih kencang.

Angin yang kini dirasakan oleh Primo lebih berbeda, hembusannya  yang kencang kali ini menempelkan seluruh punggung dan juga bagian belakang kepalanya ke tembok batu.

"Ucup!" Primo memanggilnya lebih keras setidaknya setelah mengetahui nama sang bocah ia bisa mendekatkan diri.

Mendengar namanya dipanggil dengan keras, Ucup menghentikan instrumen pukul yang ia pegang. Ia benar-benar berhenti.

Primo mengangkat kedua tangannya perlahan bentuk universal bahwa ia tidak akan melawan atau melukai siapapun yang ada di dekatnya.

Peace: effort to keep the harmony.

Entah apa yang dilakukan Primo ia menyadari sesuatu, Godaan Amon di jiwanya mengecil.

"Dengarkan aku Ucup, saat ini ada kemarahan besar di dalam jiwamu, apapun penyebab kemarahan itu, sadarlah bahwa itu bukanlah engkau yang sebenarnya."

Sebuah rasa hangat terjadi di jiwa Primo, ia menyadari satu hal dengan menghindari konflik, ia telah menghentikan dirinya lebih dekat ke Lucifer. Dengan ini kutukannya pun memudar.

"Kenapa kamu menyerang Ucup?" bagaikan pedang Ucup menodongkan sebuah tongkat kayu sejengkal dengan koin-koin timah terpaku ke arah Primo.

Suara Ucup sudah terdengar normal, logika Primo sendiri menyatakan kalau suaranya sudah kembali Ucup adalah lawan yang sangat berbahaya. Amarah di dalam tubuhnya menyuruhnya bangkit dan mulai memberkati kelemahan lawan, tetapi Godaan Amon kini tidak menguasai jiwa Primo seperti sebelumnya.

"Aku juga nak, Sepertimu terpengaruh oleh kutukan Iblis di pulau ini." Primo menatap mata Ucup, ia tahu di balik mata itu ada keluguan, dan kebaikan yang tengah diamuk oleh Godaan Amon.

"Apapun itu, kau harus mencari kebaikan di dalam dirimu."

Primo mengakhiri penjelasannya, Ucup terdiam sebentar. Tangan dan kepalanya tertunduk lemas. Ia tidak bergerak, dan tidak ada suara apapun yang keluar dari bocah itu.

Primo tahu, itu bukan berarti hal yang bagus, Godaan Amon kembali menambahkan amarah ke dalam jiwanya, Primo yang menyadari ini mengartikan Ucup mengalami hal yang sama.

Ia harus menjauh  dari Ucup, setidaknya sampai sang bocah tahu apa yang tengah terjadi. Mengandalkan tembok di belakangnya Primo mendorong tubuhnya untuk berdiri.

"BERHENTI!" satu teriakan, satu hentakan instrumen. Tubuh Primo terdorong oleh  gelombang energi dan suara yang begitu besar.

Rusuknya tertekan, paru-parunya mengecil, alhasil Primo mengeluarkan  batuk darah. Tekanan energi tersebut belum berhenti karena detik selanjutnya, tembok batu di belakang Primo runtuh membuat Primo terpental  kembali ke tembok batu lainnya.

Di balik lubang yang baru saja tercipta Ucup melangkah keluar, sudah tidak ada lagi keraguan dan keluguan di matanya, Ia benar-benar berniat membunuh Primo.

"Terus saja kamu berbohong, Ibu berbohong tidak pernah meninggalkanku, kakak Bagor berbohong ia hanya meminta sedikit setoran, Adi berbohong saat ia mengaku sebagai temanku. Semua manusia pembohong. Semua pembohong harus mati!"

Kegilaan, itulah kesimpulan yang didapat Primo. Jiwanya telah jatuh seluruhnya oleh Godaan Amon, tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh Primo.

"tes"

Air mata Primo menetes, di depan matanya seorang anak kecil yang dikatakan Tuhan sebagai contoh yang paling sempurna di kerajaannya telah menjadi budak amarah.

Sekali lagi Instrumen Ucup bergemerincing di tangannya, teriakan-teriakannya mendorong Primo seakan tubuhnya sedang diinjak-injak kawanan binatang yang berlari.

"Tuhan, maafkanlah anak ini, karena ia tidak tahu apa yang dilakukannya!" bisik Primo lirih ia tidak melawan, walau genggaman amarah bergejolak bersamaan dengan rasa sakitnya.

Sufferance: to endure oneself in front of trauma.

Teriakan-teriakan itu berhenti, Primo terjatuh dari posisinya yang sebelum ini menempel kepada dinding batu.

Ia menyadarinya, ia terjatuh di tanah yang berbeda. warna hitam telah meliputi tanah tersebut, lebih tepatnya meliputi seluruh daratan yang ia lihat.

Wajahnya terangkat dan melihat ke arah Ucup yang sedang terdiam, Instrument di tangan kananya telah terbelah dua.

"uwesssh"

Sebuah bilah pedang setinggi manusia melintas di antara Primo dan Ucup, bilah pedang itu meliuk-liuk bagaikan sebuah api padat.

Setelah menghilang di balik dinding batu sembari membelah dinding tersebut, bilah pedang lainya datang kembali.

Primo menyampingkan tubuhnya menghindari jalur bilah tersebut.

Ucup masih terdiam di tempatnya, entah apa yang membuatnya seakan kehilangan kesadaran Instrumennya yang rusak atau kenyataan bahwa bilah-bilah tajam ini melesat begitu saja bagaikan sirip hiu di permukaan air.

Primo mengenali pola lajur bilah itu. "Ucup mundurlah!"

"Aku, tidak mempercayaimu!"

Ucup tidak bergerak dari tempatnya, berusaha untuk menyelamatkan Ucup, Primo berlari dan mendorong tubuh Ucup,

Ucup tidak melawan, tetapi juga enggan berpindah ia hanya terdorong ke belakang. Kakinya yang telat bergerak masih berada di tempat saat bilah itu kembali melintas.

Dari paha hingga telapak kaki Ucup berada tidak jauh dari tempatnya semula, sedangkan tubuh ucup berjarak tiga kaki dari Primo karena dorongan Primo.

Teriakan memilukan terdengar nyaring. Dua kali dalam hidup Primo ia mendengar ini, pertama dari Lulu dan Kini dari Ucup. Thurkey dan permainannya menempatkan orang-orang baik ini mengalami penderitaan yang tidak seharusnya.

Primo berlari ke tubuh Ucup, berbeda dari Lulu yang masih sanggup menahan rasa sakitnya, Ucup jelas-jelas masuk kedalam keadaan syok sekarat.

Kali ini, ia tidak bisa membiarkan Ucup jatuh di tangan Amon sebagai dosa mematikan ataupun Thurkey sebagai pemilik jiwa para petarung, kemarahannya yang sekilas saja tidak pantas membuatnya mendapatkan akhirat  seperti ini.

Primo menggendong tubuh Ucup ke arah yang ia perhitungkan tidak akan lagi dilewati oleh bilah pedang berapi itu.

Tubuh ucup masih terus menggelepar di dalam pelukan Primo, Primo membaringkan Ucup di atas tanah dan memulai doanya.

"Ucup, kau yang belum cukup umur untuk mengenal dosa telah terperangkap di akhirat yang penuh pertempuran ini."  Primo membetulkan letak tangannya membantunya dalam posisi berdoa, tapi ia ingat ia harus bergegas sebelum Jiwa Ucup benar-benar  menghilang.

"Keluguanmu sebagai anak-anak terrenggut oleh kehidupan kerasmu, terrenggut oleh keegoisan Iblis bernama Thurkey, terenggut oleh Godaan Amon dan benih amarahnya. Kau tidak pantas mendapatkan siksaan seperti ini, demi Tuhan kau masih anak-anak. Tuhan, ke dalam tanganmu, kuserahkan Jiwanya."

Wajah Primo menatap ke langit merah padang Nanthara. Sebuah lingkaran putih terbuka di langit.

"Ucup. Aku. Menyucikan. Jiwamu!"

Dari lingkaran putih itu sebuah lidah api kecil turun,  Roh kudus,  energi aktif sang Bapa turun dengan akibat panggilan Primo. Lidah api kecil itu mendarat di tangan Ucup detik berikutnya seluruh tubuhnya terbakar hebat tetapi sangat cepat. Sebuah sinar sangat terang terlihat dari tubuh Ucup, Primo terpaksa menutup matanya.

Mercy: Forgiveness and kindness toward the injustice.

The Virtue of Patience is the repellant of Wrath, to achieve Patience one must bore the four fruits of Patience: Peace, Mercy, Ahimsa and Sufferance.

Ledakan energi terjadi lagi di tubuh Primo, jiwanya terasa lega, dan seluruh tubuhnya terasa diperbaharui, Godaan Amon, benih amarah bahkan luka dalam yang diakibatkan oleh ucup sirna oleh berkat dari surga.

Primo membuka matanya, dan tepat di tempat dimana sebelumnya tubuh Ucup berbaring sebuah pistol busur tergeletak, hadiahkah dari sang bapa untuk membuatnya bertahan di Nanthara?

Saat tangannya menyentuh pistol busur itu, ia menyadari apa gunanya pistol itu. bagaikan lautan memori yang memasukinya saat ia ditebus dibukakan oleh Metatron dan saat dia menulah jiwa lulu.

Kini pengetahuan penggunaan pistol busur dan juga segala kehidupan Ucup berkelebat di dalam memorinya. Ia sadar ia telah memberikan keputusan yang benar saat melihat Ucup menghembuskan nafas terakhirnya membela yang benar, membela kawannya tanpa memikirkan dirinya sendiri.

Primo berdiri dari bangunnya, tangan kanannya memegang pistol busur tersebut, bilah-bilah pedang dari tanah itu masih melayar menembus tanah. Beberapa bagian dari labirin batu sudah terpotong-potong.

Sekilas Primo menyadari apa yang sang pemilik kekuatan ini inginkan, menghancurkan seluruh labirin!

Setelah melewati sisinya, bilah pedang itu berhenti berubah bentuk menjadi sebuah palu raksasa. Dan sekali lagi bergerak. Semua tembok batu yang terpotong tadi kiini berjatuhan seperti rumah kartu.

Primo bergerak sebisa mungkin menjauhi tembok-tembok yang runtuh berharap ia tidak tertimpa ataupun terjebak dibawah runtuhan tersebut.

Asap membumbung tinggi, sedikit dari asap itu memasuki hidungnya alhasil tenggorokannya terasa terhimpit dan ia harus membatukkannya.

Kesalahan besar, sebuah belati putih melayang ke arah Primo, Reflek primo sebagai pemain anggar membuatnya memiringkan tubuh membiarkan belati  tersebut melayang di atas bahunya.

Leburan asap menghilang, dari arah belati putih, seseorang berdiri tegap, dari busananya, jelas ia adalah seorang turki, penyerang kerajaan gabungan Italia, tetapi Primo sadar, mungkin di dunia sang Pria tersebut ia bukanlah seorang Turki.

Meluruskan tangan kanannya Primo menargetkan ujung pistol busur kepada tubuh Pria tersebut. Matanya memicing, ia sudah menyadari bahwa begitu Primo menekan pelatuknya ia akan menghindari jalur lurus anak panah Primo.

Tapi salah baginya jika ia mengira anak panah surgawi tersebut  melayang lurus. Primo menekan pelatuknya, sinar padat sepanjang satu jengkal meluncur dari pistol busur tersebut.

Membaca jalurnya, pria Turki menerjang maju sembari menunduk, ia ingin membawa pertarungan ini menjadi pertarungan dekat.

Tetapi di tengah udara, sinar padat tersebut melengkung turun menyamakan dengan rendahnya tubuh Pria berjubah tersebut. Telat untuk menghindar, anak panah surgawi mendarat tepat di tubuhnya.

Pria tersebut tidak terluka sama sekali, tetapi ia berhenti menerjang Primo bahkan kebingungan tergambar di wajahnya.

Primo kembali melepaskan beberapa anak panah, dan kali ini Pria tersebut tidak berniat menghindar ia hanya menerimanya seakan tahu bahwa panah tersebut tidak berniat untuk melukainya.

Kedua panah itu mendarat, sang pria turki menerimanya begitu saja ia menunduk melihat anak panah Surgawi yang tertancap di dadanya.

Primo berjalan mendekat kepadanya, fakta bahwa sikapnya berubah setelah ditembakkan anak panah Surgawi membuktikan bahwa ia adalah pribadi yang tidak berbahaya.

"Rasa panasnya menghilang?"  Pria turki itu memegang dadanya.

"Bukan menghilang, Godaan Amon tidak akan menghilang sampai kau mengamalkan kebajikan Kesabaran seutuhnya, ia hanya mengecil dan akan bertumbuh lagi seiring waktu!"

Primo sudah sampai di hadapannya begitu ucapannya selesai. Kemampuan pistol busur surgawi adalah menekan dosa dan memperbesar kebajikan, mendekatkan target kepada Ilahi.

"Kalau kau merasa hendak marah tanpa sebab, ingatkan aku untuk menetralkanmu kembali." Primo tersenyum.

"Flager Ivlin, terima kasih telah membantuku Tuan…"

"Namaku Primo, apakah anda EURGHHGHHGHAHHA"

Primo terpental jauh, serangan yang ia terima barusan sangat kuat, lebih kuat daripada tendangan Lulu ataupun teriakan Ucup. Kulit pipinya melepuh dan ia hampir yakin kalau tulang pipi atau rahangnya retak.

Belum lagi ia mendarat dan terseret beberapa meter di tanah berbatu, bahu, punggung, panggul, telapak kaki semua bagian tubuh itu mengeluarkan darah dari luka baretnya.

Saat pandangan kabur dari efek serangan tersebut ia melihatnya, Flager tengah berbaku hantam dengan seorang gadis yang memiliki topi aneh.

Flager sendiri terlihat memakai kain jubahnya menjadi sebuah bilah pedang, terkadang menjadi tongkat terkadang proyektil terlempar keluar dari kibasan bagaikan sihir.

Si topi aneh terpaksa berjumpalitan mundur menghindari proyektil terbang dari Flager, sementara Flager menambahkan jarak dengan berlari ke arah Primo.

"Sial, Kukira dia telah kehilanganku!"

"Kau mengenalnya, tuan Flager?"

"Namanya Lucia, beberapa waktu lalu aku bertarung dengannya, dan terpisah akibat gelombang pedang bayangan yang meruntuhkan satu pulau ini."

"Lucia inikah? Yang menyebabkan gelombang pedang bayangan barusan?"

"Bukan, Kalau matamu bagus Primo, Kau bisa melihat ada dua sosok yang bertarung di ujung sana!"

Flager menunjuk ke satu arah, dan Primo baru menyadari ada dua titik yang berkelebatan cepat, percikan kilat dan api berlontaran dari tempat itu.

"Salah satu dari mereka berdualah yang membuat gelombang pedang bayangan tadi."

"HEI COWOK-COWOK PENGECUT!" gadis yang bernama Lucia itu berteriak, jaraknya tidak terlalu jauh untuk berteriak sekencang itu, tapi Primo merasa memang dia berteriak karena menyukainya.

"Cowok?"

"Itu adalah turunan kata dari lelaki Primo!" Flager menjelaskan kepada Primo, ia dapat menyimpulkan bahwa Primo tidak cukup modern dari susunan bahasanya.

"KALIAN BERDUA BERNIAT UNTUK MENGEROYOKIKU? MAJULAH KALIAN PIKIR AKU TAKUT?"

"Aku tidak bisa bertarung nona Lucia!"

"Omong kosong! Caramu berputar setelah menerima hantaman dan juga menetralkan jatuh, membuktikan setidaknya kau mendapatkan pelatihan!"

Primo menyadarinya, mungkin itu alasan utama mengapa luka dia yang seharusnya parah selama ini, sedikit lebih ringan dari seharusnya, tempaan pelatihan duel anggar, dan juga mungkin ingatan dia Lucifer waktu dibuang jatuh oleh Michael yang membuatnya refleks mengurangi dampak serangan.

Tetapi tubuhnya bukanlah tubuh Surgawi maupun Tubuh terkutuk, serangan-serangan tadi tentu saja membahayakan dan mengurangi kemampuannya.

"Aku benar-benar tidak bisa bertarung tanpa rapier nona Lucia, dan aku yakin Tuan Flager di sini tidak ingin aku mengganggu pertarungannya!"

"Sebenarnya…" Flager memotong pernyataan Primo, "Aku membutuhkan bantuan untuk mengalahkannya, sedikit demi sedikit beberapa kainku mulai menyusut ataupun terbakar, dan pilihan senjataku semakin menipis."

"Ahh, Banyak omong!" mendengar musuhnya menyatakan kelemahannya sendiri, Lucia berteriak menaikkan semangatnya,

Kaki, tangan, dan tonfa Lucia mulai berbalutkan api. dengan menghentakan kakinya, ledakan di tanah membuat kecepatan Lucia untuk menerjang Primo dan Flager meningkat drastis.

Flager mengambil satu langkah di hadapan Primo, ia memutarkan kainnya membentuk sebuah perisai bundar raksasa.

Bunyi hantaman terdengar jelas dan dari balik kain tersebut hembusan api menyebar kemana-mana. Bahkan melelehkan bebatuan dibawah  perisai.

"Kau lihat bukan Primo, alasan mengapa kita harus mengalahkannya berdua, karena jika tidak kita berdua yang akan mati!"

Primo hanya bisa terdiam, Lucifer di dalam ingatannya tentu mengerti logika seperti itu, tetapi Primo yang dibesarkan Taat, membunuh baginya adalah saat sang musuh memang mengerti resikonya, saat ia harus mempertahankan kehormatan keluarga dan dirinya. Ia tidak pernah membunuh untuk hidup. Lagipula titik keangkuhan lucifer dan juga moralnya mengatakan bahwa dirinya tidak pantas untuk mengerubungi Lucia.

Secara tiba-tiba Flager terpental ke udara, kini di hadapan Primo hanyalah Lucia yang kakinya terangkat, setelah melakukan tendangan tinggi yang mementalkan Flager.

"Kalau kau tidak bisa bertarung, Mati saja!"

Lucia mengayunkan turun kakinya tersebut, suara kibasan api terdengar di kuping Primo, tetapi saat ia mengharapkan kematiannya, Lucia malah melompat mundur.

Di tempat lucia berdiri tadi menancap tepat sebuah proyektil raksasa dengan bentuk yang sedikit bengkok.

Flager kembali mendarat dan memasukkan proyektil tersebut ke Jubahnya.

"Kalau kau memang tidak bisa bertarung, kembalilah ke Hafit. Banyaknya darah di seluruh tubuhmu menyatakan kau sudah mengalahkan seseorang.  Melawannya dan melindungimu sekaligus merupakan pekerjaan ekstra buatku."

Pemilik suara itu tidak memperlihatkan wajahnya kepada Primo ia berbicara sembari tidak melepaskan pandangan daripada Lucia. Suara tersebut menandakan amarahnya kembali meningkat.

Primo sekali lagi menembakkan anak panah surgawi ke tubuh Flager. Menekan pertumbuhan benih amarah tersebut.

"Apa yang kau lakukan, aku memerlukan semangat lebih tadi untuk melawannya!"

"Tuan Flager, saya adalah Primo, anak dari bangsawan Trovare," Primo akhirnya menjelaskan dirinya secara lengkap kepada Flager, "Aku mungkin seorang pengecut, tetapi sebagai keturunan Trovare aku tidak pernah membiarkan budi orang tidak terbalas. Bertarunglah, bertarunglah seperti biasa, aku akan memastikan kemenanganmu Tuan Flager. Tidak perlu bersandar kepada dosa bernama amarah!"

Kata-kata yang keluar dari mulut Primo diselimuti oleh keyakinan sebesar gunung. Keyakinan tersebut pun tersampaikan kepada Flager.

Kini, Flager mengubah kainnya menjadi sebuah pedang, tidak ada keraguan terlihat dari gestur tubuhnya.

"Flager, terberkatilah dirimu yang bersedia menolong orang tak berdosa, biarlah keberuntungan menyertai di setiap aksimu, Terberkatilah kaki dan gerakanmu agar kau bisa menghindari niat jahat yang akan melukaimu, terberkatilah segala inderamu untuk kau gunakan menyelamatkan orang baik dan menghalau orang jahat. Semoga pertarungan ini berada di Pihakmu!"

Kata demi kata meluncur dari mulut Primo, dan begitu juga semangat serta efektifitas dari gerakan-gerakan Flager.

Terlihat jelas dimata Primo bahwa gerakan-geraka Lucia sudah sepenuhnya termakan oleh amarah, semua serangannya ia fokuskan kepada kepala dan tubuh atas Flager, tendangan, pukulan, tebasan tonfa. Semuanya terbaca dengan baik oleh Flager bahkan oleh Primo.

Satu straight kanan Lucia menuju ke dada kiri Flager, Flager merentangkan kain untuk menutup jalur tinju tersebut. Saat Primo dan mungkin Lucia sendiri mengharapkan bahwa ia akan tertahan oleh kain yang mulai mengeras, mereka berdua salah.

Pukulan tersebut menerbangkan  kain tersebut seperti seharusnya, Flager bahkan melepasnya menyisakan hanya jari jempol dan telunjuknya bertahan pada satu sudut kain.

Merelakan tusukan tongkat Lucia mendarat di dada kirinya, Flager mengeraskan kainnya di saat terakhir. Dan dari atas kepala Lucia berjatuhanlah ratusan senjata tajam dengan belati menghadap ke bawah. Lucia tidak bisa menghindar lagi karena lengan kanannya telah ditangkap oleh tangan kiri Flager.

Puluhan senjata tersebut menghujani  Lucia, saat sampai ke tanah, setiap bilah senjata itu menembus tubuh korbannya. Lucia tidak selamat dari serangan seperti itu. Tubuh Lucia menghilang saat nyawanya telah pergi dari tubuh.

Primo berjalan mendekati Flager yang sedang memasukkan semua senjata tersebut kedalam kain miliknya.

"Terima kasih, Primo. Sudah saatnya kita kembali ke Jagatha Vadhi, kembalilah ke Hafitmu." Saran Flager.

"Tapi kedua orang itu, baikkah kita tinggalkan begitu saja?"

"Mereka berdua bukan urusan kita lagipula. Hwooooowwhhh"

"Iya itu maksudku juga!"

Di hadapan Primo dan Flager seorang pria tengah berlari ketakutan ke arah mereka, dan di belakangnya. Sebuah monster berwarna hitam dengah motif api merah di beberapa bagian tubuhnya mengejarnya. Primo hanya bisa menggambarkan Monster tersebut seperti sebuah Seorang Cyclops dari puisi mitologi Italia.

"Semuanya minggir!"

Monster itu mengangkat tangannya, dan sebuah pedang raksasa dengan motif api tercipta begitu saja. Ia akan mengayunkannya kepada ketiga pria tersebut.

Flager melompat ke kanan, Primo berlari ke arah kirinya dan pria yang dikejar itu mempercepat larinya menjauhi jarak tebasan pedang.

Primo saat ini sepenuhnya manusia, kemampuan dia adalah bawaan saat dia masih menjadi seorang makhluk surgawi ataupun makhluk terkutuk. kenyataannya ia tidak bisa merasakan dosa di tubuh seseorang yang bukan dirinya.

Tapi kedua petarung yang baru datang tersebut, gadis yang bersemayam di dalam tubuh monster raksasa tersebut, dan pria yang membawa Pistol-pedang tersebut, menguarkan Amarah yang sangat kental layaknya Amon di dalam memori Lucifernya.

Mereka berdua harus dibuat tenang.

Itu yang ada di dalam pikiran Primo membuatnya menargetkan ujung pistol busur surgawi ke antara mereka berdua.

Ia menekan pelatuk itu berkali-kali dan tanpa jeda, belasan sinar padat terbang ke arah dua sosok tersebut.

Anehnya, hanya sang Pria yang menjadi lebih tenang dan mulai kehilangan aura Amarah tersebut. Sebaliknya monster dan juga sosok gadis yang melayang di tengah-tengah  tubuh monster itu tidak mengalami perubahan apapun. Monster itu masih terus menekan sang penyandang pedang.

Tinju kiri monster itu mendarat di tanah, penyandang pedang tersebut melompatinya dan berlari mendaki lengan tersebut. Sesampainya di bahu ia menebas leher monster tersebut, melompatinya dan mendarat di antara Primo dan Flager.

"Masbro tolong dong, Jangan sampai kita bertiga mati konyol!"

Primo terbengong mencerna kata 'masbro' tersebut, dan Flager tertawa kecil.

"Primo akan sulit menjelaskan kata itu kepadamu!"

Primo semakin bingung, untungnya di antara mereka berdua masih ada cukup waktu karena sang monster tengah meregenerasi kepalanya kembali.

"Namaku Leonidas E Lionearth, dan gadis itu bernama Sjena, ia adalah gadis yang membuat pedang-pedang tadi berseliweran gak jelas!"

Primo semakin terpana dengan kosakata Leon, dan Flager tidak bisa menahan tawa melihat wajah Primo yang menekukkan alisnya seribu patahan.

Kepala monster itu tumbuh kembali, akhirnya ia berbalik dan melihat kepada ketiga Pria tersebut. Tetapi sekali lagi tujuannya cuman satu Leon.

Saat ketiganya berpencar, Flager dan Primo tidak dihiraukan oleh monster itu dan Leonlah yang dihantamkan pedang terus menerus oleh monster yang dibuat Sjena.

"Kenapa aku? Kenapa aku? Kenapaaaa AKUUUUU!" Teriak Leon sembari berlari sekuat tenaga menghindari serangan monster itu.

Primo menggeleng, "Aku harus membantu siapapun yang meminta tolong." Jelasnya kepada Flager, untungnya Flager mengerti.

"Baiklah, aku memiliki cara untuk membantunya. Primo, tembakan anak panahmu ke monster itu!"

"Aku sudah mencobanya, tidak berhasil entah gadis itu tidak percaya kepada Tuhan, atau ia sebenarnya menikmati bergelimang dalam amarah."

"Bukan ke gadis itu tapi ke monsternya. Kalau pengamatanku benar, kemampuan gadis itu adalah memadatkan bayangan, dan yang namanya bayangan akan hilang begitu ia disorotkan langsung oleh cahaya!"

"Tapi, busurku ini harus menargetkan sesorang, karena ia akan berbelok menuju target."

 "Maka jangan targetkan siapapun, tembak lurus saja ke arah monster itu, badan monster itu cukup besar, kau tidak akan meleset."

Primo tidak pernah mendapatkan pelatihan menembakkan senjata jarak jauh ataupun pistol duel, yang dia lakukan kini adalah memperkirakan tembakannya mendarat kemana dan asal tembak. Tembakan tersebut melayang jauh ke kiri badan monster tersebut.

"Arahmu harusnya ke perut monster itu, kalaupun meleset kau masih punya bidang luas untuk mendarat di tempat lain!"

Sekali lagi Primo menembak dan sinar padat Primo mendarat di punggung monster, menghentikan gerakannya sementara. Leon sendiri akhirnya mendekat kepada Flager dan Primo.

Nafasnya terputus-putus, siapapun yang mendengar perjuangan Leon untuk bernafas saat ini akan menyangka bahwa pria itu sedang sekarat atau baru selamat dari tenggelam.

"Aku, 'hosh' aku, 'hosh'  tidak pernah berlari 'hosh' secepat dan sejauh ini, kecuali 'hosh' saat main India-Indiaan sama Fia."

"Primo terus tembak monster itu, aku memiliki rencana, dan kalian berdua harus mendengarnya!"

Primo terus-terusan menembakkan panah itu, semakin lama akurasi ia meningkat.

"Dengar, Leon. Aku dan Primo sudah mengalahkan target kami masing-masing. jadi kurasa gadis itu akan menjadi targetmu?"

Leon tidak menghentikan penjelasan Flager, antara Flager benar, atau Leon memang terlalu lelah.

"Terberkatilah dirimu Leon, kau yang berjuang sekuat tenaga menjaga nyawamu dari kematian yang menjelang, terberkatilah staminamu untuk memberimu kemampuan berdiri menghadapi semua cobaan!"

Nafas Leon berangsur-angsur normal. Leon berdiri tegak dan menatap Primo, Flager, Primo, lalu Flager lagi.

"Tidak usah kaget, pahit lidah adalah kemampuan si gondrong itu!" jelas Flager kepada Leon, dan Primo sekali lagi bingung dengan kosakata baru seperti gondrong.

"Yang kita perlukan adalah memisahkan Sjena dari monster buatannya, Itu dapat kau serahkan padaku,  dan Primo. Kau siapkan semua seranganmu untuk menembus perisai bayangannya, mengakhiri nyawanya."

"Aku punya serangan yang tepat untuk itu!" Leon tersenyum.

"Flager, Leon, Bawa senjata kalian ke hadapanku!"

Leon dan Flager bergerak ke arah samping Primo mereka bertiga menyilangkan senjata mereka masing-masing.

"Di depan kami ada saat ini ada sebuah makhluk yang menyangkal segala hukum alamMu ya Tuhan, sebuah kenistaan. Izinkanlah kami, senjata kami mengakhiri keberadaan yang tidak pantas tersebut."

Pistol busur surgawi menyala terang karena benda tersebut memang berasal dari surga. Cahaya tersebut seakan meliputi pistol-pedang Leon dan kain Flager.

"Aku akan mendekat!" Leon berlari ke arah monster tersebut.

"Primo mulai seranganmu!" teriak Flagger saat melangkah mundur.

Primo mengangkat lengan kanannya dia  mengarahkan tembakkannya langsung ke arah kepala sang Monster. Bagaikan menjawab berkat Primo pistol busur itu menembakan sinar padat yang sangat besar. Menghancurkan seluruh kepala monster itu.

Sebuah tepukan mendarat di bahu Primo, Flager menggunakan bahu Primo sebagai landasan untuk melompat lebih tinggi, di atas udara ia melebarkan kainnya. Dua buah tombak berkuda meluncur dari tebasan kain Flager melayang ke arah Sjena.

Kedua tombak itu memaku Tubuh Sjena dengan posisi menyilang, tombak itu membuat Sjena tidak bisa memundurkan diri ke dalam tubuh monster bayangan.

"Menembus Batas: Hati Seekor Singaaaaaaaa!" teriak Leon saat berlari menuju Sjena, aura biru dan merah yang memberikan garis-garis ungu menguar dari tubuhnya.

Ia melompat tepat di hadapan Sjena, bayangan yang tadinya merupakan bagian tubuh sang monster bergerak ke depan menutupi jarak antara Leon dan Sjena.

Satu tebasan, dua tebasan, tiga tebasan, tebasan demi tebasan menyingkirkan potongan tubuh monster bayangan saat tebasan kelima belas, tidak ada potongan tubuh yang tersisa. Tetapi entah dengan sihir apa kedua orang tersebut masih melayang di atas udara.

Tebasan keenam belas menghantam tubuh Sjena, dan ledakan tercipta. Tidak berhenti di situ, Leon menambahkan dua kali lagi tebasan/ledakan tersebut. Sebelum akhirnya dia melayang turun ke tanah.

Asap ledakan menyebar dan tubuh Sjena sudah tidak terlihat lagi di udara. sepertinya gadis itu telah kalah dan menghilang.

Leon berpangku ke pistol-pedangnya dan sekali lagi bernafas seperti seorang sekarat. Flager dan Primo berjalan mendekatinya.

"Makasih 'hosh' masbro!"

Ia menjulurkan tinjunya kepada Primo dan Flager.

"???"

"Tinju tanganku, sebuah jabat tangan antar Pria!"

Flager dan Primo meninju tangan tersebut. Senyuman menghiasi wajah Leon dan Flager, dan benar kata orang kalau senyman tersebut menular karena melihat kedua wajah itu Primo pun ikut tersenyum.

"Aku akan kembali ke Hafit yang membawaku, kau beristirahatlah dulu di sini. sampai jumpa Leon."


Leon mengayunkan tangannya seakan tidak kuat lagi untuk membalas, pria itu beneran tidak menyayangi staminanya sama sekali.

"Primo, Kau adalah pria yang menarik, tidak mengagetkan kalau kau memang dibesarkan di kalangan bangsawan terhormat. tetaplah seperti ini, dan aku benci harus membunuhmu jika kita bertemu lagi!"

"Kau membuatku tersanjung Flager, aku juga berharap tidak harus melawanmu, atau melawan kalian berdua. Kalian adalah kawanku yang ditempa oleh pertarungan ini!"

Flager tidak menyahut ia membalikkan diri dan jubahnya lalu berjalan ke salah satu sisi pulau yang ditunggu oleh Hafit.

"Leon, Jangan berlama-lama di sini kalau kau tidak mau benih Amarah di dalam jiwamu mulai bertumbuh lagi!"

Untuk memastikannya Primo sekali lagi menembakkan anak panah surgawi ke tubuh Leon sebelum menyampirkannya ke punggung.

"Biarkan 'hosh' aku 'hosh' mengambil nafasku. Pulanglah duluan ke Jagatha Vadhi, Masbro Primo."

Primo masih tidak mengerti  istilah 'masbro' tersebut tapi ia yakin itu istilah yang sama dengan persaudaraan pria. Entahlah itu berasa benar.

"Hati-hati, jangan sampai kita bertemu, aku benci jika harus mengalahkanmu."

Leon tidak menjawab ia juga memberikan lambaian seadanya untuk Primo.

Primo meninggalkan Leon yang masih mencari nafas, kali ini langkahnya sangat ringan dan menyenangkan. Ia tidak menyangka di permainan keji yang dibuat oleh Thurkey, ia menemukan dua orang kawan. Yang satu jenius, yang satunya lagi cukup konyol. Mereka adalah cahaya di neraka ini. setidaknya untuk Primo.

"Bawa aku pulang Hafit." Primo melompat ke perairan diluar pulau tempat hafit mengantarnya pertama kali.

Saat jemari hafit menyentuh wajahnya, kesadaran ia kembali menghilang.

End of Round 2

12 comments:

  1. Lucu pas adegan-adegan Primo ga ngerti bahasa gaul, hahahaha. Ternyata ada juga karakter agamis gini (waktu R1 lum baca battlenya). Tapi pas dia menyucikan Ucup itungannya ngalahin/ngebunuh juga ya?

    Pertarungan pas bagian awal sama narasinya kerasa agak kaku, jadi kayak kurang berasa gitu hembusan Wrath nya. Tapi dialog Primonya bagus, agamis.

    Nah, waktu uda pertarungan terakhir lawan bayangannya Sjena battle nya baru jadi lebih kerasa, seperti pertarungan terakhir yang menentukan. Klo menurut ane justru harusnya di bagian itu karakter Sjenanya lebih digali supaya makin membekas final battlenya.

    Ane kasih 7,5 untuk Primo Trovare dari Italia.

    ReplyDelete
    Replies
    1. lebih tepatnya religius, karena kalau agamis dengernya kayak Ras+is

      pertarungan terakhirnya Sjena emang udah gak bisa sosialisasi, karena Sjenanya sendiri udah Full Wrath.

      tapi kalau pakai Serba tahu juga susah.

      karena saya Fix dari awal Cerita primo ini adalah VERY LIMITED PoV3

      Delete
  2. ==Riilme's POWER Scale on Primo Trovare's 2nd round==
    Plot points : B+
    Overall character usage : B+
    Writing techs : B
    Engaging battle : B
    Reading enjoyment : A-
    ==Score in number : 7,8 ==

    Entahlah, saya seneng aja baca tulisan Ivan yang ini. Saya mungkin udah bilang sebelumnya, tapi bakal saya bilang lagi - feelnya beda sama tulisan Ivan yang udah", atau mungkin saya jarang baca yang nyerempet ranah theism darimu.

    Asik juga ngeliat terbentuknya band of brotherhood di antara cowok" peserta di sini, dan kayak Sal, rasa"nya kalo team member RPG Primo emang cocok jadi support yang mainan buff/debuff status ya.

    ReplyDelete
  3. Makasi banyak udah jadiin Sjena sebagai final boss
    Makasi juga udah pake istilah Hindu dalam cerita ini xD
    Sekarang aku mulai ngerti aplikasi kekuatan Primo kayak gimana.

    Review dimulai

    Plot : Counterpart dari canon Lucia, disini cowoknya yg kerjasama, sementara disana ceweknya. Dan lagi2, kesamaan diantara tiga entry kita : Ucup berserk.
    Kasian Ucup, kepolosannya membuatnya mudah ditelan kemarahan :(

    Utk jalannya cerita, aku nggak banyak komentar. Bagiku udah oke utk timeline dan gaya bahasa. Lalu penggunaan istilah2 religius itu adalah nilai plusnya. Tapi buatku agak sedikit bertanya2, dari empat istilah dgn bahasa inggris, kenapa Ahimsa nyelip satu?
    Mungkin akan lebih tepat kalo pake Sanskrit sekalian ato inggris sekalian, tapi aku sendiri juga ga nemu istilah yang tepat utk Ahimsa.
    Dan kurasa kalo kebanyakan istilah Sanskrit juga jadi agak OOC buat Primo.

    Lalu kurangnya sudut pandang dari karakter lain merupakan kekurangan Author, menurutku. Jadi alasan bertarung para entrant lain jadi nggak kerasa sama sekali, nggak ada permainan emosi yg terlibat jadinya. Saranku sih, utk menggali dari sudut pandang orang lain, supaya cerita lebih berwarna dan menarik.



    Karakter : Lagi2 counterpart dari canon Lucia, disana karakter2 cowoknya kurang tergali, disini karakter ceweknya kurang tergali.
    Aku nggak dapet alasan Lucia bertarung selain cuma karena tertelan kemarahan.
    Utk Sjena, alasan ngancurin labirinnya kayaknya ga perlu ditanya, abis orangnya random sih :v
    Sayangnya, Sjena sama sekali nggak dapet kesempatan bicara :(
    Utk Flager, oke2 aja, kesan baiknya dapet, taktikalnya juga lumayan dapet. Sayang bagian dia kehilangan ingatan kalo pake kekuatan kainnya nggak dijelaskan disini.
    Leon, konyol dan gaulnya dapet. Lucu juga ngeliat gap antar 2 generasi yg beda jauh. Eh tapi kok Flager ngerti ya o.o, perkiraan dia dari abad pertengahan/semacamnya juga kan?

    Dan seperti yg kujelaskan di atas, kurangnya perspektif karakter lain membuat karakter2 disini kehilangan battle reasonnya, kecuali Primo.

    Mungkin bisa dicontoh canon Ursa, dimana karakter Ursa nya sendiri battle reasonnya tetep kuat, tapi karakter lain juga dapet banget battle reasonnya, ada yg demi anak, ada yg reasonnya sama seperti ursa, dll. Dan itu bikin cerita jadi lebih intens, dan ada emosi yg terlibat di saat pertarungan. Membuat pembaca jadi merasakan simpati kepada karakter2 selain karakter utama juga, apalagi ketika mereka dibunuh.

    Dan nggak musti positif kok karakter2nya. Seorang karakter bisa digali sifat2 jahatnya sehingga pas dia mati, pembaca bisa ngerasain "akhirnya orang ini mati juga, duh!", dan vice versa utk karakter protag



    Battle : Sekarang aku ngerti penggunaan skill Primo. Keterangan di charsheetnya minim banget :(

    Utk battle sih buatku oke2 aja, nggak adanya 'reason' yang kuat yg bikin aku ngerasa ini battle2 biasa aja, nothing special with it, kecuali Primo yang punya reasonnya sendiri.

    Dan lagi, ngelawan final bossnya nggak seru, dikeroyok terus mati gitu aja x(
    Nggak berasa ngelawan final boss. Nyaris nggak ada perlawanan dari Sjena, padahal dia punya skill list bejibun utk ngelawan.
    Kalo skill2nya Sjena terlalu ribet dan nggak bisa dimengerti aplikasinya, aku mohon maaf ya :D

    Matinya Ucup cukup dramatis lho. Mati karena ketidakpercayaannya dia :(
    Dan aku bersyukur Primo nggak menulah jiwa Ucup.

    Bisa dibilang R2 ini adalah pengenalan Divine Route nya Primo. Dan sekarang aku penasaran, apa dia bisa switch weapon nanti di R3 (jadi inget Dante DmC-reboot)

    Dariku 7.5/10
    Overall ceritanya oke cuma perlu penggalian karakter lebih dalam dari entrant2 lainnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. walaupun penyebutan Ahimsa terkesan out of Nowhere. Tapi Katolik sendiri yang menentukan Fruits of Patience itu Ahimsa. (dari Wiki)

      lagian emang gak ada Term lainnya selain pacifist. dan pacifist gak enak banget disebut.

      Soal pendalaman karakter lawan. NOPE, nope, nope.

      bukan maksudnya apa tapi kan dari Bahasa Indonesia aja SMA/SMP aja udah diajarkan bahwa ada 4 Macam PoV.

      PoV1, PoV2, PoV3 Limited, PoV3 God.

      saya gak yakin pakai God karena takut ooc-in orang lebih parah dari ini. makanya pakai PoV3 Limited, lebih parah dari Limited sih. Sebenarnya hanya mengganti kata Aku dengan Primo.

      dengan kata lain hanya Expanded PoV 1 yang mana teknik untuk memakai PoV satu tanpa harus kena kesalahan batasan Indera dan over-showing.

      saya belum baca habis si Ursa, tapi ada alasan lain mengapa saya gak mau ngikutin gaya ursa (nanti kalimat ini akan di taruh di Komen Ursa)

      "memasuki ranah pikiran dan pendalaman karakter lain, selain Protagonist akan membuat cerita melenceng dari tujuan utama yaitu 'root/Hate the Protagonist'."

      Delete
  4. -kesan saya pas selesai baca cerita ini: "Ohhhh, gitu toh..." yaps, mengingat saya awalnya gak ngerti kemampuan Primo itu kayak gimana..
    -emosi digambarkan dengan baik.. sifat yg saling "berperang" di dalam pikiran Primo juga tergambarkan dengan bagus dan saya suka bacanya.. cuma, untuk OC lain terasa kurang porsinya..
    -saya kurang nyaman dengan kalimat ini:

    Namaku Primo, apakah anda EURGHHGHHGHAHHA

    bagian " EURGHHGHHGHAHHA" itu aneh waktu dibaca. kayak tertawa. bagusnya pake "apakah Anda... UARRGGGGHHHHHH!!!" tapi ini IMO aja sih.

    -Adegan boyband itu lucu juga.. XD apalagi faktor bahasa.. tapi,benar seperti yg dibilang bro bayee, itu Flager harusnya gak ngerti juga bahasa gaul... tapi ini kesalahan saya karena gak menjelaskannya di charsheet saya...
    -untuk battle, yah karena ini emang gaya Primo, saya gak bisa banyak membahasnya, tapi cukup seru!

    ini murni penilaian saya sebagai pembaca, bukan karena kita rival.. saya tetap akan memberi nilai..

    jadi....

    -----
    8/10
    -----

    ReplyDelete
    Replies
    1. salah saya -_- emang seharusnya Gha gha yang terakhir itu di spasi, Menandakan Primo yang memantul di tanah setelah memental.

      mengenai pendalaman karakter ada di replynya bayee.

      Delete
  5. woogh, keren van...

    Sepertinya tren pulau khurd ini adalah menjadikan Ucup full berserk ya.

    Ane belum nulis ini. masih dalam masa riset...

    Dan apa pula itu, adegan india-india'an dengan Fia? wakakakakakak :D

    Baca story ini, jadi lebih paham sama kemampuan Primo.
    :D

    Btw, ane termasuk dalam kelompok manusia yg gak mau ngasih nilai sama teman satu pulau, karena pasti rada-rada subyektif.



    ReplyDelete
  6. Wokeeehhh Kak Ivan, maafkan Umi. Entaka kenapa Umi malah mengganti sosok Primo dengan sosok Kak Ivaan sendiri. Jadi pas kejadian mental, pas Primo bingung dengan kata baru, entah kenapa yang kebayang sama Umi malah Kak Ivan yang kayak gitu >.< Ampun kak >.<

    Bagi Umi ini cerita keren, jauh lebih asyik dibanding R1. Pemakaian gaya bahasa yang ga berat sama cerita hangat yang disuguhkan antara Primo-Leon-Flagger ntah kenapa jadi berasa bikin cerita ini hidup >.<

    dan dari Umi 7/10 >.<

    ReplyDelete
  7. entri ke-10 :3

    well, kak ivan... kesan saya setelah baca primo di R2, dia kayak orang2 yg melegalisasikan membunuh atas nama Tuhan. ga tau sih kak ivan atau yg lain pendapatnya beda, tapi kalo yg saya lihat sih kayak gitu :3

    lanjut kak...

    kalo saya sih liat si primo ini punya banyak potensi buat dikembangin di ronde2 selanjutnya, saya suka cara kak ivan nulis narasinya. yg saya tunggu2 sih kalo misalnya primo lolos (eh, udah pasti lolos ya?) dan ketemu sil. gimana ya?

    untuk battle sih saya ga perlu komentar apa2 lagi kak. udah bagus, cuma kemaren ada yg bilang, konflik itu harus dimunculin di akhir2, lalu diakhiri dengan konklusi. nah, biar bikin cerita itu memorable, salah satunya bisa dg naikin eskalasi konflik kita. kalo saya sih ngerasainnya agak datar aja, tapi bukan berarti ga bagus. saya lebih suka dg gaya tulisan kak ivan dibanding alurnya sendiri, konfliknya sendiri.

    overall, saya ngasih nilai 7.75. semangat kak >.<

    ReplyDelete
  8. Damn this is good, terutama saat terbentuk band of bros~ :D

    Saya suka battlenya, apalagi saat Primo bertindak sebagai support (agak ngingetin saya dengan job priest/cleric di RPG). Dan tebasan terakhir Leon yang diakhiri ledakan, serasa kamen rider~ XD

    Score 8,5

    ReplyDelete
  9. Sama seperti yang lain, akhirnya moi bisa "dapet" karakter Primo dan kekuatannya. Battle finalnya kurang gereget tapi terbantu dengan narasinya yang lebih bagus dari R1. Author moi bilang, ini kali kedua dia ngerasa excited baca cerita Monsieur Rampengan setelah "Pembela Orakel" di FF2012 yang lalu. He's glad for you.

    7,8 dari moi.

    ReplyDelete

Silakan meninggalkan komentar. Bagi yang tidak memiliki akun Gmail atau Open ID masih bisa meninggalkan komentar dengan cara menggunakan menu Name/URL. Masukkan nama kamu dan juga URL (misal URL Facebook kamu). Dilarang berkomentar dengan menggunakan Anonymous dan/atau dengan isi berupa promosi produk atau jasa, karena akan langsung dihapus oleh Admin.

- The Creator -